Jika aku gagal mendamaikan mereka di masa lalu, mungkin perang bulan darah tidak akan dapat terelakkan. Di dalam dekapan pria yang akan bereinkarnasi menjadi Geofrey Zayden, aku dilanda kebimbangan.Awan yang sudah hampir terlihat cerah, mendadak mengagetkanku. Ya sebentar lagi hari akan pagi. Sang surya sudah nampak naik ke atas. "Ergo, kapan kita akan sampai?" Aku mendongak ke arah wajah manis Ergo.Pure vampir itu menjawab dengan santainya, "Mau kupercepat, Nona?"Sontak aku pun kembali dilanda ketakutan, karena mengingat pertanyaan yang sama, pada saat munculnya blood moon kedua di Aluna."Kamu kenapa, Nona?" Raut Ergo terlihat mengkhawatirkanku."Tidak," jawabku sambil tersenyum, untuk membuktikan aku memang benar tidak apa-apa."Jika ada yang ingin ditanyakan, sampaikan saja. Aku pasti akan menjawab semuanya untukmu." Tawarannya terdengar sangat menggiurkan."Kamu bisa baca pikiran, ya?" Entah apa yang membuatku punya keberanian bertanya seperti itu, yang jelas aku hanya ingin
"Kapan kamu bakalan bangun, Ret?" Suara serak seseorang yang menangis mulai terdengar di telingaku.Aku membuka pelupuk mata, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ya, aku masih ada di tempat yang sama–kastil Keluarga Zayden. "Frey?" Aku menyentuh tangan kekar pria yang ada di dekatku. "Kenapa kamu menangis?""Kamu kenapa pingsan seharian, sih? Aku khawatir, tahu!" Dia langsung menggenggam erat tanganku.Seperti apa yang pernah dikatakan oleh leluhurnya–Pangeran Ergo, aku harus tetap menjaganya. Sebuah penolakan adalah tindakan paling menyakitkan, karena itulah aku tidak mau membentak Frey lagi.Kekhawatiran, rasa sakit, penantian, semuanya seakan menyatu di dalam bulir-bulir permata milik Geofrey Zayden. Pria yang mengenakan pakaian toxedo itu terus berbicara,"Aku nggak akan pernah biarin kamu pergi dariku. Kamu harus tahu rasa sayangku lebih besar daripada Lucer."Bagaimana caranya agar dia tahu bahwa hatiku bukanlah untuknya? Melihatnya bersedih bukanlah ketegaan yang bisa
Aku ingin memastikan, apakah itu mimpi ataukah bukan? Karena hari telah menjelang pagi, aku pun bergegas untuk turun dari menara atas. Ketika menuruni tangga, ada banyak sekali ruangan yang kutemui.Kastil yang hanya dihuni oleh bangsa vampir tidak membuatku bergidik ngeri lagi. Kenangan masa lalu bersama Pangeran Ergo meyakinkanku pada satu hal. Ya, bangsanya adalah orang-orang baik, jika berlaku baik pula.Menghargai adalah salah satu sikap yang harus dilakukan, ketika bertemu dengan orang yang lebih tua. Aku membungkukkan badan, ketika bertemu dengan Ayahnya Frey–Peter Zayden. Wajah dingin, bibir pucat, tatapan yang cenderung kaku, semua itu ada pada Tuan Peter. Entah dia generasi pemimpin yang ke-berapa, aku tidak tahu. Niat ingin bertanya malah tidak jadi, lantaran dia sudah lebih dulu pergi.Gerakannya sangat cepat, meksi sudah tua. Duh! Mau menyebutnya tua bagaimana? Toh, umurnya saja yang begitu tapi penampilannya tidak. Duda muda tampan, ya mungkin begitulah panggilan yang c
"Jangan lakukan itu, Frey! Aku mohon," ucapku meminta dengan nada lirih, penuh tangis di setiap katanya. Aku tidak mampu berbuat apa-apa. Bahkan, setelah mengenali mereka lebih dalam di masa lalu. Pengawal berdehem, seakan menyuruhku untuk pergi dari hadapan sang pangeran mereka, "Ehem!"Jika perang sudah tidak bisa dielakkan malam itu, apa gunanya aku hidup? Karena akulah mereka terus-menerus bertengkar, dan mengadakan pertumpahan darah.Aku hanya bisa menangis layaknya ia yang lemah di depan Tuhannya. Malam gelap gulita yang telah tiba, mungkin adalah akhir dari percintaan segitiga tragis itu. Mataku terus memandang manik mata kuning keemasan itu, berharap Frey mengerti bahwa, aku tidak ingin peperangan mereka terjadi.Di ruang tengah kastil Zayden, ada sekitar lima puluh orang–sisa pertarungan di hari sebelumnya. Aku tahu, bangsa mereka tidak bisa keluar pada siang hari, tetapi kejadian yang mengejutkan kembali terjadi.(Flashback on)"Kenapa kamu ada di sini, Margaret Phire?" F
Gemuruh merah di langit menghiasi malam penuh duka. Kastil tua yang menjadi pusat perlindungan para vampir telah kosong. Aku ditinggal sendirian, hanya berteman dengan sepinya gelap gulita.Kedua tangan, dan kakiku dirantai. Dua orang yang menggantikan peran ayah dan ibu di hidupku juga ada di sana. Mereka diikat dengan tali yang sama. Di wajah Nona Kim nampak banyak sekali bercak darah. Mungkin dia sempat melawan, ketika diculik. Namun, tenaganya tidak cukup untuk melawan mereka. Sayang sekali, dia harus berkorban banyak hal hanya demi diriku. Maafkan aku.Ketika aku memalingkan wajah ke arah pria dewasa di sampingnya, perasaan sedih semakin menggerogoti hati. Tuan Robert terlihat sangat lelah, dan nampak sekali jika sudah dikeroyok habis-habisan sebelumnya.Golongan yang dipimpin oleh Tuan Peter agaknya memang sangat kejam. Tidak dapat disalahkan jika anaknya–Frey, tidak punya pemikiran secara bijak. Dia selalu saja mengambil keputusan sendiri, dan mempertahankan argumentasinya. Wa
Ya, aku ingat siapa aku, dan mengapa kematian itu datang. Setiap kali memejamkan mata, aku selalu teringat tentang janji yang pernah kami buat. Tidak ada tempat paling aman untuk menyatakan cinta di dunia ini.Aku dikenal sebagai Putri Zahra Clover di dalam sejarah Swifolges, dan sejarah Aluna. Semua orang yang melihatku akan merasa sayang. Dalam kata lain, tidak akan pernah berbuat jahat. Akan tetapi, itu hanyalah bualan semata. Karena yang sebenarnya terjadi adalah makna clover di margaku sebagai simbol keberuntungan, tidaklah berlaku untuk kehidupanku.Masa kelahiranku penuh dengan kontra, banyak wabah, dan juga perpecahan di mana-mana. Ratu Jingga–ibuku–sang wanita cantik dari khayangan, diberi sebuah kutukan jahat oleh ayahku–Raja Harry. Para penduduk di Swifolges mengenal sumpah itu dengan sebutan "Revenge cruel". Bagiku, ayah maupun ibu tidaklah ada yang salah. Mereka hanya ingin membenarkan pendapatnya masing-masing. Ibu dengan pembelaan cintanya, dan ayah dengan segala peno
Pelupuk mataku terbuka. Perasaan yang semakin dekat dengan tujuan, membangkitkan gelora api semangat di dalam nadi. Aku segera menuju tempat yang disebut sebagai tanah subur Valerie–arah Utara hutan. Di sana terdapat rerumputan magis, yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit langka. Legenda Kerajaan Swifolges mengatakan bahwa, tempat itu dulunya merupakan tanah singgah para dewa dan juga Dewi. Makanya terkesan suci. Kenapa mereka memilih tanah subur Valerie? Hanya ada dua alasan yang berkemungkinan besar bisa menjawabnya. Pertama, jika berperang di sana, tidak akan mudah terjangkau manusia–letak daerah yang sangat jauh dari Kota Aluna.Kedua, salah satu golongan tahu sebab-akibat yang ditimbulkan. Di sana sudah tahu, jika tidak diperbolehkan melakukan pertumpahan darah, tetapi masih saja dilakukan.Apakah mereka mencoba membunuh satu sama lain? Jika dipikir-pikir, salah satu dari mereka akan kalah, dan pihak yang lainnya akan menjadi pemenang. Nah, sang pelanggar di tanah subur Va
Perang menyisakan banyak luka, serta korban jiwa. Kerugian yang ditimbulkan pun tidak main-main–bisa sampai jutaan hingga milyaran, bahkan mungkin bisa lebih dari sana.Hanya ada sebuah perjanjian damai, bukan perang yang terus dilakukan. Tawuran antar kelompok, mungkin lebih cocok jika disematkan pada jenis pertarungan mereka.Akan tetapi, tawuran hanya melibatkan dua atau lebih kelompok kecil; jumlahnya terkadang sangat sedikit–mencakup suatu kelompok–terdiri dari satu atau beberapa orang. Makanya, aku menyebutnya sebagai perang antara dua golongan besar.Tanah subur Valarie dijadikan sebagai tempat melakukan perdamaian selanjutnya. Pak Aiden meminta perwakilan dari golongan manusia serigala untuk dapat hadir. Aku menyampaikan pesan dari penyihir itu untuk Lucer. Pria yang dua hari sebelumnya baru kehilangan sang ayah, hanya diam tak berbicara. "Pak Aiden memintamu untuk datang, Cer." Aku tersenyum pahit, ketika respon pria bersetelan serba dark itu hanya berdehem.Sosok seorang Lu