"Put, bayarin dong. Aku engga bawa uang. Nanti kalau udah nikah kan aku yang nafkahin kamu," ucap Liam dengan wajah tak berdosa membuat Putri semakin geram.
đ¸đ¸đ¸
Merasa geram Putri segera meninggalkan Liam. Tak peduli rengekan Liam, yang meminta agar Putri mau membayar angkutan umum untuknya. Alhasil mereka diteriaki para penumpang yang kesal karena angkutan umum mereka tak kunjung jalan.
"Neng, udah bayarin aja dulu pacarnya. Nih angkot biar jalan," ucap salah satu penumpang membuat Putri semakin kesal pada Liam.
"Iya dong, My Beautiful FAT Girl. Bayarin aku dulu. Aku janji akan jadi suami yang baik buat kamu kelak," ucap Liam membuat Putri membulatkan matanya.
"Bang, tunggu bentar ya, Bang. Saya merayu calon istri dulu," ucap Liam pada Sang supir angkutan umum yang mulai geleng-geleng kepala melihat tingkah dua bocah SMA.
"Bodo amat, bayar aja sendiri. Terserah mau pakai apa. Aku engga peduli," ucap Putri segera berlari meninggalkan Liam.
Saat melihat Liam hendak berlari mengejar langkah Putri, Sang supir angkutan umum turun dan menarik Liam.
"Jangan kabut dong," ucap sang supir mencengkeram lengan Liam.
"Saya enggak akan kabur, Bang." Liam memang benar-benar tak berniat kabur. Dia hanya ingin merengek supaya Putri mau membayar angkutan umum untuknya.
"Naik di depan, situ bayar dengan jadi kenek saya," ucap Sang supir angkutan umum membuat Liam mengerucutkan bibirnya kesal. Sekali lagi Liam menatap tubuh Putri yang sudah jauh darinya. Bahkan kali ini gadis itu menjulurkan lidahnya untuk meledek.
Dan sebagai pria yang bertanggung jawab, tampan juga kesatria tangguh, Liam pun menerima kemauan Sang supir angkutan umum.
"Oke deh saya jadi kenek Abang," ucap Liam melepas seragam putih dan membuatkan kaos hitam di dalamnya yang hanya dia gunakan. Semua itu dia lakukan demi tak ada yang bisa melihat namanya yang terukir di seragam sekolah.
"Cakung! Cakung! Gadung! Gaduuuung!" Teriak Liam untuk pertama kalinya menjadi seorang kondektur angkutan umum.
"Tuh di sana ada ibu-ibu lagi nyebrang. Bantu sebrangin sambil tanya mau ke mana," ucap sang supir menghentikan laju mobilnya dan menunjuk ke arah ibu dengan dua anak yang digandeng hendak menyebrang jalan.
Dengan semangat yang tinggi, tak peduli peluh sudah membasahi pakaiannya, bocah tengil itu segera berjalan santai menahan laju mobil demi menyebrang jalan. Kemudian pria itu mendekati target penumpang.
"Permisi, Bu. Sini saya bantu menyebrang jalan," ucap Liam ramah. Bocah itu meraih tangan salah satu anaknya dan mulai melambaikan tangan demi keselamatan proses penyebrangan jalan.
"Mau ke mana, Bu? Pulogadung? Cakung?" Tanya Liam ramah.
"Terminal Pulo gadung, Dek."
"Sini, Bu. Naik angkot saya aja," ucap Liam membuat sang ibu muda dengan dua anak ikut naik angkutan umum itu.
Sepanjang hari Liam sibuk menarik penumpang. Dan betapa beruntungnya supir angkutan umum. Hari ini muatan di angkutannya selalu penuh. Apalagi ketika penumpangnya para gadis SMA yang biasanya enggan berdempetan, kali ini rela berdempetan hingga kelebihan muatan demi menatap wajah sang kondektur yang gantengnya Masya Allah.
"Bang, kembaliannya ambil aja." Bahkan ada beberapa anak gadis yang rela kembaliannya tidak diambil sebagai bonus karena berhasil cuci mata di dalam angkutan umum.
Suasana hati ini pun mulai teduh. Nuansa jingga mulai tampak di langit Jakarta. Memberikan aroma senja yang sejuk dan damai di antara hiruk pikuk laju lalu lintas yang ramai.
Liam tampak senang menghitung sejumlah uang recehan di tangannya. Tak menyangka aktifitas mencari uang itu sangat menyenangkan baginya. Sebuah pengalaman bahagia walau harus menjadi seorang kondektur angkutan umum.
"Wah, Bang. Hasil narik angkot banyak juga ya?" Tanya Liam menghitung sejumlah uang tebal berwarna abu-abu dan kuning di tangannya.
"Biasanya sih biasa aja. Tapi hati ini kayaknya gara-gara kamu yang jadi kenek jadi banyak deh penghasilannya," ucap sang supir tersenyum bahagia. Pasalnya hari ini dia bisa membawa yang lebih untuk istri dan anaknya.
"Nih, Bang. Semuanya ada Rp.324.500," ucap Liam memberikan uang recehan kepada sang supir.
"Makasih ya, Tong. Nih buat ente," ucap sang supir angkut sambil memberikan 10 lembar uang berwarna kuning pada Liam.
"Wah banyak banget, Bang." Ucap Liam kegirangan.
Bukan perkara tak terbiasa memegang uang membuat hati Liam membuncah bahagia, pasalnya dia terbiasa menengadahkan tangan pada orang tuanya dan langsung diberikan sejumlah uang sesuai keinginan. Liam, Sang pewaris tunggal PT Nugraha Jaya benar-benar merasakan bahagianya mendapatkan uang dengan keringat sendiri. Walau nilainya tak seberapa.
"Enggak apa-apa. Abang malah makasih banget udah dibantuin," ucap Sang supir angkut.
"Wah ini sih bisa buat latihan nafkahin calon istri," gumam Liam tengil membuat sang supir angkutan umum tertawa geli.
"Sekolah dulu yang bener, Tong. Biar bisa kerja enak. Jangan jadi supir angkot. Duitnya dikit."
"Abang bisa aja. Besok saya ikut lagi ya, Bang?"
"Siap! Rumah ente di mana, Tong. Biar Abang anterin sampe rumah," ucap sang supir angkutan umum menawarkan.
"Wah boleh nih. Lumayan kan grat*s," ucap Liam terkekeh.
Sang supir pun mengantar Liam. Namun tak ingin identitas aslinya yang menjadi anak orang kaya terlihat, Liam meminta untuk diantar sampai di jalan yang cukup dekat dengan gerbang perumahannya.
"Sampai sini aja, Bang."
"Enggak apa-apa. Sampe rumah aja."
"Gang rumah saya sempit. Saya jalan kaki aja. Makasih ya, Bang."
Kini Liam berjalan cukup jauh ke arah gerbang perumahan. Namun baru beberapa meter bocah itu melangkahkan kakinya, suara klakson mobil membuatnya menoleh ke belakang.
"Liam, naik!" Teriak sang Papi dari kursi kemudi.
Liam pun segera masuk ke bangku penumpang belakang. Aroma keringat segera memenuhi ruang dalam mobil. Bocah itu diam dan terus menekuk wajahnya dalam aksi ngambek.
"Kamu habis dari mana aja? Kok baru pulang?" Tanya sang Papi pada putranya.
"Kan tadi pagi Papi cuma kasih uang sepuluh ribu. Uangnya habis buat baik ojek. Yaudah aku pulang jalan kaki," ucap Liam beralasan. Wajah bocah itu dibuat terkesan lelah. Berharap sang Papi mau berbaik hati memberikan uang lebih. Syukur-syukur mau mengembalikan motornya.
"Bau banget sih kamu," gumam Sang Papi mencubit hidungnya.
"Namanya juga jalan kaki," ucap Liam santai.
"Makanya jangan bandel."
"Aku engga bandel, cuma sedikit nakal," ucap Liam santai. Selalu saja seperti itu.
"Itu sih sama aja." Sang Papi enggan berdebat dengan putranya yang keras kepala. Dia pun memilih terus melajukan mobilnya hingga mobil itu berhenti di depan sebuah bangunan megah dan mewah. Tak beberapa lama kemudian seorang satpam keluar untuk membukakan gerbang.
"Malam, Pak." Sang penjaga keamanan rumah mewah itu menunduk hormat pada majikannya.
Setelah mobil terparkir cantik di garasi, Liam pun segera keluar dari mobil. Bocah itu berjalan santai melewati papinya. Membuat sang Papi menutup hidung karena aroma menusuk dari tubuh putranya.
"Buruan mandi sana. Bau banget."
"Siap, Bos!" Liam melakukan gerakan tegap dan hormat pada papinya. Membuat pria paruh baya itu geleng-geleng kepala melihat tingkah putranya yang selalu saja santai.
"Assalamualaikum, Maaaakkkk." Liam berteriak saat masuk ke rumah besarnya.
"Wa'alaikum salam, ya Allah Liam. Kamu dari mana aja. Mami telepon enggak aktif," ucap sang mami segera menghampiri putranya.
"Hp Liam lowbat, minta ganti iPhone 12pro," celetuk Liam santai.
"Kamu bau banget sih?"
"Kan Liam jalan kaki. Dikasih uang sepuluh ribu buat berangkat sekolah doang. Enggak makan, enggak jajan, pulangnya ngegembel pula," ucap Liam berdrama.
Sang Mami pun luluh menatap putranya dengan iba. Sungguh ibu mana yang rela putranya menderita seperti ini.
"Nanti Mami bilang deh sama Papi supaya motor dan ATM kamu dikembalikan," ucap sang Mami mengusap wajah Liam yang berpura-pura lesu.
"Enggak bisa. Kalau Papi bilang disita selama satu bulan ya tetap satu bulan. Jangan terlalu dimanjain, Mi. Nanti dia keenakan. Cepat mandi sana! Jangan bikin polusi udara," ucap sang Papi tegas membuat Liam menghentakkan kakinya pergi menjauh. Sungguh menyebalkan.
Ungkapan polusi udara dari Sang Papi membuat Liam begitu kesal. Separah itukah aroma yang menguak dari tubuhnya hingga dikatakan mampu membuat polusi udara? Benar-benar menyebalkan. Liam pun mengendus-endus ketiaknya. Benar saja aroma yang keluar memang aneh tapi tidak lebay seperti yang dikatakan Sang Papi."Yaudah iya. Liam mandi. Tapi aku mau makan telur acak-acak sama kecap ya, Mi." Liam merengek pada Mami yang selalu memanjakannya."Liam, Mami udah masak capcay dan steak buat kamu. Enak lho. Makan yang ada aja ya," ucap Sang mami mengusap pipi putranya."Enggak mau. Maunya telur acak-acak sama kecap dicampur nasi. Gitu aja repot," ucap Liam mengerucutkan bibirnya."Masak sendiri. Manja banget jadi anak laki-laki," ucap Sang Papi kesal melihat putranya yang sangat manja."Salah sendiri aku engga dikasih adek. Kalo ada adeknya juga aku sadar enggak akan manja kalee. Anak cuma satu aja komplain mulu," ucap Liam kesal."Ma
Suasana pagi ini begitu cerah. Matahari memberikan kehangatan yabg begitu pas untuk bumi. Suasana yang memberikan semangat bagi seorang Liam untuk berangkat ke sekolah.Dengan berjalan cepat pria itu menenteng sebuah paper bag berisi lunch box berwarna pink cantik. Sesekali Liam menatap isi di dalam paper bag itu. Dan pemandangan pagi yang membuat satpam penjaga begitu heran adalah Liam datang paling pagi hari ini. Padahal biasanya bocah itu menjadi langganan terlambat."Tumben dateng pagi-pagi?" Tanya Sang satpam berkumis tebal pada Liam."Kesiangan dimarahin. Kepagian diomongin," gumam Liam ketus."Dasar Kids jaman now ga punya sopan santun," ucap Sang satpam membuat Liam terkekeh."Ya maap," ucap Liam kemudian melenggang pergi.Liam pun segera memasuki kelas. Dan benar saja. Kali ini dia menjadi makhluk pertama yang datang ke dalam ruang belajar itu. Liam menunggu dengan sabar gadis pujaannya. Dan kini waktu yang dia buang tak sia-sia. Li
AssalamualaikumSemoga suka dengan kisah The beautiful fat girl ya kakakTerik matahari yang menyengat membuat wajah gadis bernama Putri itu memerah. Gadis itu masih setia menunggu sebuah angkutan umum di pinggir jalan. Kali ini dia sendirian karena dia harus menyelesaikan tugas ekstra kurikuler sebelum pulang. Hal ini tentu saja dimanfaatkan oleh tiga gadis cantik yang ingin mengerjainya.Dengan gerakan cepat tiga gadis segera menghampiri Putri yang sendirian berdiri di pinggir jalan. Mereka menatap sengit ke arah Putri yang tampak santai."Heh cewek ganjen," ucap Citra mendorong bahu Putri dengan kasar.Putri pun terhuyung ke belakang karena dirinya sama sekali tak siap. Gadis itu mengerjap bingung. Pasalnya dia tak pernah merasa berurusan dengan gadis kasar bernama Citra. Terlebih pada geng centilnya itu. Kini Putri memutar tubuhnya enggan berhadapan dengan Citra."Heh gue lagi ngomong sama Lo," teriak Citra berjalan ke hadapan Putri.
Dan kini Liam hanya terpaku. Sungguh tak menyangka. Putri, gadis yang ditaksirnya. Ternyata bukan hanya seorang kutu buku tapi juga gadis bersabuk hitam. Tak hanya itu, Liam benar-benar tak menyangka dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Putri. Kata-kata yang sukses mencabik-cabik hatinya. "Kalo Lo suka sama Liam. Ambil aja. Gue engga minat, punya cowok bego yang bisanya cuma cari masalah di sekolah. Enggak level sama gue." Kalimat itu terdengar begitu menyakitkan. Tapi Liam tak gentar dia akan berusaha menjadi pria yabg diharapkan oleh Putri. Liam masih bersembunyi di balik pohon besar yang rindang. Pria itu menatap ke arah tiga gadis yabg masih cekcok. Liam benar-benar kesal. Dia sama sekali tak berminat pada gadis manja seperti Citra. Liam pun segera berjalan meninggalkan pohon besar. Langkah kaki jenjangnya yang dihiasi celana abu-abu itu tampak cepat dan panjang. Rupany
"Aku becanda, Put. Maaf. Aku tuh mau belajar sama kamu. Biar ketularan pintar. Boleh engga?" Tanya Liam membuat Putri heran. Si raja bolos mau belajar biar pintar? Rasanya ini mustahil.***Putri berusaha untuk tenang menghadapi cowok aneh di hadapannya. Gadis itu lagi-lagi menarik nafas panjang sebelum menghempasnya ke udara bebas. Sungguh dia bukan orang yang pelit. Andaikan temannya yang lain yang minta diajarkan olehnya pun akan segera dia terima walau harus menyita banyak waktu. Tapi yang minta belajar dengannya saat ini adalah cowok malas yang suka tidur di kelas. Cowok sok pinter yang suka bikin cewek keleper-kleper. Cowok super super nyebelin yang suka macarin cewek terus ninggalin. Tiba-tiba mau belajar biar pinter.Salah enggak sih kalau Putri berpikir cowok ini modus?"Kamu modus ya sama aku?" Tanya Putri tanpa basa-basi."Kok kamu engga percaya sih sama aku?" Tanya Lia
"Kok bapak-bapak itu panggil Putri, Non?"****Gumaman liam terdengar jelas di telinga Putri. Gadis itu pun segera meraih tangan wanita dihadapannya untuk dikecup. Kemudian tangan pria itu untuk dikecup pula punggung tangannya."Ini Pakde, yang ini Bude," ucap Putri membuat Liam bangkit dari balai bambu. Cowok itu pun ikut melakukan hal yang sama seperti yang Putri lakukan."Assalamualaikum, Pakde, Bude. Saya Liam temannya Putri," ucap Liam sopan memperkenalkan dirinya."Dia teman sekelas Putri. Lagi belajar sama Putri. Enggak apa-apa kan Putri sama Liam belajar bersama di sini?" Tanya Putri."Ya enggak apa-apa dong, Non. Ayo sini masuk, tapi rumah Pakde sama Bude jelek. Rombeng," ucap Bude tersenyum.Sedangkan Pakde tampak membuka gembok pintu dan mempersilahkan masuk mereka berdua."Ayo sini masuk. Pakde gelar tiker dulu ya," uc
"Udah jangan banyak ngomong. Sini tas nya!" Teriak Putri menarik tas yang ada di pelukan Liam. Seketika wajah pria itu pucat saat Putri membuka isi tasnya.Dan setelah tahu apa yang ada di dalam tas Liam. Putri pun menatap tajam ke arah remaja itu, membuat Liam tersenyum canggung.*****Gadis cantik dengan pipi gempi yang menggemaskan pun mulai mengerucutkan bibirnya. Tepat di saat dia melihat isi di dalam tas Liam. Sungguh Putri heran. Karena tak ada satupun buku yang di simpan di dalam sana. Yang ada hanya kamera SLR."Kamu ke sekolah enggak bawa buku sama sekali?" Tanya Putri menahan kesal. Sungguh dia saja kesal melihat kelakuan cowok super rese ini. Apalagi orang tuanya jika tahu putranya sekolah tanpa ada buku satupun di dalam tasnya?"Ya kan tadi aku udah bilang. Aku engga bawa buku. Kamu nya aja yang enggak percaya," ucap Liam mengerucutkan bibirnya manja. Sikap itu justru membuat Putri berdecak kesal."Kamu engga kasihan
Liam tersenyum jenaka melihat hujan datang bertepatan dengan sumpah serapahnya. Sungguh dia berharap sumpah itu didengar malaikat lewat. Sedangkan Putri benar-benar kesal. Dia berharap ini hanyalah sebuah kebetulan."Duh, Non. Kok malah main hujan-hujanan sih. Bajunya jadi basah kan," ucap Bude membuat Putri segera masuk ke dalam. Bude pun mengikuti anak majikannya masuk ke dalam."Bude aku pinjem baju dong.""Ada sih tapi daster. Mau emangnya, Non?" Tanya Bude."Mau Bude enggak apa-apa. Sekalian pinjam baju pakde juga buat teman Putri.""Ada sih, Non. Tapi modelnya tua. Emang mau temannya Non memakai baju kuno?" Tanya Bude khawatir. Menyadari Liam pasti bukan dari kalangan menengah ke bawah melihat wajahnya yang tampan dan bersih layaknya anak orang kaya."Pasti mau. Dari pada masuk angin kan," ucap Putri."Yaudah ayo ke kamar Bude," ucap Bude mengajak Putri ke kamarnya.Wanita yang sudah membantu mengurus Putri sejak kecil pu
Citra baru saja hendak menghampiri Putri. Tapi nyatanya dia justru malah melihat putri berlari keluar dari perpustakaan. Tubuh gadis Itu tampak berguncang."Putri nangis kenapa?" Gumam Citra dalam hati nya. Namun sesaat kemudian dia justru melihat Liam yang duduk di meja perpustakaan."Putri kok keluar? Dia kenapa?" Tanya Citra pada Liam."Aku nggak tahu," jawab liang masih menatap kearah pintu perpustakaan. Padahal nyatanya di sana sudah tidak ada Putri."Lho kok kamu nggak tahu? Kan terakhir kali kamu sama dia," ucap Citra bingung."Kamu salah ngomong kali, terus dia marah deh jadinya," ucap Citra membuat Liam mengangkat bahunya."Kamu habis ngomong apa sama Putri?" Tanya Citra."Aku nembak dia lagi. Tapi kayaknya dia mau nggak suka sama aku deh," ucap Liam tertawa sumbang. Hal ini tentu saja membuat Citra ikut tertawa. Citra sudah tak punya rasa sakit di hatinya melihat Liam ya masih menyukai Putri. Karena kini di
Sore ini menjadi sore yang berbahagia. Seolah sinar jingga yang menghiasi langit biru ikut meramaikan kebersamaan Putri, Citra dan Liam. Mereka baru saja selesai membersihkan toilet sekolah. Rasa lelah hinggap di tubuh mereka. Tapi kebersamaan membuatnya merasa bahagia dan tidak terbebani sama sekali.Sejak saat itu mereka mulai belajar bersama. Berusaha keras untuk menjadi bintang kelas hingga akhirnya bersaing secara sehat untuk mendapatkan juara kelas.Putri dan Liam selalu bergantian menjadi juara 1 dan 2. Sedangkan Citra menjadi juara 3 nya. Tak hanya itu, Citra juga menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak pilih-pilih kawan. Dan seragam yang digunakannya pun patuh pada aturan.Dan di hari menjelang kelulusan, Putri bersama Citra selalu saja berada di perpustakaan. Mengisi waktu kosong tanpa jam pelajaran.Mereka berpencar di perpustakaan, mencari buku-buku favorit mereka. Setelah Putri mendapatkan buku kesukaannya, gadis itu pun dudu
Usai berbincang dari hati ke hati, Putri dan Citra pun keluar dari ruangan menghampiri kedua orang tua mereka."Kami sudah saling minta maaf dan saling memaafkan. Mulai hari ini kami akan berteman," ucap Putri tersenyum ke arah Citra."Syukurlah kalau begitu," ucap Ilyas tersenyum. Kemudian Pak Ilyas pun menghampiri Pak Rayyan, mengulurkan tangannya."Minta maaf atas kesalahan putri saya kepada putri Anda ya, Pak.""Tidak masalah, Pak. Mereka masih remaja butuh melakukan kesalahan untuk tahu mana yang benar dan mana yang salah," ucap Rayyan begitu bijaksana."Baiklah kalau begitu. Masalah selesai. Untuk Citra. Berdasarkan diskusi kami para orang tua, kamu tetap mendapatkan hukuman. Yaitu membersihkan toilet sekolah," ucap Pak Annas membuat Citra menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia terlalu pasrah."Iya, Pak." Ucap Citra mengang
“Put, maafin gue. Gue yang salah,” ucap Citra lemah.*****Putri menatap tangan Citra yang terulur ke arahnya. Gadis itu tersenyum. Tak menyangka Citra mau minta maaf padanya. Karena yang dia tahu, Citra adalah gadis super ampuh yang tak mau mengakui kesalahannya. Jangankan meminta maaf mengakui kesalahan saja dia enggan. Bahkan dia kerap kali memutarbalikkan fakta agar orang yang yang menjadi korban seolah bersalah. Inilah kenyataan yang terjadi pada Putri.Putri masih belum meraih jabatan tangan Citra. Gadis itu kembali menoleh ke atas. Hendak menatap wajah Citra. Sayangnya Citra membuang wajahnya ke arah lain. Gadis itu benar-benar angkuh.Putri pun tersenyum melihat tingkah Citra."Kalau nggak ikhlas minta maaf, nggak usah minta maaf," ucap Putri tenang. Buat Citra kembali menatap wajah Putri dengan geram. Citra berusaha menahan emosinya dengan kuat. Sungguh gadis dihadapannya ini membuatnya terbakar amarah. Bahkan
Liana berjalan tergesa menuju kelas Citra, putrinya. Sungguh dia benar-benar panik saat tau dia telah mencari masalah dengan investor terbesar di perusahaan suaminya. Kali ini dia harus bisa memastikan Citra meminta maaf pada Putri.TOK TOK TOK...Liana mengetuk ruang kelas Citra yang sedang menerima pelajaran. Hal itu tentu saja membuat guru yang sedang mengisi kelas menghentikan penjelasannya. Kemudian berjalan menuju pintu.Ceklek.“Selamat pagi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?” Seorang wanita berpakaian rapi layaknya seorang guru pun menyapa Liana.“Permisi, Bu guru. Perkenalkan saya liana. Ibu dari Citra. Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar. Saya harus bertemu dengan putri saya yang namanya Citra. Apa kah boleh?” tanya Liana sopan.“Kalau boleh tau apakah hal yang harus dibicarakan adalah hal yang mendesak? Karena saat ini sedang ada pemberian materi pelajaran,” u
Kini Rayyan mulai menyetel rekaman pada kamera SLR milik Liam. Pria itu tersenyum puas melihat reaksi Liana. Pasalnya dia baru menyadari kalau ternyata Citra yang mencari masalah. Sedangkan Putri hanya berusaha membela diri. Dan dua gadis yang menjadi saksi adalah teman Citra yang berniat mengganggu Putri."Setelah anda melihat rekaman Kamera SLR ini. Apa anda masih berpikir bahwa Putri bersalah, Pak Annas?" Tanya Rayyan."Saya minta maaf atas kesalahan ini. Saya akan menindaklanjuti kasus ini. Terima kasih atas bukti rekaman nya Pak Rayyan," ucap Pak Annas."Daddy dapet kamera ini dari siapa?" Tanya Putri penasaran."Nanti Daddy kasih tau. Sekarang yang penting Daddy mau memenuhi janji Daddy untuk membatalkan hukuman skorsing kamu, Nak." Rayyan mengusap lembut puncak kepala putrinya. Sedangkan Liana menampilkan wajah pucat. Dalam rekaman itu jelas terlihat bahwa Citra memang sangat bersalah. Awalnya Citra bersama dua temannya yang hendak memb
Kini Putri dan Daddy-nya mulai membelah jalanan ibu kota Jakarta dengan kecepatan sedang. Mereka bergerak menuju sekolah Putri. Dan akhirnya mereka pun sampai di depan gerbang sekolah."Alhamdulillah, sampai juga," ucap Rayyan."Alhamdulillah. Iya, Dad.""Parkirnya di mana Nak?" Tanya Rayyan."Masuk aja ke dalam, Dad. Nanti diparkir di sebelah kanan aja," ucap Putri."Oke siap tuan putriku yang cantik," ucap Rayyan membuat Putri Tersipu malu dan mencubit pinggang Daddy-nya."Daddy ada-ada aja. Jangan godain aku kayak anak kecil deh," ucap Putri tertawa senang."Tapi emang iya. Aura kan tuan putrinya Daddy yang cantik," ucap Rayyan."Makasih Daddy. Dad belok kanan kita parkir di sana aja," ucap Putri menunjukkan tempat parkir yang cukup luas.Setelah mereka memarkir motor, mereka pun turun dari motor. Seperti biasa, Rayyan membantu putrinya melepaskan helm. Barulah dia melepaskan helmnya sendiri.
Keesokan harinya. Putri bangun dengan wajah sembab. Gadis itu turun ke ruang makan setelah mandi dan sholat subuh. Rayyan yang melihat wajah putrinya sembab pun segera memanggil putrinya."Aura, Sayang. Sini, Nak." Panggil Rayyan menyiapkan kursi tepat di sampingnya. Putri pun tersenyum dan segera menghampiri ayahnya."Udah jangan nangis terus. Insyaallah, Allah maha melihat. Yang benar tak mungkin kalah," ucap Rayyan mengusap rambut putrinya."Lagian sih kamu, De. Jangan suka ngeladenin orang makanya," ucap Aray pada adiknya."Sssttt... Udah jangan diperpanjang. Maafin Mommy ya. Kemarin Mommy marah-marah sama kamu, Nak.""Iya Mommy. Enggak apa-apa. Aura tau Mommy pasti marah karena kecewa," ucap Putri."Iya, Sayang. Daddy udah cerita ke Mommy," ucap Aurel mengecup pipi gembul putrinya yang menggemaskan walau sudah kelas 2 SMA."Iya Mommy
"Duh, Den. Non Aura kasihan banget. Dimarahin sama kakak-kakaknya. Kok bisa dapet surat panggilan dari sekolah sih, Den? Mana Tuan Rayyan belum pulang," ucap Bude khawatir."Tuan Rayyan?" Tanya Liam."Iya. Itu ayahnya Non Aura. Kasihan dia lagi dimarahin sama kakaknya dan Mommy nya," ucap Bude membuat Liam kehilangan kata-kata.*****Liam benar-benar terkejut. Sungguh tak menyangka informasi yang didapatnya benar-benar di luar dugaan. Selama ini Putri adalah gadis yang sederhana. Dia bahkan terlihat seperti orang yang susah. Dia sama sekali tak pernah menunjukkan kehebatan orang tuanya. Makanya kemarin waktu Liam diajak ke rumah Bude dan Pakde, Liam pikir mereka adalah keluarga Putri. Benar-benar sama sekali tidak ada terbesit dalam pikirannya bahwa putri adalah anak dari majikan Bude dan Pakde.Bahkan Liam sempat berfikir Putri menangis karena beasiswanya dicabut. Padahal kenyataannya jika tahu seperti ini Putri tentu tidak mempermasalahkan tentan