Matahari yang merangsek masuk menyilaukan mata membuat Ethan perlahan terbangun dari tidurnya. Terlintas di kepalanya yang dia lakukan semalam hanya bermain game setelah menggedor kamar Rosie. Ketiduran tepatnya, bahkan layar smartphonenya masih menampilkan rank game perang yang dia mainkan saat dia membuka kunci layar.Ethan menyapukan pandnagan ke sekeliling, laptop Rosie sudah tidak ada di atas meja. Terang saja, Rosie sudah mengambilnya saat dia terlelap. Ethan lantas beranjak dari sana. Membersihkan diri. Tidak lupa, setelah berpakaian rapi ala orang kantoran Ethan langsung mengambil beberapa fotokopi ijazah dan kelengkapan lain untuk lamaran kerja hari ini. Ethan belum pernah seantusias hari ini sebelumnya. Padahal masih nyaman dengan status dokter pengangguran.Ethan penuh percaya diri memasuki gedung Yay
“A- apa maksudmu?” Yunri memandang Ethan lekat-lekat. Ethan melegos, mengembuskan napas pelan.“Karena aku sudah diterima kerja di sini, kamu harus jadi pacarku seperti yang aku bilang kemarin. Konsekuensi karena menertawakan seorang Ethan Darius.” Ethan menyeringai penuh kemenangan. Mendekatkan wajahnya ke wajah Yunri beberapa sentimeter saja.“Apaan sih!” Yunri membuang muka lantas melenggang.“Wah, gadis yang dingin.” Suara itu membuat Ethan terkejut. Saat dia menoleh, Om Clayton berdiri di belakangnya seraya tersenyum.“Om Clayton.”“Mendekati gadis seperti itu gak mudah.” Om Clayton berkomentar.
Sebenarnya, selain ingin bertemu Mario, ada tujuan lain yang mengantarkan Lee datang ke Absolute Beauty Chemical. Hari ini dia pura-pura menjadi investor yang tertarik dengan produk Absolute Beauty Chemical. Setelah mendapat izin dan berkeliling hingga ke produksi, acara terakhirnya adalah dengan Rosie setelah makan siang. Duduk di ruangan Rosie didampingi Mario. “Tidak saya sangka, setelah bertemu beberapa kali Tuan Lee datang ke sini dan tertarik dengan produk kami. Terima kasih atas antusiasnya.” Rosie menyambut. “Ah, itu tidak masalah. Saya sudah berniat untuk menaruh modal di perusahaan ini. Namun, saya juga ingin tahu bagaimana pemasarannya.” Rosie sedikitpun tidak curiga jika Lee adalah teman Mario. Dua pria itu sedang bersengkongkol untuk menjatuhkan dirinya tanpa dia ketahui. “Beberapa produk kami mungkin belum tembus pasar internasional, tapi ada satu produk perawatan wajah pria yang menduduki penjualan nomor 1 di Indonesia. Beberapa yang lainnya sedang kami kembangk
Rosie punya rencana lain, karena itu dia tidak bisa seharian di kantor seperti hari ini. Rosie sudah membuat janji bersama Bu Diar. Membuat janji dengan Dicky yang diduga sebagai tersangka terkait formula Youth Serum hingga diklaim perusahaan pesaing. “Saya tidak mengerti, kenapa Bu Rosie tidak melibatkan Pak Mario?” tanya Bu Diar penuh heran setelah masuk ke dalam mobil milik Rosie. Rosie hanya melengkungkan bibirnya ke bawah, tanpa menjawab apa-apa lalu menjalankan mobilnya. Keluar dari area parkir Absolute Beauty Chemical. “Lalu, kenapa mendadak begini padahal saya sudah bilang untuk tunggu kabar dari kaki tangan saya.” Bu Diar kembali memberi pertanyaan pada Rosie yang sedang fokus pada jalanan di depannya sembari mengatur laju kendaraan. “Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi.” Rosie menjawab sekenanya. Tadi pagi setelah Bu Diar menemui Rosie dan melaporkan perkembangannya, Rosie tidak tahan untuk menyelesaikan masalah ini sendiri. Jadi, dia menghubungi Dicky dengan b
Ethan duduk di balik meja kerja barunya di hari pertama dia bekerja sebagai seorang dokter di Yayasan. Tentu saja, dia hanya sebagai freelancer meski yayasan itu milik pamannya. Bukan tanpa alasan dia memilih sebagai freelancer, hanya saja waktu sebagai freelancer lebih bebas. Jika bisa, Ethan mungkin akan membuka kliniknya sendiri.Kursi hidrolik yang dia duduki beberapa kali dia naik turunkan bak anak kecil yang sedang mencoba permainan barunya. Saat menyenangkan seperti itu, ketukan di pintu lantas membuat dia terburu-buru memakai jas warna putihnya.“Masuk!” sahut Ethan.Perlahan, pintu itu pun terbuka. Sosok Yunri pun datang bersama dengan seorang anak kecil bertubuh gendut yang waktu itu mengganggu Lee. Datang seraya meringis.
