Studio foto yang begitu besar dengan aneka karya seni mahal. Zara berhasil menginjakkan kaki di tempat itu. Wajahnya menuntut jawaban."Apa maksudmu?"Tanpa basa-basi menunjukkan gumpalan kertas yang mengancam nyawanya. Forin tengah bersolek di meja rias pun berbalik badan, terkejut Zara berani muncul menggunakan pakaian pelayan. "Ah, kupikir kau akan merubah penampilanmu lagi, Cosplayer." senyum yang anggun, tetapi menipu. Zara berdecak ringan. "Maaf saja, aku takut membuatmu tersaingi, Nona." sudut bibir kirinya tersungging. Forin langsung berdiri tersulut. Zara semakin waspada dengannya. 'Benar kata Alexa. Dia baru pulang, tapi sudah merujuk ke pemotretan lain. Pasti demi memiliki waktu senggang bersama Ryo,' pikirnya. "Ketahuan, ya? Ternyata kau masih mengenali darah Ryo. Apa kau juga mengingat kisah cinta kalian?" dahi Forin berkerut. Senyum Zara tersungging manis. "Sampah yang telah lebur bersama debu tidak perlu diingat. Jawab saja pertanyaanku," tegasnya. "Kau ini!
Sunyi begitu menekan batin. Alexa mulai menyadarinya lagi, tentang apa pengaruh Zara terhadap atasannya. Azuma pergi, pandangan Alexa langsung turun. Dia bersandar lemah tetap memandang jendela. "Kenapa kalian memiliki persamaan? Zara, aku membantumu membalas dendam, tapi cara ini menjauhkanku dari Tuan. Aku tidak menyukainya." Pintu terbuka mengejutkan Alexa, meksipun dia tak bergerak."Kalau begitu, kenapa tidak menikmatinya saja bersamaku?" Alexa kembali duduk tegak."Zack?" Laki-laki itu perlahan mendekati jendela. Pintu dibiarkan terbuka. "Hah, rembulan, ya?" Terdapat pantulan cahaya bulan di matanya. Senyum Zack tersungging. "Sama seperti dirimu," sambungnya tanpa berpaling. Sontak Alexa berdiri. "Apa maksudmu?" Zack berbalik dan memasukkan tangan ke saku celana. "Entahlah! Menurutmu?" Alexa berdecak pelan. "Jangan mengusikku!" dia membuang muka. Zack terkekeh. "Sang Dewi Bulan sedang tersenyum pada kita. Tidak bisakah akur sejenak?" meneleng menggoda Alexa. "La
"Selamat malam, Tuan Putri. Apa tidurmu nyenyak?" Gelap terang berpadu di gudang pengap. Perlahan Zara membuka mata.Mengerjap menyesuaikan pandangan. Merasakan aroma dan atap yang berbeda. Lalu, sadar tubuhnya tidak bisa bergerak.Dia tersentak."Di mana aku?" Matanya terbuka lebar. Kaki dan tangan terikat kuat. Pergerakannya dibatasi, bahkan meronta pun mustahil. Zara terbaring di ranjang kecil yang dikelilingi barang berdebu. 'Astaga, penculikan? Bagaimana aku bisa ada di sini?' batinnya bingung.Menatap sekeliling gundah. Tak mengelak jantungnya mulai berdenyut cepat. 'Tenang, Zara. Ini hanya jebakan. Ah, suara tadi?' pikirnya menemukan sesuatu. Menoleh tajam ke segala arah. "Siapa di sana? Lepaskan aku!" sentak Zara tanpa takut. Tawa pun terdengar menggema di ruangan. Kerutan dahi Zara semakin bertambah. 'Sial! Aku tidak bisa bergerak!' batinnya lagi. Decakan halus keluar bertubi-tubi dari bibir Zara. Suara itu terasa berat di telinga Zara hingga menggerogoti seluruh ke
"Beraninya kau menyentuh orang yang disayangi Tuan! Tidak akan kumaafkan!" rahang Alexa bergetar hebat. Ryo angkat tangan. "Wah, wah, aku belum sempat menyentuhnya, kalian sudah datang. Sesuai prediksiku, kalian yang akan mengambilnya. Maka dari itu sudah kupersiapkan sesuatu."Sebuah Remote Control diambil dari saku kemeja dan Ryo menekan satu tombol. Seketika penjara besi turun dari langit-langit mengurung Alexa dan Zack. "Apa?!" Zack sampai berdiri dan menendang orang yang dia duduki. Mereka berdua terkurung saling bertolak punggung memandang penjara."Dia punya besi besar seperti ini? Aku salah menilainya."Alexa sedikit kagum. Bukannya takut, matanya justru berkilau. Zack melipat tangan di dada. "Aku telah meremehkannya. Orang-orang di dekat Zara sangat berbahaya. Pantas saja Zara sangat pintar dan tegas," gumam Zack. "Kekuasaanku tidak hilang sepenuhnya. Memindahkan penjara adalah hal kecil. Aku akan merintis usahaku lagi perlahan-lahan. Setelah itu membawa kalian ke jura
Kehangatan duniawi yang tidak bisa dibandingkan. Konon katanya tempat perlindungan ternyaman bagi wanita. Kini Zara merasakannya. Gadis itu tersadar. Dia melenguh menyesuaikan deru napas dan pandangan. Entah mengapa tubuhnya yang lemas terasa bergoyang-goyang. Lalu, suara mobil pun terdengar. 'Eh? Mobil?' batinnya sadar lebih awal. Terjingkat melepaskan diri dari lengan empuk penuh aroma parfum itu. Melotot menatap sekeliling takjub."Hah?! Aku teleportasi?!" pekiknya. "Ke neraka," balas seseorang tajam di sebelahnya. Sontak Zara tercekat. 'Ga-gawat! Aku merasakan aura Raja Iblis sangat kental dari tadi, jadi itu benar? Reon datang?!' pikirnya seraya perlahan menoleh ke samping. Sekarang mulutnya terbuka lebar. 'Huaaa, sungguhan Reon! Kenapa dia bisa datang?! Kenapa aku bisa dipeluk olehnya?! Apa aku ketiduran?!' hatinya berteriak tak karuan. Intuisinya bergerak. Zara mengetuk dagu tenang tak lagi panik. "Tidak, aku ada di gudang aneh dan Ryo menyuntikkan obat padaku. Setel
"Maafkan aku, Forin. Pikiranku buntu. Tidak ada jalan keluar lagi selain membuat Zara menderita bersamaku." Ryo menjambak rambut, duduk di sudut kamar yang tertutup. Kondisinya masih tak beraturan. Beruntung Forin berhasil membawanya dari penangkaran hewan."Tidak, Sayang! Aku mengerti kesulitanmu. Tenanglah, sudah tidak apa-apa." Forin ikut duduk di sampingnya dan mengusap pundak Ryo tenang. Saat ini hanya kelembutan yang ada dalam diri Forin. Helaan napas Ryo begitu berat. Laki-laki itu tertunduk sayu."Ada apa denganku? Benar-benar sudah dipermainkan Zara. Gadis itu memiliki pilar yang sangat kuat. Merusak besi penjara? Siapa orang-orang itu? Apa jangan-jangan Reon sungguh Raja Iblis?" Bola mata Ryo bergerak ketakutan. Forin segera menenangkannya dengan mengusap pundak itu lebih cepat."Tidak, mereka hanya jauh lebih kuat. Mengalahkan mereka bukan dengan kekerasan, Sayang. Kita perlu gunakan otak. Bangkitlah, aku akan mendukungmu." Sugesti Forin menembus jiwa Ryo begitu mudah.
Malu menggerogoti seluruh tubuh. Keharuman uap air panas menusuk hidungnya menembus jantung. Belum lagi tangan yang penuh minyak khusus."Hiyaaa! Aku tidak akan pernah melakukannya lagi! Tidak akan pernah!" Berlari dari kamar mandi meninggalkan Reon yang berendam air hangat, padahal Zara hanya menuangkan minyak ke pundak Reon saja, belum sempat menyentuhnya. Sulit bernapas seperti mengidap penyakit asma. Zara terengah di wastafel dapur sembari mencuci tangan."Keterlaluan! Kenapa aku harus menurutinya?! Mengancam gaji tidak diberikan itu curang namanya. Tuan, kau dengar aku? Aku tidak mau menjadi pelayan di pemandian air panas! Jangan lupa hitung gajiku setelah ini!" teriak Zara membuat gempar satu rumah. Azuma datang memukul meja. Zara terjingkat sampai air di tangannya menciprati wajah Azuma. "Apa yang kau bicarakan? Kamar mandi Tuan kedap suara," jelas Azuma kesal. "Benarkah? Aku terselamatkan." mengelus dada senang.Sadar itu Azuma, Zara tersenyum manis."Bibi, ngomong-ngomon
Niat ingin bergerak seperti warga lokal, mereka justru sangat mencolok dengan gaya berbeda. Terlebih lagi kamera Bastian. "Semua orang tau aku fotografer, ya?" Laki-laki itu menggaruk kepala belakangnya.Mereka berjalan keliling desa di sore hari mencari bukti. Zara begitu serius menganalisis."Mungkinkah setelah Reon pulang, sisa perampok itu kembali menyerang? Anehnya kita tidak menemukan kerusakan. Akan kutanya orang-orang saja," bergumam lirih. Mendapati beberapa ibu-ibu yang sedang melewati jalan yang sama, Zara pun menghentikannya. "Bastian, kita berpisah di sini. Hubungi aku jika terjadi sesuatu, ya." bisiknya pada Bastian. "Hmm? Baiklah, panggil aku jika ada masalah." Bastian menurut saja dan pergi. Zara menghampiri ibu-ibu itu."Permisi, apa kalian mengenal Tuan Reon Varezan Dailendra?" bertanya ramah tersenyum manis."Wah, kau cantik sekali! Apa kau artis?" tanya salah satu dari mereka. "Ahaha, bukan. Aku pelayannya." senyum Zara semakin tersungging. 'Menjadi cantik