Bab 13

"Halo, Helena?"

"Ya, ini aku." Suara Helena terdengar dari ujung sana, dengan sedikit nada mendesak, "Liana, di mana kamu dan Pak Yohan sekarang?"

"Kenapa?"

"Ada dokumen penting yang memerlukan tanda tangan Pak Yohan." Nada suara Helena sangat serius.

Liana melirik ke pintu, "Kalau begitu aku akan memberi tahu Pak Yohan."

"Nggak perlu." Helena berkata, "Aku tahu Pak Yohan punya urusan untuk didiskusikan hari ini dan aku nggak mau mengganggu dia. Kirimkan saja aku alamatnya, aku akan ke sana serta membawa dokumennya kepada Pak Yohan untuk ditandatangani."

Memikirkan uang triliunan itu, Liana merasa itu memang urusan yang besar. Liana mengirimkan lokasinya tanpa ragu-ragu.

Kemudian, dia berbaring di tempat tidur dan tertidur.

Dia tidur sampai gelap. Saat Liana keluar dari kamar, Yohan dan Hasan hendak pergi.

Liana merapikan penampilannya dan mengikuti mereka.

Yohan berhenti, berbalik dan berkata padanya, "Kamu nggak perlu ikut."

Liana bertanya-tanya.

"Semua yang hadir makan bersama adalah pria dan banyak juga yang menjadi gila saat mereka mabuk."

Hasan menerjemahkan dari samping, "Pak Yohan takut kamu akan kena masalah."

Liana merasa tersentuh dan sedikit tidak nyaman pada saat yang sama, "Tapi Pak Wawan berkata akan menemui saya malam ini. Bukankah tidak baik kalau saya tidak pergi?"

Dia khawatir tentang proyek bernilai triliunan ini.

"Nggak" Yohan memberikan jawaban tegas.

Dia selalu tampak seperti sedang menyusun strategi, seolah-olah dia telah mengendalikan segalanya. Kata-kata yang diucapkannya lembut dan ringan, tetapi sangat meyakinkan.

....

Saat berjalan ke dalam lift, Hasan tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata, "Di dunia ini ternyata masih ada gadis polos seperti Liana. Pak Wawan berkata akan menemuinya di malam hari, dia benar-benar akan pergi. Apa dia sudah tertipu?"

Yohan meliriknya, "Dia punya rasa tanggung jawab dan takut menyinggung perasaan Pak Wawan, selain itu dia takut menyebabkan kerugian untuk perusahaan."

"Saya tahu itu." Hasan mengangguk, "Menurut saya dia terlalu sederhana dan terlalu polos."

Dalam masyarakat saat ini, hati orang sangatlah rumit. Seorang gadis muda yang baru memulai penuh dengan keegoisan, dia akan melakukan apa pun untuk naik, bahkan menjual tubuh dan pikirannya. Mungkin karena dia terlalu banyak merasakan kesulitan, dia pikir itu normal. Tiba-tiba melihat mata air jernih seperti Liana membuat mata orang berbinar dan mereka tidak tahan.

Yohan terdiam beberapa saat. Saat dia keluar dari lift, dia tiba-tiba menoleh ke Hasan dan berkata, "Kamu benar."

Hasan hampir tidak mengerti, "Apa?"

"Dia terlalu bersih." Setelah Yohan selesai berbicara, sudut bibirnya sedikit melengkung.

Hasan benar-benar melihat senyuman Pak Yohan barusan agak centil.

....

Di ruang pribadi, Pak Wawan dan yang lainnya sudah duduk. Melihat Yohan masuk, beberapa orang berdiri untuk menyambutnya. Hanya Pak Wawan yang tetap duduk dan tidak bergerak. Dia melirik ke belakang Yohan dan bertanya dengan kurang tertarik, "Kenapa Nona Liana tidak datang?"

Hasan menjawab, "Liana sedang tidak enak badan. Pak Yohan merasa kasihan pada bawahannya, jadi membiarkan dia beristirahat di kamar."

"Tidak enak badan?" Pak Wawan terkekeh, "Aku melihat dia cukup energik sore ini. Dia sedang tidak enak badan atau karena dia tidak menghargaiku."

Yohan menarik kursi dan duduk, "Pak Wawan jangan terlalu serius. Dia hanya pegawai kecil di perusahaan kami, bagaimana mungkin berani tidak menghargai Pak Wawan."

Saat dia berbicara, dia mengisi dua gelas anggur dan berkata, "Biar aku yang menggantikannya."

Yohan meminum dua gelas anggur dalam sekali teguk.

Ada tepuk tangan meriah dari sekeliling, tetapi Pak Wawan masih bertahan, "Pak Yohan memang seperti ini, Aku tidak bisa berkata apa-apa. Jarang sekali melihat Pak Yohan melindungi wanita seperti ini. Aku sangat penasaran dengan status Nona Liana di hati Pak Yohan. Orang bilang Pak Yohan tidak genit dengan wanita. Mereka yang belum tahu pasti mengira Pak Yohan menyembunyikan gadis centil di sekitarnya, hahaha!"