“Kau sudah makan?” Tanya suara berat dari belakangku. Aku enggan menoleh. No…. aku takkan kalah. Aku diam tak menjawab, ataupun menoleh. Aku sama sekali belum melihat sosok itu. Sosok yang membuatku trauma. Selama ini Dave pasti berpikir aku sakit hati karena Scott. Tapi kenyataannya tidak, pelaku yang sudah membuat hatiku terluka adalah pria bersuara berat dengan rambut hitam legam di belakangku ini.
“Kalau kau sudah makan, aku ijin ke dapur dulu… karena sejak tadi malam aku belum makan, makanan di pesawat tak cocok dengan lidahku. I will be back in a minute!” Janjinya, aku mendengar suara langkah kaki melangkah menjauh, baguslah.
Tapi kenapa ia jadi lebih cerewet sekarang? Setahuku ia orang yang pendiam…menyebalkan, controlling … agh…mimpi burukku sekarang ada di tempat ini. Aku berdiri dan melihat kea rah jendela. Sialnya Dave membuat sebuah teralis di jendelanya… kenapa juga apartemen semewah ini dip
Ini sudah sore, aku sudah tak sanggup untuk tiduran lagi, aku kahirnya membuka mata. Aku masih belum bergerak dan melihat sekeliling… memantau apakah semua dalam keadaan aman?Aman. Ah…syukurlah. Dan disaat yang sama perutku berbunyi, kelaparan. Aku mengetik pesan kepada Rose, mengecek apakah mereka sudah berangkat atau belum.Linds : Kau sudah berangkat?Tak lama, Rose membalas.Rose : HmmLinds : Yea? Kau sudah berangkat? Kenapa awal sekali?Aku seperti seorang anak abg yang sednag merengek dengan ibunya. Menyedihkan. Mungkin ini juga sebuah pertanda bahwa Rose akan cocok menjadi kakak iparku.Rose : Dave yang menggeretku keluar dari apartemen, aku sekarang sedang di mobil. Ia menyetir sendiri. Padahal aku mengecek, lokasinya hanya kurang dari setengah jam berkendara. No Idea… apa yang ada di kepala Dave, aku juga tak tahu.Linds : Aku
Aku mengurung diriku di kamar yang kukunci dari dalam. Sekarang sudah jam Sembilan malam, dan aku lapar. Great! Lagi-lagi aku dan kebodohan juga perutku.Aku masa bodoh kali ini, toh…ini apartemen kakakku, kenapa aku yang harus mengurung diri.Aku keluar, dan sesuai dengan prediksiku…ia sedang menonton tivi di ruang keluarga milik Dave. Ia mengenakan kaus yang sama dan celana bahan yang sama. Untuk seorang bodyguard…ia makan gaji buta, karena ia hanya makan dan nonton Tv saja selama ini. Gumamku.Aku tak menyapanya dan langsung ke dapur. Aku lapar. I don’t care…kalau perlu aku akan makan saja keju beku itu… daripada harus meminta tolong kepada Lucas memasakkan makanan untukku.Andai saja, aku bisa memesan makanan Chinese kesukaanku.Ah ya! Kenapa tak terpikirkan di kepalaku? Aku bisa memesan makanan kan?Aku berbelok dan kembali ke kama
Aku sedang memakan mie daging dengan rasa fantastis impianku, di depan pria yang wajahnya masam dan sedang memakan pasta buatannya. Ia membuat porsi yang cukup besar…sepertinya untuk dua orang. Jadi ia membuatkan untukku juga?Salah sendiri ia tak bilang sejak awal. Pikirku membela diri. Aku terhanyut dengan kekenyalan mie dan kekompleksan rasa kuah daging yang membuat lidahku berteriak nikmat. Apakah ini namanya foodgasm? Ah.. kenapa aku jadi ingat dengan Mario. Aku melirik kea rah Lucas, pria itu ternyata sedang memperhatikanku dengan mulut penuh pasta.“Pria itu… akan kau nikahi?” Tanyanya dengan suara rendah.Haruskah aku menjawab? Namun dengan no-talking rule yang aku sendiri buat, membuatku lelah. Aku ingin marah dengannya, aku butuh memarahi seseorang… memukul seseorang… atau bahkan menciumnya! Bukan karena aku mencari kesempatan…tapi karena aku mengalami perasaan yang bercampur aduk. Mixed of emotion.
Apa maksudnya mempertimbangkannya? Aku berdiam di kamar, aku akan mencoba menelepon Rose. Ia pasti sudah sampai kan?Dua dering berlangsung sebelum Rose mengangkat panggilanku.“Rose!”“Hu?! Huh? Aku barus sampai Linds!” Ucapnya seperti mengeluh.Aku menengok ke arah jam dinding. Sudah lebih dari jam Sembilan malam…dan mereka berangkat dari sore… bagaimana mungkin?!“Bagaimana bisa? Kan di dalam kota?!” Protesku.“Kakakmu… dia berbuat sesuatu, sampai mobil ini baru sampai resort semalam ini, dna ia harus pemotretan jam dua pagi… ia pasti akan mnyeretku, agh… aku mau tidur Linds!” Keluh Rose. Ia memang terdengar lelah.“Wait Rose, aku tak ada orang yang bisa kutanyai…tunggu sebentar, okay?”“Kenapa? Kau mau aku ajari cara memasak nasi goreng? Nyalakan kompor…”“No… aku sudah makan, bukan it
“Ayo Rose! Kau harus berjalan lebih cepat!” Perintah Dave yang sudah tak sabaran kepadaku. Ia membawa dua buah duffel bag berisi pakaianku dan pakaiannya. Aku padahal hanya mengemas dua pakaian…entah ia membawa apa saja…padahal besok kami sudah akan pulang, atau besok lusa maksimal?Aku hanya mengumam betapa ia sangat tak sabaran, walau aku ikut mengikuti langkahnya yang panjang.“Kenapa kita berangkat sire? Padahal kau masih bekerja nanti dini hari?” Protesku.“Ada banyak yang harus kulakukan.” Jawabnya, ia memasukkan semua barang ke dalam bagasi dan menyuruhku duduk di kursi penumpang depan. Ia sendiri yang memasangkan aku seat belt.Ia mengendara selama dua menit dan melakukan panggilan dengan sebuah hands free.Ia sepertinya bertanya dan memastikan semua persiapan photo shoot berjalan dengan lancar. Walau ia beberapa kali membentak orang yang dihubunginya.Di saat yang sama Lindsay emnele
Dave tak kunjung tiba. Tadi Lindsay meneleponku dan menceritakan drama hidupnya yang konyol. Perempuan itu berusaha bermain petak umpat dengan pria yang ditugaskan menjadi body guardnya.Aku memakan burgerku yang sejak tadi tak kusentuh. Walau tubuhku rasanya sakit dan pegal semua.. rasa lelah ini tak mampu mengalahkan penasaran dimana keberadaan Dave saat ini.Kenapa sudah jam sepuluh malam ia tak kunjung datang. Akhirnya aku terbuai dengan kantukku dan tertidur. Aku baru terbangun saat ada orang yang menggoyang bahuku perlahan. Ia membisikkan namaku dengan lembut di telingaku."Apa?" Tanyaku dengan suara serak.Dave sudah berganti dengan pakaian resminya. Apakah sudah saatnya pemotretan?Dengan kepala masih setengah sadar, aku duduk dan mencari jam di dinding. Masih jam setengah dua. Apakah acaranya akan dimulai?“Apakah waktunya pemotretan?” Tanyaku dengan suara serak.Dave duduk di depanku, dan menggeleng. Wajahn
Keluargaku? Untuk apa mereka ke sini? Mereka terlihat sangat rapih dan formal. What the heck …is happening here?! Aku menoleh kembali ke arah Dave, dan saat aku tiba di depannya. Ia menawarkan sebuah tangan untuk kugenggam. “Dave…kenapa keluargaku ada di sini? Ayah dan Ibuku. Apa yang terjadi? Apa ini? Acara apa ini?” tanyaku beruntun. Ia tak menjawab, malah ia mengajakku berjalan ke sebuah bukaan dengan alas karpet indah berwarna putih, dengan langit-langit sebuah gazebo penuh bunga hidup. aku menjadi semakin bingung, karena saat aku melirik kea rah Dave, ia hanya tersenyum simpul. “Dave…ini apa?” Bisikku lagi. Tak ada banyak orang di ruangan ini, mungkin ada sekitar dua puluh orang di sini. Namun beberapa dari mereka tak kukenal wajahnya. Apakah mereka para model itu? Tapi kenapa mereka semua paruh baya? Semua pertanyaan berkecamuk di dalam kepalaku, sampai aku tak sadar bahwa kami sudah tiba di bukaan b
Saat Lucas keluar dari kamar mandi, lampu kembali hidup. Aku memekik kaget saat melihat wajah Lucas dengan pencahayaan sempurna.“Apa yang terjadi?” Tanyaku tercekat. Di pipi sebelah kanannya ada sebuah goresan dari samping matanya sampai ke rahangnya, dan luka itu terlihat dalam.Aku berjalan maju dengan mata membelalak.“APa yang terjadi? Kenapa bisa seperti itu?” Tanyaku masih tak percaya.Ia tak menjawab, mata hijau tuanya menatapku, seperti orang melamun.“Lucas!” Ucapku setengah berteriak, aku lalu membawanya ke atas kasurku dengan menggandeng tangannya. Lalu aku berbalik, berjalan cepat kea rah pintu dan melihat ke luar, aku memastikan tak ada seorang pun di luar.“Tak ada orang lain di apartemen ini, sudah kuperiksa.” Ucap Lucas paham dengan apa yang kulakukan. Aku lalu menutup pintu dan menguncinya. Aku sempat bersandar pada pintu dan menetralkan detak jantungku.“Ya Tuhan
Lindsay mendapatkan happy endingnya. Sehari setelah resepsi pernikahanku di Brazil, ia melangsungjan resepsi pernikahannya di hari berikutnya..di tempat yang sama…sama meriahnya dengan dirinya berbalut gaun indah dan mempesona. Lindsay menjalani pernikahannya dengan indah..ia dan Lucas berlibur ke beberapa pulau eksotis seperti Maldies, Bali dan Jeju…untuk bulan madu mereka. Mereka baru berhenti berpergian untuk bulan madu, saat Lindsay postif hamil dua bulan kemudian. Bukankah itu sangat enak? Lindsay maksudku, ia bisa mendapatkan bulan madunya selama dua bulan, traveling ke tempat indah..sebelum cooling down di Vegas karena hamil. Sementara aku, sejak pernikahanku… aku tak boleh berpergian kemanapun menggunakan persawat… karena kehamilanku, tentu saja. Perutku sudah sangat besar…bahkan aku tak bisa tidur dengan terlentang lagi… aku hamil anak kembar lagi! Dave dengan sperma yang seperti Sparta! Bagaiamana mungkin ia menggunakan kondom dan masih bisa membuatku hamil
Hal yang paling menyebalkan di dunia adalah menunggu. Aku berada di aula depan kastil kami di Brazil… menghadiri pernikahan super megah dari Dave dan Rose. Ya mereka akhirnya akan menikah, setelah diketahui Rose sedang mengandung anak Dave, mungkin hari ini adalah usia kandungannya yang ke delapan minggu. Seharusnya ini adalah upacara pernikahanku… namun semua itu akhirnya ditunda karena Dave lebih memiliki alasan urgensi. Sementara aku dan Lucas masih berjarak tempat..ia masih di Guatemala.Lucas kemarin malam berjanji akan datang, ia berusaha akan datang…menyelesaikan semua urusannya di sana…dan terbang di penerbangan pertama. Aku sampai sekarang belum bertemu dengannya, padahal acara sebentar lagi akan dimulai. Agh… kenapa ayah menjadi sangat menyebalkan..aku menyesal karena ak ikut dengan Lucas ke Guatemala, bahkan kami belum melaksanakan malam pertama kami. Damn it! Aku sudah protes kepada ayah, dan ia hanya menjawab bahwa Lucas belum m
