"Perusahaan Phireec mengalami kemajuan, dan kenaikan pada hari ini, Nona Phire. Saya berat untuk memberitahukan satu hal. Namun, saya juga tidak akan membujuk Anda untuk mengiyakan permintaan terdalam saya."Baru membaca paragraf pertama aku sudah merasakan bawang di mata. Nona Kim jarang di rumah, dan bekerja keras siang-malam untuk kemajuan perusahaan mendiang ayah. Kurasa dia ingin libur, tetapi belum tahu, jika belum membaca pesannya sampai akhir."Saya akan menikah, bersamaan dengan Tuan Robert dan Nyonya Thea. Saya pikir, Anda dan Tuan Muda Lucer akan menjadi pasangan yang serasi. Kelas dua belas hanyalah waktu yang singkat, mungkin setahun kurang. Saya yakin, Anda bisa mengurus perusahaan seorang diri, Nona Phire."Aku menghela napas panjang. Kenapa Nona Kim harus menikah di waktu yang tidak tepat? Lukaku berasa muncul lagi ke permukaan hati. Goresan di masa lalu mengitari penglihatan. Aku tidak mau berpisah dengannya.Telepon genggam di atas meja, menarik keinginan untuk curha
Buket bunga yang dulunya pernah diberikan oleh penggemar rahasia, rupanya dari Lucer Ford. Cinta tulus rasanya tidak bisa kutemui pada lelaki lain, selain dirinya seorang.Mabuk cinta pada seorang manusia serigala yang suka menyendiri itulah aku. Hahaha. Terdengar agak aneh, jika belum melihat ketampanannya, kan?Surat berisi hasil perdamaian telah turun di siang yang cerah itu. Aku mendapatkan potretnya dari Frey. Pria itu memberitahuku untuk mengembalikan ponsel Lucer, karena dia risih, jika aku yang membalas pesannya.Bertukar ponsel juga bukan kemauanku. Lucer memaksa, lalu dengan entengnya bilang,"Kalo kamu cemburu sama siapa aja aku sleep call, lihat sendiri. Aku nggak bakalan ambil hapeku, kalo nggak kamu sendiri yang balikin."Aku menekan aplikasi pesan, mengetikkan sejumlah kata di nomor Frey. Lucer menamai kontaknya dengan nama, "Ergo Ganteng". Ketika aku tanya, dia menjawab sambil terkekeh,"Hehehe. Aku ngerasa dia emang ganteng, sih. Pas dia minjem ponselku buat balas pes
"Aku nggak papa kok, Ret. Lagian hal kayak gitu juga udah jadi makanan sehari-hari." Lucer memperlambat laju kendaraan, di dekat sebuah rumah minimalis bergaya klasik.Aku membuka setengah kaca jendela, hanya untuk mengambil gambar pekarangan Mister Sei. Rumah pria itu sepi seperti tidak ada penghuninya. Sandal ataupun sepatu pun tidak ada di depan pintunya.Penyebab Kecelakaan Mr. Sei masih menjadi misteri. Entahlah, nantinya aku akan menanyakan hal itu langsung kepada narasumbernya. Ketika Lucer menekan bel, sudah lima belas menit tidak ada sahutan. Aku menunggu di kursi depan, sambil mengirimkan chat pada nomor Mr. Sei. Sayang sekali, guru biologi yang terkenal suka marah-marah itu tidak kunjung membalas."Pak, kami udah di depan rumah Bapak. Tapi nggak ada sahutan dari dalam. Bapak ada di rumah?" Aku mengirimkan pesan untuk yang ke-sembilan belas kalinya. Chat dariku sudah menumpuk. Bahkan, spam chat untuk Lucer saja tidak sebanyak itu–paling lima sampai sepuluh pesan saja. Mr.
