Aku menoleh ke arah Dave, yang ternyata ia juga sedang menatapku.
Uh…oh… aku takut pandangan itu.
Ia masih melihatku dengan mata yang berkabut apakah itu amarah atau napsu?
Aku berdeham, ada hal yang ingin kuberitahu mengenai kejadian ini, agar hal yang sama tak terjadi lagi.
“Dave, aku tah Lindsay terlalu gegabah, tapi ia selalu dimanja sejak kecil…at least kau bisa melakukan approach yang lebih lembut…maksudku, aku punya pengalaman buruk mengenai apa yan gbaru saja terjadi…”
Aku belum selesai berucap, dan bibirku sudah dilahap oleh pria pirang berrahang tajam di depanku. Ia memegang tengkuk leherku dan memiringkan wajahku agar ia memiliki akses yang luas. Ia seperti seorang manusia yang habis di gurun pasir dan kepanasan, dan aku oasenya?
Ia masih memagut sampai aku merasa bibirku bengkak, setelah puas, ia melepaskanku dan mengelap bibirku yang bengkak.
“Kau bilang apa tadi?
"Divert me please..." Rengek Dave yang sekarang menindihku."Dave..aku baru sembuh!" Keluhku, menengok ke samping, agar bibirku gak disambar oleh Dave."Yang sakit lambungmu..bukan bibirmu...kan!" Jawabnya dan dengan cepat memegangi leherku agar ia bisa menciumku dalam."I want you... Rose! Alot it hurts!" Bisiknya."Apa buktinya...kalau kau tak mempermainkan ku?""Apa lukisan itu bukan bukti...kalau aku sudah terkena virus cintamu sejak lama?""No.""Haruskah aku menghamilinya terlebih dahulu?" Ia menjauhkan wajahnya dan menyeringai."Kau jobless.. Aku tak mau punya anak darimu!""Aku tak butuh pekerjaan, uangku sudah banyak. Aku punya perusahaan properti yang diurus oleh asistenku."Aku memukul bahunya kesal. "Kau sudah punya asisten..kenapa mengerjaiku?""Asisten bisnis...kau asisten pribadiku...yang memenuhi semua kebutuhan sehari-hariku... Mulai dari kebutuhan pangan sampai biologis!"
Dave dengan semua kelicikannya membuatku berlatih setiap hari dengan pakaian minim. Ia membelikanku bikini.Ya ia memang gila, ia membelikanku selusin bikini dengan berbagai macam warna dan mereka semua two piece. Dave mengancam kalau aku tak mengenakannya ia takkan mau melatihku. Aku masih dalam masa pemulihan, jadi masih memakan bubur dan hanya melakukan olah raga ringan. Ia hanya memintaku pemanasan dan berjalan di treadmill selama sepuluh menit. Di hari pertama aku latihan… tubuhku rasanya remuk. Ia beberapa kali memberikanku jus labu… menurutnya itu bisa untuk recovery.Dave bilang itu adalah hal biasa karena aku tak pernah berolah raga. Ia bilang tubuhku malas, ototku malas juga….membuat semuanya kaget saat disuruh olah raga. Bukan Dave namanya kalau tak menghinaku.Di hari pertama aku diukur, aku memiliki berat tubuh Sembilan puluh delapan kilo, dengan tinggi tubuhku 165 cm. persentase lemak tubuhku adalah dua puluh persen. Ia sangat
Aku benar-benar membantu Lindsay dalam mengurus kuliahnya, beruntung ia tak terlambat untuk daftar ulang. Dan karena Lindsay masih dalam status grounded oleh David. Aku yan gmendaftarkannya ke kampus. Ada beberapa dokumen dan persyaratan yang bisa dilakukan via online…namun berkas dan dokumen asli tetap harus diberikan ke kampus.Aku sudah memberitahu Dave mengenai semester pendek ini, ia tak percaya dan berkeras menolak ide itu. Ia baru setuju saat aku memberikannya sebuah ciuman selamat malam selama satu bulan berturut-turut. Agar ia mengijinkan Lindsay keluar untuk kuliah…itupun bersyarat aku harus mengikuti kemana Lindsay pergi. I know…Linds benar-benar berhutang banyak kepadaku.“You are a svaior…I told you right!” ucap Lindsay tersenyum lebar. Keadaannya jauh lebih baik, ia setiap hari mandi dan menyisir rambutnya. Ia terlihat lebih manusiawi dan sudah sedikit normal. Walau aku masih menghindari kata ‘dokter’ da
“Siapa Lucas?” tanyaku kepada Lindsay, aku menolak untuk pergi ke kamar Dave. Pria itu benar-benar keterlaluan.Lindsay berbaring dengan menelungkup di atas kasur. Ia sedang menutup wajahnya dengan bantal. Sata mendengar pertanyaanku ia berbalik.“Lucas adalah pria yang sama brengseknya dengan Dave… bahkan lebih parah! Dia body guard ayahku.”Aku tak paham. Bagaimana bisa seorang bodyguard berbuat brengsek dan kurang ajar kepada anak majikannya sendiri. Lalu aku berpikir, kalau memang ia bodyguard dari ayah Lidnsay berarti ia berdomisisli Yunani… dan pasti saat ini sudah dalam perjalanannya ke tempat ini.“Bagaimana bisa ia brengsek Linds…jelaskan kepadaku, agar aku bisa berbicara dengan Dave. Mungkin ia mau merubah pikirannya…” Tawarku.“Si brengsek itu pasti sudah dalam perjalanannya ke sini… ia pasti akan sangat senang kalau disuruh menjagaku… si brengsek itu pas
Hari yang ditunggu sudah datang, sesuai jadwal…Lucas, pria yang membuat Dave tenang dan di sisi lain membuat Lindsay panic…akan datang. Aku bertanya apakah Dave akan menjemput pria itu atau tidak, dan Dave menggeleng tenang. Ia sedang berlatih di gym. Mengenai photoshoot telanjang itu, Dave belum membicarakannya lagi.Lindsay semakin menjadi, ia semakin cemas saat sudah selesai makan siang. Ia berjalan mondar-mandir di kamarnya.“Linds…bisakah kau berhenti…aku jadi pusing.” Keliuhku kepadanya. Kepalaku snagat pusing melihatnya mondar-mandir seperti setrikaan.Ia menoleh ke arahku, “Kau tak tahu…. Aku sedang dalam mode sangat panic! Kau mengerti? Panic!!! Pria menakutkan itu akan datang.” Ucapnya.Aku sudah mendengar kisah dari Dave dan dari Lindsay, giliran aku yang harus menilai sendiri…pendapat mana yang paling benar mengenai pria bernama Lucas itu.“Apa kau tahu… ia s
“Kau sudah makan?” Tanya suara berat dari belakangku. Aku enggan menoleh. No…. aku takkan kalah. Aku diam tak menjawab, ataupun menoleh. Aku sama sekali belum melihat sosok itu. Sosok yang membuatku trauma. Selama ini Dave pasti berpikir aku sakit hati karena Scott. Tapi kenyataannya tidak, pelaku yang sudah membuat hatiku terluka adalah pria bersuara berat dengan rambut hitam legam di belakangku ini.“Kalau kau sudah makan, aku ijin ke dapur dulu… karena sejak tadi malam aku belum makan, makanan di pesawat tak cocok dengan lidahku. I will be back in a minute!” Janjinya, aku mendengar suara langkah kaki melangkah menjauh, baguslah.Tapi kenapa ia jadi lebih cerewet sekarang? Setahuku ia orang yang pendiam…menyebalkan, controlling … agh…mimpi burukku sekarang ada di tempat ini. Aku berdiri dan melihat kea rah jendela. Sialnya Dave membuat sebuah teralis di jendelanya… kenapa juga apartemen semewah ini dip
Ini sudah sore, aku sudah tak sanggup untuk tiduran lagi, aku kahirnya membuka mata. Aku masih belum bergerak dan melihat sekeliling… memantau apakah semua dalam keadaan aman?Aman. Ah…syukurlah. Dan disaat yang sama perutku berbunyi, kelaparan. Aku mengetik pesan kepada Rose, mengecek apakah mereka sudah berangkat atau belum.Linds : Kau sudah berangkat?Tak lama, Rose membalas.Rose : HmmLinds : Yea? Kau sudah berangkat? Kenapa awal sekali?Aku seperti seorang anak abg yang sednag merengek dengan ibunya. Menyedihkan. Mungkin ini juga sebuah pertanda bahwa Rose akan cocok menjadi kakak iparku.Rose : Dave yang menggeretku keluar dari apartemen, aku sekarang sedang di mobil. Ia menyetir sendiri. Padahal aku mengecek, lokasinya hanya kurang dari setengah jam berkendara. No Idea… apa yang ada di kepala Dave, aku juga tak tahu.Linds : Aku
Aku mengurung diriku di kamar yang kukunci dari dalam. Sekarang sudah jam Sembilan malam, dan aku lapar. Great! Lagi-lagi aku dan kebodohan juga perutku.Aku masa bodoh kali ini, toh…ini apartemen kakakku, kenapa aku yang harus mengurung diri.Aku keluar, dan sesuai dengan prediksiku…ia sedang menonton tivi di ruang keluarga milik Dave. Ia mengenakan kaus yang sama dan celana bahan yang sama. Untuk seorang bodyguard…ia makan gaji buta, karena ia hanya makan dan nonton Tv saja selama ini. Gumamku.Aku tak menyapanya dan langsung ke dapur. Aku lapar. I don’t care…kalau perlu aku akan makan saja keju beku itu… daripada harus meminta tolong kepada Lucas memasakkan makanan untukku.Andai saja, aku bisa memesan makanan Chinese kesukaanku.Ah ya! Kenapa tak terpikirkan di kepalaku? Aku bisa memesan makanan kan?Aku berbelok dan kembali ke kama
Lindsay mendapatkan happy endingnya. Sehari setelah resepsi pernikahanku di Brazil, ia melangsungjan resepsi pernikahannya di hari berikutnya..di tempat yang sama…sama meriahnya dengan dirinya berbalut gaun indah dan mempesona. Lindsay menjalani pernikahannya dengan indah..ia dan Lucas berlibur ke beberapa pulau eksotis seperti Maldies, Bali dan Jeju…untuk bulan madu mereka. Mereka baru berhenti berpergian untuk bulan madu, saat Lindsay postif hamil dua bulan kemudian. Bukankah itu sangat enak? Lindsay maksudku, ia bisa mendapatkan bulan madunya selama dua bulan, traveling ke tempat indah..sebelum cooling down di Vegas karena hamil. Sementara aku, sejak pernikahanku… aku tak boleh berpergian kemanapun menggunakan persawat… karena kehamilanku, tentu saja. Perutku sudah sangat besar…bahkan aku tak bisa tidur dengan terlentang lagi… aku hamil anak kembar lagi! Dave dengan sperma yang seperti Sparta! Bagaiamana mungkin ia menggunakan kondom dan masih bisa membuatku hamil
Hal yang paling menyebalkan di dunia adalah menunggu. Aku berada di aula depan kastil kami di Brazil… menghadiri pernikahan super megah dari Dave dan Rose. Ya mereka akhirnya akan menikah, setelah diketahui Rose sedang mengandung anak Dave, mungkin hari ini adalah usia kandungannya yang ke delapan minggu. Seharusnya ini adalah upacara pernikahanku… namun semua itu akhirnya ditunda karena Dave lebih memiliki alasan urgensi. Sementara aku dan Lucas masih berjarak tempat..ia masih di Guatemala.Lucas kemarin malam berjanji akan datang, ia berusaha akan datang…menyelesaikan semua urusannya di sana…dan terbang di penerbangan pertama. Aku sampai sekarang belum bertemu dengannya, padahal acara sebentar lagi akan dimulai. Agh… kenapa ayah menjadi sangat menyebalkan..aku menyesal karena ak ikut dengan Lucas ke Guatemala, bahkan kami belum melaksanakan malam pertama kami. Damn it! Aku sudah protes kepada ayah, dan ia hanya menjawab bahwa Lucas belum m
Aku tak menerimanya, mataku memandang lurus ke arah matanya yang memohon."Aku tak suka susu." Jawabku ketus. "I just wanna sleep...in peace! Tak bisakah aku tidur?""Kau boleh tidur setelah meminum ini, kau muntah dan kehilangan tenaga...please Rose!""Kalau ini semua akibatmu, kenapa aku yang harus merasa susah.""Aku menderita saat tahu kau hamil dan kehilangan anak kita setelahnya, aku sering bermimpi dua anak lelaki lucu yang memiliki wajahmu dan warna rambutku... Rose..Mereka anak kita yang meninggal... Aku selalu menangis saat bangun tidur saat bermimpi mereka..jika saja semua baik-baik...mereka mungkin sudah lahir dan sangat menggemaskan..." Ia seperti orang yang meratap. Aku bisa melihat kesedihan dalam wajahnya.Kalau ia sudah seperti ini, aku tak bisa lagi mengelak. Akhirnya aku meminum habis susu itu, dan ia tersenyum lebar. Setelah meletakkan gelas susu itu..ia menunduk dan mencium perutku yang masih datar."Sehat terus... anak-
Aku menghabiskan waktu dua hari lagi di pantai yang sama dimana Dave dan aku kembali bersama. Ya.. aku sudah yakin dengan keputusan itu. Sejak saat itu juga, Dave memindahkan semua barang-barangnya ke kamar yang sama denganku."Persetan dengan penunggu kamar pojok! Aku tak mau lagi tinggal di kamar itu. Aku rela membeli berdus-dus kondom kalau perlu." Ucapnya suatu malam, saat aku memaksanya kembali ke kamar. Tentu saja ia mengatakannya dengan tenang dan penuh senyum. Yang ada di kepalanya adalah urusan ranjang. Thats it!"The condom part... Is actually not included!" Jawabku malas. Aku sedang berbalas pesan dengan Lindsay."It is! Tentu saja...! Apa mulai sekarang aku bisa melakukannya tanpa kondom?!"Pft... Ia terus mengulanginya. Ia sengaja membicarakan hal semacam itu agar ia mendapatkan jalur mulus melancarkan aksinya. Biasanya aku selalu terperdaya.Aku diam, malas membalas. Bahkan rambutku belum kering dari kejadian di kamar mandi baru
Ia melepaskan ciumannya, memangku dengan serius. "Be mine... Aku tak mau menunggu...now! Be mine! Linds... Please! Marry me!""Bukankah kau memang sudah jadi suamiku?" Jawabku masih terengah."Kau masih marah? Aku melakukannya hanya karena aku menginginkanmu...so bad Linds... Aku tak bisa melihat kau dengan pria lain." Ucapnya lagi."Hmm...""Kau boleh menghukumku.. apapun itu, tapi... Nikahi aku dulu...""Apa aku bisa menolak?" Tanyaku."No.. aku akan membawamu langsung ke altar.. saat ini..detik ini!" Ucapnya. Ia meletakkanku ke kursiku semula.Ia menyetir mobil dengan cepat. Aku hanya diam.. masih setengah shock dengan welcome kiss dari Lucas. Ia bilang mau menikah sekarang juga? Semoga saja ia hanya bercanda.Sepuluh menit berikutnya kami berada di parkiran sebuah capel. Ia tak bercanda!"Lucas!" Protesku."Please..Linds... I can't... Just can't stand it anymore!" Pintanya dengan sungguh-sungguh.
Aku masih tak percaya dengan apa yang Dave barusan bilang. Jadi dia dan Rose bersama?! Bagaimana bisa?! Apa jangan-jangan Dave menggunakan dukun untuk memantrai Jen? Ini di luar akal sehat?! Bahkan aku adiknya saja tak percaya Dave dan Rose akan bersama. Satu karena Rose dan Dave tidak satu kutub...mereka berlawanan, dua karena ada Louis?! Bagaimana bisa Rose meninggalkan Louis?!Aku ingin bicara langsung dengan Rose.. memastikan. Apa yang dikatakan oleh Dave benar. Tapi setiap kali aku meneleponnya kembali, nomor itu tidak diaktifkan.Nonna masuk ke dalam kamar, dengan segelas tehnya..sebuah teh dengan gelas elegan dari dinasti kuno. Mungkin dari dinasti Ming? Entahlah.. yang jelas itu adalah cangkir berharga lebih dari 15000USD dan selalu dibawa kemana-mana oleh Nonna. Rasa tehnya akan hambar kalau diseduh di gelas biasa. Huh the perks of being rich right?!"Linds..." Sapa Nonna dengan wajah senyum elegannya. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela..meminum t
This is the moment of Truth! Aku akan menghubungi Louis. Aku sudah memakan sarapan begitu juga Dave. Ia memesankan English Breakfast terlezat yang ada, entah karena memang masakan itu penuh bumbu atau aku dan ia yang terlalu kelaparan. Aku duduk di atas kasur dengan ponsel di tangan..kami sudah mandi dan berpakaian yang normal. Aku mengenakan summer dress bertema floral..dan Dave mengenakan kaus putih berkerah dan celana jeans panjang.Ponsel itu hanya kupandangi layarnya. Aku sedang menyusun kalimat yang akan kukatakan kepada Louis.Dave sejak tadi hanya diam, ia membalas email dengan laptopnya di sampingku. Sesekali ia melihatku dan berhenti dari pekerjaannya."Wish me luck!" Gumamku lalu aku meneleponnya. Aku sempat berpikir mau mengirim pesan saja.. tapi aku merasa itu terlalu kejam...karena pasti ia akan sakit hati setelahnya, setidaknya aku menelepon...agar ia bisa leluasa bertanya."You can do it baby!" Gumam Dave. Ia berhenti dan memperhatikanku.
“Dave…Please..”“Apa Rose… apa yang kau mau?” Tanya Dave, suaranya serak. Ia juga tersengal.“Kau.. aku mau kau.” Ucapku. Entah keberanian dari mana yang membuatku berkata seperti itu. Yang jelas aku merasakan adanya dorongan dari dalam diriku yang ingin dituntaskan…dan aku mau Dave yang melakukannya.“Say it again Rose… sayangku..” Bisiknya lagi. Ia seperti sengaja hanya menciumi pipi dan hidungku, ia sengaja tak mencium bibirku.“You…I want you.. all of you!” Pintaku, kini aku memegang kepalanya dan menciumnya persis di bibir. Ia seperti api yang diberi gasoline, membara…semakin membara.“Kau yakin…sayang?” Bisiknya lagi.“Just fucking do it!” Bentakku kepadanya. Ia tertara..lalu dengan cepat ia membuka semua pakaiannya. Entah ini kali berapa aku melihatnya tanpa pakaian. Dan aku mengangumi tubuh indahn
Aku masih diam, mataku hanya mengerjap beberapa kali, ia sudah berada sangat dekat denganku.Saat hidungnya menempel dengan hidungku, aku baru sadar…dan bisa merasakan otakku memberi alarm bahaya.“Dave…stop!” Ucapku menahan pundaknya. Kedua tanganku berhasil menahannya mendekat lagi. Hidungnya sekarang berjarak sepuluh centi dari wajahku.“Why? Kenapa aku harus berhenti?”“Kau sudah berjanji…” Jawabku, masih menahan tubuhnya.“Aku tak pernah berjanji…” Tantangnya.“You did.” Ucapku sudah mulai kalut. Ia lebih besar…dan memiliki tenaga lebih besar daripadaku.“I didn’t.” Ia sekarang bisa mendekat lagi, ia memindahkan tanganku yangmenahan pundaknya menjadi berada di belakang lehernya. What…the?! How did he do that? Kenapa aku tak sadar.Ia tersenyum sekarang. Kedua tanganku berada di lehernya dan sekarang bibir