“Apa maumu?!” Tanyaku lewat telepon. Aku meminjam telepon Alicia dan menelepon Dave. Aku mendapatkan nomornya dari Clair. Dave sendiri yang berpesan, kepada Clair…kalau mau semua tuntutan dicabut…Aku yang harus menhubunginya langsung. Dasar pria brengsek itu!
“Kau!” Jawab suara pria yang sudah lama tak kudengar. Suara pria yang awalnya bisa membuatku bahagia, membeikan harapan lebih kepadaku, tapi sekarang menjadi suara orang yang paling kubenci.`
“Lepaskan Travis dan Clair, mereka orang yang sudah membantuku! Kau terlalu jahat….” Ucapku menahan air mata. Aku baru sadar bahwa aku belum siap bertemu dengannya. Aku menangis, karena aku berbicara dengan air mata mengalir deras.
Aku tak berbicara untuk waktu yang lama. Dan akhirnya Dave menjawab. Suaranya jauh lebih lembut.
“Listen Rose, aku minta maaf. Aku berjanji takkan melakukan hal yang sama kalau memang kau tak mau melakukannya. Aku ak
Aku ditunjukkan sebuah kamar dua sekat. Satu kamar tidur dan satu kamar mando. Cukup untuk sementara. Aku membayar biaya sewa minimal… yaitu untuk satu bulan. Lalu sang pemilik kamar sewa pergi. Ini adalah sebuah rumah besar yang memiliki banyak kamar tersekat. Satu bangunan luas…yang hanya terdiri dari petakan kamar dan satu buah dapur besar.Aku cukup puas dengan tempat ini. Aku meletakkan semua barangku. Sudah ada kasur dan sepreinya. Aku hanya tinggal mandi dan tidur. Aku akan menghadapi Dave esok hari. Sebenarnya aku sangat lapar saat ini, tak bagus untuk kesehatanku…belakangan ini memang lambungku sering protes, tapi karena aku hidup menumpang…aku sungkan untuk meminta makanan kalau ia tak menawarainya terlebih dahulu. Biasanya aku memakan roti siang hari, walau aku memasak di dapur Alicia.. Aku hanya memakannya saat sang pemilik rumah makan bersamaku, entah,..mungkin karena perasaanku saja… tapi aku merasa seperti pencuri kalau aku me
Lindsay dan Lucas yang mengantarkanku bertemu dengan Dave, mereka berjanji akan tetap berada di ruangan yang sama. Aku sempat bertanya kepada Lindsay kenapa ia membelaku seperti sekarang, ia menjawab… karena ia tahu apa yang terjadi dan apa yang selama ini menjadi prinsipku. Ia berpikir pasti Dave memaksaku saat itu, walaupun aku memberi penjelasan sebenarnya bahwa aku seperti dihipnotis dan mengangguk saja saat ia melakukannya, aku merasa diriku bodoh, dan aku merasa digunakan? Entahlah. “Rose… kau tak perlu berpikir keras…aku akan menemanimu, tenang saja! Ada Lucas…ia pasti takkan berani macam-macam.” Ucap Lindsay yang duduk di kursi penumpang depan, berdasarkan keterangannya…ia saat in sedang memiliki jadwal kosong…makanya ia langsung pergi menemuiku. “Babe…kita makan dulu yaa…” Ucap Lindsay. Aku menahan senyum, ia memang terlihat sangat cocok dengan Lucas. Dan pria di sampingnya memang sangat sabar dalam memnghadapi Lindsay. Setidaknya itu yang kulihat. Lucas men
Kami dibawa ke lantai tertinggi. Benar dugaanku, gedung ini berlantai enam. Kami menaiki lift khusus dan didampingi oleh sekretaris yang tiba-tiba menundukkan kepalanya dalam diam. Good. Akhirnya ia tahu siapa orang yang ada bersamanya. Ia tak lagi sombong.Saat lift berbunyi dan pintu terbuka, kami melihat sebuah lorong berwarna biru langit dengan karpet berwarna abu-abu yang lembut. Saat aku menginjak karpet itu, aku bisa merasakan bahwa ini adalah karpet berkualitas terbaik. Di sepanjang koridor terpajang beberapa produk perusahaan yang ternyata aku kenal. Beberapa program mereka sudah lama beredar di pasaran.Di ujung ruangan ada seorang sekretaris lagi yang bertugas di sebuah meja besar dengan beberapa telepon berjejer. Saat kami datang ia tersenyum manis, kali ini karyawan perusahaan ini terlihat tulus. Aku tersenyum kembali, begitu juga Lindsay.“Aku mau bertemu kakakku.” Ucap Lindsay saat kamu sudah berada di dekatnya.“Ah&hellip
“Aku tak menyangka akan semudah ini.” Ucapku sambil menoleh ke kursi belakang. Rose terlihat bersandar di sandaran kursi dengan mata terpejam. Ia terlihat sangat pucat dan seperti orang yang kelelahan. Ditambah tubuhnya memang telrihat kurus dengan drastic..bukan kurus yang sehat..kulitnya juga tak glowing seperti biasanya. Ia terlihat sakit.Lucas memberi kode untuk diam, ia menyetir mobilnya dalam diam, ia menoleh sebentar kea rah belakang dan berbisik.“Sepertinya ia lelah..biarkan ia tidur. Aku khawatir ia sakit.” Lanjutnya sambil berbisik. Benar dugaanku kan? Rose terlihat sakit. Aku lalu mendengar suara dengkuran kecil dari belakang, Rose tertidur.Aku sempat khawatir Dave akan menjadi pribadinya yang super menyebalkan…dan aku khawatir dengan keadaan Rose. Apakah Dave benar-benar membebaskan sahabat Rose…like..semudah itukah?“Kita harus bagaimana sekarang?” Bisikku kepada Lucas.“Kita a
“Kapan kita bisa menikah, Babe?” Ulangnya saat aku tak kunjung menjawabnya.“Later… aku masih mau sendiri.. aku bahkan belum lulus kuliah. Awas saja kau seperti Dave!” Ancamku.“Ah..ya. mengenai Dave, ia bilang kepadaku. Ia memberikan Rose kebebasan, tapi harus tetap diawasi…dan ia memintaku melakukannya. Kau tak keberatankan? Kaujuga apsti ingin tahu keadaan sahabatmu… aku hanya akan memantau..apakah ia aman.. atau tidak. Seperti itu.”Aku mengangguk setuju. Pasti Dave sudah bernegosiasi dengan Lucas sebelumnya.“Kau berjanji tak perlu melaporkan secara detil tentang segalanya? Maksudku… biarkan Rose hidup dengan normal? Iabisa hidup dengan menjual lukisannya kan?”Lucas tertawa kecil, “Selama ini Dave yang membelinya.” Jawab Lucas.“Ya, tapi selama ia pindah ke Washington…ia menjual beberapa lukisan, jangan bilang itu juga adalah Dave.&rdqu
Aku terbangun, aku bisa meraskan tubuh bagian bawahku sangat sakit…dan basah. Apa yang terjadi? Sementara aku melihat sekitarku, ini bukan ruanganku… ataupun kamar yang kusewa kemarin. Ini dimana? Terakhir aku ingat, ah…Lindsay!“Linds….Lindsay?!” Panggilku, lalu aku mendengar derap langkah kaki orang mendekat. Aku lega, sepertinya memang aku berada di apartemen Lindsay, kurasa aku tadi mendengar bahwa kami akan ke apartemen Lucas, kekasih plus body guardnya. Nyeri di perut bawahku semakin menjadi, dan tak tertahankan. Aku memegang bagian yang teramat sakit, seakan ada yang menusuk dari dalam ditambah kram perut yang sama sekali tak pernah kualami.Lindsay datang bersama Lucas dengan wajah panic, mungkin karena mereka melihat wajahku yang kesakitan.“Apa yang terjadi Rose?” Tanya Lindsay duduk di sampingku. Sementara Lucas terlihat berdiri dengan posisi siaga.“Bantu aku berdiri…” Pint
Apa dia bilang? Baby? Aku tak sanggup lagi membuka mata. Aku tertidur dan merasakan seperti dipeluk sebuah selimut tebal dan hangat.Aku merasakan tidur yang nyenyak dan saat aku sadar aku sudah berada di ruangan yang berbeda dengan Lucas duduk di sampingku. Bau aniseptik sangat pekat dan hampir saja membuatku ingin muntah.Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, dan berusaha melihat lebih jelas dan mencari keberadaan Lindsay.“Kau sudah sadar…Lindsay sedang ke kamar mandi, ia mengeluh menjadi bau dan ingin mandi.” Ucap Lucas perlahan. “Apa kau mau minum?” Tawarnya. Aku mengangguk.Ia mengambilkan minuman botol dan memasukkan sebuah sedotan dari stainlees ke dalamnya dan membantuku minum.“Apa kau merasa baik? Apa ada rasa sakit? Apa yang kau rasakan?” Tanyanya dengan cepat, suaranya datar tapi aku bisa melihat raut wajah khawatir di wajah kakunya. Aku tersenyum dalam hati. Lindsay sangat beruntung mendapat
Aku menatap mata hijaunya, aku mencoba mendeteksi kebohongan di sana. Tapi aku lupa, aku berhaapan dengan seorang agen..yang terbiasa dengan hal semacam ini, mungkin Lucas sudah ahli urusan menyembunyikan ekspresi wajah dan matanya. Jadi percuma saja aku mencari kebohongan itu lewat mata! Huh! “Good. Aku tak mau mahluk menyebalkan itu tahu tentang Rose hamil, atau keadaannya sekarang. Kalau sampai bocor, hanya satu pelakunya…Kau!” Tuntutku. “I know. Aku tahu kau akan bilang seperti itu. I wont.” Ucapnya. “Good. Karena aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku.” “Tapi…apakah menurutmu ini fair untuk Dave, maksudku… Rose mengandung anaknya, keturunan selanjutnya dari keluaraga konglomerat Watson.” Ucap Lucas lagi. Aku duduk di depannya dengan mata sinis. “Apakah menurutmu fair, untuk seorang pria melakukan sex dengan seorang gadis tanpa persetujuannya? Lalu pertunangan dadakan yang bahkan si perempuan tak ketahui, bahkan whether Rose mau menjadi ke