Hariku di tempat ini sangat tenang. Tak ada kabar apapun dari Travis. Alicia yang membertahuku, karena Travis berjanji akan menghubunginya kalau ada kabar.
Setiap hari aku menikmati udara segar dan suasana indah tempat ini. Aku merasa seperti ada di Swiss, soothing dan menangkan. Aku bahkan menyelesaikan dua buah lukisan dalam dua hari. Bukankah luar biasa. Aku membantu Alicia dengan pekerjaan rumah. Ternyata ia bekerja di sebuah parlor khusus piercing, ia bekerja kepada seorang pria tua yang sangat ahli dalam bidang tattoo dan piercing. Alicia bilang ia belajar banyak dari bossnya.
Alicia tak bisa memasak sama sekali, ia terbiasa membeli makanan. Aku yang mengambil alih dalam urusan memasak, walau Alicia yang membeli semua bahannya. Aku tak berani berkeliaran jauh dari rumah, aku takut ada seorang mata-mata Dave yang melihatku.
Ini sudah hari ke lima, dan Alicia menjadi panic karena ia tak mendengar kabar apapun dari Travis.
“Apakah mungkin ia lupa
Aku masih sangat kesal dengan kelakuan Lucas. Apa yang ia perbuat tadi di parkiran akan memperburuk kehidupan kampusku. Aku tahu sebentar lagi aku akan lulus… tapi masih setidaknya tiga sampai empat bulan lagi sampai aku benar-benar lulus officially. Lalu aku harus bertahan hidup bagaimana? Apalagi sampai Lucas kembali ke Russia, siapa yang akan melindungku. Bukan berarti aku jadi bergantung dengannya…tapi…para wanita itu sangat buas kalau sedang marah.Aku pernah melihat anak junior yang di bully habis-habisan, karena tuduhan bertindak sombong dengan senior. Like seriously? Junior itu dikurung di kamar mandi paling ujung gedung lama, di tempat koridor yang tak pernah dihuni lagi, ditambah mitos tentang hantu dan penghuni tak kasat mata lainnya. Para senior itu mengancam siapapun yang mau mendekat akan bernasib sama…akhirnya si Junior yang dikurung itu baru bisa keluar saat malam hari, saat paa senior pulang, salah satu petugas keamanan yang menget
“Kau bilang tak ada yang bisa mencegahmu bekerja untuk Dave? Apakah aku tak berarti untukmu?” Tanyaku dengan suara nasal yang menurutku menggoda, aku membasahi bibir bawahku. Ia mengikuit sapuan lidahku saat membasahi bibir atasku, lalu ia menelan ludah dengan sulit. Hah! Rasakan!“Kau bisa berujung seperti Rose kalau kau tak berhenti menggodaku. Aku hanya pria biasa…yang terkadang bisa mabuk karena sulutan napsu.” Ancamnya.“Aku bisa pergi seperti Rose, atau bahkan kami akan bertemu… dna kabur bersama…mencari pria luar yang baik hati dan mau menampung kami…two beutifull girls…tak ada yang bisa menahan dirinya kan?” Jawabku masih menempelkan dadaku dengannya.“Kau yang memancingku… berhentilah Lindsay…aku harus mencari sahabatmu..” Lucas seperti memfokuskan konsentrasinya untuk menghiraukan godaan dariku. Benarkah? Apa kau yakin bisa menahan semua godaanku..tuan heba
“Apa maumu?!” Tanyaku lewat telepon. Aku meminjam telepon Alicia dan menelepon Dave. Aku mendapatkan nomornya dari Clair. Dave sendiri yang berpesan, kepada Clair…kalau mau semua tuntutan dicabut…Aku yang harus menhubunginya langsung. Dasar pria brengsek itu!“Kau!” Jawab suara pria yang sudah lama tak kudengar. Suara pria yang awalnya bisa membuatku bahagia, membeikan harapan lebih kepadaku, tapi sekarang menjadi suara orang yang paling kubenci.`“Lepaskan Travis dan Clair, mereka orang yang sudah membantuku! Kau terlalu jahat….” Ucapku menahan air mata. Aku baru sadar bahwa aku belum siap bertemu dengannya. Aku menangis, karena aku berbicara dengan air mata mengalir deras.Aku tak berbicara untuk waktu yang lama. Dan akhirnya Dave menjawab. Suaranya jauh lebih lembut.“Listen Rose, aku minta maaf. Aku berjanji takkan melakukan hal yang sama kalau memang kau tak mau melakukannya. Aku ak
Aku ditunjukkan sebuah kamar dua sekat. Satu kamar tidur dan satu kamar mando. Cukup untuk sementara. Aku membayar biaya sewa minimal… yaitu untuk satu bulan. Lalu sang pemilik kamar sewa pergi. Ini adalah sebuah rumah besar yang memiliki banyak kamar tersekat. Satu bangunan luas…yang hanya terdiri dari petakan kamar dan satu buah dapur besar.Aku cukup puas dengan tempat ini. Aku meletakkan semua barangku. Sudah ada kasur dan sepreinya. Aku hanya tinggal mandi dan tidur. Aku akan menghadapi Dave esok hari. Sebenarnya aku sangat lapar saat ini, tak bagus untuk kesehatanku…belakangan ini memang lambungku sering protes, tapi karena aku hidup menumpang…aku sungkan untuk meminta makanan kalau ia tak menawarainya terlebih dahulu. Biasanya aku memakan roti siang hari, walau aku memasak di dapur Alicia.. Aku hanya memakannya saat sang pemilik rumah makan bersamaku, entah,..mungkin karena perasaanku saja… tapi aku merasa seperti pencuri kalau aku me
Lindsay dan Lucas yang mengantarkanku bertemu dengan Dave, mereka berjanji akan tetap berada di ruangan yang sama. Aku sempat bertanya kepada Lindsay kenapa ia membelaku seperti sekarang, ia menjawab… karena ia tahu apa yang terjadi dan apa yang selama ini menjadi prinsipku. Ia berpikir pasti Dave memaksaku saat itu, walaupun aku memberi penjelasan sebenarnya bahwa aku seperti dihipnotis dan mengangguk saja saat ia melakukannya, aku merasa diriku bodoh, dan aku merasa digunakan? Entahlah. “Rose… kau tak perlu berpikir keras…aku akan menemanimu, tenang saja! Ada Lucas…ia pasti takkan berani macam-macam.” Ucap Lindsay yang duduk di kursi penumpang depan, berdasarkan keterangannya…ia saat in sedang memiliki jadwal kosong…makanya ia langsung pergi menemuiku. “Babe…kita makan dulu yaa…” Ucap Lindsay. Aku menahan senyum, ia memang terlihat sangat cocok dengan Lucas. Dan pria di sampingnya memang sangat sabar dalam memnghadapi Lindsay. Setidaknya itu yang kulihat. Lucas men
Kami dibawa ke lantai tertinggi. Benar dugaanku, gedung ini berlantai enam. Kami menaiki lift khusus dan didampingi oleh sekretaris yang tiba-tiba menundukkan kepalanya dalam diam. Good. Akhirnya ia tahu siapa orang yang ada bersamanya. Ia tak lagi sombong.Saat lift berbunyi dan pintu terbuka, kami melihat sebuah lorong berwarna biru langit dengan karpet berwarna abu-abu yang lembut. Saat aku menginjak karpet itu, aku bisa merasakan bahwa ini adalah karpet berkualitas terbaik. Di sepanjang koridor terpajang beberapa produk perusahaan yang ternyata aku kenal. Beberapa program mereka sudah lama beredar di pasaran.Di ujung ruangan ada seorang sekretaris lagi yang bertugas di sebuah meja besar dengan beberapa telepon berjejer. Saat kami datang ia tersenyum manis, kali ini karyawan perusahaan ini terlihat tulus. Aku tersenyum kembali, begitu juga Lindsay.“Aku mau bertemu kakakku.” Ucap Lindsay saat kamu sudah berada di dekatnya.“Ah&hellip
