Happy reading ;)
--------------------
"Bicaralah.. ." Tara melepas sedikit tali bathrobe sebelum memeriksa luka Vin. Sedetik kemudian ia merutuki diri atas getaran halus akibat walnut yang bertabrakan dengan otot otot di sana.
"Maafkan aku," lirih Vin lemah. Entah harus mulai dari mana dan apa yang harus ia katakan pun tak akan mengubah keadaannya.
"Ya." Tara menutup kembali dan mengikat tali bathrobe seperti semula. "Kau tertembak di area yang sama, istirahatlah jangan melakukan hal berat." Wanita itu hendak berdiri. Vin meraih jemari Tara memintanya untuk tetap disana.
"Kau akan meninggalkanku lagi?" Vin mengerjap canggung. Damn! ini tak bisa di biarkan berlangsung lama jika tak ingin berakhir di rumah sakit jiwa.
"Apa? Lagi?" Wanita itu menatap Vin dengan kerutan kening dalam. Ia menghembuskan nafas kasar lalu mengalihkan pandangan pada jendela kamar.
"T-tara.. kau masih marah padaku?"
"Kau bertanya?"
"Aku sudah minta
Happy reading ;)------------------Vin terdiam. "Kau benar," sambungnya. Manik cokelat itu kembali menarik jerat pandang mereka untuk saling beradu."Lantas, apa kau menyanggupinya?" Tara menatap tajam pria yang setia menggenggam jemari nya. Kini Vin mengangguk dengan senyum simpul. Vin tak tahu akan berakhir seperti apa jika ia tak menyanggupi permintaan Tara.Namun dalam janji itu, jelas jelas ia tak dapat konsisten untuk menepati. Vin meraih pinggang Tara memeluk erat. Sedang Tara, jari jarinya terulur menggapai surai Vin yang masih berantakan. Ia dapat merasakan butiran air yang masih menggantung di setiap helai rambutnya.Wanita itu melepas pelukan Vin dan beranjak. Dengan cepat Vin menarik siku hingga Tara berbalik. "Kau mau kemana?" tanyanya panik. Tidak, ia tak ingin Tara pergi, bukankah ia telah berjanji padanya?"Aku akan mengambil handuk," satu garis bibir itu melengkung senyum. Berbeda dengan Vin yang terkekeh bodoh."Ada
Happy reading ;)-----------------Tak menjawab pria itu justru melipat bibirnya menahan senyum. "Harus ku tegaskan berapa kali, aku hanya mencintaimu," ujarnya seraya menangkup sisi wajah Tara. Jemari itu mengusapnya lembut."Jika seperti itu, apa ia mantan kekasihmu?" selidik Tara dengan matanya yang memicing tajam. Bukan itu jawaban yang ia inginkan. "Tak perlu di bahas, ia hanya penghiburku saat penat. Akan ku kenalkan padamu nanti."***Ruangan bercat putih khas rumah sakit seolah menatap langkah Nick yang penuh amarah. Ia bahkan tak menghiraukan sapaan dari para perawat yang secara kebetulan berpapasan dengannya.Nick memilih masuk ke dalam ruang praktik dokter. Ia melepas jas putih kebanggaannya lalu melempar kasar ke atas kursi. Nafas yang berderu tak mampu menahan dada yang bergejolak panas.Pikiran dan hatinya terus menerus memutar kebersamaan mantan kekasih dengan pria yang membersamainya saat itu. Ia menatap jalanan perkot
Happy reading ;)---------------------Vin menyergap bibir Tara sebelum wanita itu menyetujui pertanyaan Vin. Ia tak sabar dan di rasa tak perlu mendapat jawaban dari Tara. Vin menyesap dalam seolah menyuarakan rindu yang menyiksanya selama satu minggu ini.Sedang jemari Tara bergerak perlahan melilit leher Vin membuat pria itu menyudutkan wanitanya hingga ke arm sofa. Mereka saling memandang memuja saat ciuman itu terjeda."Kau merindukanku?" Tara memainkan dagu Vin dengan jari telunjuk menggoda."Ya, kau tak tahu seberapa tersiksanya selama ini," lirih Vin geram, sementara tangan Vin mencengkram erat head sofa saat walnut itu menangkap bibir Tara yang tergigit nakal."Did you miss me after not seeing me for a seven days?" Satu garis bibir Tara tertarik sinis. Berbeda bagi Vi, pertanyaan itu serupa pancingan diri atas kesalahan karena tak berkabar selama satu minggu ini."Lalu bagaimana denganmu?" Ibu jari dan telunjuk Vin yang menga
Happy reading ;)-------------------Vin melirik Tara sesaat sebelum kembali melanjutkan pembicaraannya dengan seseorang di sebrang telepon. Tara berusaha bangkit namun tangan pria itu benar benar menguncinya di sana."Bagaimana keadaannya?" tanya Vin gusar. Tara yang masih setia di posisinya mengerut curiga pada pembicaraan sang kekasih di sebrang telepon. Ia memperhatikan raut Vin yang berubah cemas."Aku akan kesana, setelah melihat kondisi ayahku." Vin menutup telepon dan melemparnya ke sisi sofa."Ada apa?" Tara menatap lekat Vin, ia benar benar tak dapat menebak pembicaraan mereka. Namun melihat raut wajah Vin ia tahu ada hal penting yang mengusiknya."Aku.. aku ingin melihat kondisi ayahku."***Tara akhirnya membawa Vin ke kamar sang ayah yang tak jauh dari kamarnya. Lorong rumah sakit tampak sepi karena jam telah terhentu di angka 01.00 am. Pria itu melilitkan long coat dan berbelok ke arah kanan saat Tara membukakan p
Waa seneng banget ada permintaan lebih banyak tiap babnya hihi ;) permintaan di terima! LanjuuuttHappy reading ;)----------------Vin mendesah kasar. Pertanyaan Tara benar benar di luar kendali. Bagaimana bisa kekasihnya berfikir ia akan berkencan? Ia hanya ingin melihat keadaan Emily setelah penugasan yang ia lakukan hari ini.Tatapan tajam Tara tak melunak, wanita itu bahkan kerap bergetar marah. Vin menggaruk pelipisnya dan dengan terpaksa ia menggendong Tara di atas bahunya yang kokoh."Astaga! Kau melakukannya lagi?! Vin turunkan aku!" Tara memukul punggung sang kekasih dengan keras. Namun pria itu justru menepuk bokong Tara memperingati. "Diamlah, semua pasienmu akan terganggu karena suaramu.""Baiklah baiklah, cepat turunkan aku jika tidak aku akan membunuhmu," desis Emily tepat di balik telinga prianya.Vin menggeram samar dan memilih mempercepat langkahnya menuju mobil yang telah di siapkan Matt. Beberapa petugas secu
Happy reading ;)------------------Tara memandang wajah Emily yang terkesan angkuh dan dingin dari balik kaca wastafel. Wanita itu terlihat cantik alami dengan rambut golden blonde menutupi hingga bahu. Namun entah mengapa sifat Emily dan Vin benar benar sama.Tata menempatkan kedua tangan di bawah hand dryer sebelum kembali duduk berhadapan dengan Emily. "Jangan salah paham, aku bukan kekasih Vin." Emily menyingkap selimut yang menutupi sebagian kakinya. Ia berjalan menuju soffa dan menuangkan tequila pada dua gelas kosong.Sedang Tara, ia terdiam lalu mengikuti langkah Emily dan duduk di sampingnya. Ada rasa tak enak hati menyusup dalam hatinya. "Ah, aku hanya... maafkan aku," lirihnya pasrah.Ia pun tidak tahu alasan apa yang tepat untuk membalas ucapan Emily yang faktanya memang benar. Emily terkekeh geli. "Mengapa kau minta maaf? Apa perkataan ku benar? Aku hanya memancing tadi." Ia meneguk tequila hingga tandas. Namun Tara dapat menangkap se
Happy reading ;)---------------------Emily terkejut. Namun ia pintar menutupi dengan hanya memandang datar Tara. "Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?" Emily menyandarkan punggungnya ke head soffa."Karena, untuk apa ia memiliki markas sebesar ini dan kau lihat orang orang di sana tampak kekar dan cukup menakutkan. Termasuk ... ," pandangan Tara jatuh pada wanita di depannya."Me?" tunjuk Emily pada dirinya sendiri. Tara mengangguk perlahan seraya menggigit bibir bawah tak enak hati. "Ma- maksudku kau begitu tampak seperti pemain film action dan buktinya kau terluka, jadi ku pikir.. .""Sayang?" suara Vin terdengar merdu berbeda dengan langkahnya berderap kesal. Tara berdehem samar dan beranjak menghampiri kekasihnya."Lukanya akan membaik kurang lebih tiga hari ke depan. Jadi aku sarankan kau banyak istirahat."Emily tersenyum simpul dan beralih memandang wajah Vin. Entah apa yang mereka bicarakan Emily dapat menangkap kekesala
Happy reading ;)-------------------Tara mengerjap menetralkan sinar yang menembus melalui jendela mobil. Ia menutup matanya dengan punggung tangan. Sementara Vin mengerang terganggu oleh gerakan Tara dalam pelukannya."Astaga apa kita tertidur di mobil?" Tara membenarkan posisi duduk dan melihat keadaan di luar sana."Hmm ku rasa begitu." Vin mengusap wajahnya perlahan. Mereka merapikan baju dengan sesekali tertawa kecil."Kau harus beristirahat," ujar Tara saat mereka tiba di depan lobby utama rumah sakit. "Bagaimana denganmu?" Vin merangkul Tara memaksa wanita itu masuk kembali dalam pelukannya. Ia hanya tersenyum dan langkah mereka terhenti saat seorang perawat tergesa menghampiri Tara."Dokter Tara maaf, tapi kami butuh bantuanmu."***"Periksa detaknya," ucap Tara saat ia telah datang bergabung bersama tim. Laura menghentikan CPR. Sementara Nick yang berada di sana memonitor pernafasan pasien."Denyutnya tak
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer