Malvin menatap Evelyn tajam setelah pria itu menciumnya dengan sedikit kasar. Evelyn membalas tatapan Malvin tanpa mengatakan apapun.
"kenapa kamu mendiamkan aku ?" tanya Malvin lembut.
Evelyn hanya tetap diam dan terus menatap Malvin.
"kenapa kamu menghindariku ?" tanya Malvin lagi masih dengan lembut.
"perlukah aku menjawab pertanyaanmu ? Kenapa kamu tidak menanyakan itu pada hatimu?" jawab Evelyn tak kalah lembut.
"apa maksudmu ?" Malvin mulai kembali tersulut emosi, ia merindukan Evelyn, merindukan kehangatannya. Namun wanita itu seperti selalu sengaja menghindarinya.
"aku lelah, aku ingin istirahat" Evelyn sedikit mendorong Malvin mundur, lalu membuka pintu dan meninggalkan Malvin yang masih termangu.
"sial !" umpat Malvin sedikit berteriak.
Sebenarnya ia tahu, Evelyn tengah cemburu dengan sikap Marina yang selalu berusaha terlihat mesra dengan Malvin. Namun ia ingin wanitanya itu mengatakan padanya sehingga ia bisa meminta maaf padanya. Tapi sepertinya itu hal yang sulit.
Malvin berlari mengejar Evelyn yang sudah masuk ke dalam kamarnya, ia membuka hendel pintu kamar Evelyn dan menggeser daun pintunya.
Malvin melihat Evelyn duduk di sebelah ranjangnya, duduk dengan melipat kakinya dan menyembunyikan wajahnya di sela - sela kakinya, terdengar isakan tangis wanitanya itu. Evelyn tidak menyangka, baru beberapa minggu menjalin hubungan dengan bossnya, ia sudah merasakan hal ini.
Ia lalu mendekat dan duduk disebelahnya, menarik tubuh Evelyn untuk ia peluk. Malvin memeluk Evelyn yang semakin menangis. Diusapnya punggung wanita cantik itu.
"kamu milikku Malvin, dan aku milikmu ... kenapa kamu mencari kesenangan dengan wanita lain ?" kata Evelyn menyayat hati Malvin.
"aku tidak mencari kesenangan dengan wanita itu, aku hanya tidak tahu harus berbuat apa" ucap Malvin mengelak.
"kamu hanya perlu menolaknya"
"aku sudah mencobanya, tapi apa kamu tahu ? Dia sangat agresif ... dan ia juga mengancamku untuk melaporkannya pada papanya"
"jadi kamu takut dengan ancamannya ?"
"tidak ... bukan begitu, aku tidak ingin ribut masalah sepele dengan ayahku"
"ck !" Evelyn mendengus.
"aku mohon Ve, mengertilah ...."
"baiklah ...." jawab Evelyn dengan menghembuskan nafasnya beras dan beranjak dari duduknya.
"aku akan memaafkanmu dengan syarat"
Malvin mengerutkan dahinya
"biarkan orang lain tahu tentang kita ... apa kau keberatan ?"
"tentu tidak, kamu boleh melakukan apapun"
Malvin mengecup puncak kepala kekasihnya, ia berharap wanita itu tidak lagi mendiamkannya.
"aku lapar, aku ingin spagetti masakan kamu" kata Malvin.
Evelyn mengangguk lalu berdiri "akan aku buatkan untukmu, bersihkan tubuhmu dulu lalu kita makan malam"
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
Malvin menatap lapar spagetti didepannya. Tanpa menunggu lagi, ia memakan spagetti buatan Evelyn.
"rasanya enak seperti biasanya, dua hari tidak makan masakanmu, rasanya aku rindu"
Evelyn mencebikkan bibirnya, "nikmati makananmu, aku akan membersihkan tubuhku"
Evelyn pergi ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah 35 menit Evelyn selesai, dengan menggunakan dress santai motif bunga dan panjang selutut ia keluar kamar dan mendapati dua orang sedang duduk di ruang tamu Malvin.
Evelyn tahu siapa gadis yang duduk di seberang Malvin tengah memandang kekasihnya itu dengan tatapan tajam. Gadis itu adalah Marina, wanita yang membuatnya mengabaikan Malvin dua hari kemarin.
"rupanya, kita kedatangan tamu" kata Evelyn mendekati ruang tamu Malvin.
Sontak keduanya menoleh ke arah Evelyn.
"kamu ... apa yang kamu lakukan disini ?" tanya Marina.
Evelyn tersenyum "aku ? Seharusnya aku yang bertanya, untuk apa kamu kesini ... tidak cukupkah kamu menggoda kekasihku di kantor ?"
"apa ?" kata Marina terkejut.
"kamu terkejut ? Sekarang kamu tahu, Malvin adalah kekasihku ... jadi bisakah kamu tidak menggodanya ?" kata Evelyn mendekat pada Malvin.
"bukannya kamu adalah sekertaris Malvin ? Apa kamu sedang menggoda bossmu ?" tanya Marina ketus.
"Malvin memang bossku saat dikantor, tapi disini dia kekasihku" kini Evelyn sudah berdiri tepat disebelah Malvin yang duduk mendengar perdebatan dua perempuan yang sedang membicarakannya.
Lalu tanpa aba - aba Marina menarik kuat rambut panjang Evelyn hingga tubuhnya hampir terjatuh, beruntung dengan sigap Malvin menangkap tubuh Evelyn.
"Marina ! Apa - apaan kamu ?" bentak Malvin
"apa ? Kamu membelanya ? Katakan padaku bahwa semua yang dikatakannya bohong ...." Marina merengek.
"dia tidak bohong, karna aku memang mencintainya, jika tidak kenapa bisa ia berada disini" timpal Malvin.
Marina mendengus dan menghentakkan kakinya lalu pergi begitu saja keluar dari apartemen Malvin.
"kamu baik - baik saja ?" tanya Malvin.
"aku baik - baik saja, hanya terkejut" kata Evelyn.
"apa kamu baik - baik saja ?" tanya Evelyn pada Malvin. Ia yakin Malvin sedang memikirkan bagaimana akan menghadapi ayahnya, karna sudah bisa dipastikan, Marina merengek mengadu pada ayah Malvin.
"iya, aku baik - baik saja ... kamu terlihat begitu cantik memakai baju ini" kata Malvin berusaha mengalihkan pikirannya.
Ia ingat tadi sempat terperangah takjub melihat Evelyn begitu cantik saat keluar dari kamarnya. Tubuh besar dan tinggi namun sexy itu terlihat tetap anggun meski hanya menggunakan dress santai.
Evelyn membalas ucapan Malvin dengan kecupan singkat di bibirnya. "aku makan dulu" kata Evelyn dan beranjak menuju dapur, memakan spagetti buatannya yang sudah dingin.
Setelah menyelesaikan makannya, Evelyn kembali mendekati Malvin yang kini sedang berada di balkon luar. Ia memeluk Malvin dari belakang.
"aku tahu kamu sedang tidak baik - baik saja memikirkan kejadian tadi ... aku minta maaf tapi sungguh aku tidak ingin ada orang lain yang mendekatimu selain aku ...."
"aku baik - baik saja sayang, aku bisa menangani ini" ucap Malvin berbalik dan mendekap tubuh Evelyn.
"besok lusa kita akan ada acara makan malam dengan rekan kita karna ia sudah bertunangan, mereka mengundang kita" kata Malvin, Evelyn hanya mengangguk mendengarnya.
"aku sudah belikan gaun khusus untukmu" sambungnya.
"terima kasih sayang"
Tanpa terasa malam semakin larut, Malvin dan Evelyn masih betah berada di balkon luar apartemen Malvin.
"kita istirahat sayang, malam semakin dingin" ajak Malvin dengan membopong tubuh Evelyn.
Evelyn mengalungkan tangannya di leher Malvin, dan membenamkan kepalanya di dada pria itu. Malvin membawa Evelyn ke kamarnya.
"kenapa kamu tidak mengantarkanku ke kamarku ?"
"aku ingin menikmati malam bersamamu" jawab Malvin.
Ia merebahkan tubuh Evelyn di kasur dan menciumnya. Evelyn membalas ciuman itu dan mereka menikmati malam panas mereka.
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
Esok hari tidak seperti biasanya, dikantor terdengar berisik dengan beberapa karyawan berkumpul dan berbisik - bisik. Jeni berlari mendekati Evelyn dan Malvin.
"ada apa jen ?" tanya Evelyn, sedangkan Malvin terus melanjutkan jalannya menuju ruangannya dengan ekspresi datar.
"kamu jadi perbincangan mereka karna berita ini Ve" kata Jeni menunjukkan ponselnya.
Evelyn melihat ponsel yang ditunjukkan Jeni dan membaca judul berita disana.
"Tinggal serumah : sekretaris menggoda boss muda perusahaan Gerald dengan tubuhnya !" Evelyn terkejut dan menutup mulutnya.
Ia segera berlari menuju ruangan bossnya tanpa mempedulikan banyak pasang mata yang memperhatikan dan membicarakannya.
Evelyn berlari ke ruangan Malvin untuk memberi tahu berita yang baru saja ditunjukkan Jenifer padanya."Malvin ...." panggil Evelyn dengan nafas terengah - engah setelah sampai diruangan Malvin."ada apa ? Kenapa kamu terburu - buru seperti itu ?" tanya Malvin."kamu tahu kenapa karyawan disini berkumpul dan berbisik - bisik ? Mereka sedang membicarakan kita" kata Evelyn menunjukkan ponsel milik Jeni yang tadi dibawanya tanpa persetujuan pemiliknya.Tadi Evelyn langsung berlari membawa ponsel milik Jeni, setelah sahabatnya itu memberitahu berita yang sedang ramai di bicarakan teman - temannya."sial ... siapa yang membuat berita murahan seperti ini ?" tanya Malvin."tentu saja aku" kata Marina yang tiba - tiba masuk tanpa permisi ke dalam ruangan Malvin."bukankah itu benar ? Jadi sangat disayangkan jika berita besar seperti ini tidak dipublikasikan" lanju
Tuang Gerald memandang Malvin dan Evelyn secara bergantian seolah meminta penjelasan dari mereka berdua. Evelyn hanya diam menunggu Malvin menjelaskan kepada ayahnya."dia memang tinggal di apartemenku yah, karna aku yang memintanya ... kami sedang mengerjakan proyek besar yang membuatnya harus sering lembut di kantor, jadi aku memintanya untuk tinggal bersamaku""saat Marina datang, aku sedang makan dan Eve sedang mandi di kamarnya, kami tidak melakukan apa - apa" kata Malvin menjelaskan.Tuan Gerald masih dalam pembawaannya yang tenang, ia tidak mengatakan apapun, baginya wajar jika nyatanya Eve memang tinggal di apartemen putranya, karna memang ia adalah sekretarisnya."Marina, aku tunggu pengakuanmu saat konferensi pers besok ... dan aku tidak menerima penolakan" kata tuan Gerald seraya meninggalkan mereka bertiga.Malvin bangkit dan berjalan mendekati Evelyn."kau percaya padak
Pagi Evelyn disambut dengan turunnya hujan, sepertinya musim hujan sudah mulai datang. Beruntung hari ini adalah hari minggu jadi Evelyn libur bekerja. Ia memutuskan untuk berbelanja bulanan di supermarket di lantai 1 apartemen Malvin.Dengan ditemani Malvin ia belanja keperluan untuk sebulan kedepan."kamu mau masak apa hari ini ?" tanya Malvin."kamu mau dimasakin apa ?""aku mau soup daging""oke siap boss " Evelyn tersenyum dengan mengangkat tangannya. Malvin mengusap rambutnya gemas.Mereka berdua melanjutkan belanja, membeli minuman serta bumbu - bumbu yang diperlukan.Setelahnya mereka memasak bersama di dapur Malvin.Di sela - sela kegiatan memasak mereka, ada seseorang yang datang. Padahal hari sedang hujan. Malvin dan Evelyn saling pandang ketika ada yang memencet tombol di samping pintu apartemennya itu."biar aku yang buka" kata Ma
Malvin menghembuskan nafas lelah, ia membaringkan tubuhnya pada kasur empuk di kamar hotel yang ia sewa, ia mulai gelisah karna Evelyn tidak dapat dihubunginya sejak kemarin.Malvin sempat kesal pada ayahnya karna ia merasa telah dibohongi, tujuan ayahnya meminta Malvin ke Kanada sebenarnya untuk bertemu seorang gadis, putri dari teman ayahnya.Malvin teringat saat di bandara ia dijemput oleh seorang perempuan yang berpenampilan layaknya seorang bodyguard. Badannya yang tegap serta ekspresinya yang dingin dan tidak banyak bicara membuat mereka berdua hanya berdiam di dalam mobil, tanpa ada percakapan apapunKetika tiba di kediaman teman ayahnya, barulah Malvin tahu jika perempuan yang menjemputnya itu bukanlah seorang bodyguard melainkan putri mereka."Dena, ibu sudah melarangmu memakai pakaian seperti itu, jika kamu tetap berpenampilan seperti itu, maka tidak ada satu orang pria pun yang tertarik padamu" ucap nyony
Malvin membayar tagihannya dan segera berlari kecil menuju tempat dimana tadi ia memarkirkan mobil Dena sambil sesekali mengedarkan pandangannya mencari Dena.Sesampainya di tempat parkir, ia tidak menemukan yang ia cari. Mobil Dena tidak ada disana, wanita itu sudah pergi, Malvin tahu wanita itu pasti akan membuat ulah dan merepotkannya."sial !" umpatnya.Sedikit ada rasa penyesalan kenapa tadi ia memberikan kunci mobilnya pada Dena. Seharusnya, ia tidak mempercayai wanita itu begitu saja.Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, saat Malvin menuju rumah Robert menggunakan taxi, setelah menghabiskan waktunya di sebuah cafe untuk mengisi perutnya dan sedikit bersantai.Sebenarnya ia lelah dan ingin langsung kembali ke hotelnya, namun ternyata hotelnya lumayan jauh. Akhirnya ia putuskan untuk bersantai di sebuah cafe. Baru setelah itu ia melanjutkan ke rumah Robert, ayah Dena.Sesampa
Malvin mengambil pakaiannya di lemari dan kembali ke kamar mandi untuk mengenakannya. Selang lima menit, Malvin sudah terlihat rapi dengan celana pendek dan kaosnya.Malvin melihat selimutnya yang tadi berantakan sudah rapi dilipat. Ia melirik Dena yang duduk dikursi, ia yakin Dena yang melipat selimutnya. Malvin tersenyum dan mendekati Dena, kemudian duduk di kursi depan Dena yang terhalang oleh meja."jadi, apa yang membawamu kesini ?" tanya Malvin dengan ekspresi datar. Ia tidak ingin terlihat bahagia karna Dena memakai pakaian yang telah ia beli untuknya, menurutnya itu sudah cukup untuk menghargai usahanya kemarin."aku ingin minta maaf""aku tahu aku sudah keterlaluan, tapi mungkin benar kita bisa berteman, dengan begitu aku tidak perlu membencimu dan kamu pun tidak perlu membenciku""untuk apa aku harus membencimu ? Dan mengapa kamu membenciku ?" tanya Malvin serius."kamu be
Dena masih tertidur di pelukannya ketika Malvin terbangun. Ia melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul delapan malam. Televisi di kamarnya pun masih menyala.Malvin menggeser tubuh Dena dan bangkit dari tidurnya. Entah bagaimana bisa ia menjadi pria yang sangat brengsek. Seingatnya, ia begitu menjaga jarak dari wanita agar tidak mengecewakan banyak wanita.Terutama setelah Evelyn menjadi kekasihnya, ia benar - benar tidak menyangka hasratnya akan mudah tergoyah meski wanitanya bukan Evelyn.Malvin mengenakan celana pendeknya dan mencuci mukanya, kemudian ia menyesap minuman yang tadi ia pesan. Makanannya pun belum tersentuh oleh mereka berdua.Malvin mengambil ponselnya dan memotret Dena yang sedang tidur, menurutnya Dena terlihat begitu manis saat tidur.Jam menunjukkan pukul sembilan, Malvin mengecup pipi Dena yang membuatnya menggeliat bangun. Dena tertegun merasak
Malvin tengah duduk di ruang tunggu saat Evelyn sedang di periksa oleh dokter. Malvin gelisah karena ternyata Evelyn sedang sakit ketika ponselnya tidak bisa dihubungi.Malvin mengutuk dirinya, bisa - bisanya ia menghianati kekasihnya saat kekasihnya itu justru sakit karna berusaha tidak merindukannya.Dokter memanggil Malvin dan menjelaskan jika Evelyn baik - baik saja, ia demam karna sering telat makan, kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Dokter menyarankan ia dirawat sebentar sampai keadaannya membaik.Malvin menyutujui saran dokter, ia masuk ke ruangan tempat Evelyn di rawat. Malvin mendekat dan duduk di sebelah ranjang Evelyn"kenapa kamu tidak mendengarkan perkataanku? " kata Malvin menggenggam tangan Evelyn.Evelyn hanya tersenyum "aku merindukanmu" hanya itu kata yang keluar dari mulutnya."aku berkata jangan terlalu lelah dan jangan terlalu b
Malvin telah mendapat hasil pemeriksaan Dokter yang dikirim ke alamat kantornya.Setelah membaca isi dari surat tersebut, Malvin langsung menghubungi Shella."Batalkan semua janji hari ini." Kata Malvin setelah telephonnya tersambung."Tapi, Tuan Malvin, hari ini ada rapat penting.""Aku ada urusan yang lebih penting. Kita bisa mengatur kembali jadwal rapat." Malvin tidak ingin mendengar penolakan."Baik, Tuan. Saya akan segera membatalkan dan menjadwalkan ulang.""Bagus."Malvin memutus sambungan telephon, ia merapikan meja kerja dan segera keluar dari ruangannya.Melihat Malvin keluar dari ruangan, Shella buru-buru bangkit untuk menanyakan ke mana Bosnya itu akan pergi. Namun, suaranya terhenti karena langkah kaki Malvin yang lebar membuatnya segera hilang dari pandangan.Shella hanya mengembuskan napas dan akhirnya berpasrah mengerjakan tugas yang di berikan oleh Bosnya.Malvin segera melajukan mobilnya menuju
Setelah pulang dari rumah Jenifer, Evelyn jadi lebih banyak diam. Alex masih dengan sabar menemaninya. Mereka berdua duduk di ruang tengah di rumah Evelyn."Apa kau ingin kita mendaftar olahraga khusus untukmu hari ini?"Evelyn yang bersandar di dada Alex hanya menggeleng. Alex mengusap lembut rambut Evelyn penuh kasih sayang."Apa kau ingin kita membuat kue resep baru?"Evelyn lagi-lagi hanya menggeleng. Ia memainkan kancing kemeja milik Alex dengan masih menyandarkan kepalanya di dadanya."Apa kau ingin melihat gaun pernikahan yang akan kau kenakan di pernikahan kita?"Evelyn mendongak, tangannya terulur menyentuh dagu Alex dan mengusapnya dengan lembut.Alex menatapnya penuh kasih sayang, ia sedikit terkejut dengan tindakan Evelyn. Namun, ia tersenyum."Ada apa, Sayang?""Apa kau serius ingin menikahi ku?""Kau masih menanyakan hal itu? Apa kau meragukanku? Aku sudah menyiapkan pesta kecil untuk pernikahan kita
Kejadian yang mempertemukan Evelyn dengan Malvin tanpa sengaja sangat mengguncang Evelyn. Kabar pernikahan mereka sudah cukup menyakitinya, namun, ia bisa mengatasinya jika saja Malvin tidak datang secara tiba-tiba.Pertemuan mereka seolah menguak luka lama yang telah susah payah Evelyn mengobatinya.Alex hanya diam karena ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya tetap berusaha berada di sisi Evelyn dan memeluknya.Malvin telah mengetahui semua kenyataannya. Alex pikir, jika saja dirinya di posisi Malvin, ia akan terus memperjuangkan Evelyn.Namun, Alex tidak tahu apa yang di pikiran Malvin, dan apa yang akan dilakukannya. Alex hanya bisa menebak-nebak dan menyiapkan diri apa pun yang akan terjadi selanjutnya.Malam itu, Evelyn kembali tertidur di pelukan Alex, ia terlalu lelah menangis. Siang hari setelah pergi begitu saja dari rumah Jenifer, mereka berdua menginap di sebuah hotel yang tidak jauh dari rumah Jenifer.Alex tidak tahan membiark
"Cium aku, Malvin.""Apa?!""Cium aku."Malvin hanya diam dan memalingkan wajahnya. Dena segera menarik tubuh Malvin dan menciumnya.Malvin tertegun, dan ketika ia sadar, ia segera mendorong tubuh Dena menjauh."Kenapa?"Malvin tetap diam dan menatap Dena."Kenapa kamu tidak mau menciumku? Kita bahkan pernah tidur bersama. Kenapa, Malvin?""Hentikan, Dena!" Kata Malvin marah."Apa?!" Jawab Dena tak kalah marah."Sebaiknya kau pulang ke rumahmu." Kata Malvin seraya meninggalkan Dena sendiri di ruangan itu.Malvin masuk ke dalam kamar, dengan menutup keras pintunya. Ia mengusap kasar wajahnya.Malvin menyadari, semua ini memang bermula karena kesalahannya. Ia tak sanggup untuk menjalani kehidupan bersama Dena. Namun, ia juga tak mampu membawa Evelyn kembali kepadanya.Malvin masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan air dingin dan membiarkan tubuhnya basah tersiram air beserta pakaian yang masih melekat d
Alex menemani Evelyn berbelanja keperluan ibu hamil, ia membeli beberapa pakaian yang nyaman digunakan ketika hamil."Apa kau ingin mengikuti senam ibu hamil?""Tentu.""Aku akan menemanimu mendaftar besok."Evelyn mengangguk. Hari ini ia bersenang-senang, Alex tidak memberinya kesempatan untuk bersedih.Pria bermata sipit dan memiliki kulit putih itu ingin Evelyn melupakan masa lalunya, dan memulai kehidupan baru bersama dirinya.Diam-diam Alex membeli sebuah kalung, sesuai dengan janjinya kepada Evelyn. Ia akan memberikan yang baru untuk Evelyn.Menjelang malam, Alex bersama Evelyn sudah berada di rumah. Seperti biasa, Alex menyiapkan makan malam untuk Evelyn.Namun, malam ini lebih spesial. Alex memasak sendiri di dapur Evelyn dengan disaksikan langsung oleh Evelyn.Pria bertubuh atletis itu sepertinya tidak pernah melupakan olahraga, dengan gerakan cekatan ia memasak membuat Evelyn terkagum."Waw, kamu s
Evelyn kembali tidak bisa tidur. Pikirannya kini tertuju kepada Alex. Apakah sudah tepat ia memilih Alex untuk mendampinginya?Selama ini memang Alex yang selalu ada untuknya, kadang, Evelyn merasa bukan tanpa alasan Alex baik kepadanya.Tapi, bukankah suatu kesalahan jika ia merebut Alex dari kekasihnya? Lalu apa bedanya ia dengan Dena?Dan, apakah sudah benar jika Alex harus bertanggung jawab atas sesuatu yang bukan kesalahannya?Evelyn mengusap perutnya perlahan, kehamilannya sudah memasuki usia empat bulan. Perut buncitnya perlahan mulai terlihat.Tanpa sadar Evelyn akhirnya tertidur.Di tempat lain, Malvin berdiri di balkon apartemen menghadap pemandangan kota. Tatapannya kosong.Seseorang memeluknya dari belakang."Apa yang kau pikirkan? Ini sudah larut, bisakah kita tidur?""Tidurlah duluan,aku masih ingin di sini."Dena enggan melepas pelukannya."Apa kau masih memikirkan Evelyn?"Malvin meliriknya
Alex mengeluarkan loyang dari dalam oven."Brownies, akan lebih nikmat jika dimakan dalam keadaan dingin.""Oh, ya?""Iya, apalagi menginap, rasa cokelatnya akan lebih mantab.""Jadi, aku dilarang mencobanya?""Boleh saja."Evelyn meraih loyang yang baru saja Alex letakkan di meja. Evelyn langsung berteriak dan menarik tangannya kembali.Alex meraih tangan Evelyn, dan mengguyurnya dengan air mengalir."Hati-hati, itu masih panas, bukankah aku baru saja mengeluarkannya dari oven? Kenapa kau menjadi sangat ceroboh?""Maaf, aku terlalu bersemangat.""Tunggu di sini."Alex membawa Evelyn duduk di ruang TV, lalu ia keluar untuk pulang dan mengambil obat untuk luka bakar.Alex memberi salep pada tangan Evelyn yang mulai memerah."Diamlah di sini, biar aku yang menyiapkan browniesnya untukmu."Evelyn mengangguk. "Terima kasih."Evelyn tidak tahu, kenapa Alex menjadi begitu sangat memanj
Jumat pagi, Evelyn telah bersiap-siap. Ditemani Alex, ia akan pergi ke pusat pembelanjaan bahan kue. Hal baru yang akan ia pelajari dan mulai ia minati.Sejak beberapa hari yang lalu, Evelyn jadi suka melihat tutorial membuat kue. Kesukaan itu bermula, saat Evelyn mulai suka ngemil, salah satu tanda kehamilannya yang tidak disadari oleh Evelyn.Evelyn juga sempat berpikir untuk berjualan kue, namun, ia perlu banyak belajar untuk itu. Dengan antusias ia menunjukkan kepada Alex, dan dengan senang hati Alex menawarkan diri untuk membantunya."Kamu ingin membuat kue apa?""Aku ingin brownies.""Baiklah, kita belanja bahan untuk membuat brownies.""Apa kau juga pandai membuat kue?""Sedikit."Alex dan Evelyn berjalan beriringan, memilih bahan premium untuk membuat kue."Apa kau memiliki oven?""Aku sudah membelinya secara online kemarin." Jawab Evelyn dengan tersenyum."Maaf kemarin aku terlalu sibuk." Kata Alex."Un
"Hamil?" Terdengar suara seseorang yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.Sontak Alex dan Evelyn melihat ke asal suara. Ia sangat terkejut karena Malvin sudah berdiri di sana."Malvin?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Evelyn karena terlalu terkejut melihat Malvin tiba-tiba berada di sana. Suatu kebetulan yang tidak pernah terpikir olehnya.Malvin berjalan mendekat dengan angkuhnya."Kau hamil? Dengan siapa? Pria Brengsek ini? Dasar Bajingan!" Malvin menghantam wajah Alex dengan keras.Reflek Evelyn menjerit histeris. "Alex!"Malvin tidak mempedulikan teriakan Evelyn, ia terus memukul Alex tanpa perlawanan dari Alex. Ia hanya bisa mengelak serangan Malvin yang kadang-kadang tetap tepat sasaran.Evelyn terus berteriak dan berusaha mengentikan Malvin. Tapi pria itu tetap tidak mau berhenti."Malvin, hentikan! Aku mohon." Evelyn mulai kembali menangis.Malvin menghentikan aksinya, Evelyn langsung berlari menghampi