'Apa ini ada hubungannya dengan gosip yang pernah beredar beberapa waktu lalu? Apa mungkin mbak Monika tahu, kalau yang ada di berita itu adalah aku?' batin Erika.
Tentu saja Erika merasa takut, karena yang Erika pikirkan bahwa Monika adalah kekasih Jimmy. Walau Jimmy bersikeras membantahnya, namun kemesraan dan juga kebersamaan yang mereka tunjukkan selama Erika bekerja di kantor pusat Adinata Group membuat Erika tidak begitu saja percaya dengan perkataan Jimmy.
Kini mereka berdua telah sampai di cafe. Keduanya memilih tempat yang sedikit jauh dari pengunjung yang lain, agar pembicaraan mereka jadi lebih santai dan nyaman.
Perasaan tidak nyaman menghinggapi Erika. Apapun yang akan terjadi nanti, sepertinya bukanlah hal yang baik untuknya. Apakah dia akan siap jika ada hal buruk yang akan di sampaikan Monika? Entahlah, yang jelas saat ini Erika terlihat gugup dan berdebar tidak karuan.
Dengan santainya Monika menarik kursi lalu mendudukinya. Kemudia
"Seperti apa yang kamu lihat. Aku tidak perlu menjelaskan lebih detail lagi kan? Aku yakin kamu sudah tahu betul apa maksud dari isi didalam kertas itu." jawab Monika yang kemudian menyesap minumannya yang masih tersisa di cangkirnya.Bagai tertimpa beban berat di atas kepalanya, sehingga membuat kepala Erika terasa berdenyut sakit seiring dengan semakin bertambah sesak didalam dadanya saat ini. Rasanya seperti tertusuk ribuan pisau disana. Tubuhnya lemas seakan tak bertenaga lagi, tangannya gemetar memegang kertas yang ada ditangannya kini."J-jadi ... M-mbak Monika sekarang sedang hamil?" tanya Erika memberanikan diri. Dia begitu terkejut dengan apa yang baru saja di ketahuinya hari ini.Hari ini benar-benar begitu banyak kejutan yang diterima Erika. Dia tidak menyangka bahwa hubungan Jimmy dan Monika sudah sejauh itu. Bahkan dengan begitu mudahnya Jimmy berbagi kehangatan di atas ranjang dengan wanita lain selain dengan dia sebagai istrinya.Keny
Evan mengerutkan keningnya. "Sepertinya ada yang tidak beres." ujar Evan curiga sambil menatap punggung Erika yang sudah berada didepan pintu kamarnya. "Apa benar semua berjalan baik?"Setelah memastikan bahwa Erika sudah masuk kedalam kamarnya, kini Evan mengambil ponsel dari saku jasnya untuk melaporkan apa yang terjadi di lokasi syuting kepada sang boss yang tidak lain adalah Jimmy. Karena Evan merasa curiga dengan gelagat Erika yang tidak biasa saat bertemu dengannya."Hmm, bagaimana? Apa yang kamu temukan di sana?" tanya Jimmy saat menerima telepon dari Evan di dering pertama. Pertanda jika Jimmy memang menantikan kabar darinya."Sepertinya semua berjalan dengan baik, Pak Jimmy. Hanya saja Erika saat ini sedang sibuk. Mungkin karena syuting akan segera berakhir, sehingga kesibukan Erika jadi bertambah." ucap Evan."Hm, kamu pantau terus apa yang ada di sana. Aku akan kembali dalam 2 hari lagi. Dan pastikan kondisi Erika baik-baik saja sampai aku tiba
Dengan berlinang air mata, Erika pun mengirim lokasi dimana dia sekarang berada. "Jangan kemana-mana, tunggu aku. Aku akan segera sampai kesana." ucap Zack yang kemudian menutup panggilan teleponnya. Tak ada jawaban dari Erika selain 'Hm' kemudian dia memasukkan ponselnya ke dalam tas. Tak lama terlihat Erika mengusap air mata di kedua pipinya dengan punggung tangannya. Erika yang mendengar ucapan Zack sebelum menutup panggilan telepon itu pun hanya bisa menuruti perkataannya, lalu dia berjalan keluar dan mencari tempat duduk di halte yang tidak jauh dari restoran tersebut menunggu kedatangan Zack. Erika menghela napas berat ketika teringat apa yang dilihatnya di restoran tadi, "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" ujarnya pelan dengan kepala tertunduk. Tangannya perlahan mengelus perutnya yang mulai terlihat membuncit. "Haruskah aku pergi menjauh dari mas Jimmy seperti yang di katakan mbak Monica?" Air mata Erika kembali mengalir dikedua pipin
"Aku kemari bukan karena lapar, jadi sebaiknya jangan membuatku semakin merasa muak denganmu, Monica." desis Jimmy dengan sorot mata tajam seperti ingin membunuh orang di depannya itu. "Sekarang katakan apa maksudmu mengirimkan foto itu padaku?"Senyum sinis Monica terlihat jelas di raut wajahnya, sepertinya dia merasa puas membayangkan jika semua rencananya akan berhasil sesuai yang dia inginkan. "Kamu sangat mengetahui apa yang aku inginkan, Jimmy. Ayolah jangan berlagak tidak mengetahuinya." ujar Monica dengan tangannya yang mulai membelai dada bidang Jimmy yang masih tertutup jas serta kemeja.Dengan kasar Jimmy menepis tangan Monica, lalu dia menatap wanita itu dengan tatapan tak kalah sinis dari yang Monica berikan. "Kamu pikir kamu siapa berani negosiasi denganku?" ujar Jimmy lalu dia menarik sebuah kursi dan mendudukinya."Semakin kamu mengulur waktu, maka semakin habis kesempatan yang aku berikan padamu. Waktuku cukup terbatas, jadi jangan bertele-tele.
Mata Jimmy terbelalak melihat isi dari dalam amplop tersebut. "Apa ini alasan kamu mengabaikanku?"Setelah membaca apa isi yang ada didalam amplop, Jimmy mengeraskan rahangnya pertanda sedang marah. Kemudian dia meremas kertas yang baru saja ia baca. "Kali ini kamu sudah melampaui batas kesabaranku, Monika. Jangan salahkan aku, jika aku bersikap kejam padamu." geram Jimmy. "Tunggu setelah aku menemui istriku, setelah itu giliranmu mendapatkan balasan atas semua yang sudah kamu lakukan."Jimmy kemudian kembali menghubungi Erika dan berharap akan ada keajaiban jika Erika mengangkat panggilan telepon darinya. "Kenapa aku bisa sampai kecolongan begini, Monika sudah mengacaukan semuanya." geramnya.Seperti tidak mengenal lelah, Jimmy terus mencoba menghubungi Erika. Walau dengan jelas Jimmy mendengar jika panggilannya tersambung, namun Erika tidak pernah sekali pun mengangkatnya.Wajah Jimmy mulai cemas, bercampur menahan amarah. Cemas karena tidak tahu bagaim
Hari sudah menjelang pagi, Erika yang merasakan tenggorokannya kering karena haus, ia pun terbangun dan terduduk diatas ranjang. "Ini dimana?" gumam Erika karena suasana kamar itu yang berbeda dari biasanya.Sesaat Erika lupa jika dirinya sekarang berada di cafenya Indri. "Ah ... Aku lupa kalau sekarang aku berada di cafenya Indri." gumamnya pelan menjawab kebingungannya sendiri. Kemudian dia beranjak dari ranjang setelah menyadari keberadaannya kini.Erika berjalan menuju ke meja dapur untuk mengambil air minum, untungnya Erika sudah terbiasa dengan cafe milik sahabatnya tersebut. Sehingga dia tidak kesulitan menemukan letak keberadaan dapur cafe.Setelah meminum segelas air putih, Erika pun kembali ke kamar bersiap untuk membersihkan diri. "Ternyata hpku habis baterai, pantesan tidak ada yang menghubungiku." gumamnya pelan ketika ia memeriksa ponselnya, namun ternyata dalam keadaan mati kehabisan daya.Erika berniat untuk memberi kabar pada
"Ya tuhan, sakit banget." keluh Erika sambil memegangi perutnya. Demi menghindari mobil yang melaju kencang kearahnya, Erika segera berbalik badan untuk menepi. Namun naas karena begitu cepatnya kejadian itu, Erika tidak bisa mengelak yang akhirnya membuat Erika terserempet mobil. Sehingga tubuhnya terpental keatas aspal yang ada di pinggir jalan. Erika menahan berat tubuhnya agar tidak begitu kuat terhempas diatas aspal memakai telapak tangannya, sehingga membuat telapak tangannya tergores dan mengeluarkan darah segar. Bahkan sikunya yang saat terjatuh menyentuh aspal juga tidak luput dari luka-luka. Tapi bukan itu yang jadi masalah saat ini, perut Erika yang awalnya hanya sakit biasa. Mungkin karena terkejut dengan kejadian barusan. Kini terasa mulas dan sakit luar biasa. 'Ya Tuhan, kenapa sakit sekali? Semoga tidak terjadi apa-apa dengan bayiku.' batin Erika. Dengan susah payah Erika berusaha bangkit berdiri, tapi karena kakinya terasa begitu lemas
Zack meraba pipinya yang masih terasa nyeri akibat bogem mentah pemberian Jimmy barusan. "Seharusnya aku yang memberikan pelajaran padamu." gumam Zack sambil melirik tajam kearah Jimmy.Zack yang biasanya terkenal akan keramahannya, kini terlihat memberikan tatapan permusuhan pada Jimmy. Padahal sebelumnya mereka adalah rekan bisnis yang terlihat sangat baik satu sama lain. Tapi setelah Zack mengetahui kebenaran siapa Jimmy sebenarnya, membuat Zack seolah ingin mengibarkan bendera perang padanya.Suasana didepan ruang operasi mendadak tegang, aroma perang dingin mulai tercium disana. Bahkan laki-laki yang duduk di samping Jimmy menerima imbas dari perang dingin yang tercipta.Dari arah kejauhan terlihat Indri membawa sebuah kotak P3K dan berjalan mendekati Zack yang masih memberikan tatapan kebencian pada Jimmy yang duduk di kursi panjang berseberangan dengannya. "Kenapa Er, bisa jatuh ke tangan lelaki sepertimu?" gumamnya."Sini aku obati lukamu." Indri