Happy reading ;)
--------------------
"Jangan katakan bahwa kalian sedang mencoba kembali bersama," ujar Gabriella menatap tajam Tara yang berada tepat di sebelahnya.
"Tidak kami hanya kebetulan berangkat bersama." Tara memutar kursi mengahadap sahabatnya.
"Omong kosong."
"Gab, kau tahu selama satu minggu ini priaku tak menghubungiku sama sekali, ah astaga masihkah ia menjadi priaku saat pesan singkat yang ku kirim padanya pun tak terbalas?"
"Positif thinking saja, ia pria super sibuk. Berbeda dengan Nick yang punya banyak waktu luang untuk menghianatimu."
Tara mendesah kasar. "Aku belum selesai, tadi ia mengirimiku pesan untuk bertemu. Bagaimana menurutmu?" tanya wanita itu dengan serius.
"Kau merindukannya?" Tara mengangguk. "Bertemulah."
"Ku rasa aku akan mengabaikannya saja."
"Katamu kau merindukannya?"
"Itu benar, tetapi pria itu harus ku beri pelajaran." Tara melipat kedua tangannya di dada. Gabriella
Happy reading ;)------------------"Orang orang brengsek." Vin melipat tangan di dada seraya menatap gedung gedung yang menjulang tinggi mengisi negara Italia. Angin yang berhembus kencang mencoba menenangkan di tengah kekesalan terkait bisnis yang mengharuskan kehadiran sang ayah."Mereka adalah mitra bisnis, kau harus menghormati walau brengsek." Mr Kiel mengikuti arah pandang sang anak."Kau tak perlu bersusah payah untuk datang kesini Dadd, akan membahayakan kesehatan mu," ujar Vin khawatir. Ia melirik sesaat pada pria paruh baya yang entah mengapa kian menua seiring berjalannya waktu.Sedangkan Mr Kiel menepuk bahu sang anak dengan senyum khas. "Maka dari itu, berikan aku cucu. Ku dengar kau menjalin hubungan dengan Tara.""Kau selalu memata mataiku. Ku tebak kali ini Matt yang membocorkan rahasiaku.""Fyodor," ujar sang ayah dengan kekehan kecil."Kau masih kurang dalam menganalisis, tak heran jika mereka menginginkanku
Happy reading ;) ------------------ Tara terduduk lemah dalam koridor, ia hampir saja kehilangan pria tua itu. Kedua jemarinya memijit pelipis yang terasa kaku. "Aku sudah memesan ayam kesukaanmu Tara," ujar Gabriella yang ikut duduk di samping sahabatnya. "Benar, aku sangat lapar. Namun, Gabriel apa kau akan berprasangka buruk jika hal ini terjadi pada kekasihmu?" tanya wanita itu seraya melipat kedua kaki. "Maksudmu?" "Tunggu." Tara meraih ponsel yang berdering. "Ya, dokter Laura." "Jika kau sudah selesai operasi tolong segera kemari, ada pasien luka tembak yang tak ingin diobati. Ia ingin kau yang menanganinya, tapi peluru itu sempat ku keluarkan," ujar Laura di sebrang telepon. "Apa?!" "Dia bilang, dia calon suamimu, dan dia pergi ke ruang praktikmu sekarang," kekeh Laura. "Baik, aku akan kesana. Terimakasih." Tut. "Ada apa?" tanya Gabriella mengernyit heran. "Mari kita makan
Happy reading ;)-------------------"Tara!" seru Gabriella saat wanita itu datang menyusul sahabatnya di caffe. "Kau menepati janjimu," ujarnya kemudian."Tentu." Tara segera duduk dan melahap potongan ayam panggang yang telah tersedia di sana. "Aku jarang melihatmu dokter Tara." Felix yang membawa minuman kesukaan Tara segera duduk di berdampingan dengan Tara."Aku sibuk Felix, tapi bisakah kau bawakan aku wine?""Wine? Kau tak boleh mabuk di rumah sakit," tolak Felix."Aku tak ada jadwal setelah ini, aku terlalu pusing hari ini." Tara memijit pelipisnya keras."Bawakan saja ia wine, kalau perlu semua wine yang ada di sini berikan padanya," saran Gabriella dengan kekehan kecil. Pria itu menghela nafas dalam kemudian berlalu."Tara, jadi apa yang terjadi?" tanyanya kemudian."Dua luka tembak Mr Kiel, satu pelurunya ada pada Vin.""Apa?!" pekik Gabriella. Tara menghembuskan nafas kasar. Ia menatap sahabatnya denga
Happy reading ;)--------------------"Bicaralah.. ." Tara melepas sedikit tali bathrobe sebelum memeriksa luka Vin. Sedetik kemudian ia merutuki diri atas getaran halus akibat walnut yang bertabrakan dengan otot otot di sana."Maafkan aku," lirih Vin lemah. Entah harus mulai dari mana dan apa yang harus ia katakan pun tak akan mengubah keadaannya."Ya." Tara menutup kembali dan mengikat tali bathrobe seperti semula. "Kau tertembak di area yang sama, istirahatlah jangan melakukan hal berat." Wanita itu hendak berdiri. Vin meraih jemari Tara memintanya untuk tetap disana."Kau akan meninggalkanku lagi?" Vin mengerjap canggung. Damn! ini tak bisa di biarkan berlangsung lama jika tak ingin berakhir di rumah sakit jiwa."Apa? Lagi?" Wanita itu menatap Vin dengan kerutan kening dalam. Ia menghembuskan nafas kasar lalu mengalihkan pandangan pada jendela kamar."T-tara.. kau masih marah padaku?""Kau bertanya?""Aku sudah minta
Happy reading ;)------------------Vin terdiam. "Kau benar," sambungnya. Manik cokelat itu kembali menarik jerat pandang mereka untuk saling beradu."Lantas, apa kau menyanggupinya?" Tara menatap tajam pria yang setia menggenggam jemari nya. Kini Vin mengangguk dengan senyum simpul. Vin tak tahu akan berakhir seperti apa jika ia tak menyanggupi permintaan Tara.Namun dalam janji itu, jelas jelas ia tak dapat konsisten untuk menepati. Vin meraih pinggang Tara memeluk erat. Sedang Tara, jari jarinya terulur menggapai surai Vin yang masih berantakan. Ia dapat merasakan butiran air yang masih menggantung di setiap helai rambutnya.Wanita itu melepas pelukan Vin dan beranjak. Dengan cepat Vin menarik siku hingga Tara berbalik. "Kau mau kemana?" tanyanya panik. Tidak, ia tak ingin Tara pergi, bukankah ia telah berjanji padanya?"Aku akan mengambil handuk," satu garis bibir itu melengkung senyum. Berbeda dengan Vin yang terkekeh bodoh."Ada
Happy reading ;)-----------------Tak menjawab pria itu justru melipat bibirnya menahan senyum. "Harus ku tegaskan berapa kali, aku hanya mencintaimu," ujarnya seraya menangkup sisi wajah Tara. Jemari itu mengusapnya lembut."Jika seperti itu, apa ia mantan kekasihmu?" selidik Tara dengan matanya yang memicing tajam. Bukan itu jawaban yang ia inginkan. "Tak perlu di bahas, ia hanya penghiburku saat penat. Akan ku kenalkan padamu nanti."***Ruangan bercat putih khas rumah sakit seolah menatap langkah Nick yang penuh amarah. Ia bahkan tak menghiraukan sapaan dari para perawat yang secara kebetulan berpapasan dengannya.Nick memilih masuk ke dalam ruang praktik dokter. Ia melepas jas putih kebanggaannya lalu melempar kasar ke atas kursi. Nafas yang berderu tak mampu menahan dada yang bergejolak panas.Pikiran dan hatinya terus menerus memutar kebersamaan mantan kekasih dengan pria yang membersamainya saat itu. Ia menatap jalanan perkot
Happy reading ;)---------------------Vin menyergap bibir Tara sebelum wanita itu menyetujui pertanyaan Vin. Ia tak sabar dan di rasa tak perlu mendapat jawaban dari Tara. Vin menyesap dalam seolah menyuarakan rindu yang menyiksanya selama satu minggu ini.Sedang jemari Tara bergerak perlahan melilit leher Vin membuat pria itu menyudutkan wanitanya hingga ke arm sofa. Mereka saling memandang memuja saat ciuman itu terjeda."Kau merindukanku?" Tara memainkan dagu Vin dengan jari telunjuk menggoda."Ya, kau tak tahu seberapa tersiksanya selama ini," lirih Vin geram, sementara tangan Vin mencengkram erat head sofa saat walnut itu menangkap bibir Tara yang tergigit nakal."Did you miss me after not seeing me for a seven days?" Satu garis bibir Tara tertarik sinis. Berbeda bagi Vi, pertanyaan itu serupa pancingan diri atas kesalahan karena tak berkabar selama satu minggu ini."Lalu bagaimana denganmu?" Ibu jari dan telunjuk Vin yang menga
Happy reading ;)-------------------Vin melirik Tara sesaat sebelum kembali melanjutkan pembicaraannya dengan seseorang di sebrang telepon. Tara berusaha bangkit namun tangan pria itu benar benar menguncinya di sana."Bagaimana keadaannya?" tanya Vin gusar. Tara yang masih setia di posisinya mengerut curiga pada pembicaraan sang kekasih di sebrang telepon. Ia memperhatikan raut Vin yang berubah cemas."Aku akan kesana, setelah melihat kondisi ayahku." Vin menutup telepon dan melemparnya ke sisi sofa."Ada apa?" Tara menatap lekat Vin, ia benar benar tak dapat menebak pembicaraan mereka. Namun melihat raut wajah Vin ia tahu ada hal penting yang mengusiknya."Aku.. aku ingin melihat kondisi ayahku."***Tara akhirnya membawa Vin ke kamar sang ayah yang tak jauh dari kamarnya. Lorong rumah sakit tampak sepi karena jam telah terhentu di angka 01.00 am. Pria itu melilitkan long coat dan berbelok ke arah kanan saat Tara membukakan p
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer