Keesokan harinya Evelyn tidak masuk kerja, ia masih menginap di rumah Jeni. Kemarin, ia sama sekali tidak bisa tidur dengan tenang. Pikirannya melayang entah kemana.
Evelyn mengingat saat pertama kali mereka bertemu, Malvin merupakan kakak kelas yang pintar, dan menjadi idola teman - temannya. Namun, Malvin yang memang cuek sama sekali tidak menghiraukan mereka yang sering berteriak memanggil namanya.
Saat itu Evelyn hendak pulang sekolah ketika tiba - tiba di hadang beberapa anak brandal yang mengganggunya. Evelyn berteriak histeris meminta pertolongan yang sangat minim kemungkinan karena jalan yang sangat sepi.
Namun entah dari arah mana Malvin datang bagai malaikat penolong, ia membantu menyelamatkan Evelyn dan mengantarnya pulang.
Sejak saat itu Evelyn sangat mengagumi Malvin dan diam - diam selalu memperhatikannya. Evelyn mencintai Malvin dalam diam tidak seperti teman - temannya yang lain dengan te
Evelyn berjalan menuju apartemennya setelah berbelanja kebutuhan untuk memasak. Ia berjalan sendiri dengan membawa tas belanjaan yang penuh dengan barang.Evelyn terkejut ketika sampai di depan pintu apartemennya ada seseorang yang menunggunya."apa yang kau lakukan disini? " tanya Evelyn."aku menunggumu."Evelyn membuka pintu apartemen dan masuk tanpa menghiraukan Malvin."ada keperluan apa yang membuatmu harus datang sendiri kesini.""aku merindukanmu Ve, aku bersungguh - sungguh... Kita bisa memperbaiki hubungan ini, percayalah... ""hubungan seperti apa yang engkau harapkan? Kau bahkan tak mampu menolak perjodohan itu.""Ve, kita belum mencobanya.""sudahlah Malvin.""aku membutuhkanmu untuk meyakinkan mereka."Evelyn hanya diam, ia tak yakin mampu mempertahankan hubunga
Evelyn diam tertegun, ia menunduk dengan menahan tangisnya. Memang sangat tidak mudah baginya. Bayangan Malvin yang tengah berhianat selalu hadir menjadi mimpi buruknya.Evelyn tersenyum mengusap tangan Malvin yang melingkar di perutnya."aku juga merindukanmu." tak di pungkiri memang Evelyn juga merindukan Malvin, bahkan sangat merindukannya."apa kau lelah? Aku akan menyiapkan air hangat untukmu." Evelyn berjalan menuju kamar mandi."terima kasih."Evelyn menunggu Malvin di ruang tamu dengan menonton tayangan tv. Apartemen Evelyn memang tidak terlalu besar. Hanya ada satu kamar, satu dapur dan ruang tamu yang juga merangkap sebagai ruang tv.Evelyn menikmati kebahagiaannya bersama Malvin hanya dengan menonton tv dan bercanda, seperti sudah sangat lama mereka tidak merasakan kebahagiaan seperti ini."apa kamu tidak kembali ke rumahmu?
