Beranda / Young Adult / Murid Kesayangan / Bab 99. Siapa Cowok Itu?!

Share

Bab 99. Siapa Cowok Itu?!

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-12 06:31:01
Mataku terbelalak tak bisa kutahan saat melihat apa yang ada di depanku. Josie tertawa riang di samping cowok bule berambut coklat terang. Entah apa yang cowok itu katakan, yang pasti Josie tampak sangat gembira bersamanya.

Darahku terasa mendidih. Josie sedang ada di resto, di jam kerja. Dia bukan melakukan pekerjaannya, tetapi asyik berduaan dengan seorang cowok yang entah itu siapa!

Dengan cepat aku langkahkan kakiku mendekati mereka. Menyebalkan, Josie bahkan tidak memperhatikan kalau aku berdiri tidak sampai dua meter darinya.

"Josie, kamu masih bekerja, bukan?!" Aku sangat geram. Tidak perlu aku ucapkan salam. Aku hanya mau Josie sadar dia bertingkah mengesalkan.

Josie seketika menoleh, begitu juga cowok itu.

"Kak! Udah datang? Bukannya jam empat baru selesai acaranya?" Josie tampak terkejut melihat aku di depannya.

"Ya. Dan bagus aku mendapati calon istriku berduaan dengan cowok di tempat kerjanya. Makasih banget," ujarku ketus.

"Iih, kok marah? " Josie makin terkesiap ka
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Murid Kesayangan   Bab 100. Orang yang Paling Aku Hindari

    Aku ikut terkejut dengan ekspresi Josie. Aku melepas kekasihku, tapi sebelah tanganku masih menggenggam jemari Josie. "Kak ... aku takut," ucap Josie jujur. Dari pandangannya aku tahu dia tidak nyaman. "Sorry ..." kataku lirih. "Jangan aneh-aneh dulu. Papa dan mama pasti ga suka aku ga bisa jaga diri." Josie melihat dengan sedikit malu. "Sorry ..." Aku mengucapkan kata yang sama. Josie mengangguk. Merah wajahnya sedikit memudar. "Aku boleh ya, berteman dengan Aven? Dia juga punya adik cewek yang menyenangkan. Aku senang bisa berteman dengannya juga." "Oya?" Aku mengerutkan kening. Sudah berapa kali Josie dan cowok itu bertemu? Bahkan Josie juga kenal adiknya? "Sebenarnya, pertama bertemu di sini itu karena adiknya Aven. Arvenna. Dia dipanggil Arvi. Umuran anak SMP gitu, Kak. Si Aven itu baru mau lulus SMA." Josie menjelaskan, seolah tahu apa yang bergulung di pikiranku. Aku menahan diri untuk tidak membiarkan rasa cemburu beraksi lagi. Jujur, aku juga merasa aneh dengan diriku

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12
  • Murid Kesayangan   Bab 101. Kisah Lama yang Terkuak

    "Kalau kamu memang sayang sama aku, keluar dari ruangan ini. Sekarang," kataku pada Josie. Aku menahan letupan di dada yang seperti akan meledakkan aku. "Kak, kenapa?" Josie jelas bingung dengan sikapku. "Avin? Harvino Gracio Andika?" Pria itu berdiri dan menatap padaku dengan pandangan yang tak bisa aku gambarkan. "Bagus. Ternyata ingatanmu ga seburuk yang aku pikir. Aku ga pernah mengharapkan hari ini terjadi dalam hidupku. Tapi aku ga bisa mengelak lagi. "Anda sudah di depanku. Dengar baik-baik. Terima kasih untuk semua sakit yang Anda buat pada ibuku. Terima kasih membuat aku dan Kak Lili menjadi anak yang terlunta-lunta. Ternyata Anda bahagia di sini. Dengan mereka? Luar biasa. Aku ga akan mau dan ga akan pernah melihat Anda lagi. Selamat tinggal."Aku meraih tangan Josie, sedikit menariknya, dan mengajak kekasihku segera keluar dari ruangan itu. Aku terus melangkah meninggalkan resto menuju ke tempat parkir. Mobil menunggu di sana dan aku langsung mengajak Josie masuk. "Kak

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-13
  • Murid Kesayangan   Bab 102. Bujuk Sayang Kekasih

    Beberapa hari berlalu. Aku tidak lagi bicara apapun soal kejadian di resto malam itu. Aku berusaha menganggap malam itu tak pernah ada. Namun, tetap saja tidak mudah. Jika aku sedang sendirian, muncul wajah pria itu, dengan tatapan terkejut dan sedih dalam kepalaku. "Ga usah dipikir, Avin. Lupakan. Lupakan." Aku bicara pada diriku sendiri. Lalu kembali aku berjuang fokus dengan pekerjaan. Kelas terakhir hari itu, aku hanya meminta anak-anak berlatih dengan group masing-masing. Tidak ada pelajaran tambahan apapun. Aku memantau saja jika. mereka ada kesulitan atau perlu arahan. Hampir satu jam berlalu, kelas pun usai. Murid-murid membereskan peralatan mereka lalu meninggalkan ruang musik. Aku masih merapikan peralatanku ketika di pintu seseorang mengetuk. "Hai, Pak Guru! Boleh masuk?" Suara manis dan renyah terdengar dari wanita langsing dengan rambut ikal berwarna coklat gelap itu. "Hai, Ibu Leena? Bagaimana, ada yang bisa saya bantu?" Aku mengangkat tasku dan berjalan mendekati pi

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Murid Kesayangan   Bab 103. Aven dan Avin

    Josie berdiri tepat di depanku. Dia berusaha tetap tenang meski aku bisa melihat ada aura cemas dan takut di wajahnya. "Setiap orang bisa saja berbuat salah. Tetapi selalu ada alasan di balik tindakan yang diambilnya. Tidak bisakah mencoba memahami, lalu membuka hati yang luas, dan tidak menyimpan sakit lebih lama?" Josie masih ingat dengan jelas apa yang aku memang katakan saat Josie berontak dan tidak mau menerima Ertie. "Kak ... kumohon. Kali ini saja, dengarkan Aven. Setelah itu, Kak Avin bisa pikirkan harus bagaimana." Josie terus membujukku. "Kak Avin, aku minta tolong. Aku tidak akan lama." Aku cukup terkejut, Aven bicara dengan bahasa Indonesia. Dan dia memanggilku dengan Kak. Aku tidak segera bereaksi. Dalam kepalaku bergulung banyak hal. Semua kepedihan karena ayah, kemarahan yang sulit aku singkirkan setiap mengingat dia, dan juga hati yang seharusnya luas dan lapang berani melihat kenyataan. "Kak, kumohon ..." Josie kembali membujuk. Aku tidak menjawab, tetapi aku be

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-15
  • Murid Kesayangan   Bab 104. Sampai Kapan Luka Itu Menganga?

    Sepanjang jalan pulang tak sepatah kata pun yang terucap dari bibirku. Josie yang duduk di sampingku juga tak membuka mulutnya. Sesekali dia melirik, tetapi tak berani menatap padaku dengan sungguh-sungguh. Aku sama sekali tak ingin bicara, tak ingin membahas apapun. Saat berangkat aku penuh semangat karena Josie menyiapkan kejutan buatku. Sebaliknya saat kembali menuju rumah, aku merasa seperti sedang dipermainkan. Di sisi ini aku merasa kesal pada Josie. Sampai di rumah, aku parkir mobil langsung ke garasi. Tanpa menunggu Josie, aku turun dari mobil. Josie segera ikut turun juga. Aku masih tak ada niatan bicara. Aku langkahkan kaki menuju ke rumah kecil. "Kak!" Josie memanggil. Aku berhenti dan membalikkan badan. "Aku ..."Sebelum Josie bicara lebih jauh segera aku menyahut, "Terima kasih buat kejutan kamu. Sungguh istimewa dan luar biasa. Aku ga akan pernah lupa hari ini."Josie mengatupkan bibirnya. Dia menatap padaku dengan pandangan sedih. Tidak ada kata lain lagi yang dia u

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-17
  • Murid Kesayangan   Bab 105. Gamang Tak Terhalang

    Degupan kencang menekan di dadaku. Bukan degupan cinta yang biasanya aku rasa jika dekat Josie. Tetapi degupan amarah yang dibarengi sedih. Juga pertanyaan mulai memenuhi kepalaku tentang masa laluku sejak ayah tak lagi bersama kami. Josie masih menatapku. Aku tahu arti tatapannya. Dia ingin aku melepas maaf dan berbaikan dengan ayah. Satu sisi aku tahu, itu harus aku lakukan. Sayangnya, di sisi lain hatiku juga berteriak, setelah semua yang ayah lakukan, segampang itulah maaf dia terima?"Aku ga mau Pak Guru kebanggaanku punya hati yang penuh luka. Aku ga mau punya kekasih yang begitu kuat memendam sakit, padahal terlalu banyak hal baik sudah dia miliki."Josie kembali bicara. Aku menelan ludah mendengar kata-kata Josie. Mengapa gadis muda belia di depanku ini begitu dewasa? Dari mana dia belajar? Ataukah ada sisi lain dari Josie yang baru muncul? "Uuffhhh ..." Aku mengembuskan napas berat. Aku meraup rambut kepalaku, lalu bersandar pada punggung kursi. "Aku tidak bisa memaksa Kak

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-19
  • Murid Kesayangan   Bab 106. Memandang Wajahnya Lagi

    "Avin, ayah itu tidak akan pernah tidak sayang anaknya. Tetapi ada saat dia tidak kuasa mengatasi situasinya dan memilih melakukan hal yang berbeda dari yang dia mau." Jelas sekali rasanya suara ibu ada di telingaku. Detak jantungku melaju. Refleks aku membuka mata. Aku menoleh ke kiri dan kanan. Tentu saja tidak ada siapapun. Itu hanya bayanganku tentang ibu. tetapi terasa begitu nyata. Jadi, apa maksud perkataan yang kudengar barusan? "Aku ... hufhh, kurasa aku akan menemui ayah," ucapku mengambil keputusan. Aku berdiri dan masuk ke dalam kamar. Mungkin aku harus bicara dengan Kak Lili soal ini. Aku harus mendengar apa yang dia rasa, yang selama ini sepertinya aku abaikan karena kemarahan yang aku biarkan membara di dadaku. Kulihat di meja ponselku menyala. Aku segera mendekat dan tampak nama Kak Lili di sana. Aku membuka pesan yang dia kirimkan. Foto bayi cantik dan mungil, anak pertama Kak Lili dan Bang Edo. - Cantik, kan, Om? Panggil aku Amel Itu tulisan yang ada di bawah fo

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-19
  • Murid Kesayangan   Bab 107. Pelukan Hangat yang Kembali

    Pria di depanku ini, aku sadar sekali, beberapa bagian wajahnya mirip denganku. Tidak bisa kutolak, dia bagian dari hidupku. Aku masih menunggu, ayah menyelesaikan kalimat yang dia ucapkan. "... ya, malu karena aku menjadi ayah yang tidak tahu bagaimana mempertanggungjawabkan apa yang harus aku lakukan. Janjiku pada ibumu saat menikah, aku langgar dan kemudian tidak tahu lagi bagaimana kehiudpan kalian sampai hari ini." Hening. Aku menatap ayah. Tatapan ini belum pernah aku rasakan dari ayahku. Tidak pernah. Tatapan sedih dan merasa tak berguna. "Kecelakaan itu, mengubah semuanya. Kapal kami karam, semua porak poranda. Aku tidak tahu berapa lama terapung-apung di laut, timbul tenggelam tanpa tahu kapan pertolongan datang. Hingga saat aku tak mampu lagi menjaga kesadaran, aku pikir nyawaku sudah melayang. Sampai ketika aku membuka mata, aku berada di rumah sakit kira-kira tiga bulan." Aku terkejut. Ayah sempat koma tiga bulan? Tatapanku makin tajam pada kedua bola matanya yang menyi

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22

Bab terbaru

  • Murid Kesayangan   Extra Part - Semua Sudah Selesai, Ke Mana Setelah Ini?

    Josie membuat aku sangat terkejut. Dia tidak menjawab pertanyaanku, justru memberikan hadiah yang membuat aku tidak bisa mengelak dan bergerak cepat meladeninya. Kejutan Josie berakhir adegan serius di kasur besar di dalam kamar hotel. Makan pagi kami bahkan tidak kami tuntaskan. Berdua saja menghabiskan waktu tanpa ada yang lain, merekatkan keintiman rasanya luar biasa. Setelah pergulatan itu, Josie masih memelukku kuat dan terlelap dalam dekapanku. Entah berapa jam hari itu berlalu aku dan Josie hanya di kamar saja. Terdengar suara ringtone dari HP. Aku membuka mata dan bergerak. Josie ikut terbangun. "Jam berapa, Kak?" tanya Josie. "Ga tahu. Bentar. Ada telpon." Aku meraih ponsel dan menerima panggilan dari ... "Leena?" "Apa?" Josie menoleh cepat padaku. "Gedein suaranya." Aku nurut. Aku buka pengeras suara agar Josie bisa mendengar pembicaraanku dengan Leena. "Hai, Leena ..." sapaku. Enggan aku sebenarnya menerima panggilan itu. "Avin ..." Leena bicara dengan suara bergetar

  • Murid Kesayangan   Extra Part - Bulan Madu dan Klarifikasi

    Dari balkon hotel lautan luas terpampang di depanku. Matahari perlahan naik di ufuk timur di balik garis horizon pembatas langit dan air. Indah sekali. Josie di sampingku. Tangannya memeluk pinggangku sedang kepalanya bersandar manja di bahuku. "It is so marvelous. Amazing." Aku tak ingin berkedip memandang pesona alam yang seperti lukisan semata. "Tuhan baik banget. Aku bisa di sini, menikmati semua ini. Kayak mimpi," kata Josie. Ternyata dia punya pikiran yang sama denganku. Aku mengecup puncak kepalanya. Hatiku berdesir, ingatanku dengan cepat lari ke malam sebelumnya saat Josie dengan terbuka memberikan dirinya buatku. Seindah itu, semanis itu. "Love you, Josie." Dan sekali lagi kecupan aku lepas, bukan hanya di kepala, aku langsung menuju bibir mungil manis Josie. Dia tidak menolak. Kurasa dia mulai suka aku melakukannya. "Kita sarapan di sini saja, ya? Aku belum mau ke mana-mana," ucapku. Josie hanya mengangguk saja sambil menatapku lekat-lekat. Yang kupikir Josie menungg

  • Murid Kesayangan   Bab 133. Murid Kesayanganku

    "Dengan ini sebagai hamba Tuhan, dan di dalam nama Tuhan, aku menyatakan Harvino Gracio Andika dan Josephine Clarita Vivian Danantya adalah suami istri." Suara lantang dan penuh semangat Pastor berkumandang di seluruh gedung besar dan tinggi. Tepukan riuh dan sorak gembira mengikuti. Aku dan Josie saling memandang sementara tangan kami saling bertaut. Entah bagaimana aku menjelaskan perasaanku. Dadaku terasa begitu penuh. Lengkap sudah kebahagiaan yang aku miliki dalam hidupku. Josie, murid kesayanganku menjadi istriku. Harus penuh drama luar biasa yang aku jalani, akhirnya aku bisa memiliki dia sepenuhnya sebagai pendamping hidupku. Aku hanya bisa bersyukur dan tak henti hati ini memuji kebesaran Tuhan. "Selamat ya, akhirnya!" Segera satu per satu kolega, sahabat, dan teman mengucapkan selamat padaku dan Josie. "Sahabatku sayang ... Congrats, ya!!" Resti memeluk erat Josie. Tampak matanya berkaca-kaca sementara senyumnya lebar menghiasi wajahnya. Di belakang Resti menyusul Monika

  • Murid Kesayangan   Bab 132. Tidak Akan Berpisah Lagi

    Kepalaku terasa sangat berat dan pusing. Aku mencoba membuka mataku tapi pedih sekali. Aku mencoba menggerakkan tubuh, hampir tidak mampu. Aku mengerjap beberapa kali dan tampak dinding putih di depanku. Aku di mana? Aku mengernyit karena pusing begitu kuat mendera. Pandanganku mulai lebih jelas. Rumah sakit. Dinding putih dan bau obat, khas rumah sakit. Seketika aku ingat apa yang terjadi. Aku mengalami kecelakaan karena tidak memperhatikan jalan saat aku menyeberang. Josie ... ya, aku meninggalkan Josie di rumah kos karena kecewa dia tidak mau menerimaku. Josie memintaku pergi, hatiku hancur rasanya. "Kak Avin ..." Suara Josie memanggilku. Terasa tangannya menyentuh lenganku. Ada isakan dari suara itu. Aku memaksa memutar kepala sedikit, menoleh ke sisi kanan, Josie duduk di sana sambil menatap ke arahku dengan pandangan cemas. Air mata membasahi kedua pipinya. "Kak ..." Melihat aku membuka mata dia mengangkat tubuhnya dan mendekat padaku. "Kak Avin udah bangun? Ya Tuhan ... teri

  • Murid Kesayangan   Bab 131. Mata Sayu dan Sendu Itu

    Lembut suara Josie, aku mengikuti yang dia katakan. Aku menoleh ke sisi kanan. Refleks aku berdiri. Berjarak kira-kira lima belas meter dari tempatku, Josie berdiri memandang ke arahku. Sebelah tangannya masih memegang ponsel di telinga dan satu tangan lagi membawa serangkaian bunga berwarna putih dan kuning.Aku menurunkan ponsel dan melihat benarkah Josie yang menelpon. Bukan. Itu bukan nomor Josie, tapi ..."Jono?" Aku berucap lirih. Nomor yang masuk adalah nomor Jono. Josie masih mematung di tempatnya. Aku juga belum bergerak. Aku masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Tanganku mengangkat kembali ponsel ke telinga. "Apa ini Jono?" tanyaku. Detak jantungku melaju. "Ya, ini Jono." Jawabannya jelas. Suara yang kudengar suara Josie. Suara yang lama tak pernah mampir di telingaku.Hampir tak percaya aku mendengar jawaban Josie. Jadi selama beberapa waktu terakhir ini, orang tak dikenal yang menghubungi aku adalah Josie? Josie tahu aku ada di Malang? Josie sengaja memakai nama Jo

  • Murid Kesayangan   Bab 130. Siapa Jono?

    Alarm berbunyi nyaring membuat aku tersentak dan segera bangun. Jam lima pagi. Tidak kukira aku ketiduran hingga berganti hari. Aku bahkan tidak ingat jam berapa tidur dan bahkan tidak juga mimpi apa-apa. Aku meraih ponsel dan mematikan alarm. Seketika tampak pesan dari Jono yang dia kirim tadi malam yang belum sempat aku baca. - Galau, bro? Ini soal hati ka? - Wah, galau berat nih, ga sempat balas - Jangan dipelihara rasa galau. Yang ditunggu bisa jadi ga lama nongol. Masih ada matahari akan terbit Aku tersenyum. Aku perhatikan jam kapan Jono membalas pesanku. Dari yang pertama ke pesan kedua kira-kira sepuluh menit. Lalu ke pesan ketiga lebih setengah jam. Jadi dia menunggu aku bercerita. Aku makin penasaran, teman baruku ini seperti apa. Segitunya dia care sama aku. - thank you udah kasih semangat, bro. Menurut kamu bagaimana bisa menemukan seseorang yang memang ingin menjauh, tetapi kita yakin dia takdir kita? Sedang jejaknya sudah begitu dekat. Aku mengirimkan pesan itu, ten

  • Murid Kesayangan   Bab 129. Nomor Tak Dikenal

    Satu minggu berlalu. Tidak ada kabar. Karena aku tidak bisa memastikan akan berapa lama bisa benar-benar bertemu Josie, aku pindah tempat tinggal. Aku memilih rumah kos saja, untuk menghemat biaya hidup. Bagusnya, lokasinya justru lebih dekat ke pemakaman. Aku sudah tiga kali melihat ke makam dan Josie tidak juga datang ke pusara orang tuanya. Aku masih harus bersabar lagi. Tetapi aku tidak mungkin hanya diam menunggu. Josie bisa ada di mana saja. Aku mencoba menempatkan diriku seandainya aku adalah Josie. Aku marah dan memilih kabur, tapi hidup terus berjalan. Tentu aku harus menghidupi diriku. Itu artinya aku harus bekerja. Jika Josie niat memilih menjalani hidupnya sendiri, pekerjaan apa yang paling mungkin dia lakukan? "Joise suka memasak. Mungkin sekali dia bekerja di toko makanan atau restoran atau ... ah, di mana? Kalau benar di salah satu resto atau toko kue, itu berarti ..." Aku tahu. Aku akan menjelajahi toko kue dan restoran ataupun depot yang ada di daerah tak jauh dari

  • Murid Kesayangan   Bab 128. Jejak Di Pusara

    Perjalanan panjangku berlanjut. Aku menguatkan hati dan tekadku, di kota Malang aku akan menemukan wanita yang paling aku cintai. Josie. Setelah dia pergi, aku makin sadar, aku memang sangat sangat sayang padanya. Semua kejadian yang kami lalui sejak awal bertemu, hingga akhirnya lahir cinta di hati, tidak jarang berkeliaran di kepalaku. Semua itu meyakinkan aku, Tuhan tidak asal mengijinkan kami bertemu. Dia pasti punya tujuan. "Kalau kamu bilang, kamu hanya alat yang Tuhan pakai membawa aku ke Finlandia agar berjumpa Ayah dan berdamai dengan dia, aku tidak sepakat. Lebih dari itu, aku dan kamu akan bersama, Josie." Aku membulatkan hati. Aku bicara dengan tegas seolah-olah gadis kesayanganku itu bisa mendengarnya. "Tuhan mengirim kamu padaku, untuk memulihkan hubunganku yang rusak dengan Ayah. Aku tentu akan membuat kamu bahagia. Aku janji, kalau kita bertemu aku akan lakukan apapun yang kamu mau." Aku melanjutkan ucapanku. Kali ini aku berharap Josie bisa merasa apa yang ada di ha

  • Murid Kesayangan   Bab 127. Aku Hanya Ingin Menangis

    Mataku terbuka lebar menatap wanita yang ada di depanku. Dia pun menatapku dengan pandangan heran. Wajahnya sedikit pucat dan terlihat agak lemah. "Mau cari siapa, Bli?" Debaran di dadaku yang tadinya memuncak, seketika surut dan lisut. Bukan Josie yang berdiri di depanku. Wanita kira-kira empat puluh tahunan, sedikit gemuk dan berkacamata. "Apa Josie ada di sini?" tanyaku. Aku tidak tahu mengapa kalimat itu yang aku ucapkan. "Josie siapa? Saya tidak tahu." Logat bicaranya khas orang Bali. "Eh, saya ... Ibu keluarga Ertie?" Aku mulai menarik kesadaranku. Menyebut Ertie mungkin akan menolong wanita itu paham mengapa aku datang ke rumah itu. "Ohh, Ibu Ertie? Dia majikan saya," jawab wanita itu. "Bli ini siapa? Mau ketemu Ibu Ertie di rumahnya saja." "Iya, eh ... ok. Terima kasih." Aku menjawab gugup. Suara tone HP terdengar nyaring. Wanita itu cepat menerima panggilan yang masuk. "Pagi, Bu. Iya, sudah lebih baik ... Ini ada yang cari, kenal Ibu." Wanita itu bicara sambil menatap

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status