Gedung jahat yang memperkerjakan manusia. Itulah makian Zara setelah tiba di depan bangunan megah menjulang tinggi, yaitu perusahaan parfum Reon.
Pengalaman pertamanya duduk satu mobil dengan Reon sangatlah mencekam. Tidak ada pembicaraan yang keluar.
Setelah itu, dia cemberut memasuki salah satu ruangan di lantai tiga.
"Lihat, aku punya pelayan cantik sekarang." Reon menunjuk Zara datar.
Zara tersentak di pojokan.
'Haa?! Aku dipamerkan!!!' syok dalam hati.
Orang yang diajak bicara Reon tersenyum semangat, meneleng menatap Zara.
"Apa? Lihat, lihat, coba lihat! Wah, sangat cantik! Dari mana kau memungutnya?"
Mata berbinar orang itu kembali beralih pada Reon. Zara semakin mendelik kaku.
'Dasar gila! Dikira aku sampah?!' pekik Zara tak terima dalam hati.
Tangannya terkepal sekarang. Zara mengerti, ruangan yang dia masuki adalah ruang rapat. Artinya orang yang menghinanya secara halus itu adalah rekan rapat Reon.
"Hmm, aku menemukannya tersesat." Reon mengangguk tanpa ragu.
"Seperti kucing liar yang mencari pemiliknya?" tanya orang itu seru.
Reon mengangguk lagi dua kali, "Aku baik, 'kan?"
Zara semakin geram melihat mereka berdua bergantian.
'Baik kepalamu?! Astaga bukan Reon juga bukan orang-orangnya, semua sama saja! Menjengkelkan!' batin Zara memanas.
Lalu, Reon melirik Alexa. Seketika Alexa mengerti. Zara masih cemberut melihat interaksi mereka.
"Zara, ayo pergi! Tuan akan mengadakan rapat," kata Alexa datar.
Zara pun menoleh. Sontak membungkuk memberi hormat dengan senyuman. Reon sampai terperangah dalam diam.
"Saya permisi, Tuan!" ujar Zara lembut.
Dia pun berlalu bersama Alexa. Namun, ketika tiba di ambang pintu, Reon memanggilnya.
"Zara!"
Seruan itu menghentakkan jantung Zara. Dia kira telah melakukan kesalahan dan akan dimarahi. Terpaksa harus buru-buru menoleh dengan was-was.
"Iya, Tuan?" jawab Zara penuh tanya.
Reon pun tersenyum manis.
"Tunggu aku di luar."
Semburat merah muda langsung muncul di pipi Zara. Bahkan Alexa dan rekan kerja Reon ikut terkejut.
'Hiyaaaa! Apa ini?! Serangan apa lagi yang dia buat?!' teriak hati Zara.
Sekuat tenaga dia menahan gejolak itu sampai alisnya hampir menyatu. Kemudian, Alexa keluar terlebih dahulu dan dia menyusulnya setelah memberi anggukan kecil.
Zara bingung harus bagaimana. Berapa lama Reon akan rapat dan berapa lama semua karyawan ini menetap di kantor? Seluruh ruangan penuh orang bekerja.
Zara melirik sekeliling seiring berjalan di belakang Alexa.
"Hei, Alexa. Boleh kutanya sesuatu?" ujar Zara sembari terus melirik.
"Silahkan!" Alexa tidak menatapnya sedikitpun.
"Apa mereka bekerja sampai larut malam? Bukankah terlalu berlebihan? Mereka juga manusia, bukan robot. Semua wajahnya terlihat lelah dan kehilangan fokus. Jika aku jadi Reon akan kugaji mereka setiap hari," ucap Zara tanpa ragu mengeluarkan isi pikirannya.
"Mereka shift malam," jawab Alexa.
Zara terbelalak, "Terlalu singkat."
"Perusahaan kami menerapkan sistem rotasi bumi. Dimana perputaran siang dan malam terus berjalan, maka perusahaan kami juga akan bekerja siang dan malam," terang Alexa membuat Zara ternganga.