“Aku tak menyangka akan semudah ini.” Ucapku sambil menoleh ke kursi belakang. Rose terlihat bersandar di sandaran kursi dengan mata terpejam. Ia terlihat sangat pucat dan seperti orang yang kelelahan. Ditambah tubuhnya memang telrihat kurus dengan drastic..bukan kurus yang sehat..kulitnya juga tak glowing seperti biasanya. Ia terlihat sakit.Lucas memberi kode untuk diam, ia menyetir mobilnya dalam diam, ia menoleh sebentar kea rah belakang dan berbisik.“Sepertinya ia lelah..biarkan ia tidur. Aku khawatir ia sakit.” Lanjutnya sambil berbisik. Benar dugaanku kan? Rose terlihat sakit. Aku lalu mendengar suara dengkuran kecil dari belakang, Rose tertidur.Aku sempat khawatir Dave akan menjadi pribadinya yang super menyebalkan…dan aku khawatir dengan keadaan Rose. Apakah Dave benar-benar membebaskan sahabat Rose…like..semudah itukah?“Kita harus bagaimana sekarang?” Bisikku kepada Lucas.“Kita a
“Kapan kita bisa menikah, Babe?” Ulangnya saat aku tak kunjung menjawabnya.“Later… aku masih mau sendiri.. aku bahkan belum lulus kuliah. Awas saja kau seperti Dave!” Ancamku.“Ah..ya. mengenai Dave, ia bilang kepadaku. Ia memberikan Rose kebebasan, tapi harus tetap diawasi…dan ia memintaku melakukannya. Kau tak keberatankan? Kaujuga apsti ingin tahu keadaan sahabatmu… aku hanya akan memantau..apakah ia aman.. atau tidak. Seperti itu.”Aku mengangguk setuju. Pasti Dave sudah bernegosiasi dengan Lucas sebelumnya.“Kau berjanji tak perlu melaporkan secara detil tentang segalanya? Maksudku… biarkan Rose hidup dengan normal? Iabisa hidup dengan menjual lukisannya kan?”Lucas tertawa kecil, “Selama ini Dave yang membelinya.” Jawab Lucas.“Ya, tapi selama ia pindah ke Washington…ia menjual beberapa lukisan, jangan bilang itu juga adalah Dave.&rdqu
Lindsay mendapatkan happy endingnya. Sehari setelah resepsi pernikahanku di Brazil, ia melangsungjan resepsi pernikahannya di hari berikutnya..di tempat yang sama…sama meriahnya dengan dirinya berbalut gaun indah dan mempesona. Lindsay menjalani pernikahannya dengan indah..ia dan Lucas berlibur ke beberapa pulau eksotis seperti Maldies, Bali dan Jeju…untuk bulan madu mereka. Mereka baru berhenti berpergian untuk bulan madu, saat Lindsay postif hamil dua bulan kemudian. Bukankah itu sangat enak? Lindsay maksudku, ia bisa mendapatkan bulan madunya selama dua bulan, traveling ke tempat indah..sebelum cooling down di Vegas karena hamil. Sementara aku, sejak pernikahanku… aku tak boleh berpergian kemanapun menggunakan persawat… karena kehamilanku, tentu saja. Perutku sudah sangat besar…bahkan aku tak bisa tidur dengan terlentang lagi… aku hamil anak kembar lagi! Dave dengan sperma yang seperti Sparta! Bagaiamana mungkin ia menggunakan kondom dan masih bisa membuatku hamil
Hal yang paling menyebalkan di dunia adalah menunggu. Aku berada di aula depan kastil kami di Brazil… menghadiri pernikahan super megah dari Dave dan Rose. Ya mereka akhirnya akan menikah, setelah diketahui Rose sedang mengandung anak Dave, mungkin hari ini adalah usia kandungannya yang ke delapan minggu. Seharusnya ini adalah upacara pernikahanku… namun semua itu akhirnya ditunda karena Dave lebih memiliki alasan urgensi. Sementara aku dan Lucas masih berjarak tempat..ia masih di Guatemala.Lucas kemarin malam berjanji akan datang, ia berusaha akan datang…menyelesaikan semua urusannya di sana…dan terbang di penerbangan pertama. Aku sampai sekarang belum bertemu dengannya, padahal acara sebentar lagi akan dimulai. Agh… kenapa ayah menjadi sangat menyebalkan..aku menyesal karena ak ikut dengan Lucas ke Guatemala, bahkan kami belum melaksanakan malam pertama kami. Damn it! Aku sudah protes kepada ayah, dan ia hanya menjawab bahwa Lucas belum m
Aku tak menerimanya, mataku memandang lurus ke arah matanya yang memohon."Aku tak suka susu." Jawabku ketus. "I just wanna sleep...in peace! Tak bisakah aku tidur?""Kau boleh tidur setelah meminum ini, kau muntah dan kehilangan tenaga...please Rose!""Kalau ini semua akibatmu, kenapa aku yang harus merasa susah.""Aku menderita saat tahu kau hamil dan kehilangan anak kita setelahnya, aku sering bermimpi dua anak lelaki lucu yang memiliki wajahmu dan warna rambutku... Rose..Mereka anak kita yang meninggal... Aku selalu menangis saat bangun tidur saat bermimpi mereka..jika saja semua baik-baik...mereka mungkin sudah lahir dan sangat menggemaskan..." Ia seperti orang yang meratap. Aku bisa melihat kesedihan dalam wajahnya.Kalau ia sudah seperti ini, aku tak bisa lagi mengelak. Akhirnya aku meminum habis susu itu, dan ia tersenyum lebar. Setelah meletakkan gelas susu itu..ia menunduk dan mencium perutku yang masih datar."Sehat terus... anak-
Aku menghabiskan waktu dua hari lagi di pantai yang sama dimana Dave dan aku kembali bersama. Ya.. aku sudah yakin dengan keputusan itu. Sejak saat itu juga, Dave memindahkan semua barang-barangnya ke kamar yang sama denganku."Persetan dengan penunggu kamar pojok! Aku tak mau lagi tinggal di kamar itu. Aku rela membeli berdus-dus kondom kalau perlu." Ucapnya suatu malam, saat aku memaksanya kembali ke kamar. Tentu saja ia mengatakannya dengan tenang dan penuh senyum. Yang ada di kepalanya adalah urusan ranjang. Thats it!"The condom part... Is actually not included!" Jawabku malas. Aku sedang berbalas pesan dengan Lindsay."It is! Tentu saja...! Apa mulai sekarang aku bisa melakukannya tanpa kondom?!"Pft... Ia terus mengulanginya. Ia sengaja membicarakan hal semacam itu agar ia mendapatkan jalur mulus melancarkan aksinya. Biasanya aku selalu terperdaya.Aku diam, malas membalas. Bahkan rambutku belum kering dari kejadian di kamar mandi baru
Ia melepaskan ciumannya, memangku dengan serius. "Be mine... Aku tak mau menunggu...now! Be mine! Linds... Please! Marry me!""Bukankah kau memang sudah jadi suamiku?" Jawabku masih terengah."Kau masih marah? Aku melakukannya hanya karena aku menginginkanmu...so bad Linds... Aku tak bisa melihat kau dengan pria lain." Ucapnya lagi."Hmm...""Kau boleh menghukumku.. apapun itu, tapi... Nikahi aku dulu...""Apa aku bisa menolak?" Tanyaku."No.. aku akan membawamu langsung ke altar.. saat ini..detik ini!" Ucapnya. Ia meletakkanku ke kursiku semula.Ia menyetir mobil dengan cepat. Aku hanya diam.. masih setengah shock dengan welcome kiss dari Lucas. Ia bilang mau menikah sekarang juga? Semoga saja ia hanya bercanda.Sepuluh menit berikutnya kami berada di parkiran sebuah capel. Ia tak bercanda!"Lucas!" Protesku."Please..Linds... I can't... Just can't stand it anymore!" Pintanya dengan sungguh-sungguh.
Aku masih tak percaya dengan apa yang Dave barusan bilang. Jadi dia dan Rose bersama?! Bagaimana bisa?! Apa jangan-jangan Dave menggunakan dukun untuk memantrai Jen? Ini di luar akal sehat?! Bahkan aku adiknya saja tak percaya Dave dan Rose akan bersama. Satu karena Rose dan Dave tidak satu kutub...mereka berlawanan, dua karena ada Louis?! Bagaimana bisa Rose meninggalkan Louis?!Aku ingin bicara langsung dengan Rose.. memastikan. Apa yang dikatakan oleh Dave benar. Tapi setiap kali aku meneleponnya kembali, nomor itu tidak diaktifkan.Nonna masuk ke dalam kamar, dengan segelas tehnya..sebuah teh dengan gelas elegan dari dinasti kuno. Mungkin dari dinasti Ming? Entahlah.. yang jelas itu adalah cangkir berharga lebih dari 15000USD dan selalu dibawa kemana-mana oleh Nonna. Rasa tehnya akan hambar kalau diseduh di gelas biasa. Huh the perks of being rich right?!"Linds..." Sapa Nonna dengan wajah senyum elegannya. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela..meminum t
This is the moment of Truth! Aku akan menghubungi Louis. Aku sudah memakan sarapan begitu juga Dave. Ia memesankan English Breakfast terlezat yang ada, entah karena memang masakan itu penuh bumbu atau aku dan ia yang terlalu kelaparan. Aku duduk di atas kasur dengan ponsel di tangan..kami sudah mandi dan berpakaian yang normal. Aku mengenakan summer dress bertema floral..dan Dave mengenakan kaus putih berkerah dan celana jeans panjang.Ponsel itu hanya kupandangi layarnya. Aku sedang menyusun kalimat yang akan kukatakan kepada Louis.Dave sejak tadi hanya diam, ia membalas email dengan laptopnya di sampingku. Sesekali ia melihatku dan berhenti dari pekerjaannya."Wish me luck!" Gumamku lalu aku meneleponnya. Aku sempat berpikir mau mengirim pesan saja.. tapi aku merasa itu terlalu kejam...karena pasti ia akan sakit hati setelahnya, setidaknya aku menelepon...agar ia bisa leluasa bertanya."You can do it baby!" Gumam Dave. Ia berhenti dan memperhatikanku.
“Dave…Please..”“Apa Rose… apa yang kau mau?” Tanya Dave, suaranya serak. Ia juga tersengal.“Kau.. aku mau kau.” Ucapku. Entah keberanian dari mana yang membuatku berkata seperti itu. Yang jelas aku merasakan adanya dorongan dari dalam diriku yang ingin dituntaskan…dan aku mau Dave yang melakukannya.“Say it again Rose… sayangku..” Bisiknya lagi. Ia seperti sengaja hanya menciumi pipi dan hidungku, ia sengaja tak mencium bibirku.“You…I want you.. all of you!” Pintaku, kini aku memegang kepalanya dan menciumnya persis di bibir. Ia seperti api yang diberi gasoline, membara…semakin membara.“Kau yakin…sayang?” Bisiknya lagi.“Just fucking do it!” Bentakku kepadanya. Ia tertara..lalu dengan cepat ia membuka semua pakaiannya. Entah ini kali berapa aku melihatnya tanpa pakaian. Dan aku mengangumi tubuh indahn
Aku masih diam, mataku hanya mengerjap beberapa kali, ia sudah berada sangat dekat denganku.Saat hidungnya menempel dengan hidungku, aku baru sadar…dan bisa merasakan otakku memberi alarm bahaya.“Dave…stop!” Ucapku menahan pundaknya. Kedua tanganku berhasil menahannya mendekat lagi. Hidungnya sekarang berjarak sepuluh centi dari wajahku.“Why? Kenapa aku harus berhenti?”“Kau sudah berjanji…” Jawabku, masih menahan tubuhnya.“Aku tak pernah berjanji…” Tantangnya.“You did.” Ucapku sudah mulai kalut. Ia lebih besar…dan memiliki tenaga lebih besar daripadaku.“I didn’t.” Ia sekarang bisa mendekat lagi, ia memindahkan tanganku yangmenahan pundaknya menjadi berada di belakang lehernya. What…the?! How did he do that? Kenapa aku tak sadar.Ia tersenyum sekarang. Kedua tanganku berada di lehernya dan sekarang bibir