Keadaan yang sama pernah juga terjadi sebelumnya. Lucer mungkin tidak sengaja melakukan pembantaian di malam itu. Aku mengerti bagaimana rasanya dicap pembunuh, padahal tidak pernah merencanakan tindakan kriminal seperti itu–pembunuhan tidak sengaja.Karena berita duka yang sudah tersebar, hingga ke pelosok Negeri Swifolges, aku sebagai pemimpin utama terpaksa membatalkan acara pemilihan. Hal itu harus dilakukan, agar Tuan Liu dikenang sebagai pahlawan–walaupun gelarnya adalah pendekar.Para menteri, dan penduduk mengubah bendera penyambutan, menjadi bendera duka. Sebegitu terkenalnya Tuan Liu, hingga se-pelosok Swifolges berbondong-bondong datang ke kerajaan, untuk mengikuti ucapara perpisahan roh.Hujan gerimis menemani ritual kami. Aku meletakkan dua tangkai bunga mawar hitam–pertanda kemurungan, di dekat patung Tuan Liu. Tempat yang menjadi pertapaan Tuan Liu dihormati sebagai tugu kepahlawanan.Beberapa petinggi bertanya-tanya padaku, kenapa gua telaga tiga kehidupan hancur? Namu
Air mata yang mengalir deras sudah membasahi gaunku. Enggan rasanya membuka pintu, jika itu bukanlah Nyonya Fia. Aku hanya dapat menyembunyikan wajah di balik bantal empuk, ketika wanita muda itu datang ke kamar."Saya tahu, Anda mungkin tertekan, karena mereka tidak kunjung kembali, iya, kan, Yang Mulia?" Tangannya mengelus pelan puncak rambutku. Hangat seperti sentuhan mendiang ibu."A aku hanya ingin menolong mereka," ucapku masih dengan isak tangis, yang menghambat intonasi."Anda tidak pernah berubah. Saya pikir, setelah Anda pergi ke gua telaga tiga kehidupan, Anda tidak dapat kembali dengan selamat.""Ma maksud Anda?" Aku melihatnya dengan sebelah mata, yang satunya–bagian kiri, masih tertutup bantal. Wanita yang rambutnya dibiarkan mengurai indah itu tersenyum, mungkin bahagia lantaran aku sudah mau menjawabnya."A aku pernah ke sana? Ka kapan?" Aku bangkit, lalu duduk bersila di dekatnya."Saya tahu bahwa, Anda bukanlah Nona Zahra sejak awal bertemu." Tangannya mengeluarkan
Kehancuran yang terjadi di dekat Sungai Caste menimbulkan banyak kontra. Lingkungan luar istana yang rawan akan serangan, membuat para menteri menciptakan undang-undang aneh.Menurut penuturan Nyonya Fia, wilayah Swifolges sudah hampir dikuasai oleh Raja Oise. Aku panik, setelah mendengar kabar bahwa, Pangeran Arsenio, dan Pangeran Ergo tidak dapat diselamatkan lagi.Sambil mondar-mandir di depan para pengawal kerajaan, isi otakku seakan ingin meledak. Mengatur cara agar dapat keluar dari istana itu adalah satu-satunya soal yang begitu sulit dipecahkan."Bagaimana jika lewat gerbang belakang? Tidak! Kalau lewat sana aku bisa ketahuan, dan tertangkap basah. Mereka akan menaruh rasa curiga lagi," ucapku dalam hati.Madu yang ada di dalam teko sudah kuhabiskan. Gelas terakhir kuminum dalam sekali tegukan. Dayang-dayang silih berganti, karena aku tak kunjung puas dengan makanan di atas meja.Mungkin bagi bawahan–para pengawal dan pembantu wanita, aku adalah orang yang paling banyak tingka
Aku memakai jubah hitam yang sebelumnya diberikan oleh Nyonya Fia. Mendengar penolakan begitu memilukan hati. Aku sudah tidak sanggup meminta bantuan orang-orang di Swifolges.Beragam alasan seperti: takut akan kematian, ia begitu kuat dan belum ada yang bisa mengalahkan, bahkan tidak mau berkorban lebih dari sebelumnya, membuat telingaku memanas. Sejarah Kota Aluna tidak menjelaskan tentang, bagaimana respon penduduk untuk melindungi pemimpinnya. Ya, meskipun Pangeran Ergo, dan Pangeran Arsenio bukanlah orang asli sana. Namun setidaknya, mengorbankan bantuan jiwa-raga adalah bagian dari kebaikan, bukan?"Tangan yang memberi lebih baik dari yang meminta". Mungkin kalimat seperti itu tidak berpengaruh pada penduduk Swifolges. Yang ada malah makan hati, jika memaksakan kehendak. Aku pun memilih untuk mengalah, dan berhenti menasehati mereka soal kebaikan. Publik speaking di depan orang-orang itu hanya membuang waktu, tenaga, suara, dan banyak hal lain. Aku enggan untuk memerintah oran
Dar!Ledakan besar menghantam tubuh iblis raksasa di depanku. Wajah menyeramkan yang hendak mengambil kalung pemberian Tuan Liu, sudah berubah pucat basi.Beberapa menit sebelumnya, ada sebuah kristal yang keluar dari tengah-tengah telapak tanganku. Entah bagaimana hal itu bisa terjadi, ia tiba-tiba saja mengeluarkan cahaya yang sangat terang. Aku berlindung di dalam perisai magis. Tanganku masih menggenggam erat kristal rahasia guardian. Ternyata, benda itulah yang membuat kekuatan terlarang bangkit–magis-nya terlalu kuat untuk manusia biasa."Aku harus menjauhkan kristal ini dari tangan-tangan orang yang salah," aku membatin.Cahaya matahari yang hampir menguning seperti telur mata sapi, menembus hingga ke tempat berlangsungnya pertarungan sengit kami. Tebing-tebing di atas sana sudah runtuh, akibat dari magis kristal merah-biru."Kira-kira, dia luka nggak, ya?" Dari kejauhan, aku memantaunya. Sejak dua menit sebelumnya, ia hanya terbujur lemas di bawah ilalang berduri.Hati nurani
Langkah iblis berdarah campuran itu terhenti di sebuah lempengan semen, dengan corak-corak aneh. Rambut Gio menghalangi penglihatanku. Tulisan di sana benar-benar terlihat seperti huruf latin, yang sangat sulit terbaca. Memperkirakan waktu, tanpa adanya arloji memang jalan membunuh otak dengan baik. Mana kutahu, jika ngarai yang di bawahnya ada Kerajaan Ilusi awannya tetap gelap–penuturan langsung dari Gio sebagai penduduk di sana.Aku hanya bisa menggerutu di atas kepalanya, sambil menunggu iblis itu melangkahkan kakinya masuk. Sekitar lima belas menit sebelumnya, kami melewati jembatan usang, dan tembus ke belakang kerajaan. Kata Gio, masuk lewat pintu belakang adalah jalan terbaik, daripada menanggung kekalahan di awal pergerakan. Aku pun hanya menurut, bagaimana maunya dia.Iblis yang menolongku itu terus bergumam, dan bergumam. Dia seakan kebingungan menjawab persoalan di depan sana. "Benda yang tidak bisa dihancurkan, tetapi mudah sekali hancur, jika ia menyentuhnya," ucapnya
Waktu berjalan semakin tipis bukan bertambah banyak. Setiap hal yang dilakukan pasti ada konsekuensinya tersendiri. Membuang-buang waktu hanya akan menyisakan penyesalan di masa yang akan datang. Zama seperti halnya hidup, waktu juga perlu diperjuangkan.Kami mencari keberadaan raja iblis menggunakan magic. Namun, belum membuahkan hasil juga. kecepatan superpower yang menjadi ciri khas vampir–kekuatan milik Ergo, juga tidak membantu sama sekali. Rombongan pasukan dari Kerajaan Ilusi seakan tidak mudah terdeteksi.Bukit-bukit yang menjadi halangan terbesar, sudah kami taklukkan. Meskipun, harus bersusah payah untuk mendakinya. Mengarungi bukit yang lebih mirip dengan gunung tinggi itu, susahnya bukan main. Aku sampai jatuh berulangkali, karena berusaha untuk menggapai puncak.Arsenio dan Ergo mau mengulurkan tangannya sebagai bantuan. Aku merasa sangat terbantu. Saat itu, ketika melihat kekompakan mereka, aku merasa sangat bahagia. Andaikan kebersamaan yang mereka jalin tetap terjaga s
Bug!Tendangan keras menghajar habis-habisan sosok vampir di depan sana. Jika bukan karena Arsenio bilang, "Ergo tidak akan mati hanya karena serangan sepayah itu. Jangan lupa, dia punya keabadian!" Aku tidak akan tega membiarkannya bertarung sendiri.Pertempuran yang harusnya pecah di Swifolges, malah berlangsung di daerah perbatasan. Aku melindungi diri dengan magis pelindung, seraya membantu Raja Oise menyembuhkan luka-lukanya.Mana kutahu, jika seorang wanita manipulatif mampu merusak tatanan sejarah. Berhati-hati dengan orang terdekat harus ditingkatkan. Lengah sedikit saja, aku bisa terbunuh di masa lalu."Jangan sakiti milikku!" Suara bariton Arsenio menggema di lereng bukit.Wajahku mungkin memerah saat itu. Huh! Bisa-bisanya di tengah pertempuran besar, dia bilang kalimat yang sangat romantis. "Argh!" Ergo terjatuh tepat di depan perisaiku. Tubuhnya berlumuran darah segar. Apakah dia terluka? Katanya Arsenio, dia tidak akan kenapa-kenapa. Dasar pembohong!Aku memanggilnya de
Aluna Gold Empires adalah satu-satunya ibu kota di Negara Rais yang memiliki kristal Ergon–sebuah benda yang dapat membangkitkan tenaga mesin otomatis tanpa bahan bakar. Semenjak Presiden Gama naik jabatan, aku mendapatkan tugas penting untuk kemajuan AGE (Aluna Gold Empires). Kehidupanku sebagai ibu rumah tangga, sekaligus tangan kanan Tuan Gama, menjadikan hari-hariku dipenuhi dengan kesibukan."Bagaimana jika minum teh di Taman Swifolges? Sudah lama kita nggak ke sana, Yang." Suara di telepon terdengar memelas. "Aku akan ambil cuti besok," jawabku."Selamat anniversary yang ke-lima tahun, Sayang."Aku menyeka setetes air mata yang turun menggunakan telapak tangan. "Maaf aku selalu nggak di rumah untuk kamu, Lucer. Gara-gara aku, kamu jadi nggak bisa ke mana-mana.""Aku paham kok. Oh iya, sudah dulu, ya? Aku harus masak bubur untuk makan malam. Cepat pulang, Sayang. Aku selalu merindukanmu." "Lucer?" aku memanggilnya lembut. Suara di seberang sana menyahut, "Kenapa, Sayang? Kamu
Dua tahun setelahnya. Penurunan Tuan N sebagai kepala negara telah disetujui oleh para menteri. Aku menyaksikan banyak berita tentangnya di berbagai media. Semenjak dua hari sebelumnya, koran-koran yang dijual hanya terfokus pada pergantian presiden. "Ret, kamu udah bisa ngendaliin semuanya, kan?" Chel meletakkan sebuah mahkota besar di puncak kepalaku.Walaupun ragu, aku tetap menjawab, "Iya, aku udah bisa kok, Chel. Udah, kamu nggak usah khawatir sama aku, oke?" "Berapa banyak yang kamu undang?" Frey membuka pintu dengan keras. Dia terlihat tergesa-gesa. "Ret, kamu ngundang berapa banyak tamu?"Aku lelah untuk mengatakan jawaban yang sama padanya. Bagaimana bisa dia menjadi seorang pelupa ketika telah memiliki satu anak? Haduh! Semakin tua ternyata indera vampir makin melemah."Pernikahan ini private, Frey. Aku cuma ngundang teman-teman kita, dan beberapa yang lain." Aku memakai selop kaca seperti milik Cinderella.Mereka saling bertatapan satu sama lain dalam durasi yang cukup l
Ban mobilku tidak dapat diubah ke arah kanan. Sepintas cahaya terang, lalu aku tidak ingat apa pun lagi. Semuanya berasa kabur."Margaret, kamu harus sadar, Nak!" Suara yang mirip dengan Bunda Thea membangunkanku dari mimpi indah."Bundaaa!" Secara refleks tubuhku bangkit dari tidur. Rumah sakit? Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Ke mana cahaya itu? "Sayang, bunda udah nggak ada. Kamu lupa?" Tuan Robert yang berada di samping kembali menyadarkan tubuhku di ranjang."Aku melihat bunda, Yah. Dia yang bangunin Margaret dari mimpi indah. Padahal Margaret nggak mau pisah dari dia." Aku mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi sebelumnya.Pria yang mengenakan kemeja hitam kesukaan Bunda Thea itu, hanya bisa menganggukkan kepalanya. Nampaknya dia sudah lelah mengurusiku, yang selalu hidup dalam bayang-bayang masa lalu."Ayah, aku kecelakaan, ya?" "Enggak, Nak."Aku sontak terkejut. "Kalo aku nggak kecelakaan, kenapa aku ada di sini? Aku cuma pingsan doang, ya, Yah?""Enggak, Nak.
Menjalani pendidikan yang jauh dari keluarga, teman, dan juga kekasih, banyak sekali cobaannya. Aku sampai kewalahan, lantaran selalu mendapat surat cinta dari senior. "Aku suka sama kamu, Phire. Kamu mau nggak nikah sama aku?" Aku akui Varo sosok pria pemberani. Cara dia mengungkapkan rasa sudah lebih dari pengombal handal. Namun bedanya, dia langsung to the points–mengajakku untuk membangun masa depan dalam ikatan."Aku sudah punya kekasih, Var. Maaf, aku nggak bisa," aku menolak seraya berterus-terang. "Lucer Ford udah nikah. Kamu belum tahu, ya?"Plak!Reflek aku pun menamparnya, karena sakit hati mendengar bualan pria blasteran di depanku. Sudah ditolak, malah membawa kabar aneh. Dasar buaya!"Phire, aku seriusan. Kamu lihat aja sendiri ke Aluna, kalo emang kamu nggak percaya sama aku," katanya sambil menahan pedih di pipi."Lucer itu orangnya setia. Mau kamu ngomong atau nyampein berita hoax sama aku, aku nggak peduli!" ketusku. "Gimana kalo dia emang udah ada yang lain? Kam
Perselingkuhan .... Mendengarnya saja aku sudah tidak mau, apalagi membahasnya. Hubungan di masa laluku–Kay, mengajarkan banyak hal berharga, dan juga tidak. Bertemu dengan pria yang tak cukup satu wanita adalah pelajaran hidup paling berkesan.Kalau kata Tuan Robert, selingkuh memiliki tiga elemen: dua sebagai pelaku, dan satunya korban. Namun, semakin banyaknya kelebihan diri, biasanya seseorang makin bertingkah. Mengapa bisa kukatakan seperti itu? Kadangkala satu pelaku, dan korbannya banyak–lebih dari satu.Kesempurnaan adalah tolak ukur bagi si pemuja fisik. Begitu pula dengan si korban yang merasa ia adalah "rumah". Hubungan dijalin pada sebuah komitmen semu. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, mereka adalah dua orang yang sama-sama memanfaatkan."Kamu melamun lagi, Ret. Bosan, ya?" Lucer memecah kefokusanku untuk membuat status di media sosial.Aku berdecak sebal, "Ck! Orang diam aja dibilang bosan. Aku bertingkah dibilang mau nyari yang lain. Kamu kenapa, sih?""Pusing, mikirin ke
"A apa!? Lu Lucer orang kaya yang hartanya nggak bakalan abis-abis?" Setelah mengucapkan pertanyaan tanpa harus dijawab itu, Lionel tidak sadarkan diri di lantai. Kak Regard menolong, lalu membawanya masuk ke dalam rumahku.Seisi tamu undangan heboh karena dia pingsan. Salah sendiri kenapa dia bertanya begitu. Toh, aku menjawab sesuai kenyataannya saja. Mau diberi tahu isi saldo Lucer pun dia mungkin takkan kuat. Gaji kepala sekolah menurutku lumayan besar, belum ditambah bonus keaktifan kerja. Lucer dan Regard hanya tinggal bertiga, dan bisa membeli apa pun. Kenapa orang kaya iri dengan kasta yang sama? "Kamu kenapa pake acara pingsan-pingsan segala, sih?" Reona memercikkan air dingin dari gelasnya ke wajah Lionel. Pria yang semula terbaring, begitu disiram keseluruhan barulah terbangun. Dia basah kuyup, termasuk sofaku. "Kok Lionel bisa pingsan? Gimana ceritanya?" Lucer yang tidak melihat kejadian, hanya bisa kebingungan mencari jawaban di antara gelak tawa."Tadi, kan, Si Marga
Necia memberikan sesuatu yang tidak bisa kukembalikan. Apa yang ada di dalam sana membuatku menangis diam-diam. Hari sudah mulai pagi, aku harus cepat menyeka air mata di kedua pipi. Kotak yang berisi tentang harapan sedari kecil kututup kembali. Raja Harry adalah orang yang mudah bergaul. Namun, mungkin ayah lupa, jika Raja Oise pernah menolongnya, semasa perang besar terjadi. Berabad-abad lamanya, bangsa elf murni maupun campuran hidup berdampingan dengan banyak golongan. Wilayah Swifolges adalah tempat yang sangat kaya akan sumber daya, terutama bunga-bungaan. Oleh karena itulah, pertempuran besar terjadi.Ayahnya Raja Oise–Kakek Kenneth, memiliki reputasi baik di sejarah Swifolges, berbeda jauh dengan putranya. Jika saja waktu bisa diputar kembali ke kanan, mungkin Ratu Jingga akan menyesali keputusannya.Berbohong itu tidak baik. Menutupi kebohongan dengan kebohongan lain akan memperbanyak masalah. Kekuatan elf mampu menutupi aib. Ratu Jingga pernah menikah dengan Raja Oise, l
Aku membuka banyak kado yang terus dikirim oleh Lucer ke rumah. Kurir yang sama agaknya kelelahan karena terus bolak-balik. Aku penasaran, kenapa Lucer menjahili tukang antar barang, dengan membeli satu per satu dalam waktu yang berbeda-beda?"Semua ini dari Lucer, Yah. Aku nggak tahu, sih, kenapa dikirim nggak sekaligus?"Tuan Robert mengambil gunting, berniat membantuku. "Punya dendam pribadi apa pacarmu itu sama kang kurir, Nak? Ayah sampai pusing lihat mereka ke sana-kemari cuma nganter satu per satu paket kiriman Lucer."Punya pacar yang bisa membeli banyak barang tanpa melihat harga, itulah aku. Beruntung sekali, bukan? Uang bagi Lucer mungkin hanya lembaran tak bernilai.Aku menggelung rambut panjangku. Cukup sulit melakukan aktivitas, ketika mahkota manusia itu tergerai. Esok harinya adalah hari penting bagi Tuan Robert dan Nyonya Thea. Mereka menggelar pesta besar di dekat rumahku. Ya, ada panggung besar di samping kanan kediaman Phire. Malam itu, para tamu mungkin akan seg
Mungkin dia kembali hanya untuk berpamitan. Kemudian, pergi selamanya. Aku mendengkus kesal, setelah mengisi banyak tugas catatan kelas matematika. Di dunia ini ada banyak yang datang, lalu pergi. Juga, ada yang singgah, dan menetap. Kita tidak bisa memaksakan, bagaimana hatinya meminta apa yang akan dilakukan ke depannya.Ya, dunia memang penuh dengan plot twist. Di mana kejadian yang sebelumnya kadang masuk planning, bisa keluar kapan saja. Kuucapkan banyak terima kasih pada punggung yang enggan berbalik arah lagi. Tenang saja, payung yang kubawa masih cukup tegar melawan badai kenyataan."Ret, besok pesta pernikahan Nona Kim dan Tuan Robert, kan?" Chel tiba-tiba mengingatkannya lagi. Duh! Padahal aku susah-susah melupakannya.Aku menjawab dengan malas, "Iya, besok pagi-pagi. Kamu nggak mau datang?""Enak aja! Mulutmu minta disumpal pakai bakso goreng, ya? Asal aja nuduh orang yang enggak-enggak." Chel mengeluarkan dompet berbentuk domba. "Nih, kalo kamu mau jajan!" Kemudian, membe