"Kau memasukkan apa ke dalam minuman Anna?" Irish dikejutkan dengan suara yang terdengar tepat di telinganya. Degup jantung Irish mendadak berdebar-debar, dia tahu siapa yang ada di belakangnya.
"Aku tidak memasukkan apa-apa," tukas Irish. Dia menggeser tubuhnya ke kiri untuk menghindari deburan napas dari Ben.
Netra Ben terus memperhatikan dan mengekori Irish. Ben mendesah sedikit saat Irish menyenggol sesuatu. Mereka berdua begitu sangat dekat dan berdempetan. Irish justru merasa risih dibuatnya. Dia langsung menyingkir dari posisinya yang berada di dalam kungkungan Ben.
"Kau mau ke mana?" cegah Ben menarik tangan Irish. Mengembalikan posisi Irish di tempat semula. Membuat Irish merasa terkunci diantara kungkungan kedua tangan Ben.
"Minggir, aku mau kembali ke meja kerja!" Mendorong tubuh Ben.
"Kau belum menjawab pertanyaan ku?" Ben mencegah Irish.
"Kenapa kau suka sekal
Ternyata saat ejadian di halte bus sore itu, Alexander sudah lama memperhatikan adiknya, Irish dari seberang jalan. Bukan Alex tidak ingin datang dan melindungi Irish, namun justru Alex sedang memperhatikan Benjamin. Atas penjelasan dari kekasihnya Ayana, dari situ Alex mengetahui siapa sebenarnya Benjamin itu. Awal mula pertemuan Alex dengan Ben yang salah paham. Ben mengira bahwa Alex adalah laki-laki yang mempunyai kedekatan dengan banyak wanita dan Ben mengira bahwa Irish adalah korban Alex selanjutnya, mengingat Alex pun mendekati Ayana yang notabene-nya adalah rekan kerja satu kantor. Dengan melihat kejadian tadi, Alex sudah bisa menyimpulkan sosok seorang Benjamin seperti apa. Namun, Alexander belum yakin seratus persen pada Benjamin. Alex tidak ingin kalau adiknya salah dalam memilih pasangan. Alex mengikuti mobil metalik silver milik Ben sampai ke sebuah rumah sakit. Lalu dia segera kembali ke rumahnya. Setelah
Irish masih mencerna kata-kata Anna waktu itu. Dia merenung duduk di sofa ruang tengah. Memangku dagunya dan berdecak heran."Peka? Apakah itu penting?" gumamnya. Alex yang memperhatikannya dari balik sebuah majalah yang sedang dia baca. Alex tersenyum sendiri mendengarkan celotehan Irish."Sssh ... aku tidak paham akan hal itu." Menjatuhkan dirinya di sofa. Sesaat setelah itu terdengar Alex berdehem. Kepala Irish pun menyembul untuk melihat Alex. Namun, Irish terkejut saat itu juga. Dia dibuat kaget karena sang Kakak sudah berjongkok di belakang sofa."Kak Alex ini sedang apa sih? Mengejutkan saja." Irish memegang dadanya yang berdegup sangat kencang saat itu. Alex tertawa terbahak-bahak."Ha ha ha ... bisa terkejut juga, ya." Alex bangun dari posisinya yang jongkok di belakang sofa."Huh—untung aku tidak punya riwayat penyakit jantung, Kak," gerutu Irish mengomel-ngomel sendiri.
Ketika cinta datang secara tiba-tiba. Kita pun tidak bisa menolaknya jika hati ini juga memberikan sinyal. Mungkin itu yang dirasakan oleh Benjamin. Pemuda itu belum mengetahui hal sebenarnya antara Alexander dan Irish. Sudah beberapa kali Ben memergoki keduanya sampai-sampai Ben harus memberi peringatan tegas pada Alexander.Malam itu secara tidak diketahui oleh Irish dan Marky, ternyata Ben kembali membuat perhitungan untuk ketiga kalinya dengan Alex. Hal itu membuat pelipis Alex luka dan Ben pun mengalami memar di dahinya.❣❣❣Hotel Leiden siang itu."Tuan Muda, ini ada beberapa proposal yang harus Anda tanda tangani." Marky menyerahkan beberapa map berisi proposal."Taruh saja di meja," balas Alexander yang masih sibuk memasang plester di pelipis matanya."Oh, kenapa dengan pelipis anda Tuan Muda?" tanya Marky.
Di hari berikutnya, hotel Leiden masih menjadi tempat orang-orang terpandang mengadakan pertemuan dengan para relasi bisnis. Hari itu Alex mengajak Ayana ke Hotel. Sebenarnya Ayana tidak mau tapi berhubung Irish yang memintanya untuk ikut, agar bisa menemani Kakaknya, Alex. Sedangkan Irish sendiri ada urusan dengan Benjamin.Siang itu memang ada pertemuan antar beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan Alexander."Ayana—sedang apa kau di hotel ini?" tiba-tiba Hendric sudah berdiri di belakang Ayana. Pasti masih ingat kan, siapa Hendric? Laki-laki itu adalah mantan pacar Ayana.Ayana tersentak kaget melihat Hendric juga berada di hotel Leiden. Rasa kecewa yang mendalam masih Ayana rasakan dan membekas di hatinya."Kau sangat cantik memakai baju itu!" Hendric memandang Ayana dari ujung rambut sampai ujung kakinya, dia mulai melancarkan jurus mautnya. "Apa kau sedang menunggu seseorang atau kau
"Nona Muda, mau pulang?" tanya Bibi Dennisa melihat Irish tengah bersiap-siap. "Iya Bi, hari sudah semakin sore," jawab Irish tersenyum menatap wanita yang mengasuhnya dan Kakaknya sedari kecil. "Emm ... Nona Muda, tadi Tuan Muda menghubungi Bibi. Kata Tuan Muda, beliau akan menginap di hotel malam ini." Bibi Dennisa memberitahu Irish. "Menginap di hotel?" Irish mengernyit bingung, karena tidak seperti biasanya. Yang Irish tahu, jika Alex tidak pulang ke rumah, dia pasti akan tidur di apartemennya. "Kata Tuan Muda tadi siang ada keributan di hotel, jadi Tuan Muda akan tinggal dulu di hotel." Bibi Dennisa menjelaskannya. "Terima kasih ya, Bi. Bibi juga boleh pulang." Irish memeluk wanita tua tersebut. "Hati-hati, Nona Muda. Tuan Ben, Bibi minta tolong antar Nona Muda dengan selamat sampai ke rumah." "Ah, tenang saja Bi. Nona Muda Irish akan aman
Kejadian di gudang tua sudah teratasi dan tidak terjadi hal yang serius pada Alex. Namun, tidak dengan Ayana. Ben masuk ke kamar di mana Irish terbaring lemah selama enam jam. Alat infus menancap di pembuluh darahnya dan ventilator masih terpasang di hidungnya. Wajah cantik dan manis itu terlihat pucat. Ben begitu menyesali kejadian pada waktu itu. Tiit ... Tiit ... Tiit ... Suasana begitu sunyi dan yang terdengar hanyalah alat detak jantung Irish. Ben mendekati Irish yang masih tidak sadarkan diri. Dibelainya lembut surai keemasan milik Irish. "Irish, bukalah matamu. Cepatlah bangun!" Ben mengecup kening Irish. "Bagaimana keadaan Irish?" tanya Alex yang baru saja masuk ke dalam ruangan. "Dokter bilang keadaannya sudah stabil, tapi kenapa dia belum juga sadarkan diri?" ucap Ben terlihat sangat khawatir terhadap Irish, pasalnya Irish belum j
Irish merasa sangat risih ditatap dengan tatapan yang seperti sedang melihat orang aneh, akan tetapi Irish terlihat masa bodoh. Yang ada dalam pikirannya saat itu hanyalah makan, karena tidak dipungkiri, Irish sudah merasakan rasa lapar.Berbeda dengan para pegawai di sana, karena pusat perhatian mereka tertuju pada Irish. Entah karena Irish saat itu terlihat sangat anggun dan cantik atau mata mereka tertuju pada sosok seorang Benjamin.Irish memang mengakui jika Benjamin adalah pemuda yang tampan, akan tetapi Irish memang tidak menyukai sifat dan sikap Benjamin. Namun, di sisi lain Ben juga mempunyai sisi lembut yang baru diketahui oleh Irish akhir-akhir ini.Bola mata Irish terus berputar memperhatikan sekitar. Gadis cantik berlesung pipi itu masih menangkap sesuatu yang aneh di restoran itu."Selamat datang, Tuan Muda," sapa seorang perempuan yang membawakan daftar menu pada Benjamin."
Irish menghela napas panjang. Dia menengadah ke atas, menatap langit-langit ruangan tengah. Ayana yang menyadari hanya berdecak. "Aku akan sendirian, jika kau mengundurkan diri," celoteh Irish. "Ada si Bos Besar, dia pasti akan menemanimu setiap saat." Ayana terkekeh. Irish melengos mendengarkan ucapan Ayana. Melihat reaksi Irish yang sangat lucu, Ayana makin suka menggodanya. "Makanya buruan kalian menikah," celetuk Ayana. "Hah? Menikah? Dengan dia?" "Siapa lagi?" goda Ayana. "Sudah, ah. Aku berangkat sekarang saja, ya." Irish menyambar tasnya dan berlalu dari hadapan Ayana. "Kenapa jadi dia yang ngambek." Ayana mengangkat bahunya. ❣❣❣ Alex menyetir mobilnya dengan pelan saat memasuki area apartemen. Pria itu tampak tid