Home / Rumah Tangga / Mutiara Untuk Abang / Bab 67 Menuju Tempat Duka

Share

Bab 67 Menuju Tempat Duka

Author: HIZA MJ
last update Last Updated: 2024-05-25 16:31:51
"Mobilnya sudah siap, Pak Lan?" Tanya Pak Ali pada supirnya sebegitu memutus panggilannya dengan Motaz.

"Sudah siap, Pak."

"Apa tidak sebaiknya pakai pesawat saja?" Tanya Ibu Katherine pada suaminya.

Ia setengah khawtair dengan perjalanan panjang yang akan mereka tempuh. Mereka sudah lama sekali tidak melakukan perjalanan darat untuk durasi waktu lebih dari lima jam.

"Pesawat menuju Solo biasanya terlalu banyak delay dan berputar-putar. Semakin lama. Dari bandara Solo ke kampung Mutiara masih sekitar dua sampai tiga jam lagi. Lebih cepat efisien pakai mobil, kalau waktunya pas, bisa sekalian jemput Motaz di Bandara Solo." Terang Pak Ali memegang bahu kanan istrinya.

Nampak sekali gurat kesedihan dan penyesalan pada laki-laki sepuh itu. Pak Ali menyesali situasi ini karena Motaz sedang tidak bisa diandalkan.

Urusan rumah sakit dan kepemimpinannya terkadang bahkan seringkali membuat Motaz terhanyut hingga mengabaikan urusan lainnya yang mungkin lebih darurat.

Karena penyesalannya
HIZA MJ

*Sego tiwul = nasi tiwul, olahan pengganti nasi yang terbuat dari tepung gaplek. Gaplek adalah singkong yang dikeringkan lalu ditumbuk. *Guyub = kebersamaan. *Sampun = sudah

| Like
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nely Aliyah
Mana nih lanjutannya? Masih belum ada
goodnovel comment avatar
Nely Aliyah
Mana lanjutannya? Jgn lama2 dong..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 68 Kejadian Nahas

    Puluhan tahun bergabung dan menjadi sekretaris pribadi keluarga Pak Ali juga sekaligus sebagai teman bermain kedua anaknya, Aini tak pernah sekalipun melihat Motaz selinglung, sekosong dan sehampa itu.Aini tak tahu benar apa yang dirasakan Motaz, bisa jadi karena rasa bersalah pada Mutiara karena tidak ada disana ketika istrinya sangat membutuhkannya. Bisa jadi karena dirinya merasa menjadi tak berguna disaat seseorang yang sangatd dekat dengannya disaat-saat genting.Keduanya terdengar memang sama saja. Tapi yang kedua, mungkin perasaan itu yang lebih besar dirasakan Motaz sekarang. Ia yang tak pernah setengah-setengah membantu orang dan selalu memberikan yang terbaik bagi orang terdekatnya, berusaha keras membuat orang terdekatnya bahagia namun di situasi seperti ini ia sama sekali tidak bisa diandalkan. "Nenek dari istri Pak Motaz meninggal dunia semalam, Bapak-bapak. Saya mohon keleluasaan hati Bapak-bapak sekalian untuk ikut mendoakan. Namanya Nek Sugi." Ucap Aini di depan par

    Last Updated : 2024-05-28
  • Mutiara Untuk Abang   Bab 69 Kabar Untuk Pak Ali

    Motaz menatap sebuah rumah reot yang terbuat dari anyaman bambu. Ia pun tak tahu mengapa tiba-tiba ia berada di sana. Seingatnya, terakhir kali ia berada di dalam sebuah pesawat dan pesawat itu...Pesawat itu mengalami kecelakaan. Motaz mengerjap, memegang kepalanya lalu menoleh kanan dan kiri.Menatap sekeliling yang kabur. Semuanya kabur, ada beberapa rumah tetapi tak jelas. Mata Motaz masih sehat, kalaupun ia mengalami miopi rasanya tidak sampai seburuk itu.Lagi pula, kenapa rumah lain buram sementara rumah bambu itu sangat amat jelas di matanya?Apa yang terjadi sampai ia berada di sana?Rumah itu tidak asing, dan suara teriakan di dalam sana pun Motaz benar-benar mengenalnya. Tetapi mengapa ia di sana?Sesaat kemudian ia tersentak saat seseorang keluar dari rumah itu. Motaz mundur selangkah lalu mengernyit. "Itu Muti..""Kenapa Muti keluar dari rumah itu? Kenapa Muti berteriak? Kenapa Muti bisa ada di sana juga?"Pertanyaan-pertanyaan itu hanya ada di dalam kepala Motaz, mulutnya

