“Kalian tidur di sini malam ini,” titah Sinar seraya mengemasi beberapa skincare yang ada di wastafel kamar mandi. Ada beberapa peralatan make up, yang juga Sinar masukkan ke dalam tasnya.
Mai yang hanya berdua di kamar dengan sang bunda, tidak menjawab. Ia sibuk meratapi nasib sembari terbaring lelah di atas tempat tidur. Mau tidur di mana pun juga tidak masalah bagi Mai. Yang benar saja, dirinya dan Raj tidak mungkin akan langsung melakukan malam pertama, bukan?
Ah, memikirkannya saja Mai langsung menggeram kesal dan kembali merutuki dirinya sendiri. Merasa begitu bodoh, karena terlena dengan sebuah kenikmatan yang berujung kesialan seperti sekarang.
Sejauh ini, sang bunda juga tidak mengungkit tentang kejadian memalukan yang ada di kamar Mai beberapa waktu lalu. Sinar sepertinya enggan untuk membahas hal tersebut dengan Mai. Kedua orang tua Mai itu, hanya langsung mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah, daripada harus memberi ceramah panjang lebar
Mai terbangun ketika merasakan benda yang bergetar tanpa henti di atas tempat tidurnya. Tangannya pun menjelajah untuk menggapai benda yang telah mengganggunya. Saat tangannya mendapatkan sebuah benda persegi pipih yang diyakini Mai adalah ponselnya. Tanpa memperhatikan nama yang tertera di sana, ibu jari Mai langsung menggeser icon berwarna hijau lalu meletakkan benda pipih itu di telinganya.“Hm!” gumam Mai untuk menyapa seseorang yang sudah mengganggu tidurnya. Mai bahkan kembali menutup matanya dan masih ingin melanjutkan kegiatannya barusan.“Raj?” ujar suara seorang wanita yang bernada tanya di seberang sana.“Raj?” Mai balik bertanya dengan nyawa yang masih belum terkumpul sepenuhnya. “Kamu siapa?” Wanita di ujung saluran juga bertanya balik dan terdengar tidak sabaran. “Di mana Raj? Kenapa hapenya bisa sama kamu pagi-pagi begini?”“Raj?” tanya Mai sekali lagi sambil me
Seusai mandi, Mai keluar dan mendapati sang bunda sudah duduk di sofa yang berada di samping jendela kaca. Menatap hamparan gedung di luar sana dengan raut wajah yang sama sekali tidak bisa dibaca.“Sudah bangun, Nda?” tanya Mai yang tidak biasanya berbasa-basi seperti ini. Mai masih merasa tidak enak hati karena perbuatannya dengan Raj tadi malam. Merasa bersalah karena sudah mengecewakan kedua orang tuanya dengan berbuat hal yang tidak senonoh dengan seorang pria di dalam kamar.“Hm,” Sinar menggumam lalu menoleh pelan pada Mai yang masih memakai bathrobe. Langkah putrinya itu langsung tertuju pada sebuah tas yang tergeletak di samping pintu. Mai membawa tas tersebut lalu meletakkannya di atas tempat tidur.“Raj di luar sama ayah,” lanjut Sinar memberi tahu.‘Oh.” Mai mengambil baju ganti, lengkap dengan pakaian dalamnya, lalu berbalik menatap Sinar. “Aku ganti baju bentar, Nda.”Sinar t
Raj akhirnya bisa bernapas lega, setelah Pras dan Sinar keluar dari kamar yang ditempatinya. Kalau saja semalam ia tidak melakukan kesalahan, mungkin berbicara dengan Pras tidak akan semenegangkan seperti pagi ini.Meskipun begitu, Raj masih bisa mengatakan bahwa dirinya beruntung, karena Pras tidak menyinggung apapun mengenai kejadian tadi malam. Pria itu hanya berbicara tegas dalam memberi nasihat untuk kebahagiaan putrinya ke depan. “Duduk,” kata Mai memberi perintah ketika melihat Raj masuk ke dalam kamar. Mai menunjuk sofa yang ada di samping jendela dengan dagunya. Sedangkan dirinya sendiri, kini tengah duduk bersila di sudut ranjang.Diperintah seperti itu, Raj tentu saja enggan melaksanakannya. Kenapa juga mereka harus duduk berjauhan, sedangkan status keduanya saat ini adalah sepasang suami istri. Mereka sudah sah di mata agama dan sudah halal jika duduk berdempetan apalagi saling menyentuh.Untuk itu, Raj melangkahkan kakinya mengha