'Rotasi bumi dia bilang? Hanya perusahaan gila dibawah pimpinan Reon yang bisa melakukannya. Astaga, orang-orang ini terlalu luar biasa!' pikir Zara takjub.
Menghilangkan rasa terkejutnya dan kembali bersikap biasa.
"Seperti itu? Wow, menakjubkan!" balas Zara dengan memicing kesal.
Mereka berbelok ke sebuah ruangan dan ternyata ruangan khusus milik Alexa. Zara melihat-lihat dinding yang putih tanpa adanya hiasan sama sekali. Meja pun bersih.
"Wah, seperti gudang baru. Alexa, kau selalu bekerja di tempat kosong ini?" tanya Zara penasaran.
Alexa yang duduk di kursinya pun menatap Zara lekat.
'Ada apa? Kenapa dia menatapku begitu?' pikir Zara resah.
Alexa menumpu dagunya di tangan. "Kurasa ada yang ingin kau tanyakan lebih dari ini, Zara," ujarnya berat.
Zara pun terkesiap. Kemudian, senyum kebenaran terbit dari bibirnya.
"Kau pandai membaca pikiran ternyata. Jujur saja aku masih penasaran dari mana kau mengenalku. Waktu itu Reon memilihku secara acak, 'kan? Dia memperhatikanku dulu sebelum memilih, tandanya dia tidak tau siapa aku sebelumnya." Zara menggeleng sambil menjelaskan.
Alexa mengerutkan dahinya tipis, "Informasi kecil seperti itu bukan sulit bagiku. Aku punya banyak relasi yang mencari tahu seluk beluk kehidupan semua peserta ketika kalian mendaftar. Tentu saja aku tau tentangmu."
Zara mengerjap bodoh, "Eh? Seperti itu? Hebat sekali! Dalam waktu singkat kau tau siapa kami bahkan asal keluarga hingga masalah terbaru."
"Tidak lebih hebat darimu yang menjadi pelayan baik dalam bebera menit," goda Alexa tanpa ekspresi.
Tetap saja membuat Zara kesal sekaligus malu. Dia tahu Alexa sedang membicarakan sikapnya di ruang rapat tadi.
"Aku hanya tidak mau mempermalukan diriku sendiri tau!" kilah Zara mengepalkan tangan.
"Kau di sini sebentar. Aku ada urusan dengan sekretaris Tuan Reon."
Alexa menukar tablet hitamnya dengan buku kecil yang juga berwarna hitam. Lalu, pergi meninggalkan ruangan.
"Tunggu, Alexa! Kenapa kau mau memanggilnya Tuan? Bukankah menurutmu terlalu berlebihan?" tanya Zara menghentikan Alexa hingga Alexa menoleh.
"Karena aku ... pelayan setianya." Alexa menyeringai.
Sudut bibir Zara berkedut.
'Kau terlihat mengerikan,' batinnya.
Hilang sudah gadis kaku itu di balik pintu. Tinggallah Zara sendirian. Dia menghela napas panjang. Mengambil handphone dalam saku dan memeriksa kebenaran perusahaan Reon.
"Kukira para karyawan bekerja sampai malam. Aku sudah berburuk sangka," gumamnya.
Sedikit melebarkan mata ketika menjumpai profil perusahaan yang dia masuki.
"Ketemu! Ternyata perusahaan parfum ini benar-benar besar sampai memiliki cabang di luar negeri. Reon berkuasa sekali! Ck, menyebalkan! Aku juga sudah ingat dimana aku mendengar namanya. Forum diskusi sosialita yang kebetulan aku ada di sana bersama Ryo. Waktunya sudah lama sekali. Tidak kusangka akan bertemu orangnya sekarang," gumam Zara lagi.
Mendadak dia ingin buang air kecil, sehingga Zara pergi mencari kamar mandi. Sepanjang koridor hanya dipandang para karyawan dari jauh. Mereka menggosipkan pakaian Zara yang aneh.
