Raja Wanajaya termangu melihat putrinya yang pergi keluar dari ruangannya sambil menangis.
"Apa mungkin putriku benar-benar bermimpi buruk tentang kematianku yang tragis itu? Apa itu bukan alasannya saja agar aku berhenti menikmati gadis-gadis cantik?" tanyanya dalam hati.
Sesaat kemudian dia berpikir untuk menemui peramal istana dan menanyakan tentang mimpi buruk putrinya tersebut.
Raja Wanajaya berjalan keluar dari ruangannya dengan lesu. Antara percaya dan tidak, pikirannya dipenuhi pertanyaan tentang mimpi buruk putrinya. Dia tidak bisa berpikir andai mimpi itu menjadi kenyataan.
Tak lama berjalan, dia memasuki sebuah ruangan yang remang-remang dan dipenuhi bau dupa yang menyengat. Suasana mistis benar-benar terasa di dalam ruangan itu.
Seorang lelaki tua berwajah tirus dan memiliki rambut putih yang tidak terawat, terlihat sedang sibuk berada di depan guci kuningan yang berisi air dan berbagai macam kembang di permukaannya.
"Ki Ja
Aji berjalan keluar dari kamarnya karena tidak bisa memejamkan matanya dan duduk di sebuah kursi bambu sedikit panjang yang berada di depan kamarnya itu.Pikirannya melayang ke arah Iatrinya yang sendirian di penginapan. Beberapa hari tanpa Ratih di sisinya, tentunya itu sebuah situasi yang tidak biasa."Bagaimana keadaannya sekarang?" tanyanya dalam hati."Kau sedang apa di luar kamar?"Suara Putri Larasati yang juga tidak bisa tidur, tiba-tiba mengagetkan lelaki tampan itu."Gusti Putri..." sapa Aji pelan. Dia menggeser duduknya sedikit karena putri cantik itu memberi isyarat untuk duduk di sampingnya."Entah kenapa aku tidak bisa tidur malam ini," jawab Aji lirih. Dia terpaksa berbohong dengan tidak menyebut Ratih sebagai alasannya.Putri cantik itu tersenyum kecil mendengar ucapan Aji yang mengalami situasi sama dengannya saat ini."Kenapa kita bisa sama-sama sulit tidur malam ini, Aji?"&
Ki Jalandra tersenyum tipis hingga membuat kerutan di pipinya semakin tebal, "Hamba tahu kalau Paduka tidak akan mungkin sanggup dengan syarat pertama itu, Paduka. Jadi semalam hamba minta syarat lain kepada guru hamba.""Cepat katakan, Ki. Jangan berbelit-belit! Aku sudah tidak bisa berpikir lagi saat ini!" bentak Raja Wanajaya."Syarat kedua, Paduka harus bisa menggauli 21 gadis perawan yang berumur 17 sampai 20 tahun dalam waktu 5 hari saja dari sekarang. Dan setelah menggauli mereka, Paduka harus membunuh dan meminum satu gelas darah mereka."Raja Wanajaya bisa sedikit lega meski pikirannya masih dipusingkan dengan permintaan putrinya. Dia bisa saja mengumpulkan 21 gadis perawan dalam 1 atau dua hari. Tapi menggauli mereka semua hanya dalam waktu yang begitu singkat, tentu harus membutuhkan stamina yang kuat. Belum lagi jika dia sampai ketahuan lagi oleh putrinya mengumpulkan gadis untuk digaulinya."Setiap gadis yang Paduka gauli dan Paduka minum darahnya, akan menambah kekuatan
Sebagai pendekar, Ratih tentu tidak mau menyerah begitu saja, dia tetap berusaha untuk bertahan agar tidak tertangkap para prajurit tersebut.Dalam keadaan terjepit seperti itu, dia teringat dengan apa yang diajarkan Aji kepadanya. Gadis itu memanfaatkan dinding kamar dan memberikan serangan kejut kepada prajurit yang terdekat.Tidak menduga adanya serangan tiba-tiba membuat prajurit di dekat Ratih terkena sebuah tendangan tepat mengenai kepalanya."Aaaakh!"Saking kerasnya tendangan Ratih, prajurit itu terlempar dan tubuhnya menghantam dinding kamar hingga jebol.Ratih melompat meraih pedangnya dan bergerak memberi serangan kepada prajurit lainnya. Wanita cantik itu seperti mendapat spirit ketika melihat Setiaji bertarung melawan prajurit lain di luar kamar.Mereka berdua harus bisa lepas dan meloloskan diri dari kepungan para prajurit dan mencari tempat lain yang lebih aman.Saat kriti
"Begitu banyak prajurit di luar sana, kamu tidak mungkin bisa keluar begitu saja tanpa ketahuan," kata Setiaji kepada Ratih. Lelaki mantan prajurit itu kemudian memandang jasad prajurit yang berada di dalam kamar satu persatu. "Ada apa, Paman?" tanya Ratih."Tidak. Aku hanya berpikir kau harus menyamar untuk bisa keluar dari desa ini. Satu-satunya jalan menurutku sebagian dari kita harus menyamar menjadi prajurit, termasuk kamu," jawab Setiaji sambil berjalan mendekati jasad prajurit yang seragammya hanya sedikit terkena noda darah."Kau nanti pakai seragam dia. Sekarang pergilah ke kamarku dan tunggu di situ. Aku mau melepas seragam mereka dulu." sambungnya.Ratih paham apa yang dimaksud Setiaji. Tidak mungkin juga dia tetap berada di dalam kamar itu dan melihat Setiaji menelanjangi jasad para prajurit.Wanita cantik itu bergegas menuju kamar Setiaji dan masuk ke dalam.Selang beberapa saat, Setiaji mengetuk p
"Berhenti kalian!" teriak prajurit itu, lalu berjalan menyusul Setiaji dan yang lainnya.Detak jantung Ratih memburu kencang. Sebagai satu-satunya wanita dalam rombongan itu, seharusnya dia tidak menyamar menjadi prajurit, melainkan menjadi korban agar mudah dibawa keluar.Tapi nasi sudah menjadi bubur dan tidak mungkin bisa kembali. Yang harus dia pikirkan adalah mencari jalan keluar jika penyamarannya diketahui.Setiaji dan 4 orang temannya pun berpikiran serupa. Mereka berusaha mencari jalan keluar karena panggilan mendadak itu begitu mengejutkan.Dalam hitungan tidak sampai 3 detik, prajurit yang memanggil sudah berada di dekat mereka.Tatapan penuh kecurigaan tertuju kepada Ratnasari untuk beberapa saat."Ada apa?" tanya Setiaji untuk mengalihkan perhatian prajurit itu."Tidak apa-apa. Aku hanya memastikan jika kalian bukan prajurit palsu," jawab prajurit tersebut. Wajah serta leher Ratnasari y
Rombongan Setiaji seketika bergerak menyebar. Mereka mencari pepohonan yang bisa digunakan untuk menjadi tempat persembunyian.Setiaji dan Ratih mengambil semak yang lebat dan bersembunyi di baliknya sambil mengawasi arah kedatangan rombongan berkuda yang disinyalir Setiaji adalah pasukan kerajaan Kalingga.Dugaan mantan prajurit itu benar adanya, pasukan berkuda yang jumlahnya belasan orang itu bergerak menuju tempat mereka bersembunyi.Prajurit berkumis lebat mengangkat tangannya memberi kode kepada prajurit lain untuk berhenti. Dia kemudian melompat turun dari kudanya dan berjongkok memegang dedaunan kering yang berserakan.Kernyitan di dahinya terlihat menebal sesaat setelah dedaunan kering itu digenggamnya."Mereka baru saja di sini!" ucapnya Sedikit keras, kemudian bangkit berdiri.Pandangan matanya berkeliling mencari jejak yang bisa dijadikannya panduan mencari keberadaan orang-orang yang menyamar
"Apa benar harimau itu Tuan Jaya?" tanya Setiaji, masih tetap.dengan ekspresi tidak percaya di wajahnya.Ratih tersenyum kecil melihat keraguan di wajah lelaki itu, "Kalau Paman tidak percaya, lihat saja nanti, harimau itu tidak akan menyerang kita dan hanya akan menghabisi para prajurit itu."Melihat keyakinan di mata Ratih, Setiaji bisa sedikit bernafas lega. Dia kemudian menenangkan teman-temannya yang masih ketakutan dengan kemunculan harimau besar itu.Setelah itu Setiaji mengajak teman-temannya menyingkir mencari tempat yang sedikit jauh.Di sisi lain, para prajurit masih terpaku menatap harimau yang menyeringai kepada mereka. Jelas terlihat rasa gentar dan ketakutan di wajah mereka.Sebagai pemimpin rombongan prajurit yang melakukan pengejaran, lelaki berkumis tebal juga tidak bisa berbuat banyak untuk mengambil keputusan. Sebab selama ini mereka tidak pernah diajarkan untuk melawan hewan buas, apalagi sosok harimau yang be
Beberapa saat lamanya, mereka akhirnya tiba di sebuah bangunan yang dituju. Bangunan yang cukup besar dan sebagian sisinya mulai keropos dimakan rayap itu ditumbuhi semak belukar dan tanaman merambat yang begitu lebat.Setiaji menyunggingkan senyumnya melihat bangunan tersebut. "Tempat persembunyian yang sangat istimewa. Tidak akan ada orang yang menyangka jika di dalamnya dihuni orang," ucapnya."Biarkan bagian luar tetap seperti ini, bagian dalamnya saja yang kalian bersihkan." Jaya menimpali."Tuan mau langsung ke kotaraja?" tanya Setiaji.Jaya terkekeh pelan, "Kau ini bagaimana? Kita kan belum bicara tentang rencana yang sudah kubuat." tuturnya.Setiaji turut tertawa mendengarnya. "Kita sembunyikan dulu kuda-kuda itu lalu membersihkan bagian dalam bangunan ini."Empat orang bergegas membawa kuda yang jumlahnya belasan itu menjauh dari bangunan yang hendak mereka jadikan tempat persembunyian. Sedang yan