Erika tidak mampu menahan derai air matanya. “Kak Raden, wanita itu sudah dua kali datang ke rumah dan aku tahu apa maksudnya.”
Dia meminta agar suaminya segera bicara dan menanggapi apa omongannya. “Apa kau setuju atas kehadiran dia? Apa kau mulai mau menelantarkan aku?” Karena beban masalah Raden sudah terlanjur berat, dia keceplosan dan secara tak sengaja bicara padanya. “Kau tak tidak bisa hamil anak untukku, Erika.” Apa yang barusan dia utarakan murni dari hati yang terdalam. “Kalau saja kau bisa seperti wanita normal pada umumnya, orang tuaku tidak mungkin mendatangkan Masayu ke sini.” Terdengar helaan napas Erika yang sendu. Dia tidak mampu lagi menahan kesedihan yang terus saja merundung dirinya. “Jadi kau setuju atas kehadiran orang ketiga di rumah tangga kita?” Raden menarik napas dalam-dalam. “Apa pun yang terbaik bagi aku dan keluargaku, dan apa pun yang bisa membahagCepat Jery merespons. “Bohong! Tidak mungkin kau tidak ada masalah sekarang! Ya sudah kalau kau tidak mau cerita. Biar aku saja yang cerita.” “Ceritalah,” kata Raden sambil menarik asap rokok dan menyandarkan punggung. Jery memang orangnya hobi cerita. Apalagi kalau sudah bawaan minum seperti sekarang. Jadi selama lebih dari tiga puluh menit dia menceritakan masalah yang sebenarnya dulu selalu kami hindari, yaitu : Pernikahan. Mereka berdua malas kalau sudah bicara soal pernikahan. Dulu, pas mereka masih bujang dan yang ada ada di pikiran cuma bersenang-senang. Mereka tidak mau menikah karena takut jika masa muda mereka hilang begitu saja. Selama mereka belum menikah, kami bebas melakukan apa saja. Namun, itu pola pikir dulu. Seiring berjalannya waktu, mereka terus mendewasakan diri, dan Jery sekarang sudah kepikiran mau menikah. “Aku mulai ada niatan menikah setelah kau menikah, Jon,” katanya
Jam 10 pagi di kos Jery. Raden baru saja terbangun dan melihat Jery sedang sibuk memainkan game judol di ponselnya. Melihat dia begitu asyik bermain, Raden jadi ikut pula mau bermain. Singkat cerita, Raden kembali lagi sebagai penjudi setelah cukup lama berhenti. “Aku rindu masa-masa seperti ini, Jon!” seru Jery sambil menghisap asap rokoknya dalam-dalam. “Aku senang sekali rasanya kau bisa kembali lagi. Tiga tahun lebih aku lebih sering sendiri. Kadang juga aku suka ngumpul sama teman yang lain, tapi tidak akur. Gak seru. Gak asyik. Lebih enak kalau sama kau, Jon.” Mereka main sampai malam hari. Seperti inilah kegiatan mereka di waktu dulu selama bertahun-tahun lamanya. Pada awal permainan, seperti biasanya, Raden diberikan kemenangan oleh bandar, sehingga dia semakin bersemangat main. Sebenarnya dia main saat ini entah tidak ada tujuan apa pun selain dari karena ingin menghibu
Molek menggeram. “Raden! Dari mana kau bisa membayar hutang mu dan membangun toko itu lagi. Semua isinya ludes. Uang habis semua. Kau tahu uangnya tidak sedikit? Kau sadar kau tidak mungkin bisa mengembalikan semuanya?” Raden menunduk dan mengakui semuanya. “Aku akan bertanggung jawab, Bu. Aku yang akan melunasi semua hutang. Aku yang akan mengurus toko lagi.” “Kapan? Bagaimana caranya? Sementara selama ini saja kau masih menumpang sama orang tua dan kerja ikut Ayah?” koar ibuku berapi-api. “Secepatnya, akan aku usahakan secepatnya, Bu.” “Mustahil!” bantah Molek cepat-cepat. “Kau tidak akan bisa dapat uang puluhan sampai ratusan juta dalam waktu cepat. Selama ini saja kau masih bergantung pada orang tua. Raden, kau tahu sendiri kita keluarga miskin, tapi kenapa kau masih belum jera juga? Apa kau tidak kasihan sama orang tua mu ha?” Mata Raden berkaca-kaca saat berkata, “Maafkan aku, Bu. Maafkan aku. Aku menye
