“Rose… apa kau mengerti tentang fotografi?” Tanya Dave kepadaku. Aku baru saja bangun tidur dan pria itu sudah sangat segar dengan rambut basah, duduk di atas ranjang dengan bertelanjang dada. Apa ia hobi bertelanjang dada? Seingatku memang ia sering melakukan fotoshoot dengan bertelanjang dada.
“Humm… tidak? Kenapa?” Tanyaku yang baru saja bangun tidur dan diajak berbiara, otakku belum sepenuhnya terkoneksi. Ia seperti sedang sangat serius menghadap laptopnya, mungkin ada masalah pelik?
“Kenapa?” tanyaku mengusap mulutku, aku takut ada sisa air liur yang membekas.
Dave mengambil tanganku, dan membuatku duduk di sampingnya. Aku bisa melihat sebuah email yang terpampang di layar laptop milik Dave.
“Apa ini?” Tanyaku mengerutkan dahi.
“Sebuah surat penawaran, kau membalasnya…lalu aku dapat email pribadi. Isinya…mereka memintaku untuk melakukan pemotretan dimanapun aku b
Aku benar-benar terkejut dengan apa yang kutemukan di kamar rahasia kakakku selama ini, jadi ia benar-benar terobsesi dengan Rose? After all of this time? Benar-benar mengangetkan. Aku sedang memgang ponselku, dan menunggu balasan Dave.Aku duduk di kamar Rose, sebuah kamar khusus yang diperuntukkan Rose, seorang perempuan yang notabenenya adalah orang luar…sahabatku, dan Dave memberinya kamar khusus, sedangkan aku? Bahkan ia sering mengusirku dari apartemen ini. That jerk!Rose juga sedang sibuk di depan laptop yang Dave belikan untuknya, demi pekerjaan..katanya saat itu.Ah.. kenapa aku sama sekali tak curiga selama ini…kalau ia segitu tergila-gilanya dengan Rose. Aku menyesal mengetahuinya baru sekarang…kalau saja…Semua orang yang kutemui, mereka selalu bertanya tentang keadanku. Sepertinya mereka khawatir…dengan keadaan hatiku saat ini. Setelah semalam sebelum hari pertunanganku dan Rick, aku memergokinya sedang ber
Aku sudah menelepon Dave, dan ia akan langsung menuju rumah sakit tempat Rose dirawat. Kenapa aku bisa lupa…kalau Rose memiliki masalah Gerd?! Agh! Aku pasti akan habis dimarahi oleh Dave.Aku duduk di depan ruang instalasi gawat darurat, Rose masih ditangani dan nantinya akan dipindahkan ke ruang perawatan. Dokter yang awal memeriksanya sudah mengatakan bahwa mungkin masalah lambung, setelah diberi pertolongan pertama…selanjutnya ia harus diwarat untuk beberapa hari.“Linds… apa yang terjadi?” Tanya Dave dengan tergesa, wajahnya penuh peluh, apakah ia berlari?“Rose kesakitan…ia makan sesuatu yang pedas dan ia langsung collapse seperti itu…” Jelasku dengan ketakutan, wajah Dave sangat menyeramkan saat ini.“Pasti ia telat makan…dan langsung memakan makanan pedas..” Gumam Dave lebih ke dirinya sendiri.“Ya..ia mencari makanan di apartemenmu…tapi tak menemukan
Lindsay sudah pulang, ia mau berganti pakaian dan berjanji akan kembali ke ruang perawatanku. Aku sudah bilang kepadanya untuk tak melakukannya…tapi sahabatku itu memaksa ingin datang, ia merasa bersalah karena membelikanku makanan yang pedas…ia terus menyalahkan dirinya bahwa aku sakit adalah akibat dari kelalaianya, yang langsung di ‘iya’ kan oleh kakaknya sendiri, David. Aku merasakan kembung di perutku, dan sedikit nyeri saat menelan, terlebih dari itu… aku tak merasakan keluhan apapun. Dokter masih memaksa aku menggunakan IV, walau sebenarnya aku merasa risih dengannya. Sejak tadi Dave memaksaku memakan bubur tanpa rasa yang mangkuknya ia pegang sekarang. Wajahnya berkerut dengan kesal. Kenapa ia seperti itu? Memang ini salahku? Ya…benar, memang ini kebodohanku sendiri, karena aku yang tak perhatian aku akhirnya seperti ini. Aku miskin dan terlalu banyak berulah. Mengingat tentang hal itu, aku membuka mulutku lebar-lebar, membuat pria yang berjanji akan
“Marioo…ngghh..” Keluhku, aku menggila…pria ini benar-benar membuatku meledak lagi dan lagi. Mario sang dokter seksi yang ternyata berasal dari Brazil…he blows my mind and my anatomy down there. Ia memiliki lidah yang sangat luar biasa…seperti magic…lidah itu..Agh…. Nggh…Otakku bahkan tak bisa memproses apa yang terjadi, aku hanya merasakan kenikmatan yang lagi dan lagi…bahkan pria itu masih dalam seragam kerjanya, kami sedang dalam ruang periksanya.I know…sangat seksi kan!Saat aku mau pulang tadi, aku bertemu dengannya, ia sudah siap dengan tas dan sepertinya mau pulang juga. ia menawarkanku untuk pulang bersama, dan I said yes. Tentu…kenapa aku harus menolaknya kan? Makhluk Tuhan yang seksi ini terlalu sayang untuk disia-siakan. Kami memasuki lift yang kosong, dna tiba-tiba aku menggila. Aku tak sengaja menyentuh celananya bagian depan. I know..how silly right.
“Kenapa aku merasa Lindsay jauh berbeda sekarang?” Tanyaku kepada Dave, ia sednag membaca Koran paginya. Lindsay akan datang jam dua sore…membawa pakaian bersih milik Dave dan membawa pulang pakaian kotornya. Tapi yang membuatku heran adalah, pakaian bersih yang ia bawa…memiliki tag sebuah laundry tak jauh dari tempat ini, dan ia seperti memakai pakaian yang hampir smaa setiap hari. Aku tahu dan kenal Lindsay, ia paling nati memakai pakaian lebih dari satu atau dua kali, tapi hari ini aku melihatnya memakai pakaian mini dress berwarna kuning pucat, dan ini adalah kali keempatnya, aku sudah dirawat selama dua minggu… dna Lindsay sudah memakainya empat kali? Bukankah itu sangat ajaib?“Ia membawakanku pakaian baru… atau pakaianku yang kemarin kupakai. Aku punya feeling ia tak mengambil pakaian baru dari apartemenku…”“Kau kan punya sistem CCTV yang bisa diakses lewat ponselmu, ccoba lihat!” Usulku yan
Kami pulang, Aku dan Dave juga Lindsay semua berada di mobil yang sama, Mario sempat mau ikut ke apartemen Dave namun dengan wajah datar dan tegas Dave menggeleng. Sepertinya Lindsay tahu, kalau kakaknya sednag dalam mood yang kurang baik akhirnya menyuruh calon suaminya untuk mengalah.Akupun masih tak percaya, Lindsay akan secepat ini move on…ini gila?! Aku yang sudah lama bersahabat dengannya merasa aku tak mengenalnya sama sekali.Selama di perjalanan Dave diam, aku duduk di sampingnya. Itu adalah saran dari Lindsay, sepertinya ia tak mau berada di jarak yang dekat dnegan kakaknya itu. Ia takut.Aku melihat rahang Dave yang keras dan tajam…terlihat tambah keras, apakah itu mungkin? Ia diam, dan tentu saja kami diam, kami tahu tak mau cari masalah dengan seorang atlet kaya yang sedang emsoi, kan?Kami tiba di apartemen Dave, ia sudah memasukkan pakaian miliknya dan milikku ke dalam sebuah duffel bag besar yang ia bawa, wajahnya masih sama
Aku menoleh ke arah Dave, yang ternyata ia juga sedang menatapku.Uh…oh… aku takut pandangan itu.Ia masih melihatku dengan mata yang berkabut apakah itu amarah atau napsu?Aku berdeham, ada hal yang ingin kuberitahu mengenai kejadian ini, agar hal yang sama tak terjadi lagi.“Dave, aku tah Lindsay terlalu gegabah, tapi ia selalu dimanja sejak kecil…at least kau bisa melakukan approach yang lebih lembut…maksudku, aku punya pengalaman buruk mengenai apa yan gbaru saja terjadi…”Aku belum selesai berucap, dan bibirku sudah dilahap oleh pria pirang berrahang tajam di depanku. Ia memegang tengkuk leherku dan memiringkan wajahku agar ia memiliki akses yang luas. Ia seperti seorang manusia yang habis di gurun pasir dan kepanasan, dan aku oasenya?Ia masih memagut sampai aku merasa bibirku bengkak, setelah puas, ia melepaskanku dan mengelap bibirku yang bengkak.“Kau bilang apa tadi?
"Divert me please..." Rengek Dave yang sekarang menindihku."Dave..aku baru sembuh!" Keluhku, menengok ke samping, agar bibirku gak disambar oleh Dave."Yang sakit lambungmu..bukan bibirmu...kan!" Jawabnya dan dengan cepat memegangi leherku agar ia bisa menciumku dalam."I want you... Rose! Alot it hurts!" Bisiknya."Apa buktinya...kalau kau tak mempermainkan ku?""Apa lukisan itu bukan bukti...kalau aku sudah terkena virus cintamu sejak lama?""No.""Haruskah aku menghamilinya terlebih dahulu?" Ia menjauhkan wajahnya dan menyeringai."Kau jobless.. Aku tak mau punya anak darimu!""Aku tak butuh pekerjaan, uangku sudah banyak. Aku punya perusahaan properti yang diurus oleh asistenku."Aku memukul bahunya kesal. "Kau sudah punya asisten..kenapa mengerjaiku?""Asisten bisnis...kau asisten pribadiku...yang memenuhi semua kebutuhan sehari-hariku... Mulai dari kebutuhan pangan sampai biologis!"
Lindsay mendapatkan happy endingnya. Sehari setelah resepsi pernikahanku di Brazil, ia melangsungjan resepsi pernikahannya di hari berikutnya..di tempat yang sama…sama meriahnya dengan dirinya berbalut gaun indah dan mempesona. Lindsay menjalani pernikahannya dengan indah..ia dan Lucas berlibur ke beberapa pulau eksotis seperti Maldies, Bali dan Jeju…untuk bulan madu mereka. Mereka baru berhenti berpergian untuk bulan madu, saat Lindsay postif hamil dua bulan kemudian. Bukankah itu sangat enak? Lindsay maksudku, ia bisa mendapatkan bulan madunya selama dua bulan, traveling ke tempat indah..sebelum cooling down di Vegas karena hamil. Sementara aku, sejak pernikahanku… aku tak boleh berpergian kemanapun menggunakan persawat… karena kehamilanku, tentu saja. Perutku sudah sangat besar…bahkan aku tak bisa tidur dengan terlentang lagi… aku hamil anak kembar lagi! Dave dengan sperma yang seperti Sparta! Bagaiamana mungkin ia menggunakan kondom dan masih bisa membuatku hamil
Hal yang paling menyebalkan di dunia adalah menunggu. Aku berada di aula depan kastil kami di Brazil… menghadiri pernikahan super megah dari Dave dan Rose. Ya mereka akhirnya akan menikah, setelah diketahui Rose sedang mengandung anak Dave, mungkin hari ini adalah usia kandungannya yang ke delapan minggu. Seharusnya ini adalah upacara pernikahanku… namun semua itu akhirnya ditunda karena Dave lebih memiliki alasan urgensi. Sementara aku dan Lucas masih berjarak tempat..ia masih di Guatemala.Lucas kemarin malam berjanji akan datang, ia berusaha akan datang…menyelesaikan semua urusannya di sana…dan terbang di penerbangan pertama. Aku sampai sekarang belum bertemu dengannya, padahal acara sebentar lagi akan dimulai. Agh… kenapa ayah menjadi sangat menyebalkan..aku menyesal karena ak ikut dengan Lucas ke Guatemala, bahkan kami belum melaksanakan malam pertama kami. Damn it! Aku sudah protes kepada ayah, dan ia hanya menjawab bahwa Lucas belum m
Aku tak menerimanya, mataku memandang lurus ke arah matanya yang memohon."Aku tak suka susu." Jawabku ketus. "I just wanna sleep...in peace! Tak bisakah aku tidur?""Kau boleh tidur setelah meminum ini, kau muntah dan kehilangan tenaga...please Rose!""Kalau ini semua akibatmu, kenapa aku yang harus merasa susah.""Aku menderita saat tahu kau hamil dan kehilangan anak kita setelahnya, aku sering bermimpi dua anak lelaki lucu yang memiliki wajahmu dan warna rambutku... Rose..Mereka anak kita yang meninggal... Aku selalu menangis saat bangun tidur saat bermimpi mereka..jika saja semua baik-baik...mereka mungkin sudah lahir dan sangat menggemaskan..." Ia seperti orang yang meratap. Aku bisa melihat kesedihan dalam wajahnya.Kalau ia sudah seperti ini, aku tak bisa lagi mengelak. Akhirnya aku meminum habis susu itu, dan ia tersenyum lebar. Setelah meletakkan gelas susu itu..ia menunduk dan mencium perutku yang masih datar."Sehat terus... anak-
Aku menghabiskan waktu dua hari lagi di pantai yang sama dimana Dave dan aku kembali bersama. Ya.. aku sudah yakin dengan keputusan itu. Sejak saat itu juga, Dave memindahkan semua barang-barangnya ke kamar yang sama denganku."Persetan dengan penunggu kamar pojok! Aku tak mau lagi tinggal di kamar itu. Aku rela membeli berdus-dus kondom kalau perlu." Ucapnya suatu malam, saat aku memaksanya kembali ke kamar. Tentu saja ia mengatakannya dengan tenang dan penuh senyum. Yang ada di kepalanya adalah urusan ranjang. Thats it!"The condom part... Is actually not included!" Jawabku malas. Aku sedang berbalas pesan dengan Lindsay."It is! Tentu saja...! Apa mulai sekarang aku bisa melakukannya tanpa kondom?!"Pft... Ia terus mengulanginya. Ia sengaja membicarakan hal semacam itu agar ia mendapatkan jalur mulus melancarkan aksinya. Biasanya aku selalu terperdaya.Aku diam, malas membalas. Bahkan rambutku belum kering dari kejadian di kamar mandi baru
Ia melepaskan ciumannya, memangku dengan serius. "Be mine... Aku tak mau menunggu...now! Be mine! Linds... Please! Marry me!""Bukankah kau memang sudah jadi suamiku?" Jawabku masih terengah."Kau masih marah? Aku melakukannya hanya karena aku menginginkanmu...so bad Linds... Aku tak bisa melihat kau dengan pria lain." Ucapnya lagi."Hmm...""Kau boleh menghukumku.. apapun itu, tapi... Nikahi aku dulu...""Apa aku bisa menolak?" Tanyaku."No.. aku akan membawamu langsung ke altar.. saat ini..detik ini!" Ucapnya. Ia meletakkanku ke kursiku semula.Ia menyetir mobil dengan cepat. Aku hanya diam.. masih setengah shock dengan welcome kiss dari Lucas. Ia bilang mau menikah sekarang juga? Semoga saja ia hanya bercanda.Sepuluh menit berikutnya kami berada di parkiran sebuah capel. Ia tak bercanda!"Lucas!" Protesku."Please..Linds... I can't... Just can't stand it anymore!" Pintanya dengan sungguh-sungguh.
Aku masih tak percaya dengan apa yang Dave barusan bilang. Jadi dia dan Rose bersama?! Bagaimana bisa?! Apa jangan-jangan Dave menggunakan dukun untuk memantrai Jen? Ini di luar akal sehat?! Bahkan aku adiknya saja tak percaya Dave dan Rose akan bersama. Satu karena Rose dan Dave tidak satu kutub...mereka berlawanan, dua karena ada Louis?! Bagaimana bisa Rose meninggalkan Louis?!Aku ingin bicara langsung dengan Rose.. memastikan. Apa yang dikatakan oleh Dave benar. Tapi setiap kali aku meneleponnya kembali, nomor itu tidak diaktifkan.Nonna masuk ke dalam kamar, dengan segelas tehnya..sebuah teh dengan gelas elegan dari dinasti kuno. Mungkin dari dinasti Ming? Entahlah.. yang jelas itu adalah cangkir berharga lebih dari 15000USD dan selalu dibawa kemana-mana oleh Nonna. Rasa tehnya akan hambar kalau diseduh di gelas biasa. Huh the perks of being rich right?!"Linds..." Sapa Nonna dengan wajah senyum elegannya. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela..meminum t
This is the moment of Truth! Aku akan menghubungi Louis. Aku sudah memakan sarapan begitu juga Dave. Ia memesankan English Breakfast terlezat yang ada, entah karena memang masakan itu penuh bumbu atau aku dan ia yang terlalu kelaparan. Aku duduk di atas kasur dengan ponsel di tangan..kami sudah mandi dan berpakaian yang normal. Aku mengenakan summer dress bertema floral..dan Dave mengenakan kaus putih berkerah dan celana jeans panjang.Ponsel itu hanya kupandangi layarnya. Aku sedang menyusun kalimat yang akan kukatakan kepada Louis.Dave sejak tadi hanya diam, ia membalas email dengan laptopnya di sampingku. Sesekali ia melihatku dan berhenti dari pekerjaannya."Wish me luck!" Gumamku lalu aku meneleponnya. Aku sempat berpikir mau mengirim pesan saja.. tapi aku merasa itu terlalu kejam...karena pasti ia akan sakit hati setelahnya, setidaknya aku menelepon...agar ia bisa leluasa bertanya."You can do it baby!" Gumam Dave. Ia berhenti dan memperhatikanku.
“Dave…Please..”“Apa Rose… apa yang kau mau?” Tanya Dave, suaranya serak. Ia juga tersengal.“Kau.. aku mau kau.” Ucapku. Entah keberanian dari mana yang membuatku berkata seperti itu. Yang jelas aku merasakan adanya dorongan dari dalam diriku yang ingin dituntaskan…dan aku mau Dave yang melakukannya.“Say it again Rose… sayangku..” Bisiknya lagi. Ia seperti sengaja hanya menciumi pipi dan hidungku, ia sengaja tak mencium bibirku.“You…I want you.. all of you!” Pintaku, kini aku memegang kepalanya dan menciumnya persis di bibir. Ia seperti api yang diberi gasoline, membara…semakin membara.“Kau yakin…sayang?” Bisiknya lagi.“Just fucking do it!” Bentakku kepadanya. Ia tertara..lalu dengan cepat ia membuka semua pakaiannya. Entah ini kali berapa aku melihatnya tanpa pakaian. Dan aku mengangumi tubuh indahn
Aku masih diam, mataku hanya mengerjap beberapa kali, ia sudah berada sangat dekat denganku.Saat hidungnya menempel dengan hidungku, aku baru sadar…dan bisa merasakan otakku memberi alarm bahaya.“Dave…stop!” Ucapku menahan pundaknya. Kedua tanganku berhasil menahannya mendekat lagi. Hidungnya sekarang berjarak sepuluh centi dari wajahku.“Why? Kenapa aku harus berhenti?”“Kau sudah berjanji…” Jawabku, masih menahan tubuhnya.“Aku tak pernah berjanji…” Tantangnya.“You did.” Ucapku sudah mulai kalut. Ia lebih besar…dan memiliki tenaga lebih besar daripadaku.“I didn’t.” Ia sekarang bisa mendekat lagi, ia memindahkan tanganku yangmenahan pundaknya menjadi berada di belakang lehernya. What…the?! How did he do that? Kenapa aku tak sadar.Ia tersenyum sekarang. Kedua tanganku berada di lehernya dan sekarang bibir