"Pak, bisa ceritakan secara keseluruhan kejadiannya pada kami?" Lucer memaksa."Kalian yakin mau mendengarkan?" Wajah pria yang ada di depan kami penuh kebingungan. Toh, mungkin tidak ada yang mau tahu masalah kecelakaannya. "Kami berdua yakin kok, Pak. Kalau bisa dari awal, biar kami bisa menyelidikinya juga." Aku menyiapkan alat tulis, dan sebuah buku kosong untuk mencatat poin-poin penting."Kenapa saya harus memberitahu kalian?" Mr. Sei mengerutkan dahinya. "Saya tidak punya waktu untuk melakukan hal sia-sia.""Ada tugas mencari informasi tentang berita pada mapel wawancara. Kami sudah telat deadline, karena itulah membutuhkan bantuan Mister." Lucer membuat alasan yang tepat. Isi pikiran pria itu lebih licin daripada Frey."Hum, baiklah, jika kalian melakukannya hanya untuk nilai. Ya, bukan sekedar ingin tahu saja," Mr. Sei menyindir.Aku dan Lucer saling berpandangan, mengode untuk mengiyakannya. "Iya, Pak. Untuk nilai," kami menjawab secara bersamaan."Saya akan mulai bercerit
"Frey, kamu kok udah main keluar aja dari batas?" Lucer menarik tangan Frey yang hendak melarikan diri. Kami mendapatinya bermotoran bersama Chel, mesra sekali. Ya tidak apa, jika mereka melewati daerah Barat saja. Namun, Frey selaku pemimpin bangsa vampir, malah melanggar batas wilayah hanya untuk menemui sang kekasih."Aku marah sama kamu, Cer! Kamu nggak balas chatku, dan asal nuduh aja!" Frey menyalakan motornya kembali."Ponselku di Margaret, Frey. Kamu jangan asal tuduh-tuduh aja gini dong!""Siapa yang nuduh?"Aku membatin, "Hum, gara-gara notifikasinya suka ganggu, aku jadi mengarsipkan obrolan kami. Kalau tahu dampaknya bakal gini, mending nggak diarsip tadi."Kami sampai keluar dari mobil hanya untuk menghadang mereka. Aku mengajak Chel turun, agar bisa menyelesaikan masalah full, tidak setengah-setengah.Begitu pula dengan Lucer, dia membujuk Frey agar turun dari kendaraan roda dua miliknya. Karena mereka ada di dekat rumahku, aku pun mengajak mereka untuk sekalian singgah
Kelas kami ditutup sampai pesta selesai. Besok malamnya adalah perayaan besar untuk peserta yang mengikuti kelas gabung biologi. Semua siswa maupun siswi nampak sibuk mengurusi persiapan, dan juga perlengkapan untuk pesta dansa.Aku membantu Mr. Nico dan Mr. Sei membersihkan ruangan pentas. Ada banyak sampah plastik di sana. Aula seni adalah ruangan yang jarang dipakai untuk menyelenggarakan pesta.Semenjak ada ruangan atas yang digunakan oleh anak-anak kelas dua belas sebagai kelas musik, aula seni sudah lama terlupakan. Aku kadang tidak mengerti dengan perspektif banyak orang yang mengatakan,"Ruangan yang paling tinggi lebih indah daripada yang letaknya di bawah. Pemandangan akan terlihat jelas, jika dipantau dari tempat yang tinggi."Apakah puncak gunung lebih menarik dari danau di permukaan bumi? Hum, pendapat dan kesukaan orang tentunya berbeda-beda. Aku tidak dapat memaksanya.Mayoritas dari pelajar di Onzer lebih memilih kelas musik untuk dijadikan tempat berpesta. Namun, tanp
Dalam sebuah kesatuan ada yang namanya kekompakan. Begitulah juga yang terjadi dengan kami semua. Seluruh siswa-siswi yang menyaksikan pertengkaran Lucer, Frey, Regard, dan juga Lionel memilih bungkam.Ketika Pak Steve bersama Mr. Nico datang karena mendengar suara ribut-ribut, Kak Hyun bermain peran menjadi yang terbaik. Dia berpura-pura tidak sengaja menghidupkan robot penghancur tanah di dalam kantin, ketika jam makan siang tiba."Robot kayak gini bisa berbahaya ke depannya, Pak. Lihatlah Lionel dan Regard!" Mr. Nico mengobati lebam di wajah kedua pria yang wajahnya murung tanpa senyuman itu.Pak Steve duduk di samping Lucer yang kelihatan datar, dan dingin. "Kamu tahu siapa yang menghajar mereka?" tanyanya kemudian.Semua mata seakan tertuju pada jawaban Lucer. Chel gemetar, dan menyalurkan lewat rangkulannya. Aku melepaskan tangannya dari atas pundak. Dia cengengesan, tatkala melihat muka masamku."Aku nggak tahu, Pak. Mereka berdua berebut naik ke atas robot penghancur itu, lalu