Mario duduk di bangku panjang, mengebulkan asap tipis dari dalam hidungnya. Menenangkan kepala dengan asupan nikotin. Itu cara dirinya menenangkan kepala. "Kalau melamun gini, pasti mikirin hal yang sama. Yang sebenarnya gak perlu kamu pikirin.” Entah dari mana Giesta datang, wanita itu sudah berdiri di depan Mario seraya melipat tangan di depan dada. “Kukira kamu sudah ke Amerika ternyata masih di sini.” Mario kembali mengisap rokoknya. Giesta duduk di samping Mario, melepas kacamatanya kemudian menyandarkan punggungnya. "Coba aja dari dulu kamu sadar kalau Rosie itu adalah wanita tidak baik. Pasti kamu sudah menggantikan ayahmu sekarang.” “Kalau datang hanya untuk mengungkit masalah itu lagi, aku gak ada waktu untuk membahasnya.” . "Yah, sebagai sepupu yang baik, aku kan hanya menasihati untuk kebaikanmu.” "Diam !" bentak Mario. “Wah, wah. Sabar dong, Minoru san!” Giesta menyunggingkan senyum seakan belum puas melihat sepupunya itu dalam amarah. Saat emosi Mari
Langit kota G sudah mulai menggelap. Titik bintang berpendar di langi pun mulai bermunculan. Ethan berjalan di bawah sana sambil memanggul tas selempangnya. Hari pertama bekerja tidak terlalu melelahkan baginya karena tidak ada pekerjaan lain selain stok opname obat dan menangani luka kecil pada anak-anak akibat hiperaktifnya. Sesaat kemudian, langkahnya terhenti lalu memandang ke langit cerah penuh bintang. Mengembuskan napasnya perlahan. Indah. Hanya itu kesan yang Ethan dapatkan melalui matanya pada benda langit itu. Puas dengan langit, Ethan lantas mengalihkan pandangannya ke depan. Terlihan mobil van yang dia kenal masih buka. Kebetulan sekali, perutnya lapar dan menurut permintaan bagian tubuhnya itu yang meminta untuk dipenuhi. Ethan mendekat ke van burger langganannya itu. Hanya ada Tirta di balik konter yang sedang melayani seorang pria berpakaian f
Padahal belum masuk musim penghujan, tapi langit Kota G diselimuti awan yang agak mendung. Sore yang seharusnya masih sedikit menyengat pun jadi teduh. Jalanan kota G yang agak ramai oleh sebagai besar pejalan kaki dengan tujuan kemanapun mereka ingin. Dari balik kaca cafe, Rosie sedang menunggu seseorang masih dengan pakaian formalnya. Manajer pemasaran Absolute Beauty Chemical itu dengan sabar menunggu Dicky sambil sesekali menyeruput cappucino panas yang sudah mulai dingin karena paparan udara di dalam ruangan itu. “Maaf menunggu lama,” sapa seorang pria yang tiba-tiba saja datang. “Ah, tidak. Saya juga belum lama. Silakan!” Rosie mempersilakan pria itu duduk di kursi yang berseberangan dengannya. “Mau pesan apa?” tawar Rosie. “Tidak usah repot-repot, Manajer Rosie.” Dicky menolak halus. “Baiklah kalau begitu. Langsung saja ke intinya. Ada apa ingin ketemu saya?” tanya Rosie. “Anu … tentang masalah Youth Serum.” Dicky menelan salivanya, mengambil jeda sesaat. “Apa P
Dua Bulan Kemudian. Setelah proses persidangan yang panjang, sidang putusan pun ditetapkan pagi itu. “Dengan ini, menyatakan terdakwa Saudara Mario Minoru telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan kejahatan penculikan terencana serta melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban, Saudara Ethan Darius mengalami luka tembak serta menyebabkan luka berat kepada korban Saudara Jonathan sebagaimana yang telah didakwa dalam dakwaan primen penuntut umum. Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Mario Minoru dengan pidana hukuman empat tahun penjara.” Ethan dan Rosie bersamaan mengela napas lega. Hari itu merupakan hari kemenangan mereka atas ambisi Mario. Setelah putusan itu, para hadirin pun bernajak dari kursi masing-masing setelah para hakim meninggalkan meja. Mario pun digiring keluar oleh petugas kejaksaan. Akan tetapi, tepat saat Mario melewati Rosie, pria itu berkata. “Aku akan membalasnya,” ucapnya penuh dendam seraya digiring keluar melewati ruan