Malvin membopong tubuh Evelyn menuju kamar Malvin. Evelyn kembali merasakan nyeri di hatinya, sakit itu masih ada, bahkan sangat jelas terasa.Evelyn memejamkan mata, berharap bisa melupakan kejadian yang menghancurkan jiwanya dan menikmati sentuhan Malvin yang terus menciumnya penuh gairah.Hati Evelyn bergemuruh, sakit itu terus terasa. Ia sama sekali tak bergairah. Bahkan ia sama sekali tak membalas sentuhan dari Malvin meski pria itu terus menyerangnya dan berharap Evelyn membalasnya.Tiba - tiba Evelyn merasa mual, ia meraih tangan Malvin yang telah berhasil melepas pakaiannya dan kini tengah menggengam dua dadanya. Memberikan isyarat untuk berhenti dan Evelyn segera berlari menuju kamar mandi.Evelyn memuntahkan semua isi perutnya, Malvin yang awalnya terlihat kecewa kini justru merasa sangat khawatir melihat keadaan Evelyn."Apa kamu sakit ? Kita akan ke dokter sekaran
Evelyn melihat ada dua orang paruh baya tengah duduk lemas di depan kamar dimana Sherly dirawat. Ia langsung mendekati mereka berdua."Apa anda orang tua Sherly? ""Iya, Sherly di dalam ... dokter ada di dalam sedang memeriksanya.""Semoga dia baik - baik saja." Evelyn meremas kedua tangannya sendiri."Tenanglah." Malvin menenangkan."Apa kamu temannya?" tanya ibu Sherly."Iya, kami tetangganya." Evelyn menjawab dengan menunjuk dirinya dan Malvin."Apa kalian mengenal pria yang bersamanya? " tanya ibu Sherly antusias."Aku yakin, laki - laki itu yang melakukannya." lanjutnya dengan menangis."Sudahlah bu, tenanglah sedikit." kata ayah Sherly menenangkan."Maaf bi, kami tidak mengenal pria yang bersamanya." kata Evelyn.Tak lama dokter membuka pintu ruangan dimana Sherly dirawat.
Evelyn tengah berada di sebuah mobil menuju ke luar kota. Ia bertekad untuk pindah ke luar kota agar Malvin tidak mudah menemukannya. Evelyn teringat di malam saat ia kerumah orang tua Malvin setelah Dena berkunjung ke apartemennya malam itu. Bukan bertemu Malvin, ayah Malvin malah mempersilahkan duduk karena ingin berbincang sebentar dengannya."Bagaimana kabarmu? " ayah Malvin membuka percakapan mereka."Seperti yang anda lihat tuan Gerald, saya baik - baik saja." Padahal tampak jelas dari raut wajahnya, Evelyn sedang tidak baik - baik saja. Ia sulit tidur di malam hari hingga kantung matanya tebal. Serta nafsu makannya yang telah berubah."Aku akan langsung pada intinya Eve."Evelyn menatap lurus mantan boss dan juga ayah Malvin di depannya."Aku tahu kau memiliki hubungan dengan anakku, aku juga tahu Malvin sangat mencintaimu, tapi aku memohon padamu, relakan Malvin untuk
Matahari sudah menunjukkan sinarnya. Evelyn telah selesai membersihkan barang - barangnya. Kini ia hanya tinggal untuk mengepel lantainya.Evelyn bersiap untuk keluar membeli beberapa peralatan kebersihan. Ia keluar dan membuka pagar rumahnya. Tiba - tiba ada seorang pria mendekatinya dan bertanya."Apa kau penduduk baru disini? ""Iya benar.""Perkenalkan aku Alex," Pria itu mengulurkan tangannya.Evelyn hanya sekilas milirik tangannya tanpa meraihnya."Emb, tenanglah ... aku bukan orang jahat. Aku tinggal di rumah baris ketiga dari sini." Evelyn mengikuti arah pandang yang ditunjukkan pria di depannya."Senang berkenalan denganmu, tapi maaf aku sedang terburu - buru."Evelyn berjalan kaki mencari toko untuk membeli beberapa perlengkapan kebersihan. Ia sedang malas untuk mengendarai mobilnya. Ia pikir, ia akan berjalan
Malvin mencoba untuk kembali sibuk dengan pekerjaannya, ia belum mendapatkan jawaban dari orang yang dimintanya untuk membantu mencari Evelyn.Ia tengah memandang beberapa foto kebersamaan mereka. Ia tidak menyangka, hatinya akan terasa begitu hancur karena wanita. Malvin meremas bollpoint di tangannya. Kemudian melemparkannya ke sembarang arah.Tok, tok, tok.Malvin menatap pintu ruangan saat sekretrisnya membuka pintu itu tanpa menunggu jawaban darinya."Maaf tuan Malvin, ada seseorang yang mencarimu""Siapa? "Dena menyerobot masuk ke dalam ruangan Malvin tanpa menunggu jawaban dari sekretaris barunya."Pergilah," kata Malvin kepada sekretarisnya.Dena berjalan menuju sofa di ruangan Malvin setelah melihat sekretarisnya menutup pintu ruangan itu."Aku hanya akan meminta jatah waktumu untu
Malvin tidak langsung pulang setelah mengantar Dena kerumahnya. Ia mengemudikan mobilnya menuju apartemen Evelyn. Evelyn telah menjual apartemennya dan Malvin sengaja membelinya.Ya, setiap hari Malvin datang untuk sekedar melepas rindunya. Menurut Malvin, aroma Evelyn masih tertinggal di rumahnya. Dan Malvin sangat merindukannya."Aku akan pergi beberapa saat, jadi aku tidak akan mengunjungimu untuk sementara waktu." Malvin berkata seolah Evelyn berada disana.Setelah agak lama, Malvin menghembuskan nafas, lalu bangkit menuju kamar mandi. Ia membersihkan diri dan memutuskan untuk tidur di apartemen itu malam ini.Keesokan harinya, Malvin pulang kerumahnya untuk menyiapkan pakaiannya selama pergi ke Bandung. Terdengar nada pesan di ponselnya berbunyi dan Malvin segera meraih ponselnya."Jemput aku jam dua belas siang." pesan dari Dena."Ya." hanya itu p
Malvin telah mendapat hasil pemeriksaan Dokter yang dikirim ke alamat kantornya.Setelah membaca isi dari surat tersebut, Malvin langsung menghubungi Shella."Batalkan semua janji hari ini." Kata Malvin setelah telephonnya tersambung."Tapi, Tuan Malvin, hari ini ada rapat penting.""Aku ada urusan yang lebih penting. Kita bisa mengatur kembali jadwal rapat." Malvin tidak ingin mendengar penolakan."Baik, Tuan. Saya akan segera membatalkan dan menjadwalkan ulang.""Bagus."Malvin memutus sambungan telephon, ia merapikan meja kerja dan segera keluar dari ruangannya.Melihat Malvin keluar dari ruangan, Shella buru-buru bangkit untuk menanyakan ke mana Bosnya itu akan pergi. Namun, suaranya terhenti karena langkah kaki Malvin yang lebar membuatnya segera hilang dari pandangan.Shella hanya mengembuskan napas dan akhirnya berpasrah mengerjakan tugas yang di berikan oleh Bosnya.Malvin segera melajukan mobilnya menuju
Setelah pulang dari rumah Jenifer, Evelyn jadi lebih banyak diam. Alex masih dengan sabar menemaninya. Mereka berdua duduk di ruang tengah di rumah Evelyn."Apa kau ingin kita mendaftar olahraga khusus untukmu hari ini?"Evelyn yang bersandar di dada Alex hanya menggeleng. Alex mengusap lembut rambut Evelyn penuh kasih sayang."Apa kau ingin kita membuat kue resep baru?"Evelyn lagi-lagi hanya menggeleng. Ia memainkan kancing kemeja milik Alex dengan masih menyandarkan kepalanya di dadanya."Apa kau ingin melihat gaun pernikahan yang akan kau kenakan di pernikahan kita?"Evelyn mendongak, tangannya terulur menyentuh dagu Alex dan mengusapnya dengan lembut.Alex menatapnya penuh kasih sayang, ia sedikit terkejut dengan tindakan Evelyn. Namun, ia tersenyum."Ada apa, Sayang?""Apa kau serius ingin menikahi ku?""Kau masih menanyakan hal itu? Apa kau meragukanku? Aku sudah menyiapkan pesta kecil untuk pernikahan kita
Kejadian yang mempertemukan Evelyn dengan Malvin tanpa sengaja sangat mengguncang Evelyn. Kabar pernikahan mereka sudah cukup menyakitinya, namun, ia bisa mengatasinya jika saja Malvin tidak datang secara tiba-tiba.Pertemuan mereka seolah menguak luka lama yang telah susah payah Evelyn mengobatinya.Alex hanya diam karena ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya tetap berusaha berada di sisi Evelyn dan memeluknya.Malvin telah mengetahui semua kenyataannya. Alex pikir, jika saja dirinya di posisi Malvin, ia akan terus memperjuangkan Evelyn.Namun, Alex tidak tahu apa yang di pikiran Malvin, dan apa yang akan dilakukannya. Alex hanya bisa menebak-nebak dan menyiapkan diri apa pun yang akan terjadi selanjutnya.Malam itu, Evelyn kembali tertidur di pelukan Alex, ia terlalu lelah menangis. Siang hari setelah pergi begitu saja dari rumah Jenifer, mereka berdua menginap di sebuah hotel yang tidak jauh dari rumah Jenifer.Alex tidak tahan membiark
"Cium aku, Malvin.""Apa?!""Cium aku."Malvin hanya diam dan memalingkan wajahnya. Dena segera menarik tubuh Malvin dan menciumnya.Malvin tertegun, dan ketika ia sadar, ia segera mendorong tubuh Dena menjauh."Kenapa?"Malvin tetap diam dan menatap Dena."Kenapa kamu tidak mau menciumku? Kita bahkan pernah tidur bersama. Kenapa, Malvin?""Hentikan, Dena!" Kata Malvin marah."Apa?!" Jawab Dena tak kalah marah."Sebaiknya kau pulang ke rumahmu." Kata Malvin seraya meninggalkan Dena sendiri di ruangan itu.Malvin masuk ke dalam kamar, dengan menutup keras pintunya. Ia mengusap kasar wajahnya.Malvin menyadari, semua ini memang bermula karena kesalahannya. Ia tak sanggup untuk menjalani kehidupan bersama Dena. Namun, ia juga tak mampu membawa Evelyn kembali kepadanya.Malvin masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan air dingin dan membiarkan tubuhnya basah tersiram air beserta pakaian yang masih melekat d
Alex menemani Evelyn berbelanja keperluan ibu hamil, ia membeli beberapa pakaian yang nyaman digunakan ketika hamil."Apa kau ingin mengikuti senam ibu hamil?""Tentu.""Aku akan menemanimu mendaftar besok."Evelyn mengangguk. Hari ini ia bersenang-senang, Alex tidak memberinya kesempatan untuk bersedih.Pria bermata sipit dan memiliki kulit putih itu ingin Evelyn melupakan masa lalunya, dan memulai kehidupan baru bersama dirinya.Diam-diam Alex membeli sebuah kalung, sesuai dengan janjinya kepada Evelyn. Ia akan memberikan yang baru untuk Evelyn.Menjelang malam, Alex bersama Evelyn sudah berada di rumah. Seperti biasa, Alex menyiapkan makan malam untuk Evelyn.Namun, malam ini lebih spesial. Alex memasak sendiri di dapur Evelyn dengan disaksikan langsung oleh Evelyn.Pria bertubuh atletis itu sepertinya tidak pernah melupakan olahraga, dengan gerakan cekatan ia memasak membuat Evelyn terkagum."Waw, kamu s
