“Marioo…ngghh..” Keluhku, aku menggila…pria ini benar-benar membuatku meledak lagi dan lagi. Mario sang dokter seksi yang ternyata berasal dari Brazil…he blows my mind and my anatomy down there. Ia memiliki lidah yang sangat luar biasa…seperti magic…lidah itu..
Agh…. Nggh…
Otakku bahkan tak bisa memproses apa yang terjadi, aku hanya merasakan kenikmatan yang lagi dan lagi…bahkan pria itu masih dalam seragam kerjanya, kami sedang dalam ruang periksanya.
I know…sangat seksi kan!
Saat aku mau pulang tadi, aku bertemu dengannya, ia sudah siap dengan tas dan sepertinya mau pulang juga. ia menawarkanku untuk pulang bersama, dan I said yes. Tentu…kenapa aku harus menolaknya kan? Makhluk Tuhan yang seksi ini terlalu sayang untuk disia-siakan. Kami memasuki lift yang kosong, dna tiba-tiba aku menggila. Aku tak sengaja menyentuh celananya bagian depan. I know..how silly right.
“Kenapa aku merasa Lindsay jauh berbeda sekarang?” Tanyaku kepada Dave, ia sednag membaca Koran paginya. Lindsay akan datang jam dua sore…membawa pakaian bersih milik Dave dan membawa pulang pakaian kotornya. Tapi yang membuatku heran adalah, pakaian bersih yang ia bawa…memiliki tag sebuah laundry tak jauh dari tempat ini, dan ia seperti memakai pakaian yang hampir smaa setiap hari. Aku tahu dan kenal Lindsay, ia paling nati memakai pakaian lebih dari satu atau dua kali, tapi hari ini aku melihatnya memakai pakaian mini dress berwarna kuning pucat, dan ini adalah kali keempatnya, aku sudah dirawat selama dua minggu… dna Lindsay sudah memakainya empat kali? Bukankah itu sangat ajaib?“Ia membawakanku pakaian baru… atau pakaianku yang kemarin kupakai. Aku punya feeling ia tak mengambil pakaian baru dari apartemenku…”“Kau kan punya sistem CCTV yang bisa diakses lewat ponselmu, ccoba lihat!” Usulku yan
Kami pulang, Aku dan Dave juga Lindsay semua berada di mobil yang sama, Mario sempat mau ikut ke apartemen Dave namun dengan wajah datar dan tegas Dave menggeleng. Sepertinya Lindsay tahu, kalau kakaknya sednag dalam mood yang kurang baik akhirnya menyuruh calon suaminya untuk mengalah.Akupun masih tak percaya, Lindsay akan secepat ini move on…ini gila?! Aku yang sudah lama bersahabat dengannya merasa aku tak mengenalnya sama sekali.Selama di perjalanan Dave diam, aku duduk di sampingnya. Itu adalah saran dari Lindsay, sepertinya ia tak mau berada di jarak yang dekat dnegan kakaknya itu. Ia takut.Aku melihat rahang Dave yang keras dan tajam…terlihat tambah keras, apakah itu mungkin? Ia diam, dan tentu saja kami diam, kami tahu tak mau cari masalah dengan seorang atlet kaya yang sedang emsoi, kan?Kami tiba di apartemen Dave, ia sudah memasukkan pakaian miliknya dan milikku ke dalam sebuah duffel bag besar yang ia bawa, wajahnya masih sama
Aku menoleh ke arah Dave, yang ternyata ia juga sedang menatapku.Uh…oh… aku takut pandangan itu.Ia masih melihatku dengan mata yang berkabut apakah itu amarah atau napsu?Aku berdeham, ada hal yang ingin kuberitahu mengenai kejadian ini, agar hal yang sama tak terjadi lagi.“Dave, aku tah Lindsay terlalu gegabah, tapi ia selalu dimanja sejak kecil…at least kau bisa melakukan approach yang lebih lembut…maksudku, aku punya pengalaman buruk mengenai apa yan gbaru saja terjadi…”Aku belum selesai berucap, dan bibirku sudah dilahap oleh pria pirang berrahang tajam di depanku. Ia memegang tengkuk leherku dan memiringkan wajahku agar ia memiliki akses yang luas. Ia seperti seorang manusia yang habis di gurun pasir dan kepanasan, dan aku oasenya?Ia masih memagut sampai aku merasa bibirku bengkak, setelah puas, ia melepaskanku dan mengelap bibirku yang bengkak.“Kau bilang apa tadi?
"Divert me please..." Rengek Dave yang sekarang menindihku."Dave..aku baru sembuh!" Keluhku, menengok ke samping, agar bibirku gak disambar oleh Dave."Yang sakit lambungmu..bukan bibirmu...kan!" Jawabnya dan dengan cepat memegangi leherku agar ia bisa menciumku dalam."I want you... Rose! Alot it hurts!" Bisiknya."Apa buktinya...kalau kau tak mempermainkan ku?""Apa lukisan itu bukan bukti...kalau aku sudah terkena virus cintamu sejak lama?""No.""Haruskah aku menghamilinya terlebih dahulu?" Ia menjauhkan wajahnya dan menyeringai."Kau jobless.. Aku tak mau punya anak darimu!""Aku tak butuh pekerjaan, uangku sudah banyak. Aku punya perusahaan properti yang diurus oleh asistenku."Aku memukul bahunya kesal. "Kau sudah punya asisten..kenapa mengerjaiku?""Asisten bisnis...kau asisten pribadiku...yang memenuhi semua kebutuhan sehari-hariku... Mulai dari kebutuhan pangan sampai biologis!"
Dave dengan semua kelicikannya membuatku berlatih setiap hari dengan pakaian minim. Ia membelikanku bikini.Ya ia memang gila, ia membelikanku selusin bikini dengan berbagai macam warna dan mereka semua two piece. Dave mengancam kalau aku tak mengenakannya ia takkan mau melatihku. Aku masih dalam masa pemulihan, jadi masih memakan bubur dan hanya melakukan olah raga ringan. Ia hanya memintaku pemanasan dan berjalan di treadmill selama sepuluh menit. Di hari pertama aku latihan… tubuhku rasanya remuk. Ia beberapa kali memberikanku jus labu… menurutnya itu bisa untuk recovery.Dave bilang itu adalah hal biasa karena aku tak pernah berolah raga. Ia bilang tubuhku malas, ototku malas juga….membuat semuanya kaget saat disuruh olah raga. Bukan Dave namanya kalau tak menghinaku.Di hari pertama aku diukur, aku memiliki berat tubuh Sembilan puluh delapan kilo, dengan tinggi tubuhku 165 cm. persentase lemak tubuhku adalah dua puluh persen. Ia sangat
Aku benar-benar membantu Lindsay dalam mengurus kuliahnya, beruntung ia tak terlambat untuk daftar ulang. Dan karena Lindsay masih dalam status grounded oleh David. Aku yan gmendaftarkannya ke kampus. Ada beberapa dokumen dan persyaratan yang bisa dilakukan via online…namun berkas dan dokumen asli tetap harus diberikan ke kampus.Aku sudah memberitahu Dave mengenai semester pendek ini, ia tak percaya dan berkeras menolak ide itu. Ia baru setuju saat aku memberikannya sebuah ciuman selamat malam selama satu bulan berturut-turut. Agar ia mengijinkan Lindsay keluar untuk kuliah…itupun bersyarat aku harus mengikuti kemana Lindsay pergi. I know…Linds benar-benar berhutang banyak kepadaku.“You are a svaior…I told you right!” ucap Lindsay tersenyum lebar. Keadaannya jauh lebih baik, ia setiap hari mandi dan menyisir rambutnya. Ia terlihat lebih manusiawi dan sudah sedikit normal. Walau aku masih menghindari kata ‘dokter’ da
“Siapa Lucas?” tanyaku kepada Lindsay, aku menolak untuk pergi ke kamar Dave. Pria itu benar-benar keterlaluan.Lindsay berbaring dengan menelungkup di atas kasur. Ia sedang menutup wajahnya dengan bantal. Sata mendengar pertanyaanku ia berbalik.“Lucas adalah pria yang sama brengseknya dengan Dave… bahkan lebih parah! Dia body guard ayahku.”Aku tak paham. Bagaimana bisa seorang bodyguard berbuat brengsek dan kurang ajar kepada anak majikannya sendiri. Lalu aku berpikir, kalau memang ia bodyguard dari ayah Lidnsay berarti ia berdomisisli Yunani… dan pasti saat ini sudah dalam perjalanannya ke tempat ini.“Bagaimana bisa ia brengsek Linds…jelaskan kepadaku, agar aku bisa berbicara dengan Dave. Mungkin ia mau merubah pikirannya…” Tawarku.“Si brengsek itu pasti sudah dalam perjalanannya ke sini… ia pasti akan sangat senang kalau disuruh menjagaku… si brengsek itu pas
Hari yang ditunggu sudah datang, sesuai jadwal…Lucas, pria yang membuat Dave tenang dan di sisi lain membuat Lindsay panic…akan datang. Aku bertanya apakah Dave akan menjemput pria itu atau tidak, dan Dave menggeleng tenang. Ia sedang berlatih di gym. Mengenai photoshoot telanjang itu, Dave belum membicarakannya lagi.Lindsay semakin menjadi, ia semakin cemas saat sudah selesai makan siang. Ia berjalan mondar-mandir di kamarnya.“Linds…bisakah kau berhenti…aku jadi pusing.” Keliuhku kepadanya. Kepalaku snagat pusing melihatnya mondar-mandir seperti setrikaan.Ia menoleh ke arahku, “Kau tak tahu…. Aku sedang dalam mode sangat panic! Kau mengerti? Panic!!! Pria menakutkan itu akan datang.” Ucapnya.Aku sudah mendengar kisah dari Dave dan dari Lindsay, giliran aku yang harus menilai sendiri…pendapat mana yang paling benar mengenai pria bernama Lucas itu.“Apa kau tahu… ia s
Lindsay mendapatkan happy endingnya. Sehari setelah resepsi pernikahanku di Brazil, ia melangsungjan resepsi pernikahannya di hari berikutnya..di tempat yang sama…sama meriahnya dengan dirinya berbalut gaun indah dan mempesona. Lindsay menjalani pernikahannya dengan indah..ia dan Lucas berlibur ke beberapa pulau eksotis seperti Maldies, Bali dan Jeju…untuk bulan madu mereka. Mereka baru berhenti berpergian untuk bulan madu, saat Lindsay postif hamil dua bulan kemudian. Bukankah itu sangat enak? Lindsay maksudku, ia bisa mendapatkan bulan madunya selama dua bulan, traveling ke tempat indah..sebelum cooling down di Vegas karena hamil. Sementara aku, sejak pernikahanku… aku tak boleh berpergian kemanapun menggunakan persawat… karena kehamilanku, tentu saja. Perutku sudah sangat besar…bahkan aku tak bisa tidur dengan terlentang lagi… aku hamil anak kembar lagi! Dave dengan sperma yang seperti Sparta! Bagaiamana mungkin ia menggunakan kondom dan masih bisa membuatku hamil
Hal yang paling menyebalkan di dunia adalah menunggu. Aku berada di aula depan kastil kami di Brazil… menghadiri pernikahan super megah dari Dave dan Rose. Ya mereka akhirnya akan menikah, setelah diketahui Rose sedang mengandung anak Dave, mungkin hari ini adalah usia kandungannya yang ke delapan minggu. Seharusnya ini adalah upacara pernikahanku… namun semua itu akhirnya ditunda karena Dave lebih memiliki alasan urgensi. Sementara aku dan Lucas masih berjarak tempat..ia masih di Guatemala.Lucas kemarin malam berjanji akan datang, ia berusaha akan datang…menyelesaikan semua urusannya di sana…dan terbang di penerbangan pertama. Aku sampai sekarang belum bertemu dengannya, padahal acara sebentar lagi akan dimulai. Agh… kenapa ayah menjadi sangat menyebalkan..aku menyesal karena ak ikut dengan Lucas ke Guatemala, bahkan kami belum melaksanakan malam pertama kami. Damn it! Aku sudah protes kepada ayah, dan ia hanya menjawab bahwa Lucas belum m
Aku tak menerimanya, mataku memandang lurus ke arah matanya yang memohon."Aku tak suka susu." Jawabku ketus. "I just wanna sleep...in peace! Tak bisakah aku tidur?""Kau boleh tidur setelah meminum ini, kau muntah dan kehilangan tenaga...please Rose!""Kalau ini semua akibatmu, kenapa aku yang harus merasa susah.""Aku menderita saat tahu kau hamil dan kehilangan anak kita setelahnya, aku sering bermimpi dua anak lelaki lucu yang memiliki wajahmu dan warna rambutku... Rose..Mereka anak kita yang meninggal... Aku selalu menangis saat bangun tidur saat bermimpi mereka..jika saja semua baik-baik...mereka mungkin sudah lahir dan sangat menggemaskan..." Ia seperti orang yang meratap. Aku bisa melihat kesedihan dalam wajahnya.Kalau ia sudah seperti ini, aku tak bisa lagi mengelak. Akhirnya aku meminum habis susu itu, dan ia tersenyum lebar. Setelah meletakkan gelas susu itu..ia menunduk dan mencium perutku yang masih datar."Sehat terus... anak-
Aku menghabiskan waktu dua hari lagi di pantai yang sama dimana Dave dan aku kembali bersama. Ya.. aku sudah yakin dengan keputusan itu. Sejak saat itu juga, Dave memindahkan semua barang-barangnya ke kamar yang sama denganku."Persetan dengan penunggu kamar pojok! Aku tak mau lagi tinggal di kamar itu. Aku rela membeli berdus-dus kondom kalau perlu." Ucapnya suatu malam, saat aku memaksanya kembali ke kamar. Tentu saja ia mengatakannya dengan tenang dan penuh senyum. Yang ada di kepalanya adalah urusan ranjang. Thats it!"The condom part... Is actually not included!" Jawabku malas. Aku sedang berbalas pesan dengan Lindsay."It is! Tentu saja...! Apa mulai sekarang aku bisa melakukannya tanpa kondom?!"Pft... Ia terus mengulanginya. Ia sengaja membicarakan hal semacam itu agar ia mendapatkan jalur mulus melancarkan aksinya. Biasanya aku selalu terperdaya.Aku diam, malas membalas. Bahkan rambutku belum kering dari kejadian di kamar mandi baru
Ia melepaskan ciumannya, memangku dengan serius. "Be mine... Aku tak mau menunggu...now! Be mine! Linds... Please! Marry me!""Bukankah kau memang sudah jadi suamiku?" Jawabku masih terengah."Kau masih marah? Aku melakukannya hanya karena aku menginginkanmu...so bad Linds... Aku tak bisa melihat kau dengan pria lain." Ucapnya lagi."Hmm...""Kau boleh menghukumku.. apapun itu, tapi... Nikahi aku dulu...""Apa aku bisa menolak?" Tanyaku."No.. aku akan membawamu langsung ke altar.. saat ini..detik ini!" Ucapnya. Ia meletakkanku ke kursiku semula.Ia menyetir mobil dengan cepat. Aku hanya diam.. masih setengah shock dengan welcome kiss dari Lucas. Ia bilang mau menikah sekarang juga? Semoga saja ia hanya bercanda.Sepuluh menit berikutnya kami berada di parkiran sebuah capel. Ia tak bercanda!"Lucas!" Protesku."Please..Linds... I can't... Just can't stand it anymore!" Pintanya dengan sungguh-sungguh.
Aku masih tak percaya dengan apa yang Dave barusan bilang. Jadi dia dan Rose bersama?! Bagaimana bisa?! Apa jangan-jangan Dave menggunakan dukun untuk memantrai Jen? Ini di luar akal sehat?! Bahkan aku adiknya saja tak percaya Dave dan Rose akan bersama. Satu karena Rose dan Dave tidak satu kutub...mereka berlawanan, dua karena ada Louis?! Bagaimana bisa Rose meninggalkan Louis?!Aku ingin bicara langsung dengan Rose.. memastikan. Apa yang dikatakan oleh Dave benar. Tapi setiap kali aku meneleponnya kembali, nomor itu tidak diaktifkan.Nonna masuk ke dalam kamar, dengan segelas tehnya..sebuah teh dengan gelas elegan dari dinasti kuno. Mungkin dari dinasti Ming? Entahlah.. yang jelas itu adalah cangkir berharga lebih dari 15000USD dan selalu dibawa kemana-mana oleh Nonna. Rasa tehnya akan hambar kalau diseduh di gelas biasa. Huh the perks of being rich right?!"Linds..." Sapa Nonna dengan wajah senyum elegannya. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela..meminum t
This is the moment of Truth! Aku akan menghubungi Louis. Aku sudah memakan sarapan begitu juga Dave. Ia memesankan English Breakfast terlezat yang ada, entah karena memang masakan itu penuh bumbu atau aku dan ia yang terlalu kelaparan. Aku duduk di atas kasur dengan ponsel di tangan..kami sudah mandi dan berpakaian yang normal. Aku mengenakan summer dress bertema floral..dan Dave mengenakan kaus putih berkerah dan celana jeans panjang.Ponsel itu hanya kupandangi layarnya. Aku sedang menyusun kalimat yang akan kukatakan kepada Louis.Dave sejak tadi hanya diam, ia membalas email dengan laptopnya di sampingku. Sesekali ia melihatku dan berhenti dari pekerjaannya."Wish me luck!" Gumamku lalu aku meneleponnya. Aku sempat berpikir mau mengirim pesan saja.. tapi aku merasa itu terlalu kejam...karena pasti ia akan sakit hati setelahnya, setidaknya aku menelepon...agar ia bisa leluasa bertanya."You can do it baby!" Gumam Dave. Ia berhenti dan memperhatikanku.
“Dave…Please..”“Apa Rose… apa yang kau mau?” Tanya Dave, suaranya serak. Ia juga tersengal.“Kau.. aku mau kau.” Ucapku. Entah keberanian dari mana yang membuatku berkata seperti itu. Yang jelas aku merasakan adanya dorongan dari dalam diriku yang ingin dituntaskan…dan aku mau Dave yang melakukannya.“Say it again Rose… sayangku..” Bisiknya lagi. Ia seperti sengaja hanya menciumi pipi dan hidungku, ia sengaja tak mencium bibirku.“You…I want you.. all of you!” Pintaku, kini aku memegang kepalanya dan menciumnya persis di bibir. Ia seperti api yang diberi gasoline, membara…semakin membara.“Kau yakin…sayang?” Bisiknya lagi.“Just fucking do it!” Bentakku kepadanya. Ia tertara..lalu dengan cepat ia membuka semua pakaiannya. Entah ini kali berapa aku melihatnya tanpa pakaian. Dan aku mengangumi tubuh indahn
Aku masih diam, mataku hanya mengerjap beberapa kali, ia sudah berada sangat dekat denganku.Saat hidungnya menempel dengan hidungku, aku baru sadar…dan bisa merasakan otakku memberi alarm bahaya.“Dave…stop!” Ucapku menahan pundaknya. Kedua tanganku berhasil menahannya mendekat lagi. Hidungnya sekarang berjarak sepuluh centi dari wajahku.“Why? Kenapa aku harus berhenti?”“Kau sudah berjanji…” Jawabku, masih menahan tubuhnya.“Aku tak pernah berjanji…” Tantangnya.“You did.” Ucapku sudah mulai kalut. Ia lebih besar…dan memiliki tenaga lebih besar daripadaku.“I didn’t.” Ia sekarang bisa mendekat lagi, ia memindahkan tanganku yangmenahan pundaknya menjadi berada di belakang lehernya. What…the?! How did he do that? Kenapa aku tak sadar.Ia tersenyum sekarang. Kedua tanganku berada di lehernya dan sekarang bibir