Hiasan natural yang ada di depan cermin diri merupakan bantuan dari Nona Kim. Dia sampai mengambil libur, untuk menghiasi diriku agar tampil sempurna."Apakah calon suami Anda tidak keberatan, Nona Kim? Aku takut dia akan marah nanti." Aku memakai sepatu kaca berwarna merah muda. Hari itu, aku menggunakan semua warna yang sama–merah muda, untuk seluruh aksesoris, hingga gaun yang kupakai.Berdiri sendirian tanpa adanya Nona Kim di sisiku lagi. Aku ingin menangis di depannya, tetapi teringat pesan dari Lucer bahwa, aku harus tetap merelakannya. Semua pengorbanan sudah kulakukan hanya untuk membuatnya bahagia.Tuan Robert dan Nona Kim adalah dua orang manusia yang ingatannya diambil oleh Pak Aiden. Bukan semuanya, tetapi saat perang pertama berlangsung saja."Hahaha. Gery tidak akan marah, Nona Phire. Anda jangan terlalu memikirkannya. Saya sudah minta izin dia, tadi sebelum berangkat ke sini." Nona Kim berdiri di belakangku, menata sanggul."Pak Gery itu orang yang bagaimana menurut A
Aluna Gold Empires adalah satu-satunya ibu kota di Negara Rais yang memiliki kristal Ergon–sebuah benda yang dapat membangkitkan tenaga mesin otomatis tanpa bahan bakar. Semenjak Presiden Gama naik jabatan, aku mendapatkan tugas penting untuk kemajuan AGE (Aluna Gold Empires). Kehidupanku sebagai ibu rumah tangga, sekaligus tangan kanan Tuan Gama, menjadikan hari-hariku dipenuhi dengan kesibukan."Bagaimana jika minum teh di Taman Swifolges? Sudah lama kita nggak ke sana, Yang." Suara di telepon terdengar memelas. "Aku akan ambil cuti besok," jawabku."Selamat anniversary yang ke-lima tahun, Sayang."Aku menyeka setetes air mata yang turun menggunakan telapak tangan. "Maaf aku selalu nggak di rumah untuk kamu, Lucer. Gara-gara aku, kamu jadi nggak bisa ke mana-mana.""Aku paham kok. Oh iya, sudah dulu, ya? Aku harus masak bubur untuk makan malam. Cepat pulang, Sayang. Aku selalu merindukanmu." "Lucer?" aku memanggilnya lembut. Suara di seberang sana menyahut, "Kenapa, Sayang? Kamu
Dua tahun setelahnya. Penurunan Tuan N sebagai kepala negara telah disetujui oleh para menteri. Aku menyaksikan banyak berita tentangnya di berbagai media. Semenjak dua hari sebelumnya, koran-koran yang dijual hanya terfokus pada pergantian presiden. "Ret, kamu udah bisa ngendaliin semuanya, kan?" Chel meletakkan sebuah mahkota besar di puncak kepalaku.Walaupun ragu, aku tetap menjawab, "Iya, aku udah bisa kok, Chel. Udah, kamu nggak usah khawatir sama aku, oke?" "Berapa banyak yang kamu undang?" Frey membuka pintu dengan keras. Dia terlihat tergesa-gesa. "Ret, kamu ngundang berapa banyak tamu?"Aku lelah untuk mengatakan jawaban yang sama padanya. Bagaimana bisa dia menjadi seorang pelupa ketika telah memiliki satu anak? Haduh! Semakin tua ternyata indera vampir makin melemah."Pernikahan ini private, Frey. Aku cuma ngundang teman-teman kita, dan beberapa yang lain." Aku memakai selop kaca seperti milik Cinderella.Mereka saling bertatapan satu sama lain dalam durasi yang cukup l
Ban mobilku tidak dapat diubah ke arah kanan. Sepintas cahaya terang, lalu aku tidak ingat apa pun lagi. Semuanya berasa kabur."Margaret, kamu harus sadar, Nak!" Suara yang mirip dengan Bunda Thea membangunkanku dari mimpi indah."Bundaaa!" Secara refleks tubuhku bangkit dari tidur. Rumah sakit? Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Ke mana cahaya itu? "Sayang, bunda udah nggak ada. Kamu lupa?" Tuan Robert yang berada di samping kembali menyadarkan tubuhku di ranjang."Aku melihat bunda, Yah. Dia yang bangunin Margaret dari mimpi indah. Padahal Margaret nggak mau pisah dari dia." Aku mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi sebelumnya.Pria yang mengenakan kemeja hitam kesukaan Bunda Thea itu, hanya bisa menganggukkan kepalanya. Nampaknya dia sudah lelah mengurusiku, yang selalu hidup dalam bayang-bayang masa lalu."Ayah, aku kecelakaan, ya?" "Enggak, Nak."Aku sontak terkejut. "Kalo aku nggak kecelakaan, kenapa aku ada di sini? Aku cuma pingsan doang, ya, Yah?""Enggak, Nak.
Menjalani pendidikan yang jauh dari keluarga, teman, dan juga kekasih, banyak sekali cobaannya. Aku sampai kewalahan, lantaran selalu mendapat surat cinta dari senior. "Aku suka sama kamu, Phire. Kamu mau nggak nikah sama aku?" Aku akui Varo sosok pria pemberani. Cara dia mengungkapkan rasa sudah lebih dari pengombal handal. Namun bedanya, dia langsung to the points–mengajakku untuk membangun masa depan dalam ikatan."Aku sudah punya kekasih, Var. Maaf, aku nggak bisa," aku menolak seraya berterus-terang. "Lucer Ford udah nikah. Kamu belum tahu, ya?"Plak!Reflek aku pun menamparnya, karena sakit hati mendengar bualan pria blasteran di depanku. Sudah ditolak, malah membawa kabar aneh. Dasar buaya!"Phire, aku seriusan. Kamu lihat aja sendiri ke Aluna, kalo emang kamu nggak percaya sama aku," katanya sambil menahan pedih di pipi."Lucer itu orangnya setia. Mau kamu ngomong atau nyampein berita hoax sama aku, aku nggak peduli!" ketusku. "Gimana kalo dia emang udah ada yang lain? Kam
Perselingkuhan .... Mendengarnya saja aku sudah tidak mau, apalagi membahasnya. Hubungan di masa laluku–Kay, mengajarkan banyak hal berharga, dan juga tidak. Bertemu dengan pria yang tak cukup satu wanita adalah pelajaran hidup paling berkesan.Kalau kata Tuan Robert, selingkuh memiliki tiga elemen: dua sebagai pelaku, dan satunya korban. Namun, semakin banyaknya kelebihan diri, biasanya seseorang makin bertingkah. Mengapa bisa kukatakan seperti itu? Kadangkala satu pelaku, dan korbannya banyak–lebih dari satu.Kesempurnaan adalah tolak ukur bagi si pemuja fisik. Begitu pula dengan si korban yang merasa ia adalah "rumah". Hubungan dijalin pada sebuah komitmen semu. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, mereka adalah dua orang yang sama-sama memanfaatkan."Kamu melamun lagi, Ret. Bosan, ya?" Lucer memecah kefokusanku untuk membuat status di media sosial.Aku berdecak sebal, "Ck! Orang diam aja dibilang bosan. Aku bertingkah dibilang mau nyari yang lain. Kamu kenapa, sih?""Pusing, mikirin ke
"A apa!? Lu Lucer orang kaya yang hartanya nggak bakalan abis-abis?" Setelah mengucapkan pertanyaan tanpa harus dijawab itu, Lionel tidak sadarkan diri di lantai. Kak Regard menolong, lalu membawanya masuk ke dalam rumahku.Seisi tamu undangan heboh karena dia pingsan. Salah sendiri kenapa dia bertanya begitu. Toh, aku menjawab sesuai kenyataannya saja. Mau diberi tahu isi saldo Lucer pun dia mungkin takkan kuat. Gaji kepala sekolah menurutku lumayan besar, belum ditambah bonus keaktifan kerja. Lucer dan Regard hanya tinggal bertiga, dan bisa membeli apa pun. Kenapa orang kaya iri dengan kasta yang sama? "Kamu kenapa pake acara pingsan-pingsan segala, sih?" Reona memercikkan air dingin dari gelasnya ke wajah Lionel. Pria yang semula terbaring, begitu disiram keseluruhan barulah terbangun. Dia basah kuyup, termasuk sofaku. "Kok Lionel bisa pingsan? Gimana ceritanya?" Lucer yang tidak melihat kejadian, hanya bisa kebingungan mencari jawaban di antara gelak tawa."Tadi, kan, Si Marga
Necia memberikan sesuatu yang tidak bisa kukembalikan. Apa yang ada di dalam sana membuatku menangis diam-diam. Hari sudah mulai pagi, aku harus cepat menyeka air mata di kedua pipi. Kotak yang berisi tentang harapan sedari kecil kututup kembali. Raja Harry adalah orang yang mudah bergaul. Namun, mungkin ayah lupa, jika Raja Oise pernah menolongnya, semasa perang besar terjadi. Berabad-abad lamanya, bangsa elf murni maupun campuran hidup berdampingan dengan banyak golongan. Wilayah Swifolges adalah tempat yang sangat kaya akan sumber daya, terutama bunga-bungaan. Oleh karena itulah, pertempuran besar terjadi.Ayahnya Raja Oise–Kakek Kenneth, memiliki reputasi baik di sejarah Swifolges, berbeda jauh dengan putranya. Jika saja waktu bisa diputar kembali ke kanan, mungkin Ratu Jingga akan menyesali keputusannya.Berbohong itu tidak baik. Menutupi kebohongan dengan kebohongan lain akan memperbanyak masalah. Kekuatan elf mampu menutupi aib. Ratu Jingga pernah menikah dengan Raja Oise, l
Aku membuka banyak kado yang terus dikirim oleh Lucer ke rumah. Kurir yang sama agaknya kelelahan karena terus bolak-balik. Aku penasaran, kenapa Lucer menjahili tukang antar barang, dengan membeli satu per satu dalam waktu yang berbeda-beda?"Semua ini dari Lucer, Yah. Aku nggak tahu, sih, kenapa dikirim nggak sekaligus?"Tuan Robert mengambil gunting, berniat membantuku. "Punya dendam pribadi apa pacarmu itu sama kang kurir, Nak? Ayah sampai pusing lihat mereka ke sana-kemari cuma nganter satu per satu paket kiriman Lucer."Punya pacar yang bisa membeli banyak barang tanpa melihat harga, itulah aku. Beruntung sekali, bukan? Uang bagi Lucer mungkin hanya lembaran tak bernilai.Aku menggelung rambut panjangku. Cukup sulit melakukan aktivitas, ketika mahkota manusia itu tergerai. Esok harinya adalah hari penting bagi Tuan Robert dan Nyonya Thea. Mereka menggelar pesta besar di dekat rumahku. Ya, ada panggung besar di samping kanan kediaman Phire. Malam itu, para tamu mungkin akan seg
Mungkin dia kembali hanya untuk berpamitan. Kemudian, pergi selamanya. Aku mendengkus kesal, setelah mengisi banyak tugas catatan kelas matematika. Di dunia ini ada banyak yang datang, lalu pergi. Juga, ada yang singgah, dan menetap. Kita tidak bisa memaksakan, bagaimana hatinya meminta apa yang akan dilakukan ke depannya.Ya, dunia memang penuh dengan plot twist. Di mana kejadian yang sebelumnya kadang masuk planning, bisa keluar kapan saja. Kuucapkan banyak terima kasih pada punggung yang enggan berbalik arah lagi. Tenang saja, payung yang kubawa masih cukup tegar melawan badai kenyataan."Ret, besok pesta pernikahan Nona Kim dan Tuan Robert, kan?" Chel tiba-tiba mengingatkannya lagi. Duh! Padahal aku susah-susah melupakannya.Aku menjawab dengan malas, "Iya, besok pagi-pagi. Kamu nggak mau datang?""Enak aja! Mulutmu minta disumpal pakai bakso goreng, ya? Asal aja nuduh orang yang enggak-enggak." Chel mengeluarkan dompet berbentuk domba. "Nih, kalo kamu mau jajan!" Kemudian, membe