Zara hanya berdecak dan mengabaikannya. Tatapannya justru menajam penuh percaya diri.
Setelah urusannya di kamar mandi selesai, tiba-tiba seorang lelaki dengan jas biru gelap menahannya di depan pintu Zara terjingkat kaget.
"Aaa! Astaga! Siapa kau?!"
Mata melotot dan pikiran macam-macam. Apa yang dilakukan seorang pria di toilet wanita?
Laki-laki itu tersenyum manis.
"Hai, gadis cantik! Kostum yang bagus malam ini. Mau cosplay?" tanya laki-laki itu dengan nada menggoda.
Zara menautkan alisnya, "Siapa kau?"
Pertanyaan yang sama membuat laki-laki itu tergelak.
"Senyum Bos sangat menawan bukan? Pipimu sampai memerah." orang itu mengedipkan sebelah matanya.
Sontak Zara terbelalak dan memegang pipinya.
'Sial! Dia mengintip di ruang rapat tadi? Argh, aku sudah menduga akan jadi bahan bualan di sini. Mana kepergok terpesona senyum istimewa si Raja Iblis. Malunya!' pekik Zara dalam hati.
Namun, Zara tidak lengah. Dia kembali bersikap tegas. Orang di depannya seolah tidak bisa dihadapi dengan santai.
"Kau punya mata yang menakutkan jika curiga. Perkenalkan, aku Zack Grison Efandi, sekretaris tampan kesayangan Bos Reon."
Laki-laki itu menunduk memberi hormat. Zara meneleng heran.
"Sekretaris? Kau sekretaris Tuan Reon? Bukankah Alexa sedang mencarimu?" tanya Zara ingat perkataan Alexa.
"Ck, biarkan saja dia. Aku ada tugas lebih penting setelah ini. Karena melihatmu tadi, jadi kupikir akan menyapa sebentar." Zack mengibaskan tangannya.
"Lalu ... Alexa?" tanya Zara bingung dan menunjuk jalan koridor.
"Hmm? Siapa juga yang mau bertemu dengan gadis robot seperti dia? Sudah begitu jelek pula. Lebih baik aku menemui pelayan baru yang ditemukan Bos, Nona Zara Azuri Frazanista?" Zack menaik-turunkan alisnya.
Zara bergidik ngeri. Bulu kuduknya berdiri mendengar godaan Zack. Selain itu dia punya pertanyaan yang tidak bisa diutarakan dan terus mengganggu pikirannya.
Kapan Reon akan selesai rapat? Lima menit lagi sudah tengah malam.
Zara kembali dikejutkan dengan aksi Alexa yang memukul Zack setelah menemukan Zack. Mereka berakhir berkelahi kecil dan Zara hanya diam menyaksikan. Jam digital di layar handphone telah menunjukkan pukul dua belas malam.Helaan napas panjang pun luruh. Pandangan Zara beralih sayu pada mereka.'Dua ajudan Reon tidak mau berhenti. Hanya karena Zack lari, Alexa sampai marah. Dia memukuli Zack tanpa bersuara dan laki-laki itu hanya menghindar sambil protes. Aku tidak mengerti dengan mereka,' ujarnya dalam hati. Alexa mendapati pandangan Zara yang aneh membuatnya berhenti menyerang Zack, tetapi tangannya masih memegang kerah pakaian Zack. "Zara, sebentar lagi rapatnya selesai. Tuan memberiku perintah untuk meninggalkan kalian berdua. Selanjutnya, kau yang akan mengurus Tuan Reon. Pergilah ke ruang rapat!" jelas Alexa sambil mempertahankan cengkeramannya karena Zack berusaha melarikan diri.Zara mendelik tajam, "Apa? Aku tidak mau! Kenapa harus aku sendirian?" "Sayonara!" Alexa menarik
Zara tidak menyangka kerapuhan juga terjadi pada Reon. Laki-laki itu benar-benar terlelap dalam waktu singkat. "Lihat, dia seperti Raja di kursi belakang. Aku doakan kau mimpi buruk dikejar hantu! Hah, kesalnya! Hanya bisa mengandalkan navigasi di handphone demi menemukan jalan pulang. Oh, benar juga! Bagaimana kalau aku buang saja dia di hutan? Lalu, aku akan menguasai rumahnya, hahaha! Aku jahat juga!" Zara terus melantur seraya mengikuti arah anak panah dalam navigasi. "Tutup mulutmu!" tekan Reon tanpa membuka mata. Suara bariton itu menyadarkan Zara. Seketika menginjak rem sampai berderit tanpa menepikan mobilnya. "Hah? Kau masih bangun?!" pekiknya menoleh ke belakang. Reon pun membuka matanya yang memicing dingin. Zara meringis ngilu. 'Gawat! Dia mendengarku!' batinnya berteriak. "Zara! Ternyata ini yang terpendam di otakmu," desis Reon tajam tiada ampun.Tatapannya seakan menguliti Zara. Pucat sudah wajah gadis itu tak bisa bergerak. Malam pun kembali berubah lebih gelap
"Pulanglah! Siapkan kamar penuh parfum untukku!" titah Reon setelah kopi pahit itu ada di mejanya. "Hah?! Maksudnya bagaimana?" heran Zara mendelik. Nampan masih digenggam jemarinya. Reon mendesah lelah. Mata sayunya membuat Zara melengkungkan bibir ke bawah. "Aku akan pulang nanti sore. Pelayanku, kau jangan kabur! Siapkan saja kamar yang harum nan cantik sepertimu," ujarnya mendayu sendu. Napas Zara tercekat di tenggorokan. 'Ada apa lagi dengannya?!' teriak dalam hati. Rumah besar Reon yang dihuni banyak pelayan. Saat ini Zara menjadi salah satunya. Dia menguap sambil mengucek matanya dan berjalan menuju kamar. Mengerjap-ngerjap menyesuaikan pandangan. "Huft! Aku lelah sekali! Dia benar-benar Raja Iblis! Tidak membiarkanku tidur, tapi menyuruh ini dan itu. Pasti enak kalau berbaring di kasur," gumamnya dengan bibir mengerucut. "Ahahaha! Ternyata ini pelayan baru yang konon gadis tercantik di kota? Hah? Yang benar saja? Apa mata Tuan kita sudah rabun?" Zara merasa diin
Terungkap sudah misteri percakapan Reon dengan Alexa. Tidak disangka bersangkutan dengan peristiwa semalam. Belum puas terlena dengan ucapan majikannya, Zara sudah dibuat kualahan lagi dengan berbagai tugas. "Aku ... harus membuang semua ini! Hiyaaa!" Zara membuang seprai dan gorden penuh semangat sampai bersin. Sebenarnya terlalu kesal, sehingga melampiaskannya pada semangat."Masa bodoh dengan tubuh yang hampir remuk! Mata berkunang-kunang pun bukan halangan bagiku! Lihat saja, Iblis sialan! Aku akan membuatmu terkesan dan kau akan bersedia membantuku, hahaha! Aku akan menjadikanmu bonekaku, maka apapun tugasmu pasti kuladeni! Gejolak gunung berapi sekarang ada di nadiku!" Berteriak layaknya monster dengan mata memerah sembari mencengkeram seprai.Reon menyuruhnya membersihkan hujan abu dan menghiasi kamarnya dengan aroma parfum terbarunya. Lalu, membuat karangan bunga dan menyiapkan hidangan utama. Sepertinya akan kedatangan tamu. Walau keringat bercucuran, Zara tidak berhenti
