Bella mendorong jauh-jauh tubuh Aaron ketika mereka sudah berada di dalam ruangan Aaron. Harusnya tadi ia menginjak keras-keras kaki lelaki ini atau mendorongnya sekuat tenaga hingga lelaki ini terjungkal. Namun nyatanya, ia tidak enak. Tentu saja karena beberapa karyawan lelaki yang satu lift dengannya tadi yang selalu memperhatikan setiap gerak-gerik mereka berdua.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Aaron dengan nada jengkelnya.
“Harusnya aku yang bertanya apa yang kamu lakukan? Kamu itu atasan di sini, apa pantas melecehkan bawahannya seperti tadi?”
Aaron mengangkat sebelah alisnya. Lalu berjalan pelan mendekat ke arah Bella. “Melecehkan? Sepertinya kata itu terlalu berlebihan.” ucap Aaron penuh intimidasi, sedangkan kakinya masih berjalan pelan menuju ke arah Bella.
Meski Bella masih mengangkat dagunya, kakinya masih saja melangkah mundur, ia tidak ingin terpengaruh oleh tatapan Aaron, tapi di sisi lain, ia berpik
“Karena dia calon istriku.”Aaron menatap wajah Bella yang masih menyiratkan rasa keterkejutannya. Wanita itu nampak tak percaya dengan apa yang di dengarnya, wajah Bella tampak memucat, seakan takut akan sesuatu, dan itu membuat Aaron tidak suka.Sial! Kau sudah menakutinya sialan!! Aaron merutuki dirinya sendiri.Secepat kilat Aaron merubah ekspresi wajahnya. Ia menatap Bella dengan senyuman lebarnya, lalu Ia mulai tertawa terbahak-bahak seakan menertawakan Bella dan Dimas yang masih shock dengan kata-katanya tadi.Bella mengerutkan keningnya karena heran dengan apa yang di lakukan Aaron, lelaki di hadapannya itu tampak menertawakannya. Ada apa? Apa yang membuat Aaron tertawa terbahak-bahak seperti itu? Apa ada yang lucu dengan dirinya?“Wajah kalian lucu tau nggak.” kata Aaron masih dengan tawa lebarnya.“Apa maksudmu?” tanya Bella dengan wajah bingungnya.“Kal
Bella benar-benar kesal karena sejak tadi ada yang mengetuk pintunya. Jika itu sang Mama tentu saja mamanya itu akan segera membuka pintunya dan masuk ke dalam, tapi jika itu salah satu pelayan rumahnya, mereka jelas tidak akan mengetuk pintu kamarnya berkali-kali saat dirinya tidak ingin di ganggu seperti saat ini.Dengan malas Bella bangkit dari ranjangnya dan membuka pintu kamarnya tersebut. Alangkah terkejutnya saat ia menatap sosok yang paling tak ingin ia temui di dunia ini, Aaron dengan seringaian liciknya.“Hai Bell.”“Kamu? Ngapain kamu ke sini?”“Aku ada perlu sama kamu.” kata Aaron dengan santai.“Maaf, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. Aku sudah mengajukan surat pengunduran diri dan segala apapun yang berhubungan dengan kontrak, Papaku yang akan mengurusnya.”Aaron menyandarkan tubuhnya di pinggiran pintu kamar Bella, ia mengambil sebuah amplop cokelat yang berada di dalam saku
Bella melemparkan tubuhnya di atas ranjang besarnya. Wajahnya masih memerah. Ia meraba sepanjang bibirnya, di sana masih terasa panas, bekas ciuman intens yang di berikan oleh Aaron. Ciuman yang sarat akan kerinduan yang menggebu. Apa lelaki itu merindukannya? Ayolah Bell, jangan mudah percaya lagi. bisik Bella pada dirinya sendiri.Bella masih mengingat bagaimana Aaron memperlakukannya tadi. Membuat jantungnya kembali berdetak tak menentu, membuat tubuhnya seakan panas dingin karena ucapannya.*** Lumatan itu terhenti, bibir mereka masih sangat dekat bahkan masih sedikit menempel satu sama lain. Desah napas bersahutan di antara keduanya. Hening, tak ada kata. Keduanya hanya diam, seakan saling menikmati satu sama lain. Telapak tangan Aaron masih menangkup kedua pipi Bella, ibu jarinya sesekali mengusap lembut pipi wanita di hadapannya tersebut, mengagumi kecantikannya, kelembutannya yang seakan membuat Aaron menegang s
Paginya, mau tak mau Bella kembali masuk kerja, sedikit malu karena kembali menginjakkan kaki di kantor lelaki yang sangat di bencinya itu, tapi mau bagaimana lagi, ia terikat dengan kontrak. Lagi pula sang papa sepertinya sangat mendukung Aaron, sebenarnya ada apa sih dengan Papanya dan juga Aaron?Bella masuk ke dalam ruangannya yang satu ruangan denga Aaron, ternyata di dalam sana sudah duduk Aaron di kursi kebesarannya dengan wajah seriusnya dan juga berkas-berkas kerja di hadapannya.Bella canggung, ingin menyapa atau tidak. Jika tidak, maka akan terlihat sangat tidak sopan, bagaimanapun juga Aaron adalah atasanya.“Selamat pagi pak.” sapa Bella sedikit hormat.“Pagi.” hanya itu jawaban Aaron.Entah kenapa jawaban Aaron membuat Bella tak suka. Aaron tidak terlihat seperti biasanya, Dia terlihat bersikap cuek pada diri Bella, dan entah kenapa Bella merasa tidak nyaman dengan semua itu.Bella lalu bergegas duduk di
Aaron masih sibuk mengemudikan mobilnya. Sesekali matanya menangkap bayangan Bella dari kaca di hadapannya. Wanita di sebelahnya itu tampak murung. Apa Dimas mempengaruhi Bella hingga dapat membuat Bella murung seperti saat ini?“Kita pulang atau ke suatu tempat?” tanya Aaron kemudian.Bella mengernyit menatap ke arah Aaron. “Bukannya ini masih jam kerja?”“Aku malas balik ke kantor.” jawab Aaron dengan enteng.“Kamu itu calon penerus perusahaan, bagaimana mungkin sikapmu seenaknya seperti saat ini, keluar pergi sesuka hatimu.”Sial! Apa kamu tidak tahu kalau saat ini aku ingin menghiburmu? gerutu Aaron dalam hati.“Bailkah, lupakan saja. Kita akan kembali ke kantor.”Lalu keduanyapun sama-sama terdiam sepanjang perjalanan kembali ke tempat kerja mereka.***“Bell, maaf, aku tidak bisa jemput hari ini.”“Kenapa Dim? Kam
Hari demi Hari di lalui Bella dengan sedikit Berbeda. Ya tentu saja, setiap pagi Dimas masih menjemputnya untuk ke kantor, tapi pada sore harinya, Dimas jarang bisa mengantarnya pulang seperti biasanya. Frekuensi hubungan di teleponpun semakin menurun. Dimas Seakan terlihat sedikit menjauhinya. Apa karena malam itu? Karena malam di mana Aaron menciumnya dan Dimas melihatnya? Ohh yang benar saja, kenapa selalu Aaron yang menjadi pusat dari masalahnya?Di kantorpun saat ini menjadi lebih menjengkelkan karena beberapa gosip yang beredar di kalangan karyawan tentang dirinya dan Aaron. Banyak karyawan perempuan yang dengan terang-terangan menyindirnya.Belum lagi sikap Aaron yang baginya kini semakin membuatnya kesal. Tidak, Aaron tidak tengil dan usil lagi padanya, tapi lebih cenderung pada cuek dengannya. Dan entah kenapa Bella merasa tidak nyaman saat Aaron bersikap cuek dengannya.Aaron bahkan selalu bersikap profesional dan berkata dengan bahasa formal pad
Ini benar-benar bukan Mimpi. Aaron, lelaki tengil itu benar-benar berada di sana sedang tersenyum miring dan mungkin itu senyuman yang di perlihatkan untuk mengejeknya. Bella menggelengkan kepalanya keras-keras“Tidak, ini tidak mungkin, Ma.” ucap Bella masih tak percaya dengan keadaan yang menimpanya saat ini.Di jodohkan dengan Aaron? Yang benar saja, bahkan Bella memilih untuk hidup sebagai pengemis karena perusahaan papanya bangkrut dari pada harus di jodohkan dengan lelaki tengil yang sangat suka sekali mengganggunya ini.Dengan gusar Bella berdiri dan bersiap pergi dari ruang tengah rumahnya yang seakan menyesakkan untuknya.“Bella, kamu mau kemana?” Shasha memanggil Bella yang sudah berjalan pergi meninggalkan ruang tengah.“Biar saya yang bicara sama Bella, Tante.” ucap Aaron sambil mengejar Bella.***Aaron meraih pergelangan tangan Bella hingga membuat wanita di hadapannya yang setengah be
Bella masih tidak mengerti dengan sikap Aaron yang dapat berubah sewaktu-waktu. Kadang lelaki di sebelahnya ini menyebalkan sekali untuknya, kadang cuek dan seakan tak menghiraukannya, tapi kadang juga dia menjadi sedikit posesif saat mengingatkan kepemilikan atas dirinya.Sesekali Bella melirik ke arah Ponsel yang sejak tadi di genggamnya. Dimas sama sekali tidak menghubunginya sejak kemarin, Kenapa? Ada apa dengan lelaki itu?“Kenapa Bella? Kamu tampak sangat gelisah.” ucap Aaron masih dengan mengemudikan mobilnya.“Enggak ada apa-apa.” Bella menjawab dengan nada ketus seperti biasanya.“Sedang menunggu pacar sialanmu itu untuk menghubungimu?” tanya Aaron dengan nada sinisnya.“Bukan urusanmu, lagi pula kenapa sih kamu seakan tidak bosan ikut campur urusanku? Dan asal kamu tahu, Dimas tidak sialan.”“Ingat Bella, kita calon suami istri.”“Ya aku tahu, tapi jangan hara
‘Buuggghhhh’Sekuat tenaga aku membanting tubuh itu ke atas matras yang sedang ku injak. Kemudian secepat kilat aku menguncinya, membuat tubuh tegap itu tidak bisa bergerak di bawahku.“Bagaimana Pa? Saya sudah bisa, bukan?” tanyaku dengan menyunggingkan senyuman kemenanganku.“Belum.” jawab Papa Ramma yang sontak membuatku mengernyit. Dan aku tidak bisa berpikir lagi ketika tiba-tiba tubuh di bawahku tadi membalikku dan mengunciku hingga kini aku yang berada dalam kuasanya. “Satu hal yang harus kamu tahu, jangan pernah merasa menang sebelum kamu melihat lawanmu menyerah.”Papa kemudian melepaskan kunciannya. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya padaku seperti biasanya.“Kamu sudah lebih baik.” Dia berkata sambil menepuk-nepuk bahuku.Ya, tentu saja. Setiap minggu aku di hajar habis-habisan bagaimana mungkin aku tidak lebih baik. Tubuhku kini bahkan lebih berotot lagi dari
“Aarrgghh...” erang Bella sedikit lebih keras dari biasanya.“Cukup sayang, astaga, suaramu membuatku ingin meledak saat ini juga.” Aaron menggertakkan gigi, menahan sesuatu yang ingin meledak dari dalam dirinya.Aaron kembali mendaratkan bibirnya pada payudara ranum milik Bella. Menggodanya, mendambanya seakan mengklaim jika itu hanya miliknya. Tubuhnya belum berhenti memainkan ritme permainan yang membuatnya semakin menggila.“Aaron, astaga, Aaarrgghhh..”Kini Aaron kembali mencumbu bibir Bella dengan panas. Kedua tangannya memenjarakan tangan Bella, membuat posisi keduanya terlihat begitu erotis. Hingga kemudian gelombang kenikmatan tersebut menghantam keduanya. Membuat keduanya saling mengerang panjang, mendesah nikmat sekaligus mandi dengan keringat yang menyatu.“Aku cinta kamu, aku sayang kamu, dan hanya kamu sejak dulu.” ucap Aaron sesekali mengecup lembut bibir milik Bella.
Secepat kilat Bella mendorong tubuh Aaron menjauh. Dan Aaron tertawa lebar dengan kelakuan Bella.“Ingat, aku belum memaafkanmu Aaron.”Aaron masih saja tertawa sambil melemparkan diri di atas ranjang melihat kelakuan Bella. Wanita itu sungguh menggemaskan, dari cara bicaranya ia terlihat enggan di sentuh tapi saat melihat wajahnya yang memerah, sungguh, Aaron ingin melahapnya hidup-hidup.“Kamu gila?” tanya Bella yang menatap Aaron yang masih tertawa lebar di atas ranjang.Aaron bangun dan duduk di pinggiran ranjang. “Kamu yang membuatku gila Bell.” ucap Aaron dengan nada seriusnya.“Berhenti menggombal. Pakai bajumu dan aku akan mengobati lukamu.” ucap Bella sambil melempar kaus dalam dan celana piyama untuk Aaron. Aaronpun akhirnya mengenakan pakaian tersebut.Bella kemudian duduk tepat di sebelah Aaron. Aaron menatap Bella dengan tatapan yang sulit di artikan. Bibirnya tidak berhenti menyun
Samar-samar, Aaron melihat Bella meninggalkan dirinya. Wanita itu pergi begitu saja ketika dirinya kini sedang di hajar oleh seorang sinting yang tidak punya otak seperti Yogie. Issabella, istrinya itu pasti saat ini sedang salah paham padanya.Sialan! Semua ini karena si tolol Yogie.Dengan sisa-sisa kekuatan yang di milikinya, Aaron membalik tubuh Yogie hingga lelaki itu kini berada di bawahnya.“Brengsek lo! Berani lo hajar gue? Sialan!” Aaronpun tidak berhenti mengumpat kesal sedangkan tangannya masih sibuk menghajar Yogie. Aaron tidak menghiraukan wajahnya sendiri yang sudah penuh dengan darah. Yang terpenting saat ini adalah memberi si brengsek sialan ini pelajaran. Kalau Bella sampai salah paham padanya dan tidak mau memaafkannya, Aaron bersumpah akan membunuh Yogie saat itu juga.Setelah kelelahan karena baku hantam. Keduanya tergeletak lemas penuh darah masing-masing. Napas keduanya juga terputus-putus seakan menahan amarah yang
Bella masih sibuk memilihkan kemeja untuk di kenakan Aaron ke kantor ayahnya siang ini. Sebenarnya ia sedikit bingung, harus memilihkan kemeja yang bagaimana dan seperti apa, karena ini pertama kalinya ia melakukan hal seperti ini.Bella merasakan sebuah lengan kekar melingkari perutnya. Kemudian sesuatu yang lembut dan basah menyentuh permukaan kulit lehernya.“Jangan menggangguku.” ucap Bella yang benar-benar merasa terganggu.“Kamu menggodaku, sayang.”“Astaga, apa yang membuatmu tergoda denganku?”“Uumm, piyama yang kamu gunakan, caramu berjinjit-jinjit dengan kaki telanjang, dan rambutmu yang setengah basah.”“Haisshh, dasar tukang nggombal. Sudah sana, aku bingung mau memilihkan kamu kemeja yang mana.”“Pilihkan saja kemeja yang membuatku terlihat tampan di matamu.”Bella tampak berpikir sejenak. “Aku suka saat melihatmu menggunakan kemeja
Bella sedikit bingung karena mau menyiapkan sarapan apa untuk dirinya dan juga Aaron. Entah kenapa ia ingin sekali menjadi wanita yang serba bisa di hadapan Aaron. Apa karena ungkapan sayang yang di ucapkan Aaron tadi? Bella menggelengkan kepalanya mencoba menepis semua bayangan manis tadi pagi yang membuatnya senyum-senyum sendiri sejak tadi.“Ehh, puteri Mama rajin sekali.”Suara lembut di belakang Bella memaksa Bella meolehkan kepalanyanya. Sang Mama sudah berjalan menuju ke arahnya dengan pakaian yang sudah rapi.“Mama rapi sekali, mau kemana, Ma?”“Loh, Aaron tidak memberitahumu? Mama sama Papa mau ke palembang beberapa hari.”Bella mengernyit. “Ke palembang? Kenapa buru-buru sekali?”“Tidak buru-buru, kami sudah merencanakan sejak sebelum kalian menikah.”“Benarkah? Kenapa aku tidak tahu?”“Sebagai kejutan.” bisik Shasha pada puterin
“Saya di pecat? Yang benar saja.”“Kenapa? Kamu nggak mau di pecat?” tanya Aaron masih dengan nada angkuhnya.“Hei, ada apa denganmu? Kenapa aku tiba-tiba di pecat? Yang benar saja, kemarin aku mengundurkan diri tapi Kamu membujuk ku untuk kembali dengan serangkaian alasan konyolmu. Kenapa sekarang tiba-tiba aku di pecat?”“Kamu sudah tidak di butuhkan di sini.” jawab Aaron dengan santai.“Sudah tidak di butuhkan?” geram Bella yang sudah menahan emosinya.“Maksudku, kinerja kamu sudah tidak di butuhkan di sini, lagi pula aku juga mau pindah ke kantor Papa kamu.”“Aku tidak peduli mau kamu pindah ke manapun. Intinya, kalau kamu ingin memecat seseorang, kamu harus memberinya alasan yang jelas.” Dengan kesal bella keluar dari ruangan Aaron. Lelaki tersebut benar-benar tahu bagaimana merusak moodnya. Astaga. ia harus pulang dan berendam. Persetan d
“Karena sebelum berangkat ke luar negeri, Aaron sendiri yang meminta ayahnya untuk melamarkan kamu untuknya.”Bella hanya ternganga mendengar kalimat yang keluar dari bibir sang Papa tersebut. Aaron ingin melamarnya? Saat itu? Kenapa ia tidak pernah tahu?“Aaron sangat ingin melamar kamu dan meminta kamu sendiri kepada Papa saat itu, tapi Kata Om Dhanni, anak itu merasa belum pantas melakukannya. Tentu saja, siapa yang mau menerima lamaran anak bau kencur yang baru lulus SMA?”Ramma kemudian berdiri, dan menerawang jauh pada masa itu. Masa saat Dhanni, sahabatnya tersebut memintanya untuk menyerahkan puteri semata wayangnya untuk Aaron.“Papa hanya berkata jika akan menjagamu, tapi bukan berarti Papa menerima lamaran mereka, Om Dhanni menerima keputusan Papa, dan dia juga berkata, jika suatu saat nanti Aaron sendirilah yang akan datang kepada Papa.”Ramma menghela napas panjang. Kemudian melanjutkan ceritanya ter
Bella masih menatap jauh ke luar jendela mobil milik Aaron. Pikirannya masih kacau. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan seks sepanas itu dengan lelaki yang sangat di bencinya ini? Dan Aaron, astaga, lelaki itu seakan tidak berhenti bersikap manis terhadapnya.“Ada masalah?” suara Aaron memaksa Bella menoleh ke arah lelaki yang sedang mengemudi tepat di sebelahnya.“Enggak.”“Kamu terlalu pendiam.”“Sejak dulu aku seperti ini.”Aaron tersenyum miring. “Tapi aku suka.”Tiga kata, tapi mampu membuat tubuh Bella kembali membatu.“Kita tidak bisa bulan madu dalam waktu dekat ini, ada yang harus kuurus di kantor Papamu.”“Tentang perusahaan kami yang hampir bangkrut?”Aaron tersenyum miring. “Bella, harusnya kamu tahu kalau hal itu tidak pernah terjadi.”“Apa? Apa maksud Kamu?” Bella sangat terkejut dengan apa yan