Happy reading ;)
----------------
Tara keluar kamar dan mendapati pria tua itu tengah duduk santai di atas soffa. "Kau semalam tidur dimana?" Tara duduk di barstool dan melahap steak yang tersisa.
"Aku tinggal di sebelahmu."
"Kau memakan steak milikku?!" Tara mendelik tajam namun mulutnya tak berhenti melahap semua steak tersebut.
"Kau masih saja pelit, aku ragu kau pelit juga pada kekasihmu," cibir Reeves. Pria itu hendak membuka majalah fashion.
"Kau pergi kemana selama ini?"
"Harusnya aku yang bertanya, mengapa kau pergi sejauh ini?"
"Tak ada pilihan lain bukan? Kalau begitu sampai nanti." Tara beranjak, melambaikan tangan lalu menutup pintu.
Dasar guru tidak bertanggung jawab, seenaknya saja kalau bicara! Aku pergi juga karenanya! gerutunya kesal. Permasalahan antar rumah sakit di Spanyol membuatnya jengah dan terpaksa harus mengundurkan diri.
Sampai detik ini tak ada yang tahu bahwa Tara pernah menjadi dokter
Happy reading ;)----------------"Langkahmu cepat sekali!" seru Gabriella tak tahan. "Aku lapar! Aku tak bisa menunggu!" Tara benar benar tak bisa menahan perut yang meronta minta asupan gizi.Sementara Gabriella sedikit berlari dengan segala umpatan kekesalannya. "Kau benar benar!"Di alur yang sama Emma mendekat hendak mengajak Tara berbincang. Namun Tara justru tak memperdulikannya dan berjalan cepat menuju caffe milik Felix."Dokter Tara, aku akan menjadi dokter bedah untuk Tuan Alvaro." Tara menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Emma."Jangan, kau anak baru." Satu sudut bibir Tara berkedut geli."Tak masalah jika anak baru, karena keahlian tidak memandang usia.""Kau yakin? Karena masih ada satu masalah lagi." Tara tersenyum sinis meninggalkan Emma.Lihat saja, aku akan membuktikan bahwa kemampuanku melebihi semua dokter di rumah sakit ini. Termasuk kau, dokter Tara. Emma menyeringai dan berbalik menuju kama
Happy reading ;)--------------------"Sekarang kita akan lakukan bedah pintas koroner jantung yang berdetak, mari mulai." Emma meraih pisau bedah yang di berikan perawat instrumen.Joey hanya menatap singkat wanita muda yang di sebut sebut sebagai model dokter. Ia tak yakin seorang model walaupun dokter, dapat membedah dengan sempurna."Monopolar." Dengan sigap seorang perawat instrumen memberikan apa yang di minta oleh Emma.Sementara di atas sana, Tara duduk santai sembari menatap pembedahan yang di lakukan oleh Emma. "Tak biasanya melihatmu mengamati operasi orang lain," ujar Gabriella heran."Aku ragu seorang model bisa membedah, lagipula ada satu masalah yang belum di sadari oleh wanita itu." Tara melipat kedua tangan di dada."Apa? Masalah?" Gabriella menoleh pada Tara yang masih tak berkedip melihat operasi di bawah sana."Akan ku ambil cangkok arterinya." Emma menaruh monopolar dan bersiap dengan pisau bedah harmonik.
Happy reading ;)----------------"Bawakan mesin jantung paru dan transfusi darah," tunjuk Tara pada perawat sirkuler."Baik.""Perubahan metode. Panggil Nick untuk membantu.""Baik."Nick yang tengah kesal dan hendak keluar ruang operasi seketika terhenti saat perawat memintanya untuk kembali. Terlebih perintah itu dari mantan kekasihnya, Tara Clarke.Jelas ia tak akan membuang kesempatan ini bukan? Ini adalah salah satu cara untuk merebut perhatiannya kembali. "Baiklah, aku akan datang." Nick kembali bersiap dan masuk ke dalam kamar operasi."Nick, kemarilah dan suction area ini. Turunkan lupku." Tara menunjuk sembari dirinya meraih polipropilena 4-0 dan memperbaiki lokasi perdarahan.Tak berselang lama seorang perawat dengan sigap memutus benang tersebut. "Aku semakin mencintaimu jika melihat kau mengoperasi." Nick tersenyum dibalik masker yang menutupi pergerakan bibir itu."Perbaikan selesai," ujar Tara. Joey
Happy reading ;)---------------Tara menoleh singkat, ia berdiri sembari merentangkan tangan tak berniat menjawab pertanyaan Emma. "Semoga sukses dengan karir barumu," ujarnya.Emma mengangguk singkat menatap kepergian Tara. Wanita itu seolah menghindar dari pertanyaannya yang bersifat pribadi dan mungkin Tara terganggu. Emma mengedikkan bahu acuh.Lima hari berlalu, langkah Tara terasa berat, ia bahkan tak berniat mengangkat telepon yang bergetar tiada henti. Berapa kali ia mengira jika Vin lah yang menghubunginya. Ya, itu hanyalah harapan kosong.Di tambah pesta penyambutan Reeves di apartemennya telah gagal karena Gabriella yang membatalkan rencananya sendiri. Astaga menyebalkan!Tara memijat tengkuknya dan melewati lobi utama rumah sakit. Ia tak ada tenaga untuk menyetir mobilnya sendiri saat pikirannya tanpa henti berkelana pada kekasihnya.Terlebih perdebatan dengan professor hari ini sangat melelahkan, mereka seolah dapat suks
Happy reading :)---------------"Aku tak bisa menghubungimu karena," Vin terdiam sesaat. Raut wajah Tara benar benar tak melunak. Setelah berjam jam menunggu, wanita itu akhirnya menuruti perkataan Vin.Ia ingin mendengar penjelasan Vin namun tak menuntut untuk keputusan setelahnya. "Karena, Emily telah disembunyikan di kota rahasia di Russia.""Apa?!" pekik Tara."Mengapa? Lalu sekarang bagaimana?"Vin mengusap rambut hitam Tara berharap wanita itu akan menerima maaf darinya setelah ini. Bersamaan dengan itu, Vin mulai menjelaskan kronologi awal kejadian Emily hingga hari ini. (Cerita lengkapnya ada di novel My Wife is Bodyguard)."Astaga? Benarkah?" Tara menutup mulutnya tak percaya. Bagaimana bisa seorang wanita tua begitu tega melakukan hal itu? Dan juga keterlibatan ayah dari Mike sendiri? Ini gila!"Maaf, jika aku tak mengabarimu selama ini." Vin masih setia membelai rambutnya lembut. Sedangkan Tara ia tengah bergelut de
Happy reading ;)-----------------Ruang Operasi 10.00 p.m."Tanda vital?""Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 120, mungkin akan membebani vena," ucap dokter anastesi.Tara menghela nafas panjang. "Kita akan membuka perut dan mengeluarkan benda asing dari pembuluh darah.""Siapkan c-arm," perintah Caitlin pada perawat sirkuler."Ya."Tara segera menerim pisau bedah dan melakukan insisi di area operasi. Ia melakukan eksplorasi dan menemukan aliran darah yang terhambat di vena hepatika.Tara meminta klem dengan kode jemarinya dan memasang di area atas bawah pembuluh darah untuk menghentikan alirannya.Sementara dokter anestesi meraih stetoskop menempatkannya di dada dan terus memantau pernapasan pasien."Lepaskan klem dalam lima belas menit," titah Tara pada Caitlin.Tara kembali meminta pisau bedah dan membuka pembuluh darah, jemarinya dengan cepat meminta pinset sirugis."Bilas dengan larutan klo
Happy reading ;)----------------Pada akhirnya mereka terbangun di tempat tidur Tara setelah drama percintaan mereka yang tak terselesaikan karena hujan. "Kita akan pergi melihat Karl?" tanya Vin dengan suara serak khas bangun tidur."Ya, aku sudah mengganti shift dengan Gabriella." Tara memainkan telunjuknya menekan lembut pipi Vincent. Pria itu segera meraih jemari Tara dan mengecupinya lembut."Bersiaplah," ujar Vin sambil membawa Tara berada dalam pelukannya. "Sana, bergegaslah," titah Vin namun ia justru lebih mengeratkan pelukannya. Bibir keduanya berkedut geli menahan tawa.Vin dan Tara segera keluar kamar usai mandi serta mengakhiri perdebatan ringan mereka karena sama sama enggan melepaskan pelukan di tempat tidur tadi.Tara sudah tak terkejut saat Reeves memasakkan sesuatu untuknya juga Vin. Pria tua itu sudah biasa keluar masuk ke apartemen seperti dulu. "Reeves kau tak perlu seperti ini, aku bisa membelinya sesuai yang kau
Happy reading ;)---------------Tara meraih tas lalu pergi meninggalkan Franke. Reeves dan Jeff memandang kepergian Tara. "Maaf, dia memang kekanakan.""Kami pergi," pamit Vin pada Reeves. Ia bergegas menyusul Tara yang sedang berdiri di depan lift menunggunya."Apakah semua baik baik saja?" Vin merangkul Tara dan langsung menyandarkan kepalanya pada dada bidang sang kekasih. Mengapa harus bertemu dengan pria tua itu?Ia bahkan telah menutup seluruh masa lalunya. Franke benar benar sialan dengan mengupas kembali masa lalunya terlebih di hadapan prianya juga gurunya."Solnyshko, kau belum terbuka seluruhnya padaku." Vin membawa Tara masuk ke dalam lift saat pintu lift terbuka lebar."Aku sudah menguburnya, lagipula aku sudah tak ingat. Tapi, pria tua itu mudah sekali membahasnya lagi." Tara menghela nafas dalam berpaling dengan menatap bagian atas lift."Aku tak tahu kau juga mengalami hal berat di masa lalu, haruskah ku beri s
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer