Sebelum jam makan siang dimulai, aku berkumpul bersama Dona dan Lionel. Kami menikmati obrolan santai, sebelum berpisah untuk menyelesaikan urusan masing-masing. Aku mendengarkan banyak masalah dari penuturan Dona. Dia bilang, "Keluargaku selalu ingin menjadikanku anak gadis yang sempurna. Ibuku setiap hari menghiasku, agar aku tetap tampil dengan cantik. Pun, ayahku juga selalu meminta setoran nilai setiap akhir pekan. Rasanya lelah punya keluarga yang begini, Ret, Lio."Lionel mengadu nasib. "Ayahku juga suka gitu, Na. Kalian yang ngelihat mungkin nggak ngerasa ada perbedaan. Tapi bagiku banyak."Mereka punya segudang masalah. Aku yang sering melihat mereka senyum-senyum, dan bergaul layaknya orang tanpa adanya beban hidup, nyatanya mereka terlalu rapi bermain peran.Aku tidak ingin mengumbar lika-liku konflik. Biarlah hanya menjadi pendengar yang baik, untuk kisah tragis mereka berdua."Enaknya jadi Margaret. Kalo aku nggak ada orang tua, aku pasti bahagia," tutur Lionel. Pria it
Aku sangat lelah membujuk seorang Renata Elga. Gadis bermata biru sedikit gelap itu hanya menggerutu, dan tidak berpindah tempat; mematung sambil menyilangkan tangannya.Siswa-siswi yang melihat ke arah kami, seraya berbisik-bisik, membuatku tidak suka. Kalau dipikir-pikir, aku lebih mirip pengemis pertolongan daripada seorang teman."Yaelah, Ta. Kamu kok gini amat, sih, sama temen sendiri padahal." Aku melepaskan jas almamater, lalu berjalan meninggalkan gadis yang berlagak seperti orang bisu itu.Beragam rayuan sudah kuberikan padanya, tetapi takmampu meluluhkan pertahanan yang dibangun oleh Renata. Aku perlu mencari moderator lain, yang pasti, bukan dia. Masa bodoh dengan rombongan Lucer yang akan marah, karena aku tidak berhasil membujuk Renata."Tunggu, Ret!" Suara yang kutunggu-tunggu, akhirnya terdengar.Aku berbalik. "Loh, katanya tadi nggak mau jadi moderator, Ta. Kok sekarang manggil-manggil namaku?""Gue tadi lagi berfikir doang. Sekarang mah gue udah nentuin keputusan yang
"Nggak." Hanya itu yang bisa kuberikan sebagai jawaban dari permohonan Jerome. Mau mengurusi hubungannya dengan Renata? No way. Salah sendiri kenapa dia cinta karena memandang fisik? Kalau saja dia tidak pernah tergoda rayuan maut Chel, mungkin dia masih bisa bersama-sama Renata Elga."Aku bakalan bayar, deh." Dia memberikan sebuah amplop tebal di depan mejaku. Sejujurnya, aku cukup tertarik dengan tawaran menggiurkan itu. Namun, ada hati seorang pria yang harus kujaga. Aku tidak mau ada salah paham, dan lagi-lagi dihadapkan dengan pertengkaran."Kalo kamu masih cinta sama dia, kamu perjuangkan sendiri. Aku cuman bisa kasih saran dikit-dikit doang ke kamu, Jerome. Selebihnya, kamu yang menentukan pilihan di atas keputusan kamu sendiri." Aku menggeserkan amplop tebal yang isinya mungkin ratusan juta itu ke arah kiri–kembali padanya."Mr. Sei itu pamanku. Aku ada lihat nilai kamu kecil di materi biologi. Ujian tiga bulan lagi bakalan berlangsung."Perasaanku mulai tidak enak. Jangan-j
Gadis yang tertidur di kursi penumpang tampak lelap. Aku tidak tega membangunkannya, karena kami sudah sampai di kastil Keluarga Zayden. Kuharap dia tidak terjerumus pada emosi, ataupun takut pada kenyataannya. Di lain sisi, mungkin memang sudah saatnya ia tahu."Selamat datang di kastil Zayden. Eh, nggak reply-reply!" Geofrey Zayden–reinkarnasi Pangeran Ergo, membuka pintu gerbang dengan tangan terbuka lebar. Aku berdesis, "Sttt! Chel lagi tidur di dalam mobil, nanti dia bangun."Frey mungkin tidak percaya dengan ucapanku, makanya dia langsung mengintip di kaca mobil Lucer. Tidak lama setelahnya, dia nampak membuka pintu."Aku di mana? Kenapa aku di sini? Ini bukan kunjungan tour agensi perfilman, kan?" Chel keluar seperti Tarzan lepas. Dia tampak kebingungan, melirik ke kanan-kiri."Halo, Nona Chel?" Frey menyapanya dengan senyuman di wajah."Argh! Geofrey Zayden ada di dalam mimpiku? Oh astaga, ganteng banget!" Chel memeluknya sambil menciumi pipi kanan-kiri Frey.Huek!Lucer yan
Lucer membuka sebuah buku rapalan mantra-mantra kuno. Aku dan Frey menahan pergerakan Chel, yang dia sendiri tengah tertidur–untuk jaga-jaga jika dia bangun dan mengamuk lagi.Halaman setebal lima centimeter sudah hampir setengahnya terbaca oleh Lucer. Aku melirik ke arah arloji. Sial! Sudah tiga jam.Frey yang mungkin menyadari, bahwasanya aku sedikit lelah, pun bertanya. "Kenapa, Ret? Kamu mau tukar tugas sama Si Lucer, ya?" "Aku nggak bisa baca dalam kecepatan dua ribu kata per lima menit, Frey. Kalo aku gantian sama Lucer, sampe dini hari pun nggak akan kelar. Toh, aku orangnya malas membaca," tuturku."Haduh, kalo gini kapan kamu pintarnya!?" Lucer menyahuti obrolan kami."Nanti Margaret bakal pintar kok. Iya, nanti, pas nikah sama kamu. Hahaha." Frey lagi-lagi begitu. Agaknya dia sudah bisa melupakanku, dan taklagi terobsesi pada perasaannya yang tidak akan pernah terbalas.Lucer dan Frey menjadi sahabat dekat, setelah diperbolehkan oleh Pak Aiden. Kabar baik itu disampaikan me
Aku mengintip di sela-sela pintu yang sedikit terbuka. Di ruangan serba berlantaikan emas itu hanya ada Zahra seorang. Entah apa yang membuatnya ada di sana. Aku sendiri masih menyelidikinya.Zahra Clover bukan diriku yang lemah di masa Margaret Phire. Aku mengenal diriku sebagai sosok yang berpikiran luas, hafal segala magis, dan bijaksana dalam menentukan keputusan.Akan tetapi, ramalan-ramalan yang dibuat oleh Tuan Liu, akhirnya menjadi pemicu paling tragis. Aku kehilangan banyak kefokusan, hanya karena memikirkan masa depan yang terlalu berlebihan–gen dari Ratu Jingga–ibuku."Arsenio tidak boleh memaksakan diri hanya untuk menyelamatkan Tuan Fin. Aku tidak bisa mengambil risiko yang besar," Zahra bergumam sambil mondar-mandir di dekat singgasana."Sejak kapan aku kayak gitu, ya? Kok ingatanku belum sepenuhnya pulih?" ucapku bertanya-tanya di dalam hati.Kekuatan yang ada pada Zahra mungkin jauh lebih besar. Pun, kemampuan bela dirinya. Dulunya, aku di masa lalu adalah wanita yang
"Bukankah aku sudah membunuhmu berulangkali di masa Swifolges masih berdiri? Kenapa ... kenapa kamu masih tetap bernafas hingga detik ini?" Aku mengeluarkan banyak sihir berwarna ungu–khusus penyerangan.Pria yang kuajak bicara hanya diam, tetapi terus melangkah maju. Telinganya sepertinya sengaja mengabaikan suaraku. "Apakah kamu pria yang tuli? Kamu tidak pernah sekali pun mau mendengarkanku," ucapku bertanya lagi."Membunuh tanpa perasaan. Bagaimana aku bisa mati, jika kamu membunuh lewat pikiran?" Ia akhirnya membuka suara juga, setelah banyak pertanyaan kulemparkan padanya."Aku tidak pernah menyia-nyiakan sekali pun kesempatan untuk selalu membunuhmu, Horris!" "Tidakkah kamu berpikir ini adalah suatu realita? Jika aku mati, aku tidak akan berdiri di depanmu, Nona," katanya.Horris adalah pria yang pernah melamarku, hingga membuatku percaya dunia adalah milik kami berdua. Dia datang lebih dulu, bahkan jauh sebelum Pangeran Ergo, dan Pangeran Arsenio menjadi bagian dari kisah hi
Horris kewalahan, dan kehilangan salah satu tangannya. Aku telah selesai mengobati luka gores di leher Lucer. Untunglah pria bermata kuning keemasan di depan sana datang tepat waktu, bersamaan dengan Chel."Aku sudah menyelesaikan cahaya portalnya," kata Chel padaku."Chel, terima kasih atas bantuanmu." Aku menyeka air mata yang hampir turun.Lucer perlahan mulai sadar. Wujudnya telah kembali ke bentuk manusia. Awalanya, dia panik, mungkin karena belum bisa menggerakkan lehernya. "Tenanglah, Lucer! Kamu akan segera sembuh nanti. Sekarang kita harus pergi, dan berpindah ke masa kita!" Aku menopang tubuhnya."Kita harus melihat gabungan tiga kekuatan sebelum pergi, Ret. Percuma aja kita ke sini, kalo nggak lihat momen epik itu." Lucer enggan diajak pergi, bahkan kakinya menahan di tempat yang sama.Bisa-bisanya dia masih memikirkan tentang gabungan sihir, di dalam situasi menegangkan."Oi, kita harus pergi atau tetap tinggal sebentar?" Frey menendang tubuh Horris. "Aku sudah bosan berm
Aluna Gold Empires adalah satu-satunya ibu kota di Negara Rais yang memiliki kristal Ergon–sebuah benda yang dapat membangkitkan tenaga mesin otomatis tanpa bahan bakar. Semenjak Presiden Gama naik jabatan, aku mendapatkan tugas penting untuk kemajuan AGE (Aluna Gold Empires). Kehidupanku sebagai ibu rumah tangga, sekaligus tangan kanan Tuan Gama, menjadikan hari-hariku dipenuhi dengan kesibukan."Bagaimana jika minum teh di Taman Swifolges? Sudah lama kita nggak ke sana, Yang." Suara di telepon terdengar memelas. "Aku akan ambil cuti besok," jawabku."Selamat anniversary yang ke-lima tahun, Sayang."Aku menyeka setetes air mata yang turun menggunakan telapak tangan. "Maaf aku selalu nggak di rumah untuk kamu, Lucer. Gara-gara aku, kamu jadi nggak bisa ke mana-mana.""Aku paham kok. Oh iya, sudah dulu, ya? Aku harus masak bubur untuk makan malam. Cepat pulang, Sayang. Aku selalu merindukanmu." "Lucer?" aku memanggilnya lembut. Suara di seberang sana menyahut, "Kenapa, Sayang? Kamu
Dua tahun setelahnya. Penurunan Tuan N sebagai kepala negara telah disetujui oleh para menteri. Aku menyaksikan banyak berita tentangnya di berbagai media. Semenjak dua hari sebelumnya, koran-koran yang dijual hanya terfokus pada pergantian presiden. "Ret, kamu udah bisa ngendaliin semuanya, kan?" Chel meletakkan sebuah mahkota besar di puncak kepalaku.Walaupun ragu, aku tetap menjawab, "Iya, aku udah bisa kok, Chel. Udah, kamu nggak usah khawatir sama aku, oke?" "Berapa banyak yang kamu undang?" Frey membuka pintu dengan keras. Dia terlihat tergesa-gesa. "Ret, kamu ngundang berapa banyak tamu?"Aku lelah untuk mengatakan jawaban yang sama padanya. Bagaimana bisa dia menjadi seorang pelupa ketika telah memiliki satu anak? Haduh! Semakin tua ternyata indera vampir makin melemah."Pernikahan ini private, Frey. Aku cuma ngundang teman-teman kita, dan beberapa yang lain." Aku memakai selop kaca seperti milik Cinderella.Mereka saling bertatapan satu sama lain dalam durasi yang cukup l
Ban mobilku tidak dapat diubah ke arah kanan. Sepintas cahaya terang, lalu aku tidak ingat apa pun lagi. Semuanya berasa kabur."Margaret, kamu harus sadar, Nak!" Suara yang mirip dengan Bunda Thea membangunkanku dari mimpi indah."Bundaaa!" Secara refleks tubuhku bangkit dari tidur. Rumah sakit? Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Ke mana cahaya itu? "Sayang, bunda udah nggak ada. Kamu lupa?" Tuan Robert yang berada di samping kembali menyadarkan tubuhku di ranjang."Aku melihat bunda, Yah. Dia yang bangunin Margaret dari mimpi indah. Padahal Margaret nggak mau pisah dari dia." Aku mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi sebelumnya.Pria yang mengenakan kemeja hitam kesukaan Bunda Thea itu, hanya bisa menganggukkan kepalanya. Nampaknya dia sudah lelah mengurusiku, yang selalu hidup dalam bayang-bayang masa lalu."Ayah, aku kecelakaan, ya?" "Enggak, Nak."Aku sontak terkejut. "Kalo aku nggak kecelakaan, kenapa aku ada di sini? Aku cuma pingsan doang, ya, Yah?""Enggak, Nak.
Menjalani pendidikan yang jauh dari keluarga, teman, dan juga kekasih, banyak sekali cobaannya. Aku sampai kewalahan, lantaran selalu mendapat surat cinta dari senior. "Aku suka sama kamu, Phire. Kamu mau nggak nikah sama aku?" Aku akui Varo sosok pria pemberani. Cara dia mengungkapkan rasa sudah lebih dari pengombal handal. Namun bedanya, dia langsung to the points–mengajakku untuk membangun masa depan dalam ikatan."Aku sudah punya kekasih, Var. Maaf, aku nggak bisa," aku menolak seraya berterus-terang. "Lucer Ford udah nikah. Kamu belum tahu, ya?"Plak!Reflek aku pun menamparnya, karena sakit hati mendengar bualan pria blasteran di depanku. Sudah ditolak, malah membawa kabar aneh. Dasar buaya!"Phire, aku seriusan. Kamu lihat aja sendiri ke Aluna, kalo emang kamu nggak percaya sama aku," katanya sambil menahan pedih di pipi."Lucer itu orangnya setia. Mau kamu ngomong atau nyampein berita hoax sama aku, aku nggak peduli!" ketusku. "Gimana kalo dia emang udah ada yang lain? Kam
Perselingkuhan .... Mendengarnya saja aku sudah tidak mau, apalagi membahasnya. Hubungan di masa laluku–Kay, mengajarkan banyak hal berharga, dan juga tidak. Bertemu dengan pria yang tak cukup satu wanita adalah pelajaran hidup paling berkesan.Kalau kata Tuan Robert, selingkuh memiliki tiga elemen: dua sebagai pelaku, dan satunya korban. Namun, semakin banyaknya kelebihan diri, biasanya seseorang makin bertingkah. Mengapa bisa kukatakan seperti itu? Kadangkala satu pelaku, dan korbannya banyak–lebih dari satu.Kesempurnaan adalah tolak ukur bagi si pemuja fisik. Begitu pula dengan si korban yang merasa ia adalah "rumah". Hubungan dijalin pada sebuah komitmen semu. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, mereka adalah dua orang yang sama-sama memanfaatkan."Kamu melamun lagi, Ret. Bosan, ya?" Lucer memecah kefokusanku untuk membuat status di media sosial.Aku berdecak sebal, "Ck! Orang diam aja dibilang bosan. Aku bertingkah dibilang mau nyari yang lain. Kamu kenapa, sih?""Pusing, mikirin ke
"A apa!? Lu Lucer orang kaya yang hartanya nggak bakalan abis-abis?" Setelah mengucapkan pertanyaan tanpa harus dijawab itu, Lionel tidak sadarkan diri di lantai. Kak Regard menolong, lalu membawanya masuk ke dalam rumahku.Seisi tamu undangan heboh karena dia pingsan. Salah sendiri kenapa dia bertanya begitu. Toh, aku menjawab sesuai kenyataannya saja. Mau diberi tahu isi saldo Lucer pun dia mungkin takkan kuat. Gaji kepala sekolah menurutku lumayan besar, belum ditambah bonus keaktifan kerja. Lucer dan Regard hanya tinggal bertiga, dan bisa membeli apa pun. Kenapa orang kaya iri dengan kasta yang sama? "Kamu kenapa pake acara pingsan-pingsan segala, sih?" Reona memercikkan air dingin dari gelasnya ke wajah Lionel. Pria yang semula terbaring, begitu disiram keseluruhan barulah terbangun. Dia basah kuyup, termasuk sofaku. "Kok Lionel bisa pingsan? Gimana ceritanya?" Lucer yang tidak melihat kejadian, hanya bisa kebingungan mencari jawaban di antara gelak tawa."Tadi, kan, Si Marga
Necia memberikan sesuatu yang tidak bisa kukembalikan. Apa yang ada di dalam sana membuatku menangis diam-diam. Hari sudah mulai pagi, aku harus cepat menyeka air mata di kedua pipi. Kotak yang berisi tentang harapan sedari kecil kututup kembali. Raja Harry adalah orang yang mudah bergaul. Namun, mungkin ayah lupa, jika Raja Oise pernah menolongnya, semasa perang besar terjadi. Berabad-abad lamanya, bangsa elf murni maupun campuran hidup berdampingan dengan banyak golongan. Wilayah Swifolges adalah tempat yang sangat kaya akan sumber daya, terutama bunga-bungaan. Oleh karena itulah, pertempuran besar terjadi.Ayahnya Raja Oise–Kakek Kenneth, memiliki reputasi baik di sejarah Swifolges, berbeda jauh dengan putranya. Jika saja waktu bisa diputar kembali ke kanan, mungkin Ratu Jingga akan menyesali keputusannya.Berbohong itu tidak baik. Menutupi kebohongan dengan kebohongan lain akan memperbanyak masalah. Kekuatan elf mampu menutupi aib. Ratu Jingga pernah menikah dengan Raja Oise, l
Aku membuka banyak kado yang terus dikirim oleh Lucer ke rumah. Kurir yang sama agaknya kelelahan karena terus bolak-balik. Aku penasaran, kenapa Lucer menjahili tukang antar barang, dengan membeli satu per satu dalam waktu yang berbeda-beda?"Semua ini dari Lucer, Yah. Aku nggak tahu, sih, kenapa dikirim nggak sekaligus?"Tuan Robert mengambil gunting, berniat membantuku. "Punya dendam pribadi apa pacarmu itu sama kang kurir, Nak? Ayah sampai pusing lihat mereka ke sana-kemari cuma nganter satu per satu paket kiriman Lucer."Punya pacar yang bisa membeli banyak barang tanpa melihat harga, itulah aku. Beruntung sekali, bukan? Uang bagi Lucer mungkin hanya lembaran tak bernilai.Aku menggelung rambut panjangku. Cukup sulit melakukan aktivitas, ketika mahkota manusia itu tergerai. Esok harinya adalah hari penting bagi Tuan Robert dan Nyonya Thea. Mereka menggelar pesta besar di dekat rumahku. Ya, ada panggung besar di samping kanan kediaman Phire. Malam itu, para tamu mungkin akan seg
Mungkin dia kembali hanya untuk berpamitan. Kemudian, pergi selamanya. Aku mendengkus kesal, setelah mengisi banyak tugas catatan kelas matematika. Di dunia ini ada banyak yang datang, lalu pergi. Juga, ada yang singgah, dan menetap. Kita tidak bisa memaksakan, bagaimana hatinya meminta apa yang akan dilakukan ke depannya.Ya, dunia memang penuh dengan plot twist. Di mana kejadian yang sebelumnya kadang masuk planning, bisa keluar kapan saja. Kuucapkan banyak terima kasih pada punggung yang enggan berbalik arah lagi. Tenang saja, payung yang kubawa masih cukup tegar melawan badai kenyataan."Ret, besok pesta pernikahan Nona Kim dan Tuan Robert, kan?" Chel tiba-tiba mengingatkannya lagi. Duh! Padahal aku susah-susah melupakannya.Aku menjawab dengan malas, "Iya, besok pagi-pagi. Kamu nggak mau datang?""Enak aja! Mulutmu minta disumpal pakai bakso goreng, ya? Asal aja nuduh orang yang enggak-enggak." Chel mengeluarkan dompet berbentuk domba. "Nih, kalo kamu mau jajan!" Kemudian, membe