    Last Updated : 2024-06-03
  • Mutiara Untuk Abang   Bab 70 Pertemuan Kembali

    Sepeninggal Ayu, Mutiara termenung sendirian di dalam kamar yang menyimpan banyak memori masa kecilnya itu. Meski telah banyak berubah, tapi Mutiara tetap bisa merasakan himpitan kesusahan melalui tumpukan-tumpukan baju yang tercerai berai di dalam lemari itu.Baju lusuh yang baunya bercampur-campur menguar dari dalamnya. Terutama dari lemari berisi baju para lelaki tak tau diri itu."Sebenarnya apa yang dilakukan Bagas dan Bapak sampai mbahe begitu marahnya? Seberapa parah kelakuannya?" Gumam Mutiara sendirian.Mutiara beranjak dari tidurnya, lalu mendekati lemari portabel yang berisi baju-baju mbahe, terlipat rapi dan bersih. Kontras sekali dengan lemari di samping. Pasti Bulek Nunik yang merapikan lemari Mbahe ini. Pikirnya.Mutiara mengambil satu baju milik Mbah Sugi. Baju kebaya khas jawa berbahan tipis dan biasanya simbah selalu memakai stagen yang katanya untuk mengencangkan perut. Selain itu bisa berfungsi juga sebagai tempat penyimpanan. Uang misalnya, atau benda-benda kecil

    Last Updated : 2024-06-04
  • Mutiara Untuk Abang   Bab 71 Dua Saudara

    "Wedhokan asu!! Balekke!"Mutiara berjengit lantas mengernyit. Ia bukan terkejut dengan bentakan dan hardikan kasar itu. Bukan, sebab ia sudah terbiasa mendengar umpatan itu. Ia sudah terbiasa mungkin sejak ia bayi mendengar kata-kata kasar itu.Bukan itu yang membuat Mutiara terkejut.Penampakan Bagas-lah yang membuatnya terkejut. Bagas bukan cuma mabuk, Bagas sedang sakaw. Tubuhnya yang gemetar, muntah, matanya merah berair dan berkeringat banyak lebih menarik perhatian Mutiara.Naluri Mutiara sebagai dokter menariknya untuk mendekati Bagas dan memegang dahi laki-laki itu, tapi sergapan Bagas yang masih kuat membuat Mutiara limbung.Semua wanita di dapur yang menyaksikan itu berteriak. "Nduk Muti...""Kowe sopo? Kowe sopo wani-wanine demok aku? Wedhokan asu! Balekke hapeku! Kuwi nggonaku!!" Bagas menggeram kasar dan lantang, meski tersendat-sendat. (Kamu siapa? Kamu siapa berani-beraninya menyentuhku? Perempuan asu! Kembalikan ponselku! Itu punyaku!)Tangannya menarik kasar baju bagi

    Last Updated : 2024-06-04
  • Mutiara Untuk Abang   Bab 72

    Apa yang dirasakan Mutiara setelah raungan sirine itu menghilang membawa tubuh saudaranya yang sakaw?Jawabannya, tidak ada. Tidak ada perasaan apapun. Mutiara termangu memandang iring-iringan itu tetapi pikirannya tidak mengikuti kemana bergeraknya ambulance dan sedan polisi itu.Tidak ada keterkejutan meski hari ini ia baru mengetahuinya bahwa Bagas adalah seorang pecandu.Bahwa baru hari ini ia mengatahui kalau Bagas juga pernah dipenjara karena mencuri.Baru hari ini juga ia mengetahui keburukan yang ternyata berusaha disembunyikan oleh almarhum Mbahe tentang seorang Bagas. Tapi Mutiara seolah sudah bisa menerkanya, bahwa tabiat itu memang susah diubah.Dan ternyata semakin memburuk dari hari ke hari, tahun ke tahun.Mutiara menghela napas panjang setelah ambulance dan mobil polisi menghilang dari pandangan. Napas berat seperti sebuah keputus asaan. Diperkuat dengan mimik kosong yang menatap jauh ke depan.Semua orang menyangka Mutiara pasti syok karena keadaan Bagas yang ternyata

    Last Updated : 2024-07-04
  • Mutiara Untuk Abang   Bab 73

    "Ruang operasi dua sudah siap, Dok." Ujar residen yang mengawasi Motaz. Napasnya terengah karena mengejar waktu.Hematoma yang dialami Motaz rupanya merupakan hematoma subdural yang bisa menyebabkan anuerisme yang berbahaya. Dan semuanya baik dokter serta tenaga medis lainnya maupun pasien sendiri seperti berlomba dengan bom waktu.Operasi harus dilaksanakan segera dengan tindakan yang akurat dan cepat dan tentu saja aman demi keselamatan pasien, kalau tidak..Kalau tidak... ya, Tuhan yang menentukan."Thanks. Aku akan bersiap. Kamu ikut? Atau residen yang lain?" Jawab si dokter. Menutup sebuah map di meja perawat lantas berdiri. Tangannya meraih jas yang tadi ia letakkan di punggung kursi."Saya ikut. Saya mau tau tentang hematoma lebih dalam. Pasti ada gejala lain sebelumnya sebelum terjadi benturan itu.""Ayo jalan. Aku jelaskan sambil jalan."Si residen mengikut di belakang tergopoh menyamakan langkah dokter pembimbingnya yang berjalan cepat. Selalu cepat. Hampir semua perawat, do

    Last Updated : 2024-07-04
  • Mutiara Untuk Abang   Bab 74 Pertemuan Itu...

    Bagus memukul-mukul kepalanya yang terasa sangat berat. Lalu sempoyongan berdiri memaksakan kakinya agar kuat berdiri. Menuju pintu keluar rahasia para member gelap di gedung itu.Semua orang sudah tidak ada. Tapi sesaat lalu ia jelas mendengar samar-samar suara Bejo membangunkannya dengan menyebut-nyebut nama Bagas. Lantas kemana semua orang? Kemana Bejo?Tempat itu sangat gelap, kepalanya yang pusing dan atas matanya berdenyut-denyut semakin terasa pening ketika ia memaksakan berjalan di tempat segelap itu.Setelah ia berhasil keluar dari tempat itu, matanya menangkap sosok Bejo masih berdiri di sebelah motornya sembari menatapi ponsel satu kali pakai miliknya.Bejo mendongak memandangnya dengan wajah kesal dan muak. Rautnya jelas menunjukkan kalau Bejo ingin sekali menghabisinya.Rahang Bejo mengetat, lalu menghela napas berat dan memasukkan ponselnya dengan kasar ke dalam saku bajunya sendiri."Ayo, tak goncengke. Awedewe ra oleh suwe-suwe neng kene." Kata Bejo sambil naik ke ata

    Last Updated : 2024-07-05
  • Mutiara Untuk Abang   Bab 75 Malam Menyakitkan

    Mutiara berlari sambil memegangi mulutnya. Mualnya tak tertahankan memancing Nunik yang berada di dapur saat itu reflek mengikutinya."Muti.. Ada apa, Nduk? Kamu kenapa?" Ujarnya berlari kecil di belakang Mutiara.Ia tak memperhatikan seorang Bagus yang juga mengikuti di belakang saat itu. Tak sadar dengan tampilan Bagus yang berantakan serta membawa bau menyengat. Campuran alkohol dengan bau badan karena tiga hari tak mandi.Sementara Bagus mengikuti langkah Nunik yang tergesa, ia terpaku kemudian. Menghentikan langkahnya dan membelalak. Apa ia tak salah dengar?Muti?Maksudnya Mutiara, anak kecil yang dulu hanya bisa membuat istrinya kesusahan sampai akhirnya meninggal?Bagus terbengong mendapati Nunik menyusul Mutiara sambil memanggil-manggil wanita itu. Ia jelas tak salah dengar. Pantas saja Lastri terlihat lebih muda dan segar. Juga memakai kerudung itu, terlihat semakin cantik.Ia pikir demikian. Ia pikir Mutiara adalah Lastri sewaktu masih muda.Perlahan, Bagus mendapatkan kesa

    Last Updated : 2024-07-09

Latest chapter

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 90 End

    Mutiara menyibak gorden tebal yang menjuntai, pintu kaca yang membentang bak dinding itu.Mutiara menggesernya, lantas melangkah keluar mendekati balkon hotel tempatnya menginap. Balkon itu menyuguhkan pemandangan luar biasa indah yang pernah ia rindukan dulu.Dulu sekali... Saat ia sempat berjuang di sana demi mendapat kehidupan yang lebih baik.Sekarang, ia berhasil meraihnya serta mendapatkan bonus suami yang luar biasa baik dan tampan.Pemandangan putih menyelimuti atap-atap rumah,halaman, pohon-pohon serta jalan-jalan. Khansa melongok ke bawah. Beberapa orang berseragam orange sedang menyerok salju di jalanan. Lalu di sebelahnya terdapat anak kecil sedang membuat boneka salju.Tak jauh dari sana, seorang anak lainnya tengah jahil menggoyang-goyangkan pohon agar salju yang tertambat rontok menimpanya.Khansa tersenyum lebar. Masih terlalu pagi untuk mereka melakukan itu. Apa mereka tidak kedinginan?"Apa yang kamu lihat?" Motaz tiba-tiba datang membentangkan selimut tebal dan mera

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 89 Perlindungan Diri

    Butuh beberapa lama bagi Motaz untuk pulih kembali, dan lelaki itu tetap menolak untuk dipindahkan ke luar negeri.Jangankan ke luar negeri, untuk pindah ke Jakarta dan mendapatkan perawatan yang lebih baik saja ia menolak.Motaz menolak dengan alasan ingin beberapa saat berada di kota yang pernah membuatnya menemukan cinta pertamanya. Perawatan di sini memang cukup walaupun tetap berbeda dengan rumah sakit besar di Jakarta. Rumah sakitnya sendiri."Kita bisa kembali lagi ke sini kapanpun Abang mau, tapi Abang harus sembuh dulu." Tidak ada satu hari pun yang Muti lalui di rumah sakit itu tanpa membujuk sang suami agar mau dipindahkan ke Jakarta.Sayangnya, bujukan itu semuanya gagal karena kekeras kepalaan Motaz sekaligus alasannya yang selalu sulit ditolak."Kalau kita sudah berada di Jakarta apalagi di luar negeri. Kita akan lupa karena sudah disibukkan dengan kehidupan kita di sana." Jawab Motaz enteng. Matanya sibuk menatapi jemari sang istri yang sedang memijat jemarinya."Gimana

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 88 Masih Tentang Kebenaran

    "Dia Motaz, Ara. Dia suamimu sekarang. Dan dia berhasil mendapatkan cinta pertamanya."***"Aku bekerja di rumah sakit itu. Datanglah.." Ucap seorang laki-laki yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Obati luka-luka itu dengan benar! Atau setidaknya lapor polisi!" Suaranya meninggi dan tiba-tiba berbalik menatap tajam pada Muti.Mutiara tersentak. Ia tak mengerti mengapa laki-laki itu terlihat begitu marah padanya, padahal mereka baru bertemu. "Kenapa marah?" Muti yang terkejut ikut meninggikan suaranya.Laki-laki itu menghela napas. "Apa kamu sendiri nggak marah? Kamu diperlakukan seperti itu oleh bapakmu sendiri kamu nggak marah?""Aku udah biasa.""Hanya karena sudah terbiasa lantas bisa dimaklumi? Itu penganiayaan!""Jangan marah!"Motaz tak mengerti dengan dirinya hari itu. Ia khawatir, cemas, bingung dan marah. Ia menjengut rambutnya lantas mendesah keras."Aku makasih karena sudah diobati. Tapi bukan berarti kamu bisa ikut campur urusan keluargaku!""Maaf... Berjanjilah kamu