Seakan belum puas telah menjeritkan nama Mai dalam pelepasannya, Raj terus saja menjalarkan bibirnya sesuka hati pada tubuh sang istri. Begitu memuja, begitu mendamba. Andai penyatuan ini bukan yang pertama bagi mereka terutama bagi Mai, maka Raj tidak akan segan untuk mengambil haknya kembali. Namun, Raj masih tahu diri karena sang istri mengeluh nyeri dan masih belum terbiasa dengan penyatuan yang baru saja mereka lakukan. “Jauh sana!” geram Mai berkata ketus sembari berbalik perlahan untuk memunggungi Raj. Sangat berbanding terbalik ketika tubuhnya berada di bawah Raj dan mendesahkan nama sang suami berulang kali. Ternyata, rasa sakit saat menyatukan diri untuk pertama kali, benar-benar terasa nyata. “Panas, tauk! Mana laper!” Bukannya menjauh, Raj malah semakin menempelkan tubuh polos mereka yang masih b
Pertama kali menginjakkan kaki di kamar Mai, Raj benar-benar dibuat takjub. Bukan masalah barang-barang yang sudah pasti harganya setinggi langit, tapi Raj terkesiap dengan luas kamar tersebut. “Ay, kamarku di rumah mama, sama kamar di rumahku yang lagi renov, besarnya gak ada separuh dari kamarmu,” ujar Raj memberi tahu. Mai hanya menggumam lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan helaan lega. Benar-benar ingin beristirahat karena tubuhnya terasa remuk dan bagian intinya masih terasa nyeri. Apakah efek bercinta memang seperti ini? Untuk masalah kamar, dari dulu Mai memang tidak pernah mempermasalahkan hal seperti itu. Mai juga sering menginap di rumah mendiang oma July, tepatnya di kamar sang bunda dahulu kala. Besar kamarnya pun tidak sampai
“Eit!” Raj buru-buru mencekal tangan sang istri yang hendak keluar dari roda empat miliknya, yang baru saja berhenti sempurna di parkiran basement gedung Casteel High. Pagi ini, adalah hari pertama Raj mengantarkan Mai sebagai seorang suami, bukan lagi sebagai supir pribadi. Wajah datar Mai itu menoleh. “Apa lagi?” “Cium,” pinta Raj tanpa beban sama sekali. Mai dengan cepat menepis tangan Raj dan sedikit menekuk wajah. “Gak mau, aku sudah pake lipstik!” Raj berdecak seketika, lalu kembali meraih tangan sang istri. “Lipstikmu itu mahal, kan? Jadi, gak mungkin belepotan.” Raj selalu saja punya alasan dan beribu cara untuk meminta jatah pada Mai. “Tadi pagi sudah, kan?”
"Siang, Mbak Mai," sapa Byakta yang tidak sengaja bertemu dengan Mai di lantai sepuluh tempat jajaran direksi berada. Mai yang masih terpaku di dalam lift itu pun mengangguk. Membalas sapaan Byakta dengan sikap formal yang sama. "Siang, Mas By." Meskipun keduanya bekerja di gedung yang sama, intensitas pertemuan Mai dan Byakta hampir tidak pernah terjadi pada jam kerja. Keduanya terkadang hanya bertemu ketika pagi hari saat berangkat kerja, jam makan siang, atau ketika pulang sore harinya. Itu pun hanya saling berpapasan dan bertegur sapa secara formal. Tersadar dan tidak ingin pintu lift tertutup kembali, Mai buru-buru melangkah keluar. Sedangkan Byakta, masih saja membatu di depan pintu, tanpa melepas pandangannya pada Mai sedikit pun.
Mai bersedekap tegak, dengan tas branded merk ternama yang ia selipkan pada lipatan siku. Menatap datar pada seorang wanita yang sepertinya pernah Mai lihat, tapi ia lupa di mana tepatnya. Jika dilihat dari penampilannya yang begitu elegan, wanita tersebut pastilah berasal dari keluarga terpandang. Mai bisa melihat semua itu dari kacamata, pakaian, tas dan sepatu yang dikenakan wanita itu. Sangat berkelas dan yang pasti, seluruh barang yang dipakai wanita itu bukanlah barang imitasi. “Jadi, kamu yang namanya Mai? Permaisuri?” tanya wanita yang juga tengah berdiri dan menatap Mai dengan teliti. Mai mengangguk pelan, masih berpikir tentang siapa wanita di depannya saat ini. Ketika jam pulang kerja tiba, Mai diberitahu kalau ada seorang wanita yang ingin menemuinya. Hal itu terjadi, ketika Mai sudah berada di lobi d
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. “Mamiii …” Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ‘dendam’ saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. “Gimana?” tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. “Ini lagi mau jalan ke rumah sakit.” Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. “Sudah ngomong sama Bira?” Pras mengangguk. “Sudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.” “Aku gak enak sama Bira kalau begini,” keluh Sinar. “Terus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama