Aku menatap jam tanganku, menunggu kapan Alexi akan selesai berbincang dan memakan makan siangnya. Karena ini sudah terlalu lama dan aku tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu.
“Kau bosan?” tanya Nicky yang selalu saja tepat sasaran.
“Tidak.”
“Bohong!”
Astaga, pria ini mulai lagi. Kenapa dia selalu saja tak percaya dengan perkataanku? Aku kan hanya ingin dia berhenti bicara.
“Bagaimana jika kita keluar dan mencari udara segar?” tawarnya yang membuat semua mata tertuju kepadaku.
“Tidak, aku ingin disini saja,” balasku yang sama sekali tidak berniat.
“Ayolah! Kau kan bosan.”
Astaga, kapan ia akan menyerah dan membiarkanku untuk tenang? Aku bahkan menjadi pusat perhatian atas suaranya yang lantang.
“Pergilah Tam! Aku tahu kau bosan,” timpal Alexi yang mendukung supaya aku pergi Bersama Nicky.
Ah … aku benar-benar menyesal s
"Maaf,” ucapku sesuai yang diinginkan.Bagaimana? Ia senang? Kalau tidak aku bisa mengulanginya sampai ribuan kali. Dan membuatnya bosan. Bukankah itu hal yang bagus?“Tam, kau tidak tulus,” keluh Sandra yang tidak puas.Baiklah, dia memang benar. Lagi pula, mana mungkin aku bisa mengatakan sesuatu yang tulus? Apa lagi untuknya. Seharusnya, ia sadar diri untuk tidak memaksaku. Karena semua akan sia-sia.“Maaf, aku tidak akan menyakitimu lagi,” ucapku dengan wajah yang penuh penyesalan.Padahal, itu semua hanya pura-pura dan dia terlalu bodoh untuk memahaminya.“Terima kasih, Tam. Aku senang. Kau bisa Kembali lagi menjadi dirimu. Mulai sekarang, tetaplah seperti ini!”Wah wah, apa dia sedang menasehatiku? Apa dia berpikir dirinya lebih baik? Dasar! Lihat saja nanti! Aku akan membuatmu m
Ibu memakirkan mobilnya di tepi jalan lalu keluar untuk membeli minuman. Matanya masih begitu sembab dan terkadang mengeluarkan air mata. Aku heran, kenapa dia begitu sedih? Padahal aku tidak merasa demikian.Ring! Ring!Ponsel Ibu berbunyi, apa yang harus kulakukan? Apa kujawab saja? Tapi, bagaimana jika itu telepon penting? Aku takut tidak bisa menyampaikan pesannya dengan baik dan membuat Ibu kesusahan.Ring! Ring!Astaga, sepertinya aku harus mengangkatnya. Tapi nomor siapa ini? Aku sama sekali tidak mengenalinya dan Ibu tidak memberikan nama diatasnya.“Halo?” sapaku lebih dulu setelah mengangkatnya.“Apakah ini nomor Ibu Jasmine?” sahut suara itu dan terdengar seperti seorang pria.“Ya, anda siapa ya?”“Oh, apa Ibu lupa saya? Saya pria yang pernah anda temui
Paman menuangkan susu ke gelasku. Membiarkanku untuk minum lebih dulu. Namun, aku menolak dan memberikan gelasku kepada Sandra. Karena aku berpikir seorang tamu harus dilayani pertama kali.“Jadi, kau tidak memberitahu Ibumu kau disini?” tanya Ibu pada Sandra.“Tidak.”Wow, bukankah dia terlalu nekat? Bagaimana jika Ibunya khawatir? Apa dia tak peduli? Oh! Kurasa tidak! Ibunya kan tidak peduli. Dan bisa dibilang dia sengaja kesini untuk mendapat perhatian Ibuku. Licik sekali.“Baiklah, Tante akan memberitahunya nanti. Sekarang habiskan makananmu!”“Dan kau juga, Tam!” sambung Ibu yang langsung kuiyakan.Paman lalu membuka pembicaraan baru dan aku malas menimpalinya. Mungkin, hanya Ibu yang tertarik membalasnya. Karena aku dan Sandra fokus menghabiskan sarapan.“Oh ya, bagaimana j
"Hei, Tam! Kenapa kau tidak bergabung dengan kami? Kami sedang membicarakan hal yang menyenangkan,” ajak Alexi.Namun, aku tidak menggubrisnya dan asik memasang earphone ke telinga. Lagi pula, mereka sama sekali tidak membutuhkan kehadiranku. Buktinya, mereka tetap asik berbincang. Jadi, untuk apa aku bergabung?Lalu, kenapa Alexi bertindak seolah-olah tidak terjadi apa pun? Padahal kami baru bertengkar kemarin. Apa secepat itu ia melupakan sesuatu? Benar-benar aneh.“Tam, nanti kau mau ikut makan siang Bersama?” tanya Liza yang langsung kujawab gelengan.“Kenapa?” timpal Alexi yang selalu hadir.“Aku … diet.”Lagi-lagi aku memberi alasan yang sama. Serasa tidak ada alasan lain dikepalaku. Tapi, biarlah! Biarkan mereka muak dan membiarkanku pergi. Lalu, suruh Sandra untuk berhenti menatapku? Memangnya aku tonto
"Jadi, kau ingin pergi sekarang?” tanya Nicky sambil mengelus pipiku.Aku pun mengangguk dan ia menjadi kesal. Padahal ia yang bertanya lebih dulu, kenapa ia malah marah? Seharusnya jangan memberikan pilihan! Dasar pria aneh! Tapi ya sudah jika ia melarangku pergi. Aku tetap akan disini dan mencari tahu segalanya tentang dirinya.“Jangan pergi!” pintanya dan kujawab dengan senyuman.Sekarang, aku juga mau bermain dan kaulah mainanku. Lalu Kita lihat, apakah aku bisa menarikmu semakin dalam? Dan membuatmu lupa akan segalanya? Atau kau yang akan berbalik menarikku? Sungguh ini terlalu berbahaya, tapi aku menyukainya. Ini akan sengat seru.“Kau aneh. Padahal kau daritadi meminta pergi, tapi sekarang kau mau tinggal. Apa yang membuatmu berubah keputusan?”“Apa ya? Aku juga tidak tahu. Mungkin karena ucapanmu,” jawabku yang lalu mendekat
Wow, aku terkejut karena Tommy bisa teriak seperti itu. Bahkan, ia membuat semua orang menatap kami. Apa dia sangat kesal? Oh … tapi tolong suruh Nicky untuk melepaskan tangannya! Karena aku merasa, pria ini sedang memakai kukunya. Apa dia sengaja menyakitiku? Ingin membuat tanganku berdarah? Gila!“Tumben sekali kau teriak. Bahkan didepan kekasihmu sendiri,” ungkap Nicky yang langsung membuat Tommy terdiam.Gila! Apa Sandra menatap kami? Bukankah itu menyenangkan? Apakah ia cemburu? Seharusnya begitu. Tapi … kenapa aku malah senang? Bukankah ini ancaman bagiku? Astaga!“Hei Tam! Apa kau sedang merebut kekasih sahabatmu sendiri?” tanya Nicky dihadapan semua orang.Tunggu! Ini jebakan! Aku tidak boleh menjawab iya, jika tidak, aku akan dipermalukan seisi sekolah.Aku harus mencari jawaban lain dan membuat Sandra yang malu.&
Aku Kembali ke tempat duduk setelah Alexi melarangku untuk bicara. Aneh, aku bahkan tak bisa memberikan suara untuk sesuatu yang ia lakukan? Aku benar-benar kesal. Dan semoga saja keadaan Sandra baik-baik saja. Jika tidak, mungkin aku akan disalahkan oleh Ibu dan Tante.Tapi, aku masih tak paham mengapa Sandra memberikan obatnya kepada Alexi, padahal sudah jelas-jelas Alexi bukanlah anak yang baik, bahkan hampir mencelakai nyawa Sandra. Semoga saja setelah ini Sandra tak lagi berteman dengan Alexi.“Tam, kau tahu, aku tak menyukaimu,” ungkap Alexi tiba-tiba dan membuatku mengangkat alis kebingungan.Tumben sekali ia jujur? Aneh! Tapi baguslah, aku tidak perlu lagi berpura-pura baik didepannya. Sekarang hubungan kita pun berantakan. Dan aku tidak ingin memperbaikinya.Memang hubungan itu sekecil bolongan yang ada diatas jarum, sekalinya kamu memasukkan benang kedalamnya, belum tentu benang itu bisa bertahan. Ia
"Kalau iya, kau mau apa?” tanyaku membalas perkataan Nicky.“Aku tidak mau apa-apa.”Hah? Aku tidak mengerti. Tapi sudahlah, aku harus memaksanya untuk ikut pergi dari sini. Lagi pula, apa susahnya mengikutiku? Aku bahkan tak meminta bayaran darinya.“Kenapa kau terus memaksaku?” tanya Nicky yang benar-benar bingung.Aku pun juga bingung harus menjawabnya dengan apa. Karena aku tidak memiliki alasan yang masuk akal untuknya. Mungkin kalau berkata jujur, ia malah semakin tidak mau pergi dari sini. Betapa menyebalkannya itu.“Memangnya kenapa? Kau tidak mau ikut?” balasku yang malah bertanya balik.“Emm … tentu saja aku mau ikut, tapi sekarang aku tidak ada kepentingan denganmu,” jelas Nicky yang membuatku bingung.Apa maksudnya ia ada kepentingan dengan Ibu? Oh, ayolah! Ini sungg
"Apa yang kau baca?” celetuk Nicky dan membuatku langsung menyembunyikan surat itu ke tas.Untung, ia belum sempat membaca dan aku hanya perlu mengatakan hal lain agar ia tak curiga.“I-ini surat Ibuku. Aku tak sengaja membawanya,” ucapku berbohong.“Oh, begitu?”“Emm … ya.”“Kalau gitu, apa aku boleh membacanya?”Hah? Dia mau membacanya? Tidak! Aku tidak boleh membiarkannya. Aku harus mencari alasan lain dan menyuruhnya untuk pergi. Bisa gawat jika ia tahu ini surat dari Tommy.“Emm … aku malu,” jawabku.“Kenapa? Apa suratnya aneh?”“I-iya.”Astaga! Aku tidak tahu apa yang kukatakan? Padahal aku bisa mengatakan hal lain, tapi kenapa aku tidak mengucapkannya? Ah gila!
Aku terdiam cukup lama setelah menerima kecupan itu. Sangat lama sampai aku tidak sadar Paman mulai menjamah bagian tubuhku yang lain. Astaga! Apa yang sudah terjadi? Mengapa aku tidak bisa menggerakan tubuhku dan pasrah menerima belaiannya?“P-paman ….”“Ada apa? Hmm?” balas Paman yang masih sibuk mencium aroma tubuhku.Sungguh, aku begitu bingung sekarang dan mencoba untuk menjauhkan tubuh Paman dariku. Tapi, itu begitu sulit, serasa tak memiliki tenaga sama sekali. Lalu, aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku menikmatinya, bukan? Pasti aku sudah gila bila menerimanya.“P-paman, lepaskan ….”Aku berusaha melepaskan tangannya yang hampir menyentuh dadaku, untung saja berhasil tapi langsung berubah ke pahaku. Owh … ini benar-benar gila. Aku tidak kuat jika terus ia sentuh. Tapi, bagaimana aku bisa kabur? Disaat ia men
Aku memandang keluar jendela, melihat banyaknya bintang mewarnai angkasa, melihat gelapnya malam, dan mendengar suara yang sunyi. Entah kenapa, Hal-hal sekecil ini sangat menenangkan hatiku dan memberiku sedikit kelegaan, meskipun hanya sesaat.Dulu, Ketika aku masih kecil, Nenek dan Kakek selalu mengajakku keluar untuk melihat bintang. Mereka lalu menceritakan banyak hal agar membuatku tertidur dan tak menunggu Ibu. Dan setiap pagi, aku pasti akan menangis karena mereka tidak membangunkanku.Padahal, aku selalu ingin menjadi orang pertama yang menyambut Ibu sepulang kerja. Dan Aku ingin menjadi orang yang ia peluk Ketika sampai ke rumah. Tapi, aku tak bisa mewujudkannya saat itu.Seandainya, aku bisa bercerita dengan diriku dimasa lalu, aku hanya ingin bilang, supaya dia tak terlalu berharap banyak pada Ibunya. Karena itu hanya akan membuatnya kecewa.“Tam!” panggil Ibu.
"Kalau iya, kau mau apa?” tanyaku membalas perkataan Nicky.“Aku tidak mau apa-apa.”Hah? Aku tidak mengerti. Tapi sudahlah, aku harus memaksanya untuk ikut pergi dari sini. Lagi pula, apa susahnya mengikutiku? Aku bahkan tak meminta bayaran darinya.“Kenapa kau terus memaksaku?” tanya Nicky yang benar-benar bingung.Aku pun juga bingung harus menjawabnya dengan apa. Karena aku tidak memiliki alasan yang masuk akal untuknya. Mungkin kalau berkata jujur, ia malah semakin tidak mau pergi dari sini. Betapa menyebalkannya itu.“Memangnya kenapa? Kau tidak mau ikut?” balasku yang malah bertanya balik.“Emm … tentu saja aku mau ikut, tapi sekarang aku tidak ada kepentingan denganmu,” jelas Nicky yang membuatku bingung.Apa maksudnya ia ada kepentingan dengan Ibu? Oh, ayolah! Ini sungg
Aku Kembali ke tempat duduk setelah Alexi melarangku untuk bicara. Aneh, aku bahkan tak bisa memberikan suara untuk sesuatu yang ia lakukan? Aku benar-benar kesal. Dan semoga saja keadaan Sandra baik-baik saja. Jika tidak, mungkin aku akan disalahkan oleh Ibu dan Tante.Tapi, aku masih tak paham mengapa Sandra memberikan obatnya kepada Alexi, padahal sudah jelas-jelas Alexi bukanlah anak yang baik, bahkan hampir mencelakai nyawa Sandra. Semoga saja setelah ini Sandra tak lagi berteman dengan Alexi.“Tam, kau tahu, aku tak menyukaimu,” ungkap Alexi tiba-tiba dan membuatku mengangkat alis kebingungan.Tumben sekali ia jujur? Aneh! Tapi baguslah, aku tidak perlu lagi berpura-pura baik didepannya. Sekarang hubungan kita pun berantakan. Dan aku tidak ingin memperbaikinya.Memang hubungan itu sekecil bolongan yang ada diatas jarum, sekalinya kamu memasukkan benang kedalamnya, belum tentu benang itu bisa bertahan. Ia
Wow, aku terkejut karena Tommy bisa teriak seperti itu. Bahkan, ia membuat semua orang menatap kami. Apa dia sangat kesal? Oh … tapi tolong suruh Nicky untuk melepaskan tangannya! Karena aku merasa, pria ini sedang memakai kukunya. Apa dia sengaja menyakitiku? Ingin membuat tanganku berdarah? Gila!“Tumben sekali kau teriak. Bahkan didepan kekasihmu sendiri,” ungkap Nicky yang langsung membuat Tommy terdiam.Gila! Apa Sandra menatap kami? Bukankah itu menyenangkan? Apakah ia cemburu? Seharusnya begitu. Tapi … kenapa aku malah senang? Bukankah ini ancaman bagiku? Astaga!“Hei Tam! Apa kau sedang merebut kekasih sahabatmu sendiri?” tanya Nicky dihadapan semua orang.Tunggu! Ini jebakan! Aku tidak boleh menjawab iya, jika tidak, aku akan dipermalukan seisi sekolah.Aku harus mencari jawaban lain dan membuat Sandra yang malu.&
"Jadi, kau ingin pergi sekarang?” tanya Nicky sambil mengelus pipiku.Aku pun mengangguk dan ia menjadi kesal. Padahal ia yang bertanya lebih dulu, kenapa ia malah marah? Seharusnya jangan memberikan pilihan! Dasar pria aneh! Tapi ya sudah jika ia melarangku pergi. Aku tetap akan disini dan mencari tahu segalanya tentang dirinya.“Jangan pergi!” pintanya dan kujawab dengan senyuman.Sekarang, aku juga mau bermain dan kaulah mainanku. Lalu Kita lihat, apakah aku bisa menarikmu semakin dalam? Dan membuatmu lupa akan segalanya? Atau kau yang akan berbalik menarikku? Sungguh ini terlalu berbahaya, tapi aku menyukainya. Ini akan sengat seru.“Kau aneh. Padahal kau daritadi meminta pergi, tapi sekarang kau mau tinggal. Apa yang membuatmu berubah keputusan?”“Apa ya? Aku juga tidak tahu. Mungkin karena ucapanmu,” jawabku yang lalu mendekat
"Hei, Tam! Kenapa kau tidak bergabung dengan kami? Kami sedang membicarakan hal yang menyenangkan,” ajak Alexi.Namun, aku tidak menggubrisnya dan asik memasang earphone ke telinga. Lagi pula, mereka sama sekali tidak membutuhkan kehadiranku. Buktinya, mereka tetap asik berbincang. Jadi, untuk apa aku bergabung?Lalu, kenapa Alexi bertindak seolah-olah tidak terjadi apa pun? Padahal kami baru bertengkar kemarin. Apa secepat itu ia melupakan sesuatu? Benar-benar aneh.“Tam, nanti kau mau ikut makan siang Bersama?” tanya Liza yang langsung kujawab gelengan.“Kenapa?” timpal Alexi yang selalu hadir.“Aku … diet.”Lagi-lagi aku memberi alasan yang sama. Serasa tidak ada alasan lain dikepalaku. Tapi, biarlah! Biarkan mereka muak dan membiarkanku pergi. Lalu, suruh Sandra untuk berhenti menatapku? Memangnya aku tonto
Paman menuangkan susu ke gelasku. Membiarkanku untuk minum lebih dulu. Namun, aku menolak dan memberikan gelasku kepada Sandra. Karena aku berpikir seorang tamu harus dilayani pertama kali.“Jadi, kau tidak memberitahu Ibumu kau disini?” tanya Ibu pada Sandra.“Tidak.”Wow, bukankah dia terlalu nekat? Bagaimana jika Ibunya khawatir? Apa dia tak peduli? Oh! Kurasa tidak! Ibunya kan tidak peduli. Dan bisa dibilang dia sengaja kesini untuk mendapat perhatian Ibuku. Licik sekali.“Baiklah, Tante akan memberitahunya nanti. Sekarang habiskan makananmu!”“Dan kau juga, Tam!” sambung Ibu yang langsung kuiyakan.Paman lalu membuka pembicaraan baru dan aku malas menimpalinya. Mungkin, hanya Ibu yang tertarik membalasnya. Karena aku dan Sandra fokus menghabiskan sarapan.“Oh ya, bagaimana j