Jantung Zara masih berdegup kencang. 'Gawat! Ini tidak aman. Kenapa jantungku terus berdebar saat Reon ada di dekatku? Aku tidak mungkin terpesona sungguhan, 'kan?' pikirnya bingung. Meringis memegang dada. Reon sudah pergi, kini dia sendirian di kamar. Mendesah lesu sembari memandang semangkuk bubur hangat di meja. "Huft, tapi dia memang mempesona! Tidak salah jika dia sombong sedikit. Sudah merawatku dan ternyata sadar telah mempermainkanku."Matanya sedikit berbinar. Dia tersenyum ringan. "Yah, apapun itu yang jelas aku harus berterima kasih sekaligus mengajukan permintaan. Dia harus membantuku."Semangatnya kembali sampai menepuk tangannya. Demi memulihkan tenaga, dia rela memakan bubur buatan Azuma dengan sedikit kesal.Mengganti pakaian pelayan dengan yang baru. Sepertinya Zara mulai menyukai pakaian itu, terlebih lagi bagian bando putih. Rambutnya kini diikat menjadi satu. Namun, Reon sedang menemui tamu di ruang tamu. Pupus sudah harapan Zara. Dia bersembunyi di balik pin
"Tenang saja, Tuan! Dengan senang hati aku akan melayanimu. Aku sudah seperti robot tanpa jiwa yang tidak kenal lelah, haha." senyum palsu Zara sangat manis.Kamar adalah tempat yang berbahaya. Terlebih lagi Reon beraksi tampil seksi nan menawan di tepi ranjang dengan senyum dan kancing kemeja atas terbuka.'Tahan dirimu, Zara. Hiraukan saja dia,' dalam hati menekan perasaannya sekuat tenaga. "Ah, aku baru ingat ingin mengatakan ini. Tuan Reon, kau punya kepribadian ganda, ya? Berubah-ubah setiap saat seperti memiliki seribu wajah," lanjut Zara menyembunyikan kekesalannya, padahal otot kepalanya sudah menegang. Senyum Reon pun hilang. "Apa kau akan lari dariku?" tatapan sayu menurunkan ego-nya.Zara mencicit melepas ketegangan ototnya."Jangan membuat wajah sedih seperti itu! Aku tidak membuangmu, 'kan?!" Meskipun sudah teredam dengan keindahan kamar rahasia yang membuatnya syok, masih saja bisa terengah.Reon tidak mempermasalahkan teriakan Zara. Zara pun cemberut.'Sudah kuduga!
Bagai kisah pangeran dan tuan putri yang hilang, mereka kembali dipertemukan di dunia yang berbeda. "Eh?" kaget Zara setelah bertatapan dengan orang yang menabraknya."Eh?!!" orang itu jauh lebih terkejut. Keduanya saling tunjuk. "Bastian Charlie?!" pekik Zara heboh hingga ternganga."Zara?! Zara Azuri Frazanista?!" teriak laki-laki itu dengan tangan gemetar sampai mundur.Seketika Zara menarik telunjuk Bastian dan menggoyang-goyangkannya. "Ahaha, benar-benar Bastian teman sekolah dasar dulu rupanya? Wah, kau sudah besar dan tampan, ya? Tidak kusangka bisa bertemu denganmu di sini. Aku senang sekali!" seru Zara riang. Bastian panik segera menarik telunjuknya. Pipinya sudah merah padam."Ti-tidak mungkin! Kau pasti salah orang! Permisi!" hendak melarikan diri. "Eh, tidak bisa! Kau masih pemalu seperti dulu? Astaga, dasar memang tidak pernah berubah, haha!" Zara mengerling jahil. Napas Bastian tercekat, "Le-lepaskan aku!" Suaranya menjadi aneh membuat Zara meneleng heran. "Kau
"Tuan, maaf menunggu! Ini kopi manis untukmu!"Zara tersenyum menaruh kopi di meja, padahal Reon tidak meminta. Dia diacuhkan. "Ah, keringatmu menetes. Izinkan saya membersihkannya." Cekatan mengambil tisu dari saku celemek dan menyeka keringat di pelipis Reon. Sayangnya Reon melenggang pergi. "Eh?!" Zara kelepasan. Dia merengut dan berdecak. Mengejar Reon yang terburu-buru.Alexa sudah menunggu di lobi. Dia memberi salam ketika Reon datang. "Kunjungan ke laboratorium sudah dipersiapkan. Zack telah mengatur janji temu dengan desainer mancanegara tiga puluh menit lagi." ujar Alexa sembari mengikuti Reon. Reon hanya mengangguk. Mereka sangat cepat hingga tiba di mobil. Zara bingung dan setelah mengerti dia langsung membukakan pintu mobil."Silahkan masuk, Tuan!" Senyum Zara sangat manis. Terlalu manis sampai membuat Alexa tersipu. Namun, Reon menatapnya bengis. Panas terik seakan dibalut mendung hitam. Kharisma Reon merusaknya hingga senyum Zara menjadi pahit. Kembali lagi diab
Diam-diam mengintip di celah pintu. Kamar Reon membuat bulu kuduk Zara merinding. Kakinya gemetaran, meringis dalam diam. "Aduh! Kenapa aku malah ke sini? Tadinya hanya penasaran apa yang Reon lakukan, kenapa aku benar-benar datang mengintipnya?" mencicit bodoh. Tiba-tiba pintu terbuka membuat Zara berteriak hampir jatuh tersungkur. "Aaa, sakit sekali!" Bangkit mengusap lutut yang terbentur keras dengan lantai. Ada kaki besar di sampingnya. Seketika Zara mati gaya. Dia berdiri cepat dan memberi senyuman manis. "Ah, Tuan. Tidak bisa tidur, ya?" Senyum itu menjadi kikuk. Reon menatapnya begitu dalam sampai Zara terpaksa memutar-mutarkan pandangannya. "Zara," panggil Reon membuat Zara terjingkat. "Hiii! Iya, Tuan!" Seketika Zara bersikap tegap. "Apa kau tidak keberatan menyukai mantan Pembunuh Rahasia sepertiku?" Tatapan redup Reon mengatakan segalanya. Zara mendelik heboh bahkan sulit bernapas. 'Kenapa tiba-tiba begini?! Apa yang merasukinya?!' memekik dalam hati
"Zara Azuri Frazanista, kuucapkan terima kasih sudah mendampingi Tuan tanpa memerasnya seperti rencanamu pada awalnya," ujar Aoi tanpa melepas rokok di sudut mulutnya. Zara mendelik meringis. 'Sial! Kenapa gadis ini bisa setenang Alexa? Tidak, Alexa lebih gelap dari ini,' batin Zara. "Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi memanfaatkannya." bela Zara malas menepis udara. "Omong-omong, kau sangat cantik!" Aoi mengeluarkan asap rokok dari mulutnya seperti mainan. Zara terperangah langsung memegang kedua pipi. "Iya, haha, jangan begitu. Aku tidak secantik itu."Dia tersipu. "Bicaranya jadi malu-malu." Bastian mendelik.Ekspresi Zara berubah seketika ketika menoleh ke Bastian. "Jadi, apa yang kalian lakukan?" Pertanyaan yang cukup serius. Bastian melengos. "Hanya bermain," jawabnya santai. Zara memicing tidak percaya. Dia pun berdiri membuat mereka mendongak. "Bastian, kutunggu penjelasanmu. Yah, terserah kalian mau bermain atau tidak, aku tidak berhak mengaturnya, tetapi aku
"Semuanya telah berakhir?" Di gerbang kantor polisi, Ryo bertanya kepada Zara. Zara mengangguk mantap. "Sudah berakhir!" Mereka berjabat tangan dan menukar senyum.Tidak akan ada pembalasan dendam lagi yang menyulitkan semua orang. Zara sudah bisa lega sepenuhnya. Kegelisahan di hati pun hilang. "Aku akan pergi ke jalanku. Temui aku jika membutuhkan sesuatu. Setelah ini apa rencanamu?" Ryo melepaskan jabatan tangan mereka. Zara berkedip polos. "Hmm? Aku akan kembali bekerja di rumah Tuan Reon, apa lagi?" Ryo pun menepuk dahi. "Gadis payah!" "Ha? Apa? Kenapa kau bilang begitu?" Zara seperti orang bodoh yang dikerjai. Namun, jalan memisahkan mereka sehingga Zara tidak mendapat jawabannya. Ryo kembali mengatur perusahaannya dan Zara kembali ke rumah Reon bersama orang-orang penting yang berbunga-bunga akannya. Setibanya di rumah, dia baru sadar bahwa Bastian dan Aoi menghilang, padahal Reon beserta kedua ajudannya ada di sana. "Bibi, ke mana Bastian dan Aoi? Tadi mereka p
Keesokan harinya, Zara sudah tidak menjadi tahanan asmara. Ryo berniat untuk menyelesaikan segalanya dan memulai sesuatu yang baru. Dengan didampingi Zara, Ryo berniat menuju kantor polisi, akan tetapi tanpa diduga Forin menghadang di depan rumahnya. "Astaga! Forin?!" Zara yang terkejut sampai mundur hampir kembali ke teras. Ryo juga terkejut, tetapi dia mematung. 'A-apa yang dilakukannya di sini?! Pagi-pagi sekali sudah ada masalah?! Oh, tidak, kapan ini akan selesai?!' batin Zara menjerit. Memandang mereka berdua bergantian sampai matanya melebar. Ekspresi Forin nampak segan bercampur malu, tetapi terdapat niat yang kuat. Mereka diam sampai Forin membuka percakapan. Dia sangat gelisah sebelum memantapkan langkah dan memandang Ryo dalam. "Ryo, aku ingin mengakhiri hubungan denganmu," ujar Forin tegas. Sontak pagi yang cerah itu menjadi mendung bagi Ryo. Zara membekap mulutnya. Syok tak berkesudahan dengan keberanian Forin dalam bermain-main, akan tetapi kali ini mantan mode
Demam melanda, panas-dingin di sekujur badan. Hujan petir di luar menambah gelapnya kamar. Zara menyelimuti Ryo dengan satu-satunya selimut dan menyuruhnya duduk menekuk lutut setelah sadar. Laki-laki itu begitu lembab. Tubuhnya membiru nan pucat. Zara panik tak karuan. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa begini? Kau bermain hujan? Seperti anak kecil saja!" Marah Zara akan kekhawatirannya. Ryo yang terpuruk menatap Zara dengan makna berbeda. Sisi perhatian nan baik itu membuatnya berdecak dalam hati. Memalingkan pandangan kembali pada kesedihan yang mendalam. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Tentang Forin yang berkhianat.Zara terperangah, "Apa ... kau bilang?" Tangan lemah tak lagi memegang selimut yang menutupi Ryo dari kepala hingga kaki. Laki-laki itu pun mengangguk lemah. Zara tidak bisa berucap sepatah kata pun. Meskipun telah mengetahui perasaan Forin pada Reon, tetapi keberanian Forin menyelamatkan Reon dan mengakui cintanya pada Ryo itu terlalu memukul. Bahkan Zara
"Karena aku mencintaimu!" Jantung Reon bergemuruh. Langit menghadirkan guntur dan awan mendung dari segala sisi. Bulan separuh yang bersinar mulai tertutup mendung. Musim kemarau lenyap untuk malam ini. Rintikan air mulai turun mengguyur seluruh sudut Jakarta. Pernyataan Forin hanyut bersamaan turunnya hujan. "Kau gila!" Reon menggeleng. Forin justru berbinar. "Ini pertama kalinya kau menggunakan ekspresimu untukku selain senyuman sinis dan marah. Aku senang sekali!" Reon memejamkan mata meredam emosi. "Terima kasih, tapi aku tidak punya banyak waktu. Membebaskanku hanya akan menambah masalah bagimu." Reon hendak pergi, tetapi Forin menariknya berjongkok di dekat pintu belakang. "Ssttt! Aku punya rencana untuk membawa Zara ke sisimu."Forin mengangguk pasti. Reon terpancing."Zara?" Tatapannya sedikit berubah. "Ryo menjaganya sangat ketat. Jika aku yang membawanya keluar pasti tidak akan masalah. Percayalah padaku!" Reon hendak membalas, akan tetapi sebuah tepuk tangan te
Bastian masih menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis berubah menjadi kepala sipir yang mengerikan?Bagaimana pula tubuh kecil itu berkembang menjadi besar? Di depan cermin, Bastian tak kunjung reda menunjukkan wajah bodohnya. "Aku siap! Kau jangan mengacaukan rencanaku. Jika tidak, kau juga akan kugantung!" Aoi berbalik sembari memakai sarung tangan putih. Bastian tersentak mundur. "Haaa! Suara ... suaramu juga berubah seperti laki-laki!" Syok yang tak berkesudahan itu membuat Aoi mendesah panjang."Ayo pergi!" Terpaksa menyeret Bastian dengan menarik kamera yang terkalung di leher. Sungguh malam yang indah penuh gairah. Perempuan bisa menjadi sangat kuat dari dua sisi. Zara hanya bisa merenung membayangkan langit gelap penuh bintang. Andai saja pertarungan juga terjadi padanya sekarang. "Menendang pintu juga tidak berhasil. Sialan! Ryo, kau melanggar janjimu!" Ribuan kali Zara memaki tak mempan menghilangkan dendamnya. Semua untaian perasaan Ryo sebelumnya len
Ryo memberitahu siksaan yang Reon terima di penjara kepada Zara. Terus mengancam dan mendorong mental Zara agar bersedia membebaskan Forin dan Mario. Gadis itu begitu tangguh, meskipun mendengar Reon disiksa. Ini sudah lewat satu hari. Semuanya masih berjalan monoton. Hingga pada akhirnya, di pagi ini Ryo kembali datang membawa sebuah video rekaman. "Pergilah!" usir Zara. Ryo tersenyum miring setelah mengunci pintu."Kenapa? Ayo kita bermain-main, Sayang! Akan kuperlihatkan kehidupan penjara padamu." Langkah tertata memaksa keberanian Zara mundur hingga terealisasikan. Zara menabrak kepala ranjang dan Ryo semakin mendekatinya. Kemudian, rekaman video itu pun diputar. Bagai tersapu badai seorang diri, kesadaran Zara menghilang. Mata seakan buta dan telinga tidak mendengar.Ryo tersenyum jahat melihat Zara yang membatu tak berdaya. Ketangguhan Reon yang tak menjerit sama sekali dalam menerima semua siksaan itu tiba-tiba meluruhkan air mata Zara. Tanpa suara, gadis itu menangis
Sementara Reon yang terus disiksa, perusahaannya masih berjalan dengan normal. Alasannya karena Zack dan Alexa dipaksa bekerja dari penjara. "Haha, ini menarik! Akan kukenang seumur hidup. Ternyata penjara tidak sepahit itu. Yah, jika aku mau kubisa merusak besi-besi ini kapan saja, tapi demi Pak Reon dan Zara aku harus menahannya. Ah, aku pegal. Azuma, bisakah kau buatkan aku kopi?" Zack dengan lihai mengolah dokumen di laptop dalam jeruji besi. Dia bertolakbelakang dengan Alexa yang juga sedang bekerja. Azuma hanya memandang mereka di pojokan. "Hanya debu yang bisa kuberikan padamu, Tuan Zack. Huft, kenapa Tuan Reon harus menerima pukulan yang menyakitkan itu demi kita? Kenapa tidak membiarkan kita menanggungnya juga? Aku sangat sedih!" lirih Azuma. "Menjijikkan!" maki Alexa datar. Seketika bibir Azuma semakin melengkung ke bawah. "Itulah kualitas terbaik Tuan kita, bukan?" Zack meredupkan matanya.Di sisi lain, Ryo membawakan makanan untuk Zara. Zara berdiri tegap mengepal