Evelyn kembali tidak bisa tidur. Pikirannya kini tertuju kepada Alex. Apakah sudah tepat ia memilih Alex untuk mendampinginya?Selama ini memang Alex yang selalu ada untuknya, kadang, Evelyn merasa bukan tanpa alasan Alex baik kepadanya.Tapi, bukankah suatu kesalahan jika ia merebut Alex dari kekasihnya? Lalu apa bedanya ia dengan Dena?Dan, apakah sudah benar jika Alex harus bertanggung jawab atas sesuatu yang bukan kesalahannya?Evelyn mengusap perutnya perlahan, kehamilannya sudah memasuki usia empat bulan. Perut buncitnya perlahan mulai terlihat.Tanpa sadar Evelyn akhirnya tertidur.Di tempat lain, Malvin berdiri di balkon apartemen menghadap pemandangan kota. Tatapannya kosong.Seseorang memeluknya dari belakang."Apa yang kau pikirkan? Ini sudah larut, bisakah kita tidur?""Tidurlah duluan,aku masih ingin di sini."Dena enggan melepas pelukannya."Apa kau masih memikirkan Evelyn?"Malvin meliriknya
Alex mengeluarkan loyang dari dalam oven."Brownies, akan lebih nikmat jika dimakan dalam keadaan dingin.""Oh, ya?""Iya, apalagi menginap, rasa cokelatnya akan lebih mantab.""Jadi, aku dilarang mencobanya?""Boleh saja."Evelyn meraih loyang yang baru saja Alex letakkan di meja. Evelyn langsung berteriak dan menarik tangannya kembali.Alex meraih tangan Evelyn, dan mengguyurnya dengan air mengalir."Hati-hati, itu masih panas, bukankah aku baru saja mengeluarkannya dari oven? Kenapa kau menjadi sangat ceroboh?""Maaf, aku terlalu bersemangat.""Tunggu di sini."Alex membawa Evelyn duduk di ruang TV, lalu ia keluar untuk pulang dan mengambil obat untuk luka bakar.Alex memberi salep pada tangan Evelyn yang mulai memerah."Diamlah di sini, biar aku yang menyiapkan browniesnya untukmu."Evelyn mengangguk. "Terima kasih."Evelyn tidak tahu, kenapa Alex menjadi begitu sangat memanj
Jumat pagi, Evelyn telah bersiap-siap. Ditemani Alex, ia akan pergi ke pusat pembelanjaan bahan kue. Hal baru yang akan ia pelajari dan mulai ia minati.Sejak beberapa hari yang lalu, Evelyn jadi suka melihat tutorial membuat kue. Kesukaan itu bermula, saat Evelyn mulai suka ngemil, salah satu tanda kehamilannya yang tidak disadari oleh Evelyn.Evelyn juga sempat berpikir untuk berjualan kue, namun, ia perlu banyak belajar untuk itu. Dengan antusias ia menunjukkan kepada Alex, dan dengan senang hati Alex menawarkan diri untuk membantunya."Kamu ingin membuat kue apa?""Aku ingin brownies.""Baiklah, kita belanja bahan untuk membuat brownies.""Apa kau juga pandai membuat kue?""Sedikit."Alex dan Evelyn berjalan beriringan, memilih bahan premium untuk membuat kue."Apa kau memiliki oven?""Aku sudah membelinya secara online kemarin." Jawab Evelyn dengan tersenyum."Maaf kemarin aku terlalu sibuk." Kata Alex."Un
"Hamil?" Terdengar suara seseorang yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.Sontak Alex dan Evelyn melihat ke asal suara. Ia sangat terkejut karena Malvin sudah berdiri di sana."Malvin?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Evelyn karena terlalu terkejut melihat Malvin tiba-tiba berada di sana. Suatu kebetulan yang tidak pernah terpikir olehnya.Malvin berjalan mendekat dengan angkuhnya."Kau hamil? Dengan siapa? Pria Brengsek ini? Dasar Bajingan!" Malvin menghantam wajah Alex dengan keras.Reflek Evelyn menjerit histeris. "Alex!"Malvin tidak mempedulikan teriakan Evelyn, ia terus memukul Alex tanpa perlawanan dari Alex. Ia hanya bisa mengelak serangan Malvin yang kadang-kadang tetap tepat sasaran.Evelyn terus berteriak dan berusaha mengentikan Malvin. Tapi pria itu tetap tidak mau berhenti."Malvin, hentikan! Aku mohon." Evelyn mulai kembali menangis.Malvin menghentikan aksinya, Evelyn langsung berlari menghampi