"Yohan!" Tiara berseru kaget.Dada Liana terasa sesak. Saat itu dia menyaksikan dengan jelas Yohan jatuh.Secara refleks dia mengulurkan tangan untuk menolong Yohan.Namun ada jarak beberapa langkah di antara mereka. Tangannya belum sampai, Yohan sudah terjatuh.Terdengar suara gedebuk yang menyakitkan. Tubuh Yohan terhuyung ke belakang dan dengan susah payah dia menyangga tubuhnya menggunakan tangan. Kemudian dia terduduk di tanah untuk beberapa saat, tidak mampu berdiri.Sepertinya, benturan kali ini cukup keras."Yohan, Yohan, bagaimana keadaanmu?" Tiara sepertinya benar-benar khawatir pada Yohan. Suaranya bergetar dan air matanya hampir jatuh.Ferdi dan Hera mendengar suara itu dan keluar. Beberapa orang membantu membawa Yohan masuk ke dalam rumah, dan memanggil dokter.Liana berdiri diam di tempat, merasa seluruh tubuhnya mati rasa untuk beberapa saat.Sampai kemudian Juwan memegang tangannya, dan bertanya dengan lembut, "Kamu baik-baik saja?"Liana mulai sadar kembali. Dia mengge
Dia baru saja berniat menyusul, ketika Ferdi berkata, "Juwan, ikutlah denganku."Setelah itu, dia langsung menuju ke lantai atas.Juwan berhenti sejenak, melihat sampai sosok Liana menghilang di pintu dapur, baru kemudian berbalik dan mengikuti Ferdi...."Liana, bagaimana hubunganmu dengan Juwan?" Hera mencoba bertanya."Baik-baik saja." Liana tahu bahwa Hera tidak benar-benar peduli, jadi jawabannya juga sangat acuh tak acuh.Setelah mengalami semua kejadian ini, sisa pandangan positifnya terhadap Hera sudah sepenuhnya sirna.Dulu dia tidak mengerti kenapa Hamdan, yang tampak begitu lembut, bisa melakukan hal kejam terhadap Winda.Sekarang dia mengerti.Keluarga Lewis yang disebut-sebut harmonis hanyalah tampak luar yang dia lihat.Ketika anak lahir, dampak terbesar dirasakan oleh orang tua.Dia berpikir, keluarga Lewis mungkin memang tidak seharmonis yang terlihat. Di balik penampilan yang hangat, mungkin tersembunyi sisi gelap dan rahasia yang tidak diketahui orang banyak. Itulah y
"Liana." Suara Yohan terdengar di telinganya.Liana seperti terbangun dari mimpi. Dia membuka matanya tiba-tiba, dan mendorong Yohan.Yohan terhuyung dua langkah. Mungkin karena lututnya yang terluka, dia menjadi tidak stabil dan jatuh ke lantai dengan keras.Dua sosok lainnya muncul dari tempat gelap, Kevin dan Hasan.Ternyata mereka berdua tadi bersembunyi di sudut gelap, dan Liana sama sekali tidak menyadarinya!Mereka berdua, satu di kiri dan satu di kanan, mencoba membantu Yohan."Pak Yohan!"Kevin melihat Liana sejenak, lalu mendecakkan lidah. "Nona Liana, kamu benar-benar kejam."Liana merasa hatinya tertekan, tenggorokannya seperti tercekat, tidak bisa mengeluarkan suara."Kevin!" Yohan berteriak dengan suara dalam, "Jangan bicara seperti itu tentang dia!"Kevin tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa mengikuti perintah Yohan. "Baiklah, aku nggak akan bicara lagi. Pak Yohan, setidaknya bangkitlah dulu dari lantai."Kevin dan Hasan berdua bahkan tidak bisa mengangkat Yohan.Dia m
Liana merasa sangat sedih. Sambil menangis dia berkata, "Kamu tetap senang meski dia bukan anak kandungmu?""Siapa bilang bukan anak kandungku?" sela Yohan. "Kakak sudah mengatakannya padaku, orang yang ada di perkemahan malam itu adalah kamu!"Liana terkejut, "Kakak memberitahumu?""Ya." Suara Yohan bergetar, penuh emosi dan kebahagiaan. "Liana, kamu tahu betapa senangnya aku? Aku benar-benar bodoh! Selama ini sudah ada petunjuk, tapi aku nggak mencurigai kamu. Aku malah percaya pada kata-kata Helena dan tertipu sampai sekarang!""Aku benar-benar pantas dihukum!"Liana mengangkat tangan menutup mulut Yohan, tidak ingin mendengar dia mencela dirinya sendiri.Yohan memegang tangannya dan mencium lembut bibirnya. "Jangan khawatir, aku pasti akan dapatkan penghangat hatiku kembali."Entah kenapa, mendengar kata-katanya, hati Liana langsung terasa lebih tenang.Dia menghapus air matanya. "Aku sudah memberi nama putri kita. Nama panjangnya adalah Silvana Lewis. Nama panggilannya, Nana.""Ba
Tok! Tok!Ketukan di pintu masih terus berlanjut.Liana yang tertekan di pintu, merasa tubuhnya lemas, tidak bisa menggerakkan tangan atau kakinya. Ada suara dalam pikirannya yang meminta dia mendorong Yohan, tetapi dia tidak punya tenaga sama sekali.Entah bagaimana, tangan Yohan sudah masuk ke dalam baju Liana, dan jari-jarinya menyentuh kulit wanita itu, membuatnya gemetar.Liana merasa tubuhnya lemas seperti lumpur, jauh lebih sensitif daripada sebelum melahirkan. Dia seperti tanaman merambat yang tak berdaya, hanya bisa bergantung pada Yohan.Ketika dia berpikir Yohan tidak akan melepaskannya, tiba-tiba beban di atas tubuhnya menghilang dan dia merasa lega.Dengan terkejut dia membuka matanya, mengira semuanya sudah berakhir.Namun, begitu dia melihat wajah Yohan, pria itu kembali menciumnya.Kali ini, bahkan lebih agresif dari sebelumnya."Mmm!" Liana kesulitan menahan, suara terputus-putus keluar dari bibirnya.Sementara itu, ketukan di pintu sudah berhenti entah kapan.Juwan be
"Yang melahirkan aku adalah ibuku, bukan kamu!" Yohan menggeram pelan.Tiba-tiba dia berdiri, mengangkat tinjunya dan memukul ke arah Ferdi.Namun, karena dia buta, gerakannya terbatas. Tinjunya yang dikerahkan dengan sekuat tenaga dapat dengan mudah dihindari oleh Ferdi.Bukannya mengenai Ferdi, malah dia sendiri yang terhuyung beberapa langkah, hampir tidak bisa berdiri.Ketika dia mencoba untuk bangkit, Ferdi langsung menginjak punggung tangannya.Sepatu kulitnya yang keras menginjak tangan Yohan dengan kuat, bersamaan dengan itu, martabat Yohan juga seolah terinjak-injak.Ferdi berdiri tegak, memandang Yohan dari atas. "Yohan, kamu punya nama belakang Lewis! Aku yang memberi nama itu. Nama belakangmu, hidupmu, segala-galanya juga aku yang memberi! Aku adalah ayahmu, kamu adalah anakku! Di dunia ini, anak selalu mendengarkan ayahnya!"Yohan berlutut di tanah sambil tertawa dingin. "Hahaha ... mendengarkanmu? Hahaha ...."Awalnya, dia hanya tertawa ringan.Makin lama, hal itu terasa
Melihat Yohan yang sudah kehilangan akal sehatnya, Ferdi mengerutkan kening. Langkahnya terhenti sejenak, dan akhirnya dia membuka pintu dan keluar.Begitu dia keluar, separuh papan nama itu ikut terlempar keluar dan mengenai punggungnya.Papan nama itu jatuh ke lantai diiringi dengan suara benturan keras.Hasan dan Kevin berlari masuk, langsung menahan Yohan dan menenangkan emosinya.Ferdi membungkuk untuk mengambil papan kayu yang terjatuh di lantai, melihatnya sejenak, dan ekspresinya menjadi dingin.Lalu dia mengangkat pandangannya, melihat keadaan di dalam ruangan. Dia melirik ke tirai jendela, kemudian membawa separuh papan kayu itu dan berbalik pergi.Setelah Hasan menutup pintu kamar, Liana keluar dari belakang tirai dan melihat Kevin menyuntikkan sesuatu pada Yohan."Apa ini?" tanya Liana."Obat penenang," jawab Kevin tanpa menoleh, sambil menyuntikkan sisa obat dengan cepat dan rapi.Setelah disuntik obat, Yohan perlahan mulai tenang, tetapi ekspresi di wajahnya tetap penuh r
Liana memucat.Juwan sudah mendekat dan menggenggam tangannya. "Ke mana saja?"Liana terhenti sejenak dan berbohong, "Mencarimu."Mendengar itu, Juwan tersenyum, "Kenapa nggak menelepon saja? Bukankah lebih mudah?""Aku nggak terpikir ...." Liana tidak pandai berbohong.Apalagi, saat ini tatapan Juwan tertuju langsung ke bibirnya. Bibir yang masih terasa kaku setelah ciuman intens dengan Yohan, mungkin terlihat jelas.Liana menggigit bibirnya, takut ketahuan.Tiba-tiba terdengar bunyi langkah kaki dari belakang. Liana refleks ingin berbalik, tetapi Juwan menariknya.Tanpa sadar dia melangkah ke depan dan menempel pada Juwan.Juwan memeluk pinggangnya dengan satu tangan dan memegang tengkuknya dengan tangan lainnya, lalu menunduk dan menciumnya."!" Liana terkejut dan mundur, menghindari kecupannya.Namun, karena telapak tangan Juwan masih menopang tengkuknya, Liana hanya berhasil menghindari ciumannya. Sementara jarak di antara mereka masih dekat dan mereka kelihatan seperti sedang ber
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,