Aku, memperhatikan pria itu bekerja, lagi-lagi otot-ototnya terlihat jelas, dia terlihat mulai lelah namun dia tidak mau mengeluh, dia terus bekerja sambil tersenyum setiap menerima operan baju dariku. Aku tertawa dalam hati, kapan lagi bisa melihat seorang CEO menjemur baju di atap.
"Selesai!" ucapku senang, Ethan berdiri dan merenggangkan badannya yang jangkung, aku mendekatinya dan memeluknya. Dia tertawa lalu memelukku kembali.
"Ah, makasih ya, jadi cepat selesai," ucapku lalu hendak mengambil ember bekas tempat baju dan kembali ke bawah namun dia segera menangkap pergelangan tanganku, sehingga aku tertarik kembali ke hadapannya.
"Upahku dulu," Dia menunduk sambil menunjuk bibirnya yang menggoda. Aku tersenyum malu, lalu berjinjit untuk mengecup sekilas bibirnya. Ethan langsung merangkul pinggangku.
"Ga rasa, lagi," perintahnya menempelkan tubuhnya yang kekar kepadaku. Aku mendengus geli lalu mengecup
"Maaf Pak, meeting in one hour," Ethan mendengus kesal, matanya yang gelap karena gairah menatapku lalu tersenyum."Soon, kita tidak akan terganggu dengan siapapun," ucapnya mengambil handuk dari tanganku dan keluar dari kamar.Astaga apa tadi barusan, aku terduduk di tepian kasurku merasa sangat kepanasan, ciuman dari Ethan selalu berhasil membuatku melayang. Apalagi kata-katanya barusan, membuatku semakin bergairah.Aku menyentuh wajahku, terasa hangat lalu aku segera berdiri melihat bayangan wajahku di cermin yang ada di lemariku. Astaga wajahku acak-acakan, memerah dan astaga aku baru lihat di leherku yang tadi di tunjuk mama, tanda
Aku duduk beberapa saat di bangku batu dekat kantin, Raka menghampiriku dengan seragam yang senada denganku."Hai Anna," Dia melambai lagi ketika mata kami bertemu. Aku segera berdiri menyambutnya, dia merangkulku seperti biasa."Ah sudah lama tidak bertemu, gue kangen," ucapnya konyol, tapi aku setuju karena begitu banyak peristiwa yang terjadi kemarin, malam waktu kami terakhir bertemu, terasa sudah sangat lama."Mau makan apa kita? Mau di kantin ini atau sop iga?" tanyanya lagi dengan menggoda."Sop Iga dong," jawabku senang. Dia menggiringku ke motornya lalu memberikan helmnya kepadaku. Aku menerimanya deng
Setelah melihat alamat yang dikirimkan oleh Daniel, Raka segera memberikan helmku dan aku segera naik ke motornya. Dia memacu motornya dengan sangat cepat, meliak-meliuk membelah kota Jakarta. Aku memeluknya dengan erat karena agak takut jatuh, namun muncul perasaan lain juga sehingga pada saatnya kami sudah sampai aku dengan enggan harus melepaskan pelukanku."Wah, baru kali ini ni gue dipeluk sekencang itu?" ucap Raka menepis rambutku yang berantakan karena ketarik helm, jantungku berdebar kencang, aku menatapnya malu-malu."Lagian lo ngebut kek orang gila siy, gue pan takut!" Aku mendengus berusaha mengendalikan perasaanku, bagaimana ini, aku berdebar merasakan sentuhan orang lain sedangkan aku mau memilih gaun pengantin untuk menikah dengan yang lain, astaga, aku wanita nggak bener, keluhku dalam
"Maaf Pak, meeting in one hour," Aku mendengus kesal, aku masih ingin merasakan kelembutan bibirnya, aku tersenyum menahan gairahku."Soon, kita tidak akan terganggu dengan siapapun," ucapku dan langsung menuju kamar mandi.Aku memaki diriku sendiri saat air mengalir membasahi diriku."Sh*t, airnya dingin!" Aku menatap pancuran, lalu menghela napas dan segera menyelesaikan mandiku dengan tersiksa. Aku mengambil tas berisi bajuku yang disiapkan Daniel, tapi aku tidak mungkin memakai celana dan bajuku disini, semua pasti akan basah. Dengan kesal aku kembali ke kamar Anna hanya mengenakan handuk, untung mamanya Anna sedang di kamarnya.
"Ternyata kamu juga akan meninggalkanku," ucapku, rasa takut itu membuatku melakukan hal gila, aku segera memeluk kakinya, satu-satunya yang dapat aku raih dari tubuhnya, aku tidak mengerti mengapa aku melakukan hal serendah itu, dia separuh menyeret tubuhku yang menempel pada kakinya, seketika aku begitu ketakutan dia akan meninggalkanku."Jangan… jangan pergi." Aku terisak sambil memeluk kakinya erat-erat, jangan tinggalkan aku, maafkan aku."Kita…, aku akan tetap menikah denganmu, … pilihlah baju yang kau mau, sekarang lepaskan aku," ucapnya dingin, dia menyentakkan kakinya, sehingga pelukanku terlepas dan aku terdorong menjauhinya. Aku tak tahu kapan aku mulai menangis, tapi air mataku tidak mau berhenti mengalir saat dia membanting pintu. Bodohnya aku, dia jelas marah, aku pantas diperlakukan seperti i
Bab 50 Pengakuan"Aku suka yang ini?" Dia menunjuk gaun pengantin yang cantik, bagian atasnya juga terbuka seperti yang dia pakai sekarang, namun ditutupi dengan kain brokat, sehingga jauh lebih elegan. Bagian roknya tidak terlalu mengembang tapi jatuh panjang ke belakang. Aku mendekati gaun itu dan memperhatikan dengan seksama. Aku dapat membayangkan wanita yang memandangku dengan wajah bodoh ini, memakainya di pernikahan kami, pasti dia akan tampak luar biasa cantik."Pakai," Aku menunjuk gaun itu dengan jariku. Dengan susah payah dia mencoba melepas gaun itu dari manekin, dasar bodoh kalau dia terus memaksa seperti itu gaun itu akan robek. Aku segera berjalan keluar untuk memanggil pegawai butik
Oh rasanya nyaman sekali berada dalam pelukannya, apakah kini dia benar-benar memelukku? Bukan hanya untuk sesaat tapi langsung membuangku lagi kan? Apakah dia benar-benar memelukku untuk selamanya?"Maafkan aku, sungguh." ucapku memeluknya lebih erat lagi. Tiba-tiba dia mendorongku, aku menengadah untuk melihat matanya, rasa takut tadi muncul lagi, aku begitu takut kehilangannya. Ethan masih dengan wajah kaku mengusap air mata di pipiku dengan lembut."Apakah kamu sungguh tidak ada apa-apa dengan dia?" tanyanya. Seketika jantungku berdebar semakin kencang sehingga sakit rasanya."Aku hanya minta bantuannya untuk memilih gaun, aku bingung dari
Dia masih sibuk memandangi cincinnya di mobil, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku tahu sebentar lagi dia akan masuk ke dalam pelukanku dan tertidur. Oh Anna aku sangat mengenalmu, kekasihku ini sungguh polos dan terlalu naif. Kira-kira apa yang dia pikirkan ketika tahu mantan kekasihnya sudah aku singkirkan ke balikpapan? Dia tak perlu tahu, aku akan menjaganya agar dia tidak perlu tahu.Tubuhnya yang hangat begitu harum di pelukanku, mengapa aku begitu mencintainya, aku tidak tahu, kini aku begitu takut kehilangannya. Anna yang tertidur pulas di dadaku, mengigau sedikit, kata maaf terucap di bibirnya yang memerah. Astaga, apa yang aku lakukan tadi? Apakah aku begitu menyakitinya tadi?Saat kami sampai ke rumahku,
"Oh Anna," desah Ethan terengah-engah merasakan sentuhan Anna yang semakin mendesak. Dia semakin bersemangat untuk meninggalkan jejak di cerukan leher Anna, tapi wanita itu segera menghindar."Jangan, ah kita kan mau ke dokter, nanti malu ah," seru Anna sambil terkikik geli merasakan bibir suaminya di lehernya yang jenjang."Ish, biar saja, biar mereka semua tahu kamu ada yang punya," ujar Ethan masih mau menikmati kulit putih sempurna milih istrinya itu, tapi Anna menggeliat dengan sedemikian rupa sehingga Ethan tetap tak bisa menyesap leher sempurna itu.Dia lalu memegang kedua tangan istrinya sambil tersenyum miring. Wanita itu menatapnya dengan mata coklat mudanya yang cantik. Matanya membulat karena terkejut."Kareba bergerak terus aku akan ikat kamu!" Ethan bergaya tegas, tapi tatapan mata Anna yang memelas membuatnya tidak tega, dia mendengus lalu menyerah."Aku menc
Saat Daniel menanyakan hal itu, Anna keluar dari kamar dan mengambil alih Jacob. Anna hanya mendengar sekilas ucapan Daniel, tapi dia mengerti apa yang sedang dibicarakan."Aku ikut, saat kamu ke dokter aku ikut!" ujarnya cepat lalu meletakkan Jacob kembali ke kursinya. Batita itu kembali merenggut dan merengek, dia maunya di gendong, dia tak suka berada di kursi. Dia mulai meraung, tapi ketiga orang dewasa di sekitarnya tak ada yang peduli padanya."Oh... haruskah hari ini?" tanya Ethan sambil meletakkan daging asap mengepul di tengah meja."Ethan, kita tak tahu sampai kapan kamu akan sadar, nanti kalau kamu tiba-tiba menghilang bagaimana?" tanya Daniel dengan penuh kekhawatiran. Anna, membuat makanan untuk Jacob, lagi-lagi instan karena dia belum belanja. Ethan mencari pengalihan perhatian."Makan apa dia? Mengapa instan begitu? Seharusnya kamu masak makanan sehat untuknya jangan yang instan, Dani,
“Aku akan selalu bersamamu sayang.” Mereka menyatu dengan sempurna, Anna mengangguk setitik air mata terjatuh di pipinya.“Kamu sangat sempurna untukku, Anna. Aku mencintaimu.” Mereka saling terengah-engah memuaskan diri dan emosi mereka yang kini saling berpadu. Napas mereka memburu dengan detak jantung yang saling bertalu-talu. “Oh, betapa aku mencintainya, jangan lupakan aku, Ethan!” pinta Anna dalam hati. Dia memekik bersamaan dengan Ethan yang melenguh panjang. Pria itu menatapnya lalu mengecup air matanya.“Terima kasih sayang, karena kembali kepadaku.” Anna bergelung di dada suaminya. “Terima kasih karena telah mengingatku.” desah Anna dalam hati.Ethan berdiri untuk mengambil kaosnya dan mengenakannya kembali merebahkan dirinya di samping Anna. Pria itu menarik pinggang Ana yang ramping. Istrinya masuk kedalam pelukannya, namun walaupun Anna
Dia berdiri diatas bangku berusaha mengikat tali di bagian atas langit-langit ruangan. Namun palang yang dulunya ada untuk mamanya mengikat kini bisa tidak ada. Tadi ada, namun kini hilang, lalu saat dia sadari, tali yang dia pegang pun tak ada? Kemana itu semua? Dia berteriak dengan frustasi sampai pintu ruangan itu terbuka dengan kasar. Wanita tadi masuk dengan air mata bercucuran di pipinya."Sayang, jangang sayang maafkan aku, oh Tuhan, maafkan aku, sayang turunlah!" pekik Anna dengan sangat takut. Wajah Ethan begitu gelap. Dia berdiri diatas bangku dengan canggung, wajahnya bingung seperti mencari sesuatu yang tiba-tiba menghilang."Ethan Samuel, turun kamu dari situ!" teriak Anna berusaha dengan tegas seakan dia sedang memarahi Jacob yang membuang-buang makanannya. Pria itu menoleh dengan bingung."Aku bilang turun, kamu harus turun!" Walau air mata Anna mengalir deras, dia merasa, Ethan harus dikagetkan, dengan ca
"Sayang…," desah Ethan sambil menciumi kelopak telinga Anna sehingga Anna tekikik geli. Tubuhnya mulai bergoyang tak terkendali, merespon tiap sentuhan Ethan. Jemari Anna mulai meraih kancing kemeja kerja Ethan. Dan dengan terampil kancing demi kancing dilepaskannya. Ethan tersenyum miring saat merasakan kemejanya sudah terlepas semua, dan jemari Anna mulai merasakan dadanya."Hmm, geli Anna," Ethan mendesah saat Anna terus menyusuri kulit perutnya yang berkotak-kotak.Anna tersenyum nakal, sambil terus merasakan hangatnya tubuh Ethan. pria itu dengan cepat melepas kemejanya sehingga kedua tangan Anna bebas menyentuhnya. Mata wanita itu berbinar-binar melihat tubuh Ethan yang kurus namun berotot itu."Kamu harus makan lebih banyak ya? Tubuhmu kurus sekali," Anna menyu
"Sayang, maafkan aku, kamu sudah pulang dan aku malah membuatmu takut, kembalilah padaku, aku sangat merindukanmu," desah Ethan di telinga Anna, pelukannya terasa nyata. Anna tak lagi berusaha melepaskan diri. Dia menoleh untuk menatap Ethan, dan menilai.Mata pria itu kembali hangat sebagaimana Anna mengingatnya. Dia tersenyum sedih, memandang Anna penuh harap. Anna menatap Jacob yang sudah kembali merasa aman di pelukan mamanya, batita itu sudah sibuk bermain dengan kancing baju mamanya. Tapi tiba-tiba dia menyentuh hidung papanya"Pa….pa," cengirnya memperlihatkan gusi yang kemerahan."Iya sayang, aku papamu." Ethan menangis menatap bayinya, bukan dia sudah besar sudah bukan bayi lagi. Betapa dia sudah kehilangan waktu, apa yang terjadi? Anna terk
"Aku Anna, Anna Federica, istrimu, ibu dari Jacob anakmu. Aku berhak ke lantai tiga, atau kemanapun aku mau karena aku… ini… istri...mu!" pekiknya marah sambil memukul Ethan yang terlihat linglung. Anna marah dan kecewa, baru saja dia berpikir, Ethan sembuh dan mereka bisa kembali seperti sedia kala. Namun dalam sekejap semua harapannya pecah berkeping-keping.Dia terus memukuli Ethan sampai kedua tangannya dipegang Ethan dengan kuat sehingga dia tidak bisa memukulnya."Apa, kamu kamu apa?" teriak anna marah berusaha melepaskan diri yang percuma."Aku mau ini." Pria itu lalu menunduk mengecupnya lagi. Dia terus mendorongnya ke dinding, sambil terus menciumnya dengan panas. Anna menerima ciuman itu dengan bingung, namun gairahnya muncul dan kem
Ethan tak dapat berpikir, untuk sementara dia hanya mengagumi kecantikan alami wanita di hadapannya. Dia bergerak otomatis mendekati wanita itu saat dia sedang sibuk mengeringkan rambutnya. matanya membesar saat menyadari Ethan sudah ada dihadapannya."Mau apa kamu?" tanya Anna mundur. Tapi Ethan semakin mendekat, dan dia sudah menempel di dinding kaca boks mandi."Mengapa kamu sangat mengganggu?" Dia mengangkat tangannya dan mengelus pipi Anna dengan lembut, wanita itu terperangah, merasakan sentuhan Ethan setelah beberapa lama, rasanya luar biasa. Mereka saling pandang yang terasa sangat intens dan ketika insting membawa Ethan untuk menunduk dan merasakan bibir wanita itu dia mundur. Kaget dengan apa yang ada di kepalanya."Astaga, apa yang baru saja dia pikirkan?" batin Ethan, bagaimana dia bisa mau mencium wanita lain selain Anna. Wanita itu menatapnya lalu segera meninggalkannya yang bingung di dalam kam
Daniel menatap Ethan yang kini makan dengan lahapnya di meja makan. Walaupun pikirannya belum sembuh setidaknya hari ini sudah ada makanan yang masuk."Dani, chef-nya pintar yang kali ini, boleh dipertahankan. Nanti siang aku mau masakan dia lagi," ucap Ethan mengambil lagi nasi goreng dari bakul. Daniel mengangguk dengan senyuman di bibir karena mengetahui kalau itu adalah masakan Anna. Semoga dengan keberadaan Anna, Ethan bisa pulih."Dani, kamu bisa jadwalkan dokter buat Anna? Dia sepertinya kesakitan sekali kemarin, punggungnya pegal, dia kan sudah masuk bulan ke-7?" Dan harapan Daniel kembali pupus. Entah kenapa, ingatan Ethan selalu berhenti di Anna hamil 7 bulan. Setiap hari perintahnya selalu sama. Namun Daniel hanya mengangguk dan meninggalkannya masih asyik makan.