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 87 Tentang Kebenaran

    "Kenapa tidak melaporkannya ke polisi? Itu penganiayaan? Apa semua orang buta? Kenapa satu kampung tidak ada yang bertindak padahal mereka melihatnya bertahun-tahun? Kenapa kamu nggak pergi?""Saya berterima kasih karena kamu mau membantuku dan mengobatiku. Tapi ini bukan urusan kamu. Ini urusan keluargaku.""Kamu masih SMA! Kamu baru 16 tahun! Kamu masih di bawah umur!" Nada suara Motaz meninggi."Nggak usah teriak-teriak.." Sahut Mutiara tak kalah tajam.Motaz menghela napasnya. Duduk dengan kasar di tempat duduk semen yang dibuat di taman itu."Apa sama sekali nggak ada yang berani melapor? Siapa laki-laki tadi?""Bapak." Jawaban singkat itu segera membuat mulut Motaz tertutup rapat. Tersentak. Tetapi matanya menghujam pada Mutiara sangat lama.Tatapan keterkejutan yang lama-lama berubah lembut."Mulai sekarang kamu adalah pasienku. Dan setiap dokter pasti akan melindungi dan mengobati pasiennya. Aku janji akan membantu mengobatimu. Hanya itu. Aku nggak akan ikut campur urusanmu

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 86 Cinta Pertama

    Ketukan sepatu pantofel Mutiara yang beradu dengan lantai rumah sakit hampir seirama dengan detak jantungnya. Cepat dan mendebarkan. Rasa haru, sedih, putus asa, dan kerinduan berpadu menjadi satu sore itu.Saat-saat menyesakkan menanti sang kekasih tiba di sampingnya untuk mendukung, menenangkan, dan menghibur hatinya yang lara telah berganti menjadi sebuah sesak karena ketakutan baru..Ketakutan yang belum sepenuhnya usai.Ketakutan akan kehilangan orang yang dicinta. Pasalnya, Mutiara belum diberitahu bahwa suaminya telah siuman.Gegap gempita bercampur keharuan mendengar kabar Motaz telah siuman membuat semua orang terlupa bahwa ada satu orang penting yang harus diberitahu. Mutiara."Abang.." Rintihnya. Sedetik kemudian menjadi tangisan lara. " Aku kira Abang mau ninggalin aku. Aku nggak mau ditinggal lagi. Aku nggak mau sendiri lagi..." Suaranya serak terbata.Jemarinya dililitkan dengan jemari suaminya yang masih lemas. Mutiara memiliki firasat buruk akan hal itu. Suara nyaring

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 85 Tangisan Dua Wanita

    "Kamu bilang apa tadi?"Aini dan Bu Cathie serempak terperanjat dengan suara bariton yang tiba-tiba itu. Kemudian suara sibakan gorden dengan kekuatan penuh kembali mengejutkannya. Aini menjauh dari kaki tempat duduk.Berdiri mematung tak berani baku tatap dengan Pak Ali.Pak Ali si pemilik suara bariton tadi. Entah sejak kapan beliau bangun dan sejauh apa yang beliau telag dengar, Aini tak sadar."Kamu tadi bilang apa?" Tanya Pak Ali sekali lagi. "Mutiara sakit karena dianiaya bapak kandungnya sendiri? Benar apa yang aku dengar, Aini?" Lanjutnya dengan mata sayu yang menusuk tajam.Mata Pak Ali terjaga sejak istrinya menanyakan soal Mutiara. Pak Ali sengaja diam di peraduannya agar Aini leluasa berbicara. Beberapa saat lalu, Aini menolak memberinya penjelasan dan justru memaksanya istirahat.Pak Ali merasa memang sesuatu telah terjadi pada Muti. Perasaannya yang telah mengenal Mutiara selama lebih dari 10 tahun mengatakan demikian.Aini mengangguk kaku, lantas menelan ludahnya. "Bena

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 84 Menghilangnya Senja

    Lembayung senja mulai membias. Musim ini matahari terasa begitu terik tetapi angin membawa hawa dingin yang kadang menusuk di malam hari. Cuaca begitu kontras saat siang dan malam.Lembayung itu memberikan lukisan indah saat sore. Cahaya itu mampu dinikmati melalui kamar inap Mutiara. Suasana tegang nan dingin Mutiara dan Bulek Nunik masih belum mencair meski ada bias cahaya hangat itu.Nunik berpura-pura sibuk membereskan barang bawaan dengan menahan rasa sesak. Nyatanya niat yang sudah ia mantapkan sejak keluar dari gerbang rumah sakit di Solo sampai di pintu masuk kamar inap Mutiara sesaat lalu sirna sudah.Lidahnya tetap kelu. Kabar tentang kondisi suami dan mertua Mutiara tetap saja tak mampu tersampaikan dengan baik.Sementara Mutiara diam membuang pandangan ke arah jendela. Salah paham yang membentang menciptakan kecanggungan terasa begitu nyata.Cahaya jingga itu masuk membuat bias yang luar biasa indah di kamar inapnya. Bisa jadi menghangatkan dan menenangkan di hati siapapun.

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 83 Rujukan

    "Pak..." Aini berdiri menyusul majikannya yang melangkah terburu. Pak Ali sedang tidak baik-baik saja. Ia yakin di dalam kepala bapak tua itu sedang kacau balau dengan beragam kejutan dalam waktu singkat itu. Nunik ikut menyusul perlahan di belakang mereka. "Bapak sebaiknya istirahat dulu. Bapak terlihat sangat lelah, kalau lama-lama begini bapak pasti akan ikut sakit." Cegah Aini yang langkahnya semakin lama semakin melambat. Pak Ali bergeming mengabaikan ucapan Aini. "Mutiara sudah cukup curiga dengan kedatangan saya sendirian ke sana, Pak." Kata Aini lagi dan berhasil menghentikan langkah Pak Ali. "Beberapa hari terakhir, Bu Nunik bilang Mutiara selalu kepikiran sama Motaz, ingin sekali menyusul pulang ke Jakarta tetapi ia sendiri sedang berduka. Mutiara pasti semakin curiga kalau Bapak kesana sendirian tanpa Ibu dan Motaz, Pak. Jadi..." Dari belakang Pak Ali, Aini melihat pak tua itu menghela napas sangat dalam. Suara desahannya sangat berat hingga mampu dirasakan ole

  • Mutiara Untuk Abang   Bab 82 Sedang Tidak Baik-Baik Saja

    Ibu Cathie baru sadar dua jam kemudian setelah kepergian Aini menuju kampung Mutiara. Menyampaikan pesan duka dari Pak Ali juga diutus untuk menjemput Mutiara. "Ali.. Gimana Motaz?" Tanya Ibu Catherine dengan suara parau dan tersendat-sendat. Matanya masih membuka menutup karena kepalanya masih terasa pusing. Beberapa kali beliau masih merasa terombang ambing seperti di mobil kemarin. "Pak Lan yang menunggu. Motaz masih seperti kemarin, Sayang." Jawabnya, lalu tangannya terulur memencet tombol merah untuk panggilan perawat. "Bagaimana Muti?" Ucap Ibu Cathie sambil memejam, lalu meringis. "Kamu istirahat dulu. Aini pasti memberi kabar sebentar lagi. Aini pergi ke sana." "Aku rindu Muti dan Motaz, Ali.." "Ibu sudah sadar..." Dokter yang baru saja masuk sedikit berseru dengan suara bersemangat. "Apa mereka baik-baik saja?" Gumam Ibu Cathie membuat Sang Dokter melirik ke arah Pak Ali. "Mereka baik-baik saja." Jawabnya. "Saya periksa dulu, ya, Bu.." Ucap Dokter itu dengan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status