Happy reading ;)
-----------------
Ruang Operasi 10.00 p.m.
"Tanda vital?"
"Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 120, mungkin akan membebani vena," ucap dokter anastesi.
Tara menghela nafas panjang. "Kita akan membuka perut dan mengeluarkan benda asing dari pembuluh darah."
"Siapkan c-arm," perintah Caitlin pada perawat sirkuler.
"Ya."
Tara segera menerim pisau bedah dan melakukan insisi di area operasi. Ia melakukan eksplorasi dan menemukan aliran darah yang terhambat di vena hepatika.
Tara meminta klem dengan kode jemarinya dan memasang di area atas bawah pembuluh darah untuk menghentikan alirannya.
Sementara dokter anestesi meraih stetoskop menempatkannya di dada dan terus memantau pernapasan pasien.
"Lepaskan klem dalam lima belas menit," titah Tara pada Caitlin.
Tara kembali meminta pisau bedah dan membuka pembuluh darah, jemarinya dengan cepat meminta pinset sirugis.
"Bilas dengan larutan klo
Happy reading ;)----------------Pada akhirnya mereka terbangun di tempat tidur Tara setelah drama percintaan mereka yang tak terselesaikan karena hujan. "Kita akan pergi melihat Karl?" tanya Vin dengan suara serak khas bangun tidur."Ya, aku sudah mengganti shift dengan Gabriella." Tara memainkan telunjuknya menekan lembut pipi Vincent. Pria itu segera meraih jemari Tara dan mengecupinya lembut."Bersiaplah," ujar Vin sambil membawa Tara berada dalam pelukannya. "Sana, bergegaslah," titah Vin namun ia justru lebih mengeratkan pelukannya. Bibir keduanya berkedut geli menahan tawa.Vin dan Tara segera keluar kamar usai mandi serta mengakhiri perdebatan ringan mereka karena sama sama enggan melepaskan pelukan di tempat tidur tadi.Tara sudah tak terkejut saat Reeves memasakkan sesuatu untuknya juga Vin. Pria tua itu sudah biasa keluar masuk ke apartemen seperti dulu. "Reeves kau tak perlu seperti ini, aku bisa membelinya sesuai yang kau
Happy reading ;)---------------Tara meraih tas lalu pergi meninggalkan Franke. Reeves dan Jeff memandang kepergian Tara. "Maaf, dia memang kekanakan.""Kami pergi," pamit Vin pada Reeves. Ia bergegas menyusul Tara yang sedang berdiri di depan lift menunggunya."Apakah semua baik baik saja?" Vin merangkul Tara dan langsung menyandarkan kepalanya pada dada bidang sang kekasih. Mengapa harus bertemu dengan pria tua itu?Ia bahkan telah menutup seluruh masa lalunya. Franke benar benar sialan dengan mengupas kembali masa lalunya terlebih di hadapan prianya juga gurunya."Solnyshko, kau belum terbuka seluruhnya padaku." Vin membawa Tara masuk ke dalam lift saat pintu lift terbuka lebar."Aku sudah menguburnya, lagipula aku sudah tak ingat. Tapi, pria tua itu mudah sekali membahasnya lagi." Tara menghela nafas dalam berpaling dengan menatap bagian atas lift."Aku tak tahu kau juga mengalami hal berat di masa lalu, haruskah ku beri s
Happy reading ;)---------------"Oh astaga, apa dia benar benar menyukaiku?" Tara mengusap wajahnya lelah. Vin berjalan tangkas menuju Franke."Ku rasa, Tara tak ingin bertemu denganmu." Rahang Vin mengetat keras seiring dengan lonjakan api dalam dirinya.Mata Franke beralih pada Tara. "Kanker yang ku alami sudah melewati titik pengangkatan dengan prosedur bedah umum," ucap Franke melangkah melewati Vin dan berhadapan dengan Tara."Karena sirosis telah berkembang, aku harus melakukan transplantasi hati orang hidup, dan istriku yang akan mendonorkannya tapi," ucapan Franke terhenti dan menatap Tara ragu."Aku belum menemukan dokter bedah seahli dirimu. Aku ragu. Namun, Tara.. bisakah kau mengoperasiku?"Tara terdiam, tatapannya menusuk. Raut wajah Franke seakan merintih meminta pertolongan."Kau tau, aku sudah menjadi spesialis bedah vaskuler. Jika mengoperasimu maka, aku akan melanggar prosedur." Tara bergegas meraih tas dan m
Happy reading ;) ------------------- "Hentikan jantungnya?" tanya Caitlin tak percaya. "Tara, kau gila?!" Tara menoleh pada anestesi. "Kita akan hentikan jantung sementara, otomatis perdarahan akan berhenti, mengidentifikasi pembedahan dan memulihkannya. Berikan ATP," titahnya tegas. "Jika bermasalah, jangan bawa aku. Batas waktu hanya 90 detik." Tara melirik singkat. "Okay, cepat hentikan jantungnya." Dokter anastesi segera memberikan ATP, detak jantung yang berada di monitor langsung berubah lurus. Ia menekan stopwatch menghitung detik hingga mencapai batas. Sementara Tara, wanita itu meraih pean untuk membuka lebih lebar area yang akan di perbaiki. "Itu dia!" Tara meraih nilon 8-0 dan pinset sirugis lalu segera menjahitnya. "Detak jantung akan kembali dalam 25 detik," peringat anestesi cemas. "Bergegaslah Tara!" "Jangan berisik!" Caitlin terkejut saat tangan wanita itu bergerak cepat dan memotong bena
Happy reading ;)----------------Apartemen yang telah diubah menjadi satu ruangan dengan konsep sederhana alami membuat Tara terkejut. Siapa yang mendekor apartemennya?Langit langit yang dihiasi oleh tanaman hijau serta beberapa lilin yang menggantung cantik membuat ruangan itu kian romantis. Lampu lampu kuning juga ikut memberi kesan nyaman.Beberapa foto yang terpajang di sudut ruangan dan kursi meja yang berlapis kain putih membuat Tara merasakan kesucian pada orang orang yang hadir di sini.Terutama mejanya yang telah penuh oleh beberapa hidangan makanan pembuka, inti dan penutup. "Kau yakin ingin makan di restoran?" bisik Vin mengejek.Tara menoleh santai. "Kapan aku mengatakannya?""Apa?!" Vin merengut kesal. Kapan aku mengatakannya? Lantas siapa yang sedari tadi merajuk meminta makan di luar? Dan tunggu, wajah itu.. mengapa wajahnya polos seperti ini seakan akan ia benar benar tak merajuk selama di perjalanan."Tara!!"
Happy reading ;)------------------Bolshoi Tkhach, Russia.Private jet milik Vin tengah berada di atas salah satu gunung yang terletak di Kaukasus Barat Rusia, Bolshoi Tkhach. Vin menatapnya dari balik jendela pesawat.Setelah pesta di apartemen Tara, esoknya ia langsung terbang menuju markas pusat di Russia perihal informasi kedatangan Marco bos mafia sisilia secara mendadak.Vin tahu jika pria itu sampai berkunjung ke Russia, akan ada hal yang harus ia selesaikan. Vin melirik jam tangannya dan kembali memandang taman alam Bolshoi Tkhach di bawah sana.Taman yang menyerupai benteng raksasa langsung dari Abad Pertengahan ini segera saja mengisi indra penglihatan Vin, sejujurnya ia selalu menikmati udara segar disini jika dirinya merasa depresi karena pekerjaan.Tak berselang lama, private jet mendarat tepat di runway lapangan yang berhadapan langsung dengan markas miliknya. Ia segera turun seraya mengenakan kacamata hitam dengan di s
Happy reading ;) ------------------ "Tanda vital 130/78 mmHg. Nadi 80 Respirasj 20," ucap Joey sebelum operasi dimulai. Tara mengangguk dan menerima pisau bedah untuk melakukan insisi. Satu jam berlalu. "Pemisahan lobus untuk membuka vena cava inferior. Tolong turunkan lupku." Seorang perawat segera melakukan instruksi. Tara meraih gunting jaringan sedang Gabriella dan Nick mengikat pembuluh darah. Perawat instrumen melakukan suction di area operasi. "Monopolar." Tara mulai menagangkat pembulu darah di atas jantung. "Gab, ikat pembuluh darah dekat vena porta." "Ya." "Nick, angkat lebih tinggi." "Okay." Tara berhasil memisahkan kanker yang sudah bermetastasis ke jantung. "THVE selesai, hitung waktunya." Joey segera menyalakan stopwatch dan menghitung. Tara bergegas memotong akar vena porta kanan dengan pisau bedah. Tangannya cepat berganti pada mosquito. Ia mengangkat cuping kanan
Happy reading ;) --------------- "Seperti yang kau lihat," jawabnya santai namun matanya menyipit curiga. "Ada apa?" Vin membawa wanita itu duduk di sampingnya. "Ku dengar kau memiliki kekasih? Benarkah? Mengapa aku tak tahu?!" Dominika, salah satu adik sepupu Vin itu berdecih sebal. Diantara semua saudara, hanya dia orang terakhir mengetahui informasi tentang percintaan sang kakak, dan itu cukup membuatnya kesal. "Salahmu sendiri tak datang ke Los Angeles waktu itu." Vin tertawa kecil melihat gerutuan adiknya. "Ck! Aku bahkan sibuk menghilangkan jejak tentang pria yang kau buru. Kau tahu? Pedro hampir saja ketahuan." Ia melipat kedua tangannya di dada mengingat hal yang hampir menjerumuskan suaminya beberapa minggu lalu. Vin benar benar memburu Samuel, seorang anggota FBI yang merupakan dalang dari rencana penyadapan Tara di Paris saat itu. Tentu beberapa anggota FBI curiga oleh gerak Vin yang halus tak berjejak terlebih pemer
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer