Home / Young Adult / Murid Kesayangan / Bab 85. Aku Akan Pergi

Share

Bab 85. Aku Akan Pergi

last update Last Updated: 2022-10-22 20:57:44
Tidak ada alasan untuk menolak permintaan Josie. Ibu Ferinda, Ibu Liani, dan juga aku, sangat terharu dengan yang terjadi. Kekacauan, peristiwa mengejutkan, tetapi bisa berakhir begitu manis. Josie, yang kulihat di mataku, sekalipun dia mengalami hidup yang rumit, berat, dan menyedihkan, tidak menjadikannya gadis arogan dan ingin menang sendiri. Situasi up and down yang datang tiba-tiba justru membuktikan hati manis dan mulia yang dia punya.

Istanti memeluk Josie erat dan menangis begitu rupa. Rasa terima kasih tak terhingga yang dia tunjukkan meskipun hampir tak ada kata yang keluar selain tangisannya. Hari itu kami lewati dengan hati lega. Aku pulang dengan beban berat seolah-olah sudah terlepas dan terlempar jauh ke dasar laut.

Sampai hari yang paling dinanti tiba. Ibu Kepala Sekolah menyatakan kelas 12 lulus dalam menyelesaikan semua tuntutan di sekolah. Bukan hanya dalam hal akademik. Dalam sisi ketrampilan hingga karakter, ujian yang mereka lalui telah terlampaui.

"Saya bangga
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Murid Kesayangan   Bab 86. Terbuka Di Depan Mata

    Josie tidak menjawab pertanyaanku. Dia kembali duduk, lalu mengambil ponselnya yang ada di meja. Aku ikut duduk dan menunggu apa yang dia mau tunjukkan. Josie membuka sesuatu di ponsel, lalu dia berikan padaku. "Kak Avin baca pesan yang masuk dari Tante Mel." Dia memandangku, tidak mau menjelaskan langsung. Aku mengarahkan mataku pada layar ponsel Josie. Aku baca komunikasi Josie dan Melinda lewat chat. Mataku melebar, dan kurasa mulutku setengah menganga saat membaca semuanya. "Josie, kamu serius?" tanyaku dengan dada berdetak lebih cepat. "Kak, Tante Mel sudah menyiapkan semua ... semuanya buat aku. Saat dia tahu segala hal yang aku lewati di sini, dia ingin aku lebih cepat pergi. Dia tidak mau aku terus merasakan kepedihan. Dia bilang, bertemu denganku seakan menemukan lagi seorang putri yang tidak akan pernah dia miliki lagi." Josie bicara serius, tidak ada senyum di sana. Tapi dia tetap terlihat tenang. "Dan Tante Mel minta aku ikut denganmu?" Ini yang aku sangat terkejut saa

    Last Updated : 2022-10-24
  • Murid Kesayangan   Bab 87. Antara Senang dan Sedih

    Mata Josie memandang padaku dengan tatapan penuh harap. Di layar, Melinda juga melihat dengan rasa tidak sabar. Kedua wanita cantik ini menunggu aku segera mengumumkan satu lagi keputusan besar di dalam hidupku. "Setelah aku berpikir, mempertimbangkan semua hal, dan juga berdoa ..." Mataku kembali bergantian melihat pada Josie dah Melinda. "... aku membulatkan hatiku ... aku ga bisa ..."Tatapan Josie berubah. Seketika sorot penuh harap menyingkir dan redup. "Avin, kamu sudah beneran mikir semuanya?" Melinda dengan cepat mengajukan pertanyaan. "Yaa ... aku sudah memikirkan semuanya." Aku menjawab, juga dengan cepat. "Aku ga bisa jauh dari Josie. Karena itu ..."Belum tuntas aku bicara, Josie langsung melompat dan memeluk aku dengan erat. Ponsel yang aku pegang sampai hampir jatuh. "Makasih, Kak, makasih banyak!" kata Josie dengan penuh haru. Aku dan Josie kembali melihat ke layar kaca. Senyum. lebar Melinda pun mengembang. Senyum gembira mereka, membuat aku sangat lega. Keputusan

    Last Updated : 2022-10-26
  • Murid Kesayangan   Bab 88. Melangkah Lebih Jauh

    "Kak Lili, aku belum genap delapan belas tahun. Mana boleh menikah?" Josie melihat Kak Lili dengan wajah bersemu merah. Kak Lili tersenyum lebar, sedang Bang Edo, ngakak sekeras-kerasnya. Aku garuk-garuk kepala dengan tingkah mereka. "Andai bisa, itu akan aman, sangat aman buat kalian berdua. Aku ga ada rasa ketir-ketir," ujar Kak Lili. "Tenang, Kak, aku ga akan macam-macam." Aku meyakinkan kakakku jika yang dia pikir aku dan Josie bisa jatuh ke hubungan yang terlampau jauh, aku jamin tidak akan terjadi. "Setidaknya kalian tunangan dulu. Itu sudah satu langkah untuk menguatkan hubungan kalian." Bang Edo memberikan pemikirannya. "Ah, iyaa ... Betul itu. Kalian tunangan sebelum berangkat." Kak Lili bersemangat menyahuti. Aku tersenyum girang. Aku menarik Josie dalam pelukan dan mendaratkan kecupan di keningnya. "Kak ..." Josie kaget. Dia meletakkan tangan di dadaku dan mendorong aku agar sedikit menjauh. Wajahnya merona. Pasti dia malu karena aku memeluk tiba-tiba di depan kedua k

    Last Updated : 2022-10-28
  • Murid Kesayangan   Bab 89. Seolah-olah Bulan Madu

    Wajah Josie memelas. Dia memasang mimik sedih dengan mata sayu. Aku ingin sekali tertawa, tetapi aku tahan. Yang kutampilkan masih sama, wajah tegang dan sedikit kesal. "Kak, ini kesempatan terakhir. Aku akan tahu Tante Ertie di sana gimana. Kalaupun nanti jauhan, udah ga kuatir lagi. Ayolah," ujar Josie membujuk. "Kapan kamu mau pergi?" Aku bertanya dengan nada agak ketus. "Segera. Ini Tante Ertie katanya berangkat dua hari lagi. Boleh ga, aku bareng? Jadi aku ga sendirian." Josie mengusulkan. Aku menggembungkan pipiku sambil mengerutkan kening. Aku lagi-lagi berpura-pura berpikir keras. "Hmm, kita baru juga tunangan. Kamu malah mikir jalan-jalan. Ga mikir perasaanku?" Aku melirik Josie. "Bukan gitu, Kak. Nanti juga kita kan sama-sama terus. Please, please, please ..." Josie menghiba. "Beri aku waktu sampai besok." Aku serius mengatakan itu. Di kepalaku sudah berkeliaran ide membuat Josie akan terkejut besar. "Ihh, pakai tunggu besok. Kalau kehabisan tiket gimana? Ga bisa bare

    Last Updated : 2022-10-29
  • Murid Kesayangan   Bab 90. Malam Itu ...

    Josie seketika melepas tanganku dan sedikit mundur. "Hei, kenapa?" ujarku. Aku merasa sikap Josie berubah tiba-tiba. Dia semacam memasang pagar dan mendirikan benteng. "Kak Avin jangan buat aku takut," kata Josie. "Aku ngapain?" ucapku sambil mengerutkan kening. Tapi jujur saja aku ingin tertawa melihat tingkah Josie. "Kita jalan-jalan, bukan bulan madu. Jelas, kan?" tanya Josie dengan posisi berdiri tegak. "Iya, Sayangku ... hee ... hee ..." Aku terkikik mendengar itu. "Ok. Aku masuk kamar, mau istirahat," tandas Josie. "Silakan saja. Tapi rugi banget. Sebentar lagi sunset dan pasti sangat indah," kataku sambil melangkah mendekati pantai. "Kak Avin!" panggil Josie. Aku terus melangkah tidak memperhatikan Josie, pura-pura tidak mendengar. "Kak! Tunggu!" Josie berseru. Aku yakin gadis cantik itu akan menyusulku. Tidak akan dia membiarkan momen indah akan berlalu begitu saja. Dan benar! Josie dudah ada di sampingku lagi."Ga mau ketinggalan. Sunset di Lombok? Harus diabadikan

    Last Updated : 2022-11-01
  • Murid Kesayangan   Bab 91. Aku Cemburu?

    Josie begitu dekat di depanku. Hembusan nafasnya terasa hangat menyentuh pipiku. Aku ingin sekali merengkuh kekasih kecilku, di momen yang tak boleh dilewatkan. Mata Josie bulat menatapku. Ada tatapan yang aneh muncul di sana. Antara gugup dan takut itu yang aku lihat. "Josie ..." bisikku dengan nafas memburu. "Kak, aku ..." Josie melepas pelukannya. Dia mengernyit dan sedikit mundur. "Josie?" ulangku memanggil. "Aku sakit perut." Josie menoleh dan menggeser posisi menghadap pintu. Dia cepat membuka kunci dan pintu. Tanpa mempedulikan aku yang terbengong di pintu, Josie lari masuk ke dalam kamar. Aku hanya bisa menggaruk kepala. Gairahku yang sudah melambung porak poranda. Aku duduk di kursi di teras kamar. Nafasku masih belum benar-benar teratur. "Apa yang mau kamu lakukan, Vin?" Ada suara di hatiku bicara. Ya, apa yang barusan aku akan lakukan? Mencium Josie? Astaga! "Avin, kamu udah terlalu jauh." Aku bicara pada diri sendiri. "Untung Josie sadar. Aku ga yakin dia sakit pe

    Last Updated : 2022-11-01
  • Murid Kesayangan   Bab 92. Ceria Berubah Sendu

    Josie terus saja melangkah menjauh. Dia berjalan tidak tahu ke mana, hanya mengikuti langkah kakinya. Arah yang dia pilih pun berlawanan dengan arah cowok bule itu. Aku mengejar Josie. Aku marah dia tidak mendengarkan aku, justru pergi begitu saja. "Josie!" panggilku sambil meraih tangannya, memaksa Josie menghentikan langkah. Josie memang berhenti, tapi dia tidak menoleh. Dia tidak mau melihat padaku. "Aku ga suka kamu begini. Ga hormat sama aku. Ga sopan banget," ujarku. Josie memegang tanganku yang erat memegang sebelah tangannya. Dia melepas peganganku, tapi aku makin erat menggenggamnya. "Aku mau pergi. Aku ga mau Kak Avin kayak gini sama aku." Wajah Josie cemberut dengan mata memerah. Ada aura sedih dan marah dia luapkan."Harusnya aku yang marah, kenapa malah kamu ngambek? Ga bener ini!" tukasku tidak terima dengan sikap Josie. Josie memutar badannya menghadap ke arahku. "Aku melihat kamu bersama cowok lain, tertawa gembira, dan asyik berfoto bersama. Dia siapa? Turis asi

    Last Updated : 2022-11-03
  • Murid Kesayangan   Bab 93. Di Tanah Kelahiran

    Malang. Kota kelahiran Josie. Tak terpikir Josie menyebutkan dia mau pulang ke sana. "Sebelum aku pergi jauh dan ga tahu kapan balik ke sini, aku mau ke makam papa dan mama." Josie memberikan alasan. "Oke, tentu saja. Kita akan ke Malang. Segera kita atur setelah pulang dari sini." Aku setuju. Pikiranku dengan cepat mengembara. Pergi ke Malang, apa yang akan aku temui di sana? Kuharap tidak akan lama perjalanan ke Malang akan dapat berjalan. Sedangkan perjalanan di Pulau Lombok nan indah menjadi perjalanan yang menyenangkan dan berkesan. Hari aku dipenuhi cemburu, seperti berlalu begitu saja. Josie sangat senang dengan semua tempat yang kami kunjungi. Ratusan foto kami abadikan. Di setiap tempat kami mengambil banyak pose untuk menjadi kenangan perjalanan berdua. Paling menggembirakan hatiku, kala Josie bersikap manja. Aku bisa merasa dia sangat sayang padaku dan ingin terus kulimpahi dengan cinta. "Makasih udah ajak aku ke sini. Ga mungkin lupa semuanya. Seru, seru banget." Josie

    Last Updated : 2022-11-05

Latest chapter

  • Murid Kesayangan   Extra Part - Semua Sudah Selesai, Ke Mana Setelah Ini?

    Josie membuat aku sangat terkejut. Dia tidak menjawab pertanyaanku, justru memberikan hadiah yang membuat aku tidak bisa mengelak dan bergerak cepat meladeninya. Kejutan Josie berakhir adegan serius di kasur besar di dalam kamar hotel. Makan pagi kami bahkan tidak kami tuntaskan. Berdua saja menghabiskan waktu tanpa ada yang lain, merekatkan keintiman rasanya luar biasa. Setelah pergulatan itu, Josie masih memelukku kuat dan terlelap dalam dekapanku. Entah berapa jam hari itu berlalu aku dan Josie hanya di kamar saja. Terdengar suara ringtone dari HP. Aku membuka mata dan bergerak. Josie ikut terbangun. "Jam berapa, Kak?" tanya Josie. "Ga tahu. Bentar. Ada telpon." Aku meraih ponsel dan menerima panggilan dari ... "Leena?" "Apa?" Josie menoleh cepat padaku. "Gedein suaranya." Aku nurut. Aku buka pengeras suara agar Josie bisa mendengar pembicaraanku dengan Leena. "Hai, Leena ..." sapaku. Enggan aku sebenarnya menerima panggilan itu. "Avin ..." Leena bicara dengan suara bergetar

  • Murid Kesayangan   Extra Part - Bulan Madu dan Klarifikasi

    Dari balkon hotel lautan luas terpampang di depanku. Matahari perlahan naik di ufuk timur di balik garis horizon pembatas langit dan air. Indah sekali. Josie di sampingku. Tangannya memeluk pinggangku sedang kepalanya bersandar manja di bahuku. "It is so marvelous. Amazing." Aku tak ingin berkedip memandang pesona alam yang seperti lukisan semata. "Tuhan baik banget. Aku bisa di sini, menikmati semua ini. Kayak mimpi," kata Josie. Ternyata dia punya pikiran yang sama denganku. Aku mengecup puncak kepalanya. Hatiku berdesir, ingatanku dengan cepat lari ke malam sebelumnya saat Josie dengan terbuka memberikan dirinya buatku. Seindah itu, semanis itu. "Love you, Josie." Dan sekali lagi kecupan aku lepas, bukan hanya di kepala, aku langsung menuju bibir mungil manis Josie. Dia tidak menolak. Kurasa dia mulai suka aku melakukannya. "Kita sarapan di sini saja, ya? Aku belum mau ke mana-mana," ucapku. Josie hanya mengangguk saja sambil menatapku lekat-lekat. Yang kupikir Josie menungg

  • Murid Kesayangan   Bab 133. Murid Kesayanganku

    "Dengan ini sebagai hamba Tuhan, dan di dalam nama Tuhan, aku menyatakan Harvino Gracio Andika dan Josephine Clarita Vivian Danantya adalah suami istri." Suara lantang dan penuh semangat Pastor berkumandang di seluruh gedung besar dan tinggi. Tepukan riuh dan sorak gembira mengikuti. Aku dan Josie saling memandang sementara tangan kami saling bertaut. Entah bagaimana aku menjelaskan perasaanku. Dadaku terasa begitu penuh. Lengkap sudah kebahagiaan yang aku miliki dalam hidupku. Josie, murid kesayanganku menjadi istriku. Harus penuh drama luar biasa yang aku jalani, akhirnya aku bisa memiliki dia sepenuhnya sebagai pendamping hidupku. Aku hanya bisa bersyukur dan tak henti hati ini memuji kebesaran Tuhan. "Selamat ya, akhirnya!" Segera satu per satu kolega, sahabat, dan teman mengucapkan selamat padaku dan Josie. "Sahabatku sayang ... Congrats, ya!!" Resti memeluk erat Josie. Tampak matanya berkaca-kaca sementara senyumnya lebar menghiasi wajahnya. Di belakang Resti menyusul Monika

  • Murid Kesayangan   Bab 132. Tidak Akan Berpisah Lagi

    Kepalaku terasa sangat berat dan pusing. Aku mencoba membuka mataku tapi pedih sekali. Aku mencoba menggerakkan tubuh, hampir tidak mampu. Aku mengerjap beberapa kali dan tampak dinding putih di depanku. Aku di mana? Aku mengernyit karena pusing begitu kuat mendera. Pandanganku mulai lebih jelas. Rumah sakit. Dinding putih dan bau obat, khas rumah sakit. Seketika aku ingat apa yang terjadi. Aku mengalami kecelakaan karena tidak memperhatikan jalan saat aku menyeberang. Josie ... ya, aku meninggalkan Josie di rumah kos karena kecewa dia tidak mau menerimaku. Josie memintaku pergi, hatiku hancur rasanya. "Kak Avin ..." Suara Josie memanggilku. Terasa tangannya menyentuh lenganku. Ada isakan dari suara itu. Aku memaksa memutar kepala sedikit, menoleh ke sisi kanan, Josie duduk di sana sambil menatap ke arahku dengan pandangan cemas. Air mata membasahi kedua pipinya. "Kak ..." Melihat aku membuka mata dia mengangkat tubuhnya dan mendekat padaku. "Kak Avin udah bangun? Ya Tuhan ... teri

  • Murid Kesayangan   Bab 131. Mata Sayu dan Sendu Itu

    Lembut suara Josie, aku mengikuti yang dia katakan. Aku menoleh ke sisi kanan. Refleks aku berdiri. Berjarak kira-kira lima belas meter dari tempatku, Josie berdiri memandang ke arahku. Sebelah tangannya masih memegang ponsel di telinga dan satu tangan lagi membawa serangkaian bunga berwarna putih dan kuning.Aku menurunkan ponsel dan melihat benarkah Josie yang menelpon. Bukan. Itu bukan nomor Josie, tapi ..."Jono?" Aku berucap lirih. Nomor yang masuk adalah nomor Jono. Josie masih mematung di tempatnya. Aku juga belum bergerak. Aku masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Tanganku mengangkat kembali ponsel ke telinga. "Apa ini Jono?" tanyaku. Detak jantungku melaju. "Ya, ini Jono." Jawabannya jelas. Suara yang kudengar suara Josie. Suara yang lama tak pernah mampir di telingaku.Hampir tak percaya aku mendengar jawaban Josie. Jadi selama beberapa waktu terakhir ini, orang tak dikenal yang menghubungi aku adalah Josie? Josie tahu aku ada di Malang? Josie sengaja memakai nama Jo

  • Murid Kesayangan   Bab 130. Siapa Jono?

    Alarm berbunyi nyaring membuat aku tersentak dan segera bangun. Jam lima pagi. Tidak kukira aku ketiduran hingga berganti hari. Aku bahkan tidak ingat jam berapa tidur dan bahkan tidak juga mimpi apa-apa. Aku meraih ponsel dan mematikan alarm. Seketika tampak pesan dari Jono yang dia kirim tadi malam yang belum sempat aku baca. - Galau, bro? Ini soal hati ka? - Wah, galau berat nih, ga sempat balas - Jangan dipelihara rasa galau. Yang ditunggu bisa jadi ga lama nongol. Masih ada matahari akan terbit Aku tersenyum. Aku perhatikan jam kapan Jono membalas pesanku. Dari yang pertama ke pesan kedua kira-kira sepuluh menit. Lalu ke pesan ketiga lebih setengah jam. Jadi dia menunggu aku bercerita. Aku makin penasaran, teman baruku ini seperti apa. Segitunya dia care sama aku. - thank you udah kasih semangat, bro. Menurut kamu bagaimana bisa menemukan seseorang yang memang ingin menjauh, tetapi kita yakin dia takdir kita? Sedang jejaknya sudah begitu dekat. Aku mengirimkan pesan itu, ten

  • Murid Kesayangan   Bab 129. Nomor Tak Dikenal

    Satu minggu berlalu. Tidak ada kabar. Karena aku tidak bisa memastikan akan berapa lama bisa benar-benar bertemu Josie, aku pindah tempat tinggal. Aku memilih rumah kos saja, untuk menghemat biaya hidup. Bagusnya, lokasinya justru lebih dekat ke pemakaman. Aku sudah tiga kali melihat ke makam dan Josie tidak juga datang ke pusara orang tuanya. Aku masih harus bersabar lagi. Tetapi aku tidak mungkin hanya diam menunggu. Josie bisa ada di mana saja. Aku mencoba menempatkan diriku seandainya aku adalah Josie. Aku marah dan memilih kabur, tapi hidup terus berjalan. Tentu aku harus menghidupi diriku. Itu artinya aku harus bekerja. Jika Josie niat memilih menjalani hidupnya sendiri, pekerjaan apa yang paling mungkin dia lakukan? "Joise suka memasak. Mungkin sekali dia bekerja di toko makanan atau restoran atau ... ah, di mana? Kalau benar di salah satu resto atau toko kue, itu berarti ..." Aku tahu. Aku akan menjelajahi toko kue dan restoran ataupun depot yang ada di daerah tak jauh dari

  • Murid Kesayangan   Bab 128. Jejak Di Pusara

    Perjalanan panjangku berlanjut. Aku menguatkan hati dan tekadku, di kota Malang aku akan menemukan wanita yang paling aku cintai. Josie. Setelah dia pergi, aku makin sadar, aku memang sangat sangat sayang padanya. Semua kejadian yang kami lalui sejak awal bertemu, hingga akhirnya lahir cinta di hati, tidak jarang berkeliaran di kepalaku. Semua itu meyakinkan aku, Tuhan tidak asal mengijinkan kami bertemu. Dia pasti punya tujuan. "Kalau kamu bilang, kamu hanya alat yang Tuhan pakai membawa aku ke Finlandia agar berjumpa Ayah dan berdamai dengan dia, aku tidak sepakat. Lebih dari itu, aku dan kamu akan bersama, Josie." Aku membulatkan hati. Aku bicara dengan tegas seolah-olah gadis kesayanganku itu bisa mendengarnya. "Tuhan mengirim kamu padaku, untuk memulihkan hubunganku yang rusak dengan Ayah. Aku tentu akan membuat kamu bahagia. Aku janji, kalau kita bertemu aku akan lakukan apapun yang kamu mau." Aku melanjutkan ucapanku. Kali ini aku berharap Josie bisa merasa apa yang ada di ha

  • Murid Kesayangan   Bab 127. Aku Hanya Ingin Menangis

    Mataku terbuka lebar menatap wanita yang ada di depanku. Dia pun menatapku dengan pandangan heran. Wajahnya sedikit pucat dan terlihat agak lemah. "Mau cari siapa, Bli?" Debaran di dadaku yang tadinya memuncak, seketika surut dan lisut. Bukan Josie yang berdiri di depanku. Wanita kira-kira empat puluh tahunan, sedikit gemuk dan berkacamata. "Apa Josie ada di sini?" tanyaku. Aku tidak tahu mengapa kalimat itu yang aku ucapkan. "Josie siapa? Saya tidak tahu." Logat bicaranya khas orang Bali. "Eh, saya ... Ibu keluarga Ertie?" Aku mulai menarik kesadaranku. Menyebut Ertie mungkin akan menolong wanita itu paham mengapa aku datang ke rumah itu. "Ohh, Ibu Ertie? Dia majikan saya," jawab wanita itu. "Bli ini siapa? Mau ketemu Ibu Ertie di rumahnya saja." "Iya, eh ... ok. Terima kasih." Aku menjawab gugup. Suara tone HP terdengar nyaring. Wanita itu cepat menerima panggilan yang masuk. "Pagi, Bu. Iya, sudah lebih baik ... Ini ada yang cari, kenal Ibu." Wanita itu bicara sambil menatap

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status