Aku tak menerimanya, mataku memandang lurus ke arah matanya yang memohon."Aku tak suka susu." Jawabku ketus. "I just wanna sleep...in peace! Tak bisakah aku tidur?""Kau boleh tidur setelah meminum ini, kau muntah dan kehilangan tenaga...please Rose!""Kalau ini semua akibatmu, kenapa aku yang harus merasa susah.""Aku menderita saat tahu kau hamil dan kehilangan anak kita setelahnya, aku sering bermimpi dua anak lelaki lucu yang memiliki wajahmu dan warna rambutku... Rose..Mereka anak kita yang meninggal... Aku selalu menangis saat bangun tidur saat bermimpi mereka..jika saja semua baik-baik...mereka mungkin sudah lahir dan sangat menggemaskan..." Ia seperti orang yang meratap. Aku bisa melihat kesedihan dalam wajahnya.Kalau ia sudah seperti ini, aku tak bisa lagi mengelak. Akhirnya aku meminum habis susu itu, dan ia tersenyum lebar. Setelah meletakkan gelas susu itu..ia menunduk dan mencium perutku yang masih datar."Sehat terus... anak-
Aku menghabiskan waktu dua hari lagi di pantai yang sama dimana Dave dan aku kembali bersama. Ya.. aku sudah yakin dengan keputusan itu. Sejak saat itu juga, Dave memindahkan semua barang-barangnya ke kamar yang sama denganku."Persetan dengan penunggu kamar pojok! Aku tak mau lagi tinggal di kamar itu. Aku rela membeli berdus-dus kondom kalau perlu." Ucapnya suatu malam, saat aku memaksanya kembali ke kamar. Tentu saja ia mengatakannya dengan tenang dan penuh senyum. Yang ada di kepalanya adalah urusan ranjang. Thats it!"The condom part... Is actually not included!" Jawabku malas. Aku sedang berbalas pesan dengan Lindsay."It is! Tentu saja...! Apa mulai sekarang aku bisa melakukannya tanpa kondom?!"Pft... Ia terus mengulanginya. Ia sengaja membicarakan hal semacam itu agar ia mendapatkan jalur mulus melancarkan aksinya. Biasanya aku selalu terperdaya.Aku diam, malas membalas. Bahkan rambutku belum kering dari kejadian di kamar mandi baru
Ia melepaskan ciumannya, memangku dengan serius. "Be mine... Aku tak mau menunggu...now! Be mine! Linds... Please! Marry me!""Bukankah kau memang sudah jadi suamiku?" Jawabku masih terengah."Kau masih marah? Aku melakukannya hanya karena aku menginginkanmu...so bad Linds... Aku tak bisa melihat kau dengan pria lain." Ucapnya lagi."Hmm...""Kau boleh menghukumku.. apapun itu, tapi... Nikahi aku dulu...""Apa aku bisa menolak?" Tanyaku."No.. aku akan membawamu langsung ke altar.. saat ini..detik ini!" Ucapnya. Ia meletakkanku ke kursiku semula.Ia menyetir mobil dengan cepat. Aku hanya diam.. masih setengah shock dengan welcome kiss dari Lucas. Ia bilang mau menikah sekarang juga? Semoga saja ia hanya bercanda.Sepuluh menit berikutnya kami berada di parkiran sebuah capel. Ia tak bercanda!"Lucas!" Protesku."Please..Linds... I can't... Just can't stand it anymore!" Pintanya dengan sungguh-sungguh.
Aku masih tak percaya dengan apa yang Dave barusan bilang. Jadi dia dan Rose bersama?! Bagaimana bisa?! Apa jangan-jangan Dave menggunakan dukun untuk memantrai Jen? Ini di luar akal sehat?! Bahkan aku adiknya saja tak percaya Dave dan Rose akan bersama. Satu karena Rose dan Dave tidak satu kutub...mereka berlawanan, dua karena ada Louis?! Bagaimana bisa Rose meninggalkan Louis?!Aku ingin bicara langsung dengan Rose.. memastikan. Apa yang dikatakan oleh Dave benar. Tapi setiap kali aku meneleponnya kembali, nomor itu tidak diaktifkan.Nonna masuk ke dalam kamar, dengan segelas tehnya..sebuah teh dengan gelas elegan dari dinasti kuno. Mungkin dari dinasti Ming? Entahlah.. yang jelas itu adalah cangkir berharga lebih dari 15000USD dan selalu dibawa kemana-mana oleh Nonna. Rasa tehnya akan hambar kalau diseduh di gelas biasa. Huh the perks of being rich right?!"Linds..." Sapa Nonna dengan wajah senyum elegannya. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela..meminum t
This is the moment of Truth! Aku akan menghubungi Louis. Aku sudah memakan sarapan begitu juga Dave. Ia memesankan English Breakfast terlezat yang ada, entah karena memang masakan itu penuh bumbu atau aku dan ia yang terlalu kelaparan. Aku duduk di atas kasur dengan ponsel di tangan..kami sudah mandi dan berpakaian yang normal. Aku mengenakan summer dress bertema floral..dan Dave mengenakan kaus putih berkerah dan celana jeans panjang.Ponsel itu hanya kupandangi layarnya. Aku sedang menyusun kalimat yang akan kukatakan kepada Louis.Dave sejak tadi hanya diam, ia membalas email dengan laptopnya di sampingku. Sesekali ia melihatku dan berhenti dari pekerjaannya."Wish me luck!" Gumamku lalu aku meneleponnya. Aku sempat berpikir mau mengirim pesan saja.. tapi aku merasa itu terlalu kejam...karena pasti ia akan sakit hati setelahnya, setidaknya aku menelepon...agar ia bisa leluasa bertanya."You can do it baby!" Gumam Dave. Ia berhenti dan memperhatikanku.
“Dave…Please..”“Apa Rose… apa yang kau mau?” Tanya Dave, suaranya serak. Ia juga tersengal.“Kau.. aku mau kau.” Ucapku. Entah keberanian dari mana yang membuatku berkata seperti itu. Yang jelas aku merasakan adanya dorongan dari dalam diriku yang ingin dituntaskan…dan aku mau Dave yang melakukannya.“Say it again Rose… sayangku..” Bisiknya lagi. Ia seperti sengaja hanya menciumi pipi dan hidungku, ia sengaja tak mencium bibirku.“You…I want you.. all of you!” Pintaku, kini aku memegang kepalanya dan menciumnya persis di bibir. Ia seperti api yang diberi gasoline, membara…semakin membara.“Kau yakin…sayang?” Bisiknya lagi.“Just fucking do it!” Bentakku kepadanya. Ia tertara..lalu dengan cepat ia membuka semua pakaiannya. Entah ini kali berapa aku melihatnya tanpa pakaian. Dan aku mengangumi tubuh indahn
Aku masih diam, mataku hanya mengerjap beberapa kali, ia sudah berada sangat dekat denganku.Saat hidungnya menempel dengan hidungku, aku baru sadar…dan bisa merasakan otakku memberi alarm bahaya.“Dave…stop!” Ucapku menahan pundaknya. Kedua tanganku berhasil menahannya mendekat lagi. Hidungnya sekarang berjarak sepuluh centi dari wajahku.“Why? Kenapa aku harus berhenti?”“Kau sudah berjanji…” Jawabku, masih menahan tubuhnya.“Aku tak pernah berjanji…” Tantangnya.“You did.” Ucapku sudah mulai kalut. Ia lebih besar…dan memiliki tenaga lebih besar daripadaku.“I didn’t.” Ia sekarang bisa mendekat lagi, ia memindahkan tanganku yangmenahan pundaknya menjadi berada di belakang lehernya. What…the?! How did he do that? Kenapa aku tak sadar.Ia tersenyum sekarang. Kedua tanganku berada di lehernya dan sekarang bibir