Anna terbangun tiba-tiba, setelah petualangan cinta mereka untuk berkemih. desah napas Ethan terasa geli di tengkuknya, Anna bergeser pelan mencoba melepaskan rangkulan suaminya yang masih mendengkur lalu menuju kamar mandi. Saat Anna kembali ke kamar, Ethan sudah duduk di tempat tidur masih dalam keadaan polos, suaminya memang tampan sekali, dengan rambut acak-acakan, di balik selimut, dia tersenyum kepadanya, memperlihatkan lesung pipinya.
Ethan merentangkan tangannya memanggil Anna mendekat kepadanya. Dia terkejut karena kehangatan Anna tiba-tiba menghilang dari sebelahnya. Wanita itu hanya mengenakan kaus dalam Ethan saat menuju kamar mandi. Saat Ethan melihat tubuhnya yang hanya separuh tertutup, hasratnya muncul kembali.
A
Anna menatap Ethan dengan penuh cinta, sampai Ethan merasa jengah dibuatnya."Hentikan tatapanmu itu." Dia meletakkan kaki Anna dengan lembut lalu berdiri membayar ice-cream Anna. Dengan tersenyum, Anna berdiri lalu merangkul lengan suaminya."Aku bahagia," ulangnya sambil meletakkan kepalanya di lengan atas suaminya. Ethan mendengus."Aku bicara yang benar, aku sangat mencintaimu Ethan, aku bahagia bersamamu." Mereka berjalan menyusuri lorong Chinatown yang ramai, namun bagi Anna, hanya mereka yang ada di sana."Kau tahu, seperti inilah papaku memperlakukan mamaku." Anna bicara lagi. Ethan menatap istrinya, benarkah dia bisa dibandingkan dengan ayahnya yang sempurna itu?
Ethan terus diam sampai mereka di rumah, Anna sampai bingung apalagi yang dia salah ucapkan? Padahal dia masih mau bermanja-manja dengan suaminya, tadi siang dia bahagia sekali, namun sekarang dia begitu merana dengan sikap diam Ethan."Ethan… aku lapar." Anna merangkul Ethan dari belakang, pria itu sedang duduk di meja kerjanya, laptop terbuka, dia begitu fokus sehingga dia terkejut menerima pelukan Anna. Seketika tubuhnya kaku."Anna, aku banyak kerjaan, kalau lapar kamu pesan aja, Daniel bisa belikan apa yang kamu mau." Kemana pria yang hangat tadi siang? Sekarang dia hanya peduli dengan laptopnya.Ethan tidak bisa berkonsentrasi pada
Ethan menyetir tanpa arah, karena sesungguhnya pikirannya masih bersama Anna di rumah, di kepalanya masih terbayang, Anna yang kelaparan mencari makanan, sampai dia harus makan roti tawar. Hatinya tiba-tiba pedih, anaknya makan roti tawar malam ini.Sop Iga…, entah kenapa wanita itu suka sekali dengan sop iga, sudah berapa kali dalam Minggu ini, dan tiap kali Anna makan sop iga, dia seperti belum makan sebulan.Dia kini tau dia harus kemana, Ethan segera memutar mobilnya dan menuju tempat itu dengan tersenyum.Tiba-tiba handphon-nya berdering, Anna,... Dia tersenyum lalu mengangkat teleponnya melalui speaker mobil."Ya sayang?" Belum apa-apa dia sudah merindukan istrinya.
Anna menyetir tanpa arah, sebenarnya dia hanya ingin makan sop iga kepar*t itu, tapi saat dia sampai warung tenda itu sudah tutup. Dia menangis tersedu-sedu di parkiran, menangisi sop iga yang tak berhasil dia dapatkan, menangisi hatinya yang hancur setelah menyerahkannya utuh-utuh kepada Ethan.Dia benar-benar mencintai pria itu, bodohnya, sudah dikatakan mereka menikah hanya karena kontrak itu, hanya karena anak yang ada di kandungannya, Ethan tak akan mencintainya, berani-beraninya dia berharap akan cinta Ethan, semua itu terbukti hanya khayalan Anna saja.Anaknya kembali menendang sehingga Anna mengerutkan wajahnya karena menahan sakit. Dia lapar dan karena terus ditendang dia jadi ingin berkemih. Anna segera menjalankan mobil lagi, mencari tempat, dia tidak bisa kembali ke rumahnya, pasti Daniel sudah menunggunya disana, dia belum mau pulang. Dia terus berjalan lurus tanpa jelas dimana, sampai akhirnya bensinnya habis. Anna sampai di ujun
Walau kesedihan terus bergulir, kehidupan Anna harus terus berjalan. Anna sudah memasuki minggu-minggu untuk melahirkan, tanpa terasa sudah sebulan lebih dia melarikan diri. Pinggangnya semakin nyeri dan anaknya semakin aktif dalam kandungan. Anna sangat merindukan mamanya, andai mamanya masih ada, pasti mamanya bisa membantunya melewati ini semua, melahirkan tanpa mama sangat menyakitkan hati.Yang lebih menyakitkan hatinya adalah kenyataan bahwa Ethan sama sekali tidak merindukannya, dia tidak peduli, apakah dia tidak menghitung kalau sebentar lagi anaknya akan lahir? Atau, apakah dia sudah sama sekali tidak peduli, karena dia sudah kembali bersama Leona?Anna sempat menelpon ke rumah, karena rindunya kepada suaminya, di
Ethan terbangun dengan mencium bau rumah sakit. Sekonyong-konyong kesadarannya kembali, begitu juga rasa kosong di hatinya. Kenangan indah dan menyakitkan kembali dalam kepalanya, air matanya tanpa sadar mengalir. Mengapa dia masih terus terbangun? Bolehkah dia meminta kepada Tuhan untuk membiarkan dia terus tertidur."Ethan," panggil lirih seseorang di balik bayangan gelap. Anna dia kah itu? Wanita itu maju dan meratap di sampingnya, tapi Ethan segera membuang wajahnya."Mengapa kamu selalu begitu, begitu dingin denganku, apa bedanya aku dengan dia! Mengapa kamu masih menunggunya? Dia sudah meninggalkan kamu!" jerit wanita itu marah."Diam kamu Leona, aku sedang tidak mau berbicara denganmu." hardik Ethan dengan seluruh emosi yang tersisa, memunggungi wanita itu. Sejak perceraian, Leona hampir tiap hari datang untuk mendekati Ethan kembali. Namun sikap Ethan selalu dingin."Anna lagi, Anna lagi, bosan a
Ooh, bodohnya Anna, dia kan sudah bersama Leona. Buat apa dia tadi panik?"Tapi, walaupun begitu, buat apa kamu mencari saya, semua itu di masa lalu, kan sekarang sudah ada Leona?" Daniel menatap Anna bingung, matanya yang gelap terlihat heran dibalik poni rambutnya yang panjang. Pria itu banyak berubah, kini emosinya lebih banyak terlihat."Siapa? Nona Leona bahkan dilarang masuk agar tidak mengganggu Tuan." Daniel mendengus, terlihat agak kesal."Apa? Kemarin … maksudku, malam itu mereka bermalam berdua?" tanya Anna tiba-tiba merasa bodoh. Daniel mengangkat kepalanya, dan menatap heran.
Di kamar biara yang dahulu terasa tenang, Anna menjadi sangat gelisah, setiap ketukan pintu atau ketika dia mendengar langkah kaki mendekat. Anna selalu takut meninggalkan bayinya sendirian, dan menangis di malam setiap mengingat Ethan dan Leona. Keadaanya semakin buruk karena dia juga tak mau makan."Anna sayang, kamu harus makan, demi bayimu, mau makan apa nanti anakmu, dia sangat bergantung padamu." Suster Maria menimang Bayi Jacob yang merengek lapar, sedangkan Anna hanya duduk dalam keadaan bingung."Anna?" panggil suster Maria lagi dengan lembut, tapi Anna hanya diam terpekur dengan air mata menetes di pipinya.Suster kepala ikut masuk dan men
"Oh Anna," desah Ethan terengah-engah merasakan sentuhan Anna yang semakin mendesak. Dia semakin bersemangat untuk meninggalkan jejak di cerukan leher Anna, tapi wanita itu segera menghindar."Jangan, ah kita kan mau ke dokter, nanti malu ah," seru Anna sambil terkikik geli merasakan bibir suaminya di lehernya yang jenjang."Ish, biar saja, biar mereka semua tahu kamu ada yang punya," ujar Ethan masih mau menikmati kulit putih sempurna milih istrinya itu, tapi Anna menggeliat dengan sedemikian rupa sehingga Ethan tetap tak bisa menyesap leher sempurna itu.Dia lalu memegang kedua tangan istrinya sambil tersenyum miring. Wanita itu menatapnya dengan mata coklat mudanya yang cantik. Matanya membulat karena terkejut."Kareba bergerak terus aku akan ikat kamu!" Ethan bergaya tegas, tapi tatapan mata Anna yang memelas membuatnya tidak tega, dia mendengus lalu menyerah."Aku menc
Saat Daniel menanyakan hal itu, Anna keluar dari kamar dan mengambil alih Jacob. Anna hanya mendengar sekilas ucapan Daniel, tapi dia mengerti apa yang sedang dibicarakan."Aku ikut, saat kamu ke dokter aku ikut!" ujarnya cepat lalu meletakkan Jacob kembali ke kursinya. Batita itu kembali merenggut dan merengek, dia maunya di gendong, dia tak suka berada di kursi. Dia mulai meraung, tapi ketiga orang dewasa di sekitarnya tak ada yang peduli padanya."Oh... haruskah hari ini?" tanya Ethan sambil meletakkan daging asap mengepul di tengah meja."Ethan, kita tak tahu sampai kapan kamu akan sadar, nanti kalau kamu tiba-tiba menghilang bagaimana?" tanya Daniel dengan penuh kekhawatiran. Anna, membuat makanan untuk Jacob, lagi-lagi instan karena dia belum belanja. Ethan mencari pengalihan perhatian."Makan apa dia? Mengapa instan begitu? Seharusnya kamu masak makanan sehat untuknya jangan yang instan, Dani,
“Aku akan selalu bersamamu sayang.” Mereka menyatu dengan sempurna, Anna mengangguk setitik air mata terjatuh di pipinya.“Kamu sangat sempurna untukku, Anna. Aku mencintaimu.” Mereka saling terengah-engah memuaskan diri dan emosi mereka yang kini saling berpadu. Napas mereka memburu dengan detak jantung yang saling bertalu-talu. “Oh, betapa aku mencintainya, jangan lupakan aku, Ethan!” pinta Anna dalam hati. Dia memekik bersamaan dengan Ethan yang melenguh panjang. Pria itu menatapnya lalu mengecup air matanya.“Terima kasih sayang, karena kembali kepadaku.” Anna bergelung di dada suaminya. “Terima kasih karena telah mengingatku.” desah Anna dalam hati.Ethan berdiri untuk mengambil kaosnya dan mengenakannya kembali merebahkan dirinya di samping Anna. Pria itu menarik pinggang Ana yang ramping. Istrinya masuk kedalam pelukannya, namun walaupun Anna
Dia berdiri diatas bangku berusaha mengikat tali di bagian atas langit-langit ruangan. Namun palang yang dulunya ada untuk mamanya mengikat kini bisa tidak ada. Tadi ada, namun kini hilang, lalu saat dia sadari, tali yang dia pegang pun tak ada? Kemana itu semua? Dia berteriak dengan frustasi sampai pintu ruangan itu terbuka dengan kasar. Wanita tadi masuk dengan air mata bercucuran di pipinya."Sayang, jangang sayang maafkan aku, oh Tuhan, maafkan aku, sayang turunlah!" pekik Anna dengan sangat takut. Wajah Ethan begitu gelap. Dia berdiri diatas bangku dengan canggung, wajahnya bingung seperti mencari sesuatu yang tiba-tiba menghilang."Ethan Samuel, turun kamu dari situ!" teriak Anna berusaha dengan tegas seakan dia sedang memarahi Jacob yang membuang-buang makanannya. Pria itu menoleh dengan bingung."Aku bilang turun, kamu harus turun!" Walau air mata Anna mengalir deras, dia merasa, Ethan harus dikagetkan, dengan ca
"Sayang…," desah Ethan sambil menciumi kelopak telinga Anna sehingga Anna tekikik geli. Tubuhnya mulai bergoyang tak terkendali, merespon tiap sentuhan Ethan. Jemari Anna mulai meraih kancing kemeja kerja Ethan. Dan dengan terampil kancing demi kancing dilepaskannya. Ethan tersenyum miring saat merasakan kemejanya sudah terlepas semua, dan jemari Anna mulai merasakan dadanya."Hmm, geli Anna," Ethan mendesah saat Anna terus menyusuri kulit perutnya yang berkotak-kotak.Anna tersenyum nakal, sambil terus merasakan hangatnya tubuh Ethan. pria itu dengan cepat melepas kemejanya sehingga kedua tangan Anna bebas menyentuhnya. Mata wanita itu berbinar-binar melihat tubuh Ethan yang kurus namun berotot itu."Kamu harus makan lebih banyak ya? Tubuhmu kurus sekali," Anna menyu
"Sayang, maafkan aku, kamu sudah pulang dan aku malah membuatmu takut, kembalilah padaku, aku sangat merindukanmu," desah Ethan di telinga Anna, pelukannya terasa nyata. Anna tak lagi berusaha melepaskan diri. Dia menoleh untuk menatap Ethan, dan menilai.Mata pria itu kembali hangat sebagaimana Anna mengingatnya. Dia tersenyum sedih, memandang Anna penuh harap. Anna menatap Jacob yang sudah kembali merasa aman di pelukan mamanya, batita itu sudah sibuk bermain dengan kancing baju mamanya. Tapi tiba-tiba dia menyentuh hidung papanya"Pa….pa," cengirnya memperlihatkan gusi yang kemerahan."Iya sayang, aku papamu." Ethan menangis menatap bayinya, bukan dia sudah besar sudah bukan bayi lagi. Betapa dia sudah kehilangan waktu, apa yang terjadi? Anna terk
"Aku Anna, Anna Federica, istrimu, ibu dari Jacob anakmu. Aku berhak ke lantai tiga, atau kemanapun aku mau karena aku… ini… istri...mu!" pekiknya marah sambil memukul Ethan yang terlihat linglung. Anna marah dan kecewa, baru saja dia berpikir, Ethan sembuh dan mereka bisa kembali seperti sedia kala. Namun dalam sekejap semua harapannya pecah berkeping-keping.Dia terus memukuli Ethan sampai kedua tangannya dipegang Ethan dengan kuat sehingga dia tidak bisa memukulnya."Apa, kamu kamu apa?" teriak anna marah berusaha melepaskan diri yang percuma."Aku mau ini." Pria itu lalu menunduk mengecupnya lagi. Dia terus mendorongnya ke dinding, sambil terus menciumnya dengan panas. Anna menerima ciuman itu dengan bingung, namun gairahnya muncul dan kem
Ethan tak dapat berpikir, untuk sementara dia hanya mengagumi kecantikan alami wanita di hadapannya. Dia bergerak otomatis mendekati wanita itu saat dia sedang sibuk mengeringkan rambutnya. matanya membesar saat menyadari Ethan sudah ada dihadapannya."Mau apa kamu?" tanya Anna mundur. Tapi Ethan semakin mendekat, dan dia sudah menempel di dinding kaca boks mandi."Mengapa kamu sangat mengganggu?" Dia mengangkat tangannya dan mengelus pipi Anna dengan lembut, wanita itu terperangah, merasakan sentuhan Ethan setelah beberapa lama, rasanya luar biasa. Mereka saling pandang yang terasa sangat intens dan ketika insting membawa Ethan untuk menunduk dan merasakan bibir wanita itu dia mundur. Kaget dengan apa yang ada di kepalanya."Astaga, apa yang baru saja dia pikirkan?" batin Ethan, bagaimana dia bisa mau mencium wanita lain selain Anna. Wanita itu menatapnya lalu segera meninggalkannya yang bingung di dalam kam
Daniel menatap Ethan yang kini makan dengan lahapnya di meja makan. Walaupun pikirannya belum sembuh setidaknya hari ini sudah ada makanan yang masuk."Dani, chef-nya pintar yang kali ini, boleh dipertahankan. Nanti siang aku mau masakan dia lagi," ucap Ethan mengambil lagi nasi goreng dari bakul. Daniel mengangguk dengan senyuman di bibir karena mengetahui kalau itu adalah masakan Anna. Semoga dengan keberadaan Anna, Ethan bisa pulih."Dani, kamu bisa jadwalkan dokter buat Anna? Dia sepertinya kesakitan sekali kemarin, punggungnya pegal, dia kan sudah masuk bulan ke-7?" Dan harapan Daniel kembali pupus. Entah kenapa, ingatan Ethan selalu berhenti di Anna hamil 7 bulan. Setiap hari perintahnya selalu sama. Namun Daniel hanya mengangguk dan meninggalkannya masih asyik makan.