Sungguh di luar perkiraan, sangat tidak bisa diterima. Belum dua jam main, delapan juta itu ludes. Rungkad! Raden benar-benar rubuh. Tak berhenti sampai di sana. Ada-ada saja jalan dalam menuju kemaksiatan. Saat tidak mungkin berhutang dengan keluarga maupun teman, dia teringat dengan pinjol. Dari tiga aplikasi yang dicoba, total dia dapat pinjaman sepuluh juta rupiah. Apa yang dia lakukan? Karena dulu pernah merasakan kemenangan besar dalam waktu singkat, dia tetap percaya diri bisa melakukannya kembali hari ini. Dia masukkan sepuluh juta itu sebagai modal main. Belum juga azan zuhur berkumandang, semuanya habis! Hutang rentenir masih 60 juta. Uang pemberian istri 8 juta. Hutang pinjol yang harus dibalikkan 12 juta. Biaya toko kisaran 50-100 juta. Belum lagi uang dari dompet yang juga telah habis. Dia benar-benar remuk dan tak berdaya.
Molek mengerutkan alis dan agak menyeringai lalu berkata, “Masayu memang beda dengan mu, Erika. Beda jauh. Dia bisa diandalkan di saat Raden jatuh dalam masalah.” Padahal, Molek tidak tahu kalau Erika sudah mengorbankan maskawin, tabungan, dan uang gajinya, total sekitar sepuluh juta, demi Raden. Sebenarnya Erika bisa membela diri dan mengungkit kebaikannya. Tapi dia bukan tipe wanita yang suka mengumbar kebaikan. Molek dengan terang-terangan memaki, “Kau bukan cuma wanita dusun yang tidak berpendidikan dan penyakitan, tapi juga tidak bisa diandalkan.” Untung saja Cik Mat melerai kericuhan ini. “Sudah cukup. Hentikan. Bu, kau tiap hari bicara seperti itu pada Erika. Sudahlah!” Ayahku merengut dan masih membela Erika. Molek melengos dan membalas, “Ayah malah tiap hari membela wanita mandul ini. Untuk apa dibela? Lagi pula aku bicara kenyataan? Dia memang dari dusun, tidak bependidikan, penyakitan, mandul, dan
Yang agak mengejutkan adalah pada saat mereka baru saja tiba di parkiran, beberapa orang di sana seperti satpam dan pekerja lainnya memberikan sapaan hangat pada Masayu seakan-akan mereka telah kenal lama. Bahkan ada pengunjung yang memang sudah mengenal Masayu di sana. Dari apa yang Raden lihat dan dengar, kuat kemungkinan kalau Masayu bukanlah pemain baru di sini, dalam artian Masayu memang orang lama dan cukup populer. Dengan setelan celana jeans dan sweater abu, Masayu begitu mengikat pandangan beberapa orang di sana. Tadi Masayu menghubungi seseorang melalui telepon. Tidak lama berselang seorang pria berpakaian casual biasa saja menghampiri. Dia adalah Ricko, pemilik tempat hiburan malam ini. Nama dan wajahnya tidak terlalu asing. Hanya saja Raden baru kali ini bisa berbincang dengan dirinya. Sementara Masayu meminta agar pembicaraan segera dilakukan, wanita itu lantas meninggalkan kami dan masuk ke dalam. “Aku mau mi
Masayu mengatakan secara jujur bahwa dia didesak oleh orang tuanya agar punya suami orang Palembang asli. Dia adalah anak satu-satunya dan orang yang akan menerima semua warisan keluarga. Jika dia tidak menuruti apa kemauan orang tuanya, dia tidak akan mendapatkan sepeser pun. “Orang tuaku sudah melakukan pembicaraan dengan orang tua mu tentang nasib kita. Papa dan Mamaku sudah mendesak agar aku mau menjadi istri mu. Titik. Kali ini aku tidak berbohong. Aku agak merangkai cerita karena aku ingin menarik perhatian dan minat kalian supaya menyukai aku. Tidak mungkin aku jujur pada orang tua mu kalau aku LC. Jadi terpaksa aku katakan kalau aku pekerja kantoran.” Meski begitu, pada kenyataannya Masayu memang orang kaya, berpendidikan, dan punya reputasi. Hal tidak memang benar adanya. Hanya saja, Masayu terjebak dalam dunia yang gemerlap sehingga menjadikannya seperti sekarang. Dia tidak mau menikah karena takut akan meninggalkan segalanya. B
Ketika telah sampai di halaman parkir club malam itu, Raden memarkirkan sepeda motor lalu segera menelepon Ricko. “Aku sudah tiba.” Begitu mereka sudah ketemu di ruangan kerja, Ricko pun berkata pada. “Sekitar lima belas menit lagi barang masuk. Den, kebetulan malam ini jumlah yang masuk terbilang banyak. Tapi kau tidak perlu khawatir. Aku sudah menyiapkan paket khusus untuk pegawai baru dan kau pasti tidak akan kecewa. Kau akan puas dan menikmati pekerjaan mu. Hehe.” Lalu Ricko mengaparkan satu bungkusan di atas meja. Paketan ini bisa untuk tiga orang sebenarnya. Tapi justru untuk Raden sendirian. Asli, sudah gila! Tiga tahun hijrah dan berusaha jadi orang baik, rupanya tidak menjamin sama sekali kalau dia tidak bakalan terjerumus kembali ke lembah hitam, tidak menjamin sama sekali kalau dia akan selalu berada di jalan yang lurus. Buktinya dia pun terbuai. “Silakan kau eksekusi!” ucap Ricko sambil senyum
Mayoritas atau bahkan semua pria ingin punya istri cantik dan fisiknya bagus. Dan Dennis tidak mungkin bisa membohongi dirinya bahwa dia mau punya istri yang enak dipandang. “Istri yang cantik bisa buat pria betah di rumah. Dan kalau pria sudah merasa puas, ketika berada di luar rumah, dia tidak akan berani macam-macam, dia tidak akan melirik wanita lain.” Canda Dennis dan tidak mau terlalu serius ketika menjawab pertanyaan Erika. “Memang tidak ada jaminan bahwa pria akan pasti selamat ketika berada di luar. Tapi setidaknya begitu dia mendapatkan istri yang cantik dan bikin betah di rumah, peluang untuk berzina di luar akan jauh lebih berkurang.” Jawaban dari Dennis lebih diplomatis dan memang dari dirinya sendiri. Dan tentu saja jawaban tersebut sebenarnya mewakili dari sekian banyak pria di dunia ini. Mendengar jawaban tersebut, Erika cuma bisa menahan senyum kemudian menanggapi. “Tapi cantik itu
Raden bisa membaur dengan baik bersama warga sekitar. Lebih dari itu, pencapaian bagi dirinya sendiri tentu saja dia telah berhasil mengubah hidupnya kembali pada jalan yang benar. Meski dia masih menjadi buronan dari bos besar narkoba, namun setidaknya dia berhasil keluar dari kubangan lumpur maksiat yang telah menyeretnya pada banyak perkara dosa. Ketika malam hari dan sedang sendiri di beranda rumah milik temannya, Raden lantas teringat dengan sosok yang lebih dari tiga tahun ini menemani hidupnya. Dia teringat dengan Erika, istri yang selama ini selalu peduli padanya. Dia membatin, “Erika, maafkan aku karena selama ini aku kerap menyusahkan dan menyakiti mu. Maafkan aku.’ Mulai detik ini Raden berjanji akan menemui istrinya lagi. Dia mengakui bahwa dirinya memang salah besar karena telah menyiakan orang yang sangat baik pada dirinya. Dia menyesal telah membohongi istrinya dan bahkan berniat ingin menceraikan pula.
Pokok kesembilan adalah bersabar dalam mengemban ilmu dan mengamalkannya. Raden berkata, “Seseorang tidak akan meraih ilmu kecuali dengan kesabaran. Baik sabar dalam menuntut ilmu, mengamalkan, maupun menyampaikannya.” Para ulama bersabar dalam menahan lapar, sedikit tidur, dan berjalan kaki ribuan kilo meter dalam proses belajar. Selanjutnya Raden masuk pada pokok kesepuluh, yakni berpegang teguh pada adab-adab ilmu. “Ibnu Qayyim berkata : Adabnya seseorang adalah kunci kebahagiaan dan kesuksesannya. Dan tidak beradab merupakan kunci kehancuran dan kebinasaannya.” “Seorang ulama berkata : Dengan adab engkau akan memahami ilmu.” “Ibnu Sirin berkata : Dahulu mereka mempelajari adab layaknya mereka mempelajari ilmu.” Bahkan dari para salaf mendahulukan untuk mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk mempelajari adab
Meski Raden merasa berat menerima permintaan tersebut, namun karena terus didesak, akhirnya dia pun menerimanya. Dia berusaha menguatkan diri dan menumbuhkan kepercayaandiri. “Insya Allah, semoga Allah mudahkan.” Pak Syarif sontak mengucapkan kata syukur. “Alhamdulilah.” Karena Raden tidak tahu kapan dia akan pergi dari kampung ini, maka dia bilang pada Pak Syarif supaya jadwal mengajar dia dipercepat saja. Mungkin bisa jadi tiga hari lagi, atau satu pekan lagi dia mesti meninggalkan kampung ini.*** Keesokan paginya. Tepatnya pada hari Minggu di masjid. Lebih dari lima puluh jamaah pria dan wanita dari berbagai kalangan usia telah hadir di sana. Pak Syarif sebagai salah satu ketua di kampung tersebut telah meminta kepada masyarakat sekitar untuk menghadiri sebuah kajian. Maka sebagian masyarakat pun berbondong-bondong untuk pergi. Dan baiknya Pak Syarif, dia mengeluarkan uang sekitar satu juta untuk membeli k
Keberadaan Raden di sana telah membuat suasana baru dalam beribadah dan itulah yang semestinya terjadi. Tidak ada maksud apa pun sebelumnya dari Raden untuk mencari perhatian atau pun dengan sengaja ingin menata ulang sesuatu yang telah lama terjadi. Pastinya ini adalah kehendak dari Yang Maha Kuasa. Setidaknya dengan ini dia telah melakukan sesuatu yang benar dan sesuai dengan tuntunan. Lebih dari itu, setelah terpuruk karena ditimpa masalah yang amat berat, kini dia kembali mendapatkan ketenangan dan juga hidayah untuk kembali pada jalur yang benar. “Aku cuma menyampaikan kebenaran,” tuturnya pada semua orang di sana. Mayoritas orang-orang di masjid tersebut bersyukur atas kehadiran Raden yang telah meluruskan apa yang selama ini bengkok. Pasalnya urusan agama bukanlah sesuatu yang dianggap enteng, jika ada suatu kebenaran yang datang, entah itu dari siapa berasal, maka sudah barang tentu semestinya diterima.
Kemudian Raden membuat analogi sederhana. Ada orang tua yang mewariskan sebuah rumah pada anaknya dan berpesan pada anaknya tersebut untuk tetap menjaga rumah itu tanpa melakukan perubahan apa pun sama sekali. Orang tua itu melarang anaknya melakukan perubahan sedikit pun. Cukup tinggal dan menjaganya saja. Tidak lebih dari itu. Namun, karena anaknya mereka sok pintar dari orang tuanya dan punya pemikiran lebih baik, akhirnya dia pun mengubah warna cat rumah, membongkar, mengganti pajangan, merombak isi di dalamnya, sehingga rumah tersebut sangat berbeda dari pada sebelumnya. “Kalian sebagai orang tua suka dengan anak yang suka berinovasi seperti itu?” tanya Raden. Mereka semua serempak menggeleng. Tidak ada satu pun dari mereka yang setuju. Seperti itu juga dalam beragama. Nabi telah mewariskan sesuatu yang sempurna pada umatnya. Ketika kita menerima segalanya, lantas apa hak kita untuk mengub
Raden memimpin shalat berjamaah di masjid tersebut. Tak pernah terpikir di benaknya sama sekali setelah melewati masa-masa kelam dan penuh dosa akhirnya Allah memberikan hidayah dan keberkahan padanya. Jika Allah hendak membuat hamba berada pada jalan yang lurus, maka tidak ada satu pun yang bisa menghalangi. Sekarang hidayah dan pertolongan itu pun datang dan Raden tidak akan menyiakannya. Tentu saja hal yang saat ini dia lakukan menjadi pemicu untuk dia segera bangkit dari keterpurukan. Tidak ada tempat berserah diri dan meminta tolong, kecuali hanya pada Allah semata. Usai memimpin shalat maghrib berjamaah tadi, Raden membalik badan dan duduk menghadap jamaah, lalu berdzikir dengan suara kecil. Hal yang dia lakukan tentu tak biasa seperti yang biasa dilakukan masyarakat sekitar. Biasanya mereka melakukan dzikir dan doa bersama. Namun malam ini ceritanya sedikit berbeda, dan itu tentu saja membuat mereka bertanya-tanya.
“Coba kalau kemarin Anti kasih lihat foto Dennis pada ana. Mungkin ceritanya bakal beda,” ujar Erika. “Kan kemarin ana pernah mau lihat wajah pria terakhir yang jadi kenalan Anti.” Laura mengangguk. “Benar sih. Coba waktu itu ana kasih lihat fotonya. Hm. Tapi kok bisa kebetulan gitu yah.” “Qadarullah. Jadi, Ukhti masih kesal sama ana?” Cepat Laura menggelengkan kepala. “Tidak. Tidak lagi. Untuk apa pula ana kesal sama Ukhti?” “Baguslah kalau begitu.” Erika punya ide, dan mudah-mudahan idenya nanti berhasil. *** Sementara itu, di suatu tempat yang cukup jauh, Raden sedang berusaha menghilangkan kegelisahan dan keresahan di hati saat dia masih saja berada pengejaran bosnya. Tidak disangka kehidupannya bakal jadi berantakan seperti sekarang. Jika saja waktu itu dia tidak terjerat judi online, jika saja waktu itu dia tidak bekerja di tempa
Ketika sudah berada di kosnya, Erika mencoba menelepon Laura bermaksud menanyakan kenapa tiba-tiba dia hari ini tampak berbeda. Tapi Laura tidak mengangkat telepon itu sama sekali. Begitu Erika mengirimkan chat, Laura pun tidak juga membalasnya. Hal itu membuat Erika lantas semakin bertanya-tanya, kira-kira apakah gerangan yang membuat Laura begitu jutek padanya. Saat ini Erika tidak punya sahabat yang sangat dekat selain Laura. Tidak ada tempat curhat bagi Erika kecuali hanya pada Laura seorang. Namun kini Laura tidak menanggapinya sama sekali. Karena penasaran, akhirnya keesokan harinya dia berkeinginan mengunjungi rumah Laura selepas dari pulang mengajar. Mulanya Laura tidak menerima kehadiran Erika di rumahnya, tapi tidak mungkin juga Laura mengusirnya. “Ada apa mau main ke sini?” tanya Laura dengan cuek. Erika senyum dan berkata, “Maaf, Laura. Ada sesuatu yang ingin ana bicarakan. Bisakah minta waktunya