"Buk!"Satu pukulan pun melayang.Namun, yang jatuh adalah Juwan.Pada saat kritis, Sudar tiba-tiba bergerak maju dan melawan Juwan.Pukulannya sangat keras sehingga membuat tubuh Juwan oleng ke samping. Dia melangkah gontai beberapa langkah sebelum akhirnya dapat berdiri tegak. Namun, darah sudah mengalir dari sudut bibirnya dan sebuah bekas merah membiru menghiasi pipinya.Juwan meludahkan darah dari mulutnya, kemudian mendekati Liana dan menarik tangannya, "Ayo pergi!""Liana!" Yohan mengulurkan tangan untuk meraihnya, tetapi tidak berhasil.Sudar menepuk bahu Yohan sambil berkata pelan, "Pak Yohan, di dunia ini banyak gadis cantik. Menurutku Nona Tiara sudah cukup baik."Sambil bicara, dia menyerahkan Yohan pada Tiara, lalu kembali ke samping Raisa.Raisa tertegun melihatnya. Pikirannya penuh dengan adegan saat Sudar melompat dan memukul Juwan.Dia bukan tipe yang mudah terpesona, tetapi harus diakui, adegan tadi sangat memukau."Masih melihat?" Sudar berhenti sejenak, dan berkata
Liana merasa terguncang dan segera mengikuti ke dalam.Dia khawatir Sudar dan yang lainnya akan bertindak kasar dan membahayakan bayi itu.Namun, ketika pintu ruang menyusui dibuka, ruangan itu kosong.Liana terkejut. Dia dan Winda baru saja dari sana. Dia baru keluar sebentar, dan tidak melihat Winda keluar. Bagaimana orang sebesar itu bisa menghilang begitu saja?Saat dia masih bingung, dia melihat Sudar masuk, memeriksa seluruh ruangan, lalu membuka lemari yang ada di dinding.Di dalam lemari itu ada lubang!Sudar berdiri. "Cepat! Blokir pintu sebelah!"Namun, sudah terlambat.Karena saat Sudar dan yang lainnya masuk ke ruang menyusui, Winda sudah membawa bayi itu pergi melalui pintu sebelah."Segera kunci pusat perbelanjaan ini!" Sudar memerintahkan bawahannya.Namun, Liana berkata, "Jangan!"Sudar menatapnya dengan bingung, "??"Wajah Liana agak pucat, dia berkata dengan suara gemetar, "Sudar, nggak ada orang yang kalian cari di sini!"Sudar mengerti, dan dia tidak ingin mencari l
Hasan berkata, "Setelah mereka pergi, aku segera mengambil rekaman CCTV di luar ruang menyusui. Seperti yang diduga, rekaman itu sudah dirusak. Aku sudah mengatur pencarian diam-diam di seluruh kota ....""Nggak!" Yohan mengangkat tangan, "Nggak boleh ada pencarian!"Dia menganalisis, "Ferdi nggak akan menyakiti anak itu, karena dia masih membutuhkannya untuk mengendalikan Liana dan menyiksaku. Dia ingin membuatku patuh, dan Liana serta bayi kami adalah senjata terbaik. Kalau kita terburu-buru bertindak, itu hanya akan membuat mereka waspada. Aku takut dia akan nekat melakukan apa pun dan malah menyakiti Liana dan bayi itu ...."Hasan mengangguk, "Anda benar, tapi apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Dua hari lagi adalah hari pernikahannya, Anda nggak akan benar-benar membiarkan Liana menikah dengan Juwan, 'kan?""Pernikahan?" Yohan mendengus. "Pernikahan tetap akan diadakan, tapi siapa yang menikah dengan siapa, aku yang menentukan.""Pak Yohan?"Yohan berpikir sejenak, lalu membe
"Bagus." Linda hanya melihat sekilas, lalu mengalihkan pandangannya.Josua tersenyum, "Mau beli keduanya?"Linda berpikir bahwa setelan di toko ini tidak murah, satu setelan saja sudah beberapa juta. Meski dia tahu Josua tidak kekurangan uang, tetap saja dia merasa itu tidak perlu."Untuk menghadiri pernikahan sekali saja, satu setelan sudah cukup. Aku lihat kamu juga jarang mengenakan setelan jas. Kalau beli tapi nggak dipakai, nanti sia-sia."Josua berhenti sejenak, lalu berkata, "Kamu benar, aku ikuti saranmu."Dia berkata dengan serius, membuat hati Linda hangat."Sebagai balasannya, aku juga sudah memilihkan dua gaun untukmu, cobalah!" Josua mengangkat tangan dan seorang pegawai mendorong rak pakaian mendekat. Di rak itu tergantung dua gaun panjang.Untuk pernikahan adiknya, dia memang harus berpakaian mewah. Melihat Josua sangat bersemangat, Linda tidak ingin mengecewakannya, dan dengan patuh dia mencoba kedua gaun tersebut.Selera Josua memang bagus, kedua gaun itu sangat cocok
Di dalam kamar kontrakan yang agak rusak, keadaannya sangat berantakan.Winda duduk di tengah kekacauan itu. Ekspresinya agak bingung dan di wajahnya masih ada bekas air mata.Kemudian Juwan masuk dan bertanya, "Di mana anak itu?"Winda mengambil papan tulis di lantai dan menulis, "Sudah dibawa pergi."Juwan langsung mencengkeram pergelangan tangannya dengan wajah garang, "Dibawa ke mana?"Winda menggeleng, matanya penuh air mata.Sejak Nana lahir, dialah yang mengurusnya.Kebersamaan mereka sepanjang siang dan malam telah membuat Winda sangat terikat pada bayi kecil ini.Dia merasa sangat sedih karena tiba-tiba harus berpisah seperti ini.Juwan melepaskan tangannya, lalu menelepon Ferdi.Begitu tersambung, dia langsung bertanya, "Pak Ferdi, kamu bawa ke mana anak itu?"Ferdi menjawab tanpa emosi, "Itu bukan urusanmu.""Kembalikan anak itu!" Juwan menggertakkan gigi. "Kamu sudah berjanji nggak akan menyentuh anak itu!""Juwan, kamu pikir aku nggak tahu? Kalau aku terus membiarkan Winda
Ferdi menggertakkan gigi, "Cepat cari tahu!""Baik ...." Suara di seberang telepon terdengar panik.Ferdi menutup telepon dengan wajah tegang. Dia berjalan mondar-mandir di samping tempat tidur, terlihat agak panik.Hera bertanya, "Ada apa?"Ferdi berhenti melangkah, lalu menatapnya dengan tajam. "Anak itu hilang!""Apa?" Hera terkejut. "Bagaimana bisa hilang? Apa sudah dicari?""Mereka sudah mencarinya." Ferdi melihat jam di meja samping tempat tidur. "Keputusan untuk mengirim anak itu pergi, diambil secara mendadak. Selain kamu dan aku, hanya beberapa orang kepercayaan yang tahu. Bahkan Juwan dan Winda pun nggak menduganya. Siapa yang membocorkan informasi ini?"Hera terdiam.Ferdi berpikir sejenak, tetapi tidak bisa memikirkan siapa pelakunya. Lalu dia melihat Hera yang berdiri diam, dia merasa kasihan dan menepuk bahunya, "Malam ini dingin, jangan berdiri terus."Tepukan itu membuat Hera terkejut.Tubuhnya sampai bergetar, reaksinya memang sedikit berlebihan.Ferdi berhenti, "Ada a
"Yohan!" Tiara berseru kaget.Dada Liana terasa sesak. Saat itu dia menyaksikan dengan jelas Yohan jatuh.Secara refleks dia mengulurkan tangan untuk menolong Yohan.Namun ada jarak beberapa langkah di antara mereka. Tangannya belum sampai, Yohan sudah terjatuh.Terdengar suara gedebuk yang menyakitkan. Tubuh Yohan terhuyung ke belakang dan dengan susah payah dia menyangga tubuhnya menggunakan tangan. Kemudian dia terduduk di tanah untuk beberapa saat, tidak mampu berdiri.Sepertinya, benturan kali ini cukup keras."Yohan, Yohan, bagaimana keadaanmu?" Tiara sepertinya benar-benar khawatir pada Yohan. Suaranya bergetar dan air matanya hampir jatuh.Ferdi dan Hera mendengar suara itu dan keluar. Beberapa orang membantu membawa Yohan masuk ke dalam rumah, dan memanggil dokter.Liana berdiri diam di tempat, merasa seluruh tubuhnya mati rasa untuk beberapa saat.Sampai kemudian Juwan memegang tangannya, dan bertanya dengan lembut, "Kamu baik-baik saja?"Liana mulai sadar kembali. Dia mengge
Dia baru saja berniat menyusul, ketika Ferdi berkata, "Juwan, ikutlah denganku."Setelah itu, dia langsung menuju ke lantai atas.Juwan berhenti sejenak, melihat sampai sosok Liana menghilang di pintu dapur, baru kemudian berbalik dan mengikuti Ferdi...."Liana, bagaimana hubunganmu dengan Juwan?" Hera mencoba bertanya."Baik-baik saja." Liana tahu bahwa Hera tidak benar-benar peduli, jadi jawabannya juga sangat acuh tak acuh.Setelah mengalami semua kejadian ini, sisa pandangan positifnya terhadap Hera sudah sepenuhnya sirna.Dulu dia tidak mengerti kenapa Hamdan, yang tampak begitu lembut, bisa melakukan hal kejam terhadap Winda.Sekarang dia mengerti.Keluarga Lewis yang disebut-sebut harmonis hanyalah tampak luar yang dia lihat.Ketika anak lahir, dampak terbesar dirasakan oleh orang tua.Dia berpikir, keluarga Lewis mungkin memang tidak seharmonis yang terlihat. Di balik penampilan yang hangat, mungkin tersembunyi sisi gelap dan rahasia yang tidak diketahui orang banyak. Itulah y
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,