Kejadian yang mempertemukan Evelyn dengan Malvin tanpa sengaja sangat mengguncang Evelyn. Kabar pernikahan mereka sudah cukup menyakitinya, namun, ia bisa mengatasinya jika saja Malvin tidak datang secara tiba-tiba.
Pertemuan mereka seolah menguak luka lama yang telah susah payah Evelyn mengobatinya.
Alex hanya diam karena ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya tetap berusaha berada di sisi Evelyn dan memeluknya.
Malvin telah mengetahui semua kenyataannya. Alex pikir, jika saja dirinya di posisi Malvin, ia akan terus memperjuangkan Evelyn.
Namun, Alex tidak tahu apa yang di pikiran Malvin, dan apa yang akan dilakukannya. Alex hanya bisa menebak-nebak dan menyiapkan diri apa pun yang akan terjadi selanjutnya.
Malam itu, Evelyn kembali tertidur di pelukan Alex, ia terlalu lelah menangis. Siang hari setelah pergi begitu saja dari rumah Jenifer, mereka berdua menginap di sebuah hotel yang tidak jauh dari rumah Jenifer.
Alex tidak tahan membiark
Setelah pulang dari rumah Jenifer, Evelyn jadi lebih banyak diam. Alex masih dengan sabar menemaninya. Mereka berdua duduk di ruang tengah di rumah Evelyn."Apa kau ingin kita mendaftar olahraga khusus untukmu hari ini?"Evelyn yang bersandar di dada Alex hanya menggeleng. Alex mengusap lembut rambut Evelyn penuh kasih sayang."Apa kau ingin kita membuat kue resep baru?"Evelyn lagi-lagi hanya menggeleng. Ia memainkan kancing kemeja milik Alex dengan masih menyandarkan kepalanya di dadanya."Apa kau ingin melihat gaun pernikahan yang akan kau kenakan di pernikahan kita?"Evelyn mendongak, tangannya terulur menyentuh dagu Alex dan mengusapnya dengan lembut.Alex menatapnya penuh kasih sayang, ia sedikit terkejut dengan tindakan Evelyn. Namun, ia tersenyum."Ada apa, Sayang?""Apa kau serius ingin menikahi ku?""Kau masih menanyakan hal itu? Apa kau meragukanku? Aku sudah menyiapkan pesta kecil untuk pernikahan kita
Malvin telah mendapat hasil pemeriksaan Dokter yang dikirim ke alamat kantornya.Setelah membaca isi dari surat tersebut, Malvin langsung menghubungi Shella."Batalkan semua janji hari ini." Kata Malvin setelah telephonnya tersambung."Tapi, Tuan Malvin, hari ini ada rapat penting.""Aku ada urusan yang lebih penting. Kita bisa mengatur kembali jadwal rapat." Malvin tidak ingin mendengar penolakan."Baik, Tuan. Saya akan segera membatalkan dan menjadwalkan ulang.""Bagus."Malvin memutus sambungan telephon, ia merapikan meja kerja dan segera keluar dari ruangannya.Melihat Malvin keluar dari ruangan, Shella buru-buru bangkit untuk menanyakan ke mana Bosnya itu akan pergi. Namun, suaranya terhenti karena langkah kaki Malvin yang lebar membuatnya segera hilang dari pandangan.Shella hanya mengembuskan napas dan akhirnya berpasrah mengerjakan tugas yang di berikan oleh Bosnya.Malvin segera melajukan mobilnya menuju
Pagi ini Evelyn terlihat masih bersemangat seperti biasanya. Evelyn merasa puas karena selalu bisa dengan mudah menyelesaikan pekerjaannya. Bos baru Evelyn selalu memberikan pekerjaan yang lebih berat dari Tuan Gerald, ayahnya.Malvin Gerald, anak dari Tuan Gerald adalah bos muda yang tampan, terkenal perfeksionis dan tidak mudah jatuh cinta. Hampir semua karyawan perempuan membicarakannya, bahkan banyak dari mereka yang sengaja mencari perhatiannya. Namun, tetap hanya kegagalan yang mereka dapat.Evelyn merupakan sekretaris yang sebelumnya telah bekerja pada Tuan Gerald selama tiga tahun. Selalu bisa menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Tuan Gerald tidak pernah meragukan kemampuan Evelyn dan sangat mempercayainya."Tuan Malvin, ini ada berkas yang harus anda tanda tangani." Evelyn menyerahkan berkas pada Malvin.Setelah membaca berkas yang diserahkan oleh sekretarisnya, Malvin menandatanganinya dan kembali memberikannya pada sekretar
Warning... !!!Bab ini mengadung adegan dewasa, bijaklah memilih bacaan.. !!21++⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️Malvin terdiam kemudian menghentikan sebuah taxi. Mereka pulang menuju apartemen Malvin. Saat hendak turun dari taxi, Evelyn memeluk Malvin. Akhirnya Malvin menggendong Evelyn masuk ke apartemennya. Dengan susah payah Malvin berjalan dan berusaha membuka pintu apartemennya karna Evelyn semakin erat memeluknya."Jangan pergi ... jangan pergi ...." Evelyn meracau.Malvin membaringkan tubuh Evelyn di tempat tidurnya, namun Evelyn tetap enggan melepaskan pelukannya, dengan terus mengatakan "jangan pergi ...."Malvin menatap Evelyn hangat, kemudian tangan kanannya terulur membelai rambut Evelyn, mengusap pipi Evelyn dan menyentuh bibir mungil Evelyn. Hati Malvin bergetar."Aku tidak akan meninggalkanmu Evelyn." Bisik Malvin.Detik itu juga mata Evelyn yang sedari tadi tertutup kemudian terbuka. Dengan lem
Evelyn sedang mengemasi barang - barangnya bersiap untuk kembali ke apartemennya."Kamu mau kemana sayang ?" Malvin tiba - tiba masuk kamarnya."Aku akan kembali ke apartemenku, bukankah kita sudah memenangkan proyek itu? ""Tinggallah disini saja bersamaku, kita masih harus bekerja keras untuk proyek yang kita menangkan.""Kenapa aku harus tinggal disini ?" Evelyn ingin tau alasan Malvin."Karna kamu sekretaris aku." jawab Malvin dengan berdiri dan mendekap Evelyn dari belakang, "selain itu, karna kamu sekarang adalah milikku." Tegas Malvin berbisik di telinga Evelyn.Evelyn merinding mendengarnya."Kamu serius ?" tanya Evelyn seraya membalikkan badannya."Kamu meragukanku ? Jika tak serius, kenapa aku harus melakukan semua ini."Evelyn tersenyum memeluk Malvin. Ia tak menyangka Malvin bisa mencintainya, tak sia - sia usahan
Malvin tersenyum melihat ekspresi Evelyn dari ruangannya, ia semakin tertawa membaca chat balasan dari Evelyn.Di toilet, Evelyn bertemu Jeni. Melihat muka Evelyn yang ditekuk membuat Jeni pemasaran dan bertanya."Kamu kenapa ?" tanya Jeni."Kenapa apanya ?" jawab Evelyn sambil bercermin."Muka kamu ditekuk gitu."Evelyn hanya diam membenahi make upnya."Aku mau keluar dulu." kata Evelyn."Kemana ?"Evelyn tidak menjawab ucapan Jenifer dan langsung melengang pergi. Evelyn keluar dari kantornya dan berjalan kaki mencari cafe untuk merilekskan pikirannya sejenak.Disaat masih jam kantor begini, tidak seharusnya Evelyn keluar untuk bersantai, karna sebenarnya pekerjaanya masih banyak menunggu untuk diselesaikan.Evelyn yang giat dan cekatan akan meninggalkan pekerjaannya saat pikirannya kacau, ia tida
Malvin menatap Evelyn tajam setelah pria itu menciumnya dengan sedikit kasar. Evelyn membalas tatapan Malvin tanpa mengatakan apapun."kenapa kamu mendiamkan aku ?" tanya Malvin lembut.Evelyn hanya tetap diam dan terus menatap Malvin."kenapa kamu menghindariku ?" tanya Malvin lagi masih dengan lembut."perlukah aku menjawab pertanyaanmu ? Kenapa kamu tidak menanyakan itu pada hatimu?" jawab Evelyn tak kalah lembut."apa maksudmu ?" Malvin mulai kembali tersulut emosi, ia merindukan Evelyn, merindukan kehangatannya. Namun wanita itu seperti selalu sengaja menghindarinya."aku lelah, aku ingin istirahat" Evelyn sedikit mendorong Malvin mundur, lalu membuka pintu dan meninggalkan Malvin yang masih termangu."sial !" umpat Malvin sedikit berteriak.Sebenarnya ia tahu, Evelyn tengah cemburu dengan sikap Marina yang selalu berusaha terlihat mesra dengan
Evelyn berlari ke ruangan Malvin untuk memberi tahu berita yang baru saja ditunjukkan Jenifer padanya."Malvin ...." panggil Evelyn dengan nafas terengah - engah setelah sampai diruangan Malvin."ada apa ? Kenapa kamu terburu - buru seperti itu ?" tanya Malvin."kamu tahu kenapa karyawan disini berkumpul dan berbisik - bisik ? Mereka sedang membicarakan kita" kata Evelyn menunjukkan ponsel milik Jeni yang tadi dibawanya tanpa persetujuan pemiliknya.Tadi Evelyn langsung berlari membawa ponsel milik Jeni, setelah sahabatnya itu memberitahu berita yang sedang ramai di bicarakan teman - temannya."sial ... siapa yang membuat berita murahan seperti ini ?" tanya Malvin."tentu saja aku" kata Marina yang tiba - tiba masuk tanpa permisi ke dalam ruangan Malvin."bukankah itu benar ? Jadi sangat disayangkan jika berita besar seperti ini tidak dipublikasikan" lanju
Malvin telah mendapat hasil pemeriksaan Dokter yang dikirim ke alamat kantornya.Setelah membaca isi dari surat tersebut, Malvin langsung menghubungi Shella."Batalkan semua janji hari ini." Kata Malvin setelah telephonnya tersambung."Tapi, Tuan Malvin, hari ini ada rapat penting.""Aku ada urusan yang lebih penting. Kita bisa mengatur kembali jadwal rapat." Malvin tidak ingin mendengar penolakan."Baik, Tuan. Saya akan segera membatalkan dan menjadwalkan ulang.""Bagus."Malvin memutus sambungan telephon, ia merapikan meja kerja dan segera keluar dari ruangannya.Melihat Malvin keluar dari ruangan, Shella buru-buru bangkit untuk menanyakan ke mana Bosnya itu akan pergi. Namun, suaranya terhenti karena langkah kaki Malvin yang lebar membuatnya segera hilang dari pandangan.Shella hanya mengembuskan napas dan akhirnya berpasrah mengerjakan tugas yang di berikan oleh Bosnya.Malvin segera melajukan mobilnya menuju
Setelah pulang dari rumah Jenifer, Evelyn jadi lebih banyak diam. Alex masih dengan sabar menemaninya. Mereka berdua duduk di ruang tengah di rumah Evelyn."Apa kau ingin kita mendaftar olahraga khusus untukmu hari ini?"Evelyn yang bersandar di dada Alex hanya menggeleng. Alex mengusap lembut rambut Evelyn penuh kasih sayang."Apa kau ingin kita membuat kue resep baru?"Evelyn lagi-lagi hanya menggeleng. Ia memainkan kancing kemeja milik Alex dengan masih menyandarkan kepalanya di dadanya."Apa kau ingin melihat gaun pernikahan yang akan kau kenakan di pernikahan kita?"Evelyn mendongak, tangannya terulur menyentuh dagu Alex dan mengusapnya dengan lembut.Alex menatapnya penuh kasih sayang, ia sedikit terkejut dengan tindakan Evelyn. Namun, ia tersenyum."Ada apa, Sayang?""Apa kau serius ingin menikahi ku?""Kau masih menanyakan hal itu? Apa kau meragukanku? Aku sudah menyiapkan pesta kecil untuk pernikahan kita
Kejadian yang mempertemukan Evelyn dengan Malvin tanpa sengaja sangat mengguncang Evelyn. Kabar pernikahan mereka sudah cukup menyakitinya, namun, ia bisa mengatasinya jika saja Malvin tidak datang secara tiba-tiba.Pertemuan mereka seolah menguak luka lama yang telah susah payah Evelyn mengobatinya.Alex hanya diam karena ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya tetap berusaha berada di sisi Evelyn dan memeluknya.Malvin telah mengetahui semua kenyataannya. Alex pikir, jika saja dirinya di posisi Malvin, ia akan terus memperjuangkan Evelyn.Namun, Alex tidak tahu apa yang di pikiran Malvin, dan apa yang akan dilakukannya. Alex hanya bisa menebak-nebak dan menyiapkan diri apa pun yang akan terjadi selanjutnya.Malam itu, Evelyn kembali tertidur di pelukan Alex, ia terlalu lelah menangis. Siang hari setelah pergi begitu saja dari rumah Jenifer, mereka berdua menginap di sebuah hotel yang tidak jauh dari rumah Jenifer.Alex tidak tahan membiark
"Cium aku, Malvin.""Apa?!""Cium aku."Malvin hanya diam dan memalingkan wajahnya. Dena segera menarik tubuh Malvin dan menciumnya.Malvin tertegun, dan ketika ia sadar, ia segera mendorong tubuh Dena menjauh."Kenapa?"Malvin tetap diam dan menatap Dena."Kenapa kamu tidak mau menciumku? Kita bahkan pernah tidur bersama. Kenapa, Malvin?""Hentikan, Dena!" Kata Malvin marah."Apa?!" Jawab Dena tak kalah marah."Sebaiknya kau pulang ke rumahmu." Kata Malvin seraya meninggalkan Dena sendiri di ruangan itu.Malvin masuk ke dalam kamar, dengan menutup keras pintunya. Ia mengusap kasar wajahnya.Malvin menyadari, semua ini memang bermula karena kesalahannya. Ia tak sanggup untuk menjalani kehidupan bersama Dena. Namun, ia juga tak mampu membawa Evelyn kembali kepadanya.Malvin masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan air dingin dan membiarkan tubuhnya basah tersiram air beserta pakaian yang masih melekat d
Alex menemani Evelyn berbelanja keperluan ibu hamil, ia membeli beberapa pakaian yang nyaman digunakan ketika hamil."Apa kau ingin mengikuti senam ibu hamil?""Tentu.""Aku akan menemanimu mendaftar besok."Evelyn mengangguk. Hari ini ia bersenang-senang, Alex tidak memberinya kesempatan untuk bersedih.Pria bermata sipit dan memiliki kulit putih itu ingin Evelyn melupakan masa lalunya, dan memulai kehidupan baru bersama dirinya.Diam-diam Alex membeli sebuah kalung, sesuai dengan janjinya kepada Evelyn. Ia akan memberikan yang baru untuk Evelyn.Menjelang malam, Alex bersama Evelyn sudah berada di rumah. Seperti biasa, Alex menyiapkan makan malam untuk Evelyn.Namun, malam ini lebih spesial. Alex memasak sendiri di dapur Evelyn dengan disaksikan langsung oleh Evelyn.Pria bertubuh atletis itu sepertinya tidak pernah melupakan olahraga, dengan gerakan cekatan ia memasak membuat Evelyn terkagum."Waw, kamu s
Evelyn kembali tidak bisa tidur. Pikirannya kini tertuju kepada Alex. Apakah sudah tepat ia memilih Alex untuk mendampinginya?Selama ini memang Alex yang selalu ada untuknya, kadang, Evelyn merasa bukan tanpa alasan Alex baik kepadanya.Tapi, bukankah suatu kesalahan jika ia merebut Alex dari kekasihnya? Lalu apa bedanya ia dengan Dena?Dan, apakah sudah benar jika Alex harus bertanggung jawab atas sesuatu yang bukan kesalahannya?Evelyn mengusap perutnya perlahan, kehamilannya sudah memasuki usia empat bulan. Perut buncitnya perlahan mulai terlihat.Tanpa sadar Evelyn akhirnya tertidur.Di tempat lain, Malvin berdiri di balkon apartemen menghadap pemandangan kota. Tatapannya kosong.Seseorang memeluknya dari belakang."Apa yang kau pikirkan? Ini sudah larut, bisakah kita tidur?""Tidurlah duluan,aku masih ingin di sini."Dena enggan melepas pelukannya."Apa kau masih memikirkan Evelyn?"Malvin meliriknya
Alex mengeluarkan loyang dari dalam oven."Brownies, akan lebih nikmat jika dimakan dalam keadaan dingin.""Oh, ya?""Iya, apalagi menginap, rasa cokelatnya akan lebih mantab.""Jadi, aku dilarang mencobanya?""Boleh saja."Evelyn meraih loyang yang baru saja Alex letakkan di meja. Evelyn langsung berteriak dan menarik tangannya kembali.Alex meraih tangan Evelyn, dan mengguyurnya dengan air mengalir."Hati-hati, itu masih panas, bukankah aku baru saja mengeluarkannya dari oven? Kenapa kau menjadi sangat ceroboh?""Maaf, aku terlalu bersemangat.""Tunggu di sini."Alex membawa Evelyn duduk di ruang TV, lalu ia keluar untuk pulang dan mengambil obat untuk luka bakar.Alex memberi salep pada tangan Evelyn yang mulai memerah."Diamlah di sini, biar aku yang menyiapkan browniesnya untukmu."Evelyn mengangguk. "Terima kasih."Evelyn tidak tahu, kenapa Alex menjadi begitu sangat memanj
Jumat pagi, Evelyn telah bersiap-siap. Ditemani Alex, ia akan pergi ke pusat pembelanjaan bahan kue. Hal baru yang akan ia pelajari dan mulai ia minati.Sejak beberapa hari yang lalu, Evelyn jadi suka melihat tutorial membuat kue. Kesukaan itu bermula, saat Evelyn mulai suka ngemil, salah satu tanda kehamilannya yang tidak disadari oleh Evelyn.Evelyn juga sempat berpikir untuk berjualan kue, namun, ia perlu banyak belajar untuk itu. Dengan antusias ia menunjukkan kepada Alex, dan dengan senang hati Alex menawarkan diri untuk membantunya."Kamu ingin membuat kue apa?""Aku ingin brownies.""Baiklah, kita belanja bahan untuk membuat brownies.""Apa kau juga pandai membuat kue?""Sedikit."Alex dan Evelyn berjalan beriringan, memilih bahan premium untuk membuat kue."Apa kau memiliki oven?""Aku sudah membelinya secara online kemarin." Jawab Evelyn dengan tersenyum."Maaf kemarin aku terlalu sibuk." Kata Alex."Un
"Hamil?" Terdengar suara seseorang yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.Sontak Alex dan Evelyn melihat ke asal suara. Ia sangat terkejut karena Malvin sudah berdiri di sana."Malvin?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Evelyn karena terlalu terkejut melihat Malvin tiba-tiba berada di sana. Suatu kebetulan yang tidak pernah terpikir olehnya.Malvin berjalan mendekat dengan angkuhnya."Kau hamil? Dengan siapa? Pria Brengsek ini? Dasar Bajingan!" Malvin menghantam wajah Alex dengan keras.Reflek Evelyn menjerit histeris. "Alex!"Malvin tidak mempedulikan teriakan Evelyn, ia terus memukul Alex tanpa perlawanan dari Alex. Ia hanya bisa mengelak serangan Malvin yang kadang-kadang tetap tepat sasaran.Evelyn terus berteriak dan berusaha mengentikan Malvin. Tapi pria itu tetap tidak mau berhenti."Malvin, hentikan! Aku mohon." Evelyn mulai kembali menangis.Malvin menghentikan aksinya, Evelyn langsung berlari menghampi