Ethan tersenyum tipis, lantas Mario tancap gas melajukan kendaraannya. Ethan memandang mobil Mario yang semakin menjauh lantas tersenyum menyeringai. Seakan penuh kemenangan karena rencana yang dibuat berljalan lancar. Sambil berjalan mendekat ke gedun yayasan, Ethan mengeluarkan smartphone dan menghubungi Rosie/“Kakak, aku mendapatkannya. Tidak akan aman jika aku membawanya. Aku sekarang di yayasan,” Ethan mengabarkan. ”Bagus! Tunggulah beberapa lama lagi, aku akan datang sebentar lagi,” perintah Rosie. Rosie melipat tangannya ke dada berpikir apa yang harus dia lakukan sekarang, jika dia langsung menemui Ethan kemungkinan Mario akan mencurigainya terlebih lagi ini adalah jam kerja. Mario langsung pulang ke apartemen selepas bekerja. Buru-buru pria itu memeriksa brankas di bawah temoat tidur. Menekan beberapa digit nomor sehingga brankas itu terbuka. Melihat dokumen itu masih aman, Mario lega dan kemudian meletakkannya kembali ke dalam brankas. Ketika Ethan meminta unt
Jonathan menceritakan semua tentang stempel Ethan. Semua kini terasa jelas di mata Rosie. Bahkan tidak hanya tentang perusahaan. Kurang lebih dua jam berada di ruang inap itu, Rosie pun paham meskipun ayahnya terkesan tidak peduli dan memperlakukan Ethan secara buruk hingga perselingkuhan ayahnya. Hati Rosie yang beku itu perlahan mencair. Semua tampak jelas. “Jadi, tugasku sekarang hanya menanyai Om Clayton tentang itu.” Rosie menarik kesimpulan.“Iya. Kalau kamu benar-benar ingin membantu anak wartawan itu mengungkap kebenarannya, lebih baik ajak saja dia. Supaya gak salah paham,” saran Jonathan.“Baiklah. Aku akan pergi menemui Ethan.” Rosie melirik jam melingkar di tangannya. Bangkit dari duduknya. Bersamaan dengan keluarnya Rosie, muncul seorang perawat dan dokter dari pintu ruang rawat ayahnya.“Pak, apa dia putri anda?” tanya Sang Dokter.“Benar. Dia berlian luar biasa.” Jonathan memandang ke arah berlalunya Rosie. Rosie duduk di dekat brankar Ethan.“Kamu udah pul
Seperti pembicaraan mereka lewat telepon tadi pagi, Dicky dan Rosie bertemu di kedai tempat mereka berjanji. Malam itu, Dicky pun tampak memasang raut serius.“Ada apa?” tanya Rosie.“Bu Rosie, begini.” Dicky menjeda kalimatnya. “Tidak ada bukti yang bisa saya temukan jika kematian ayah saya adalah akibat dari pemecahan perusahaan itu.”“Lalu?”“Sepertinya saya tidak punya alasan untuk membantu Bu Rosie untuk terlibat jauh dengan masalah ini. Tidak ada alasan lagi untuk saya berkhianat pada perusahaan tempat saya bekerja,” imbuh Dicky.“Hanya itu saja yang mau disampaikan?” Alis Rosie berkernyit. Jika hanya menyampaikan kabar begini, seharusnya disampaikan lewat telepon saja. Akan tetapi, sepertinya Dicky memiliki maksud lain.“Apa kamu yakin tidak ingin menyelidikinya?” tanya Rosie. Dicky menelan salivanya sendiri. Membetulkan posisi duduk yang mendadak berubah tidak nyaman.“Ibumu berteriak histeris saat saya datang kesana dengan name tag yang menggelayut di depan dada saya
“Siapa yang tidak ingin melawan saat terdesak?” Pandangan Mario belum lepas dari pria yang duduk berseberangan dengannya. Pria itu pun melengos asal-asalan.“Yah, kalau Pak Mario tidak bicara, bagaimana saya bisa bantu?” Mario tersenyum mengintimidasi. “Aku sudah kalah. Jadi, tidak ada yang perlu kubicarakan. Aku akan membusuk di penjara.”“Itu namanya pasrah!”“Bukan pasrah tapi, mengakui kesalahan dan merenung apa yang sudah menjadi resikoku. Atas perbuatanku.” Keseriusan Mario terpancar pada matanya itu. “Ya sudah, jika memang tak bersedia untuk dibela, saya rasa ini hanya buang-buang waktu saja.” Pak Han bangkit dari duduknya. Sementara, Mario digiring oleh polisi yang bertugas pagi itu. Masuk ke dalam sel, Mario duduk di pojokan. Memeluk lutut. Kecamuk di hatinya akibat perbuatan yang sudah dia lakukan dan kesalahannya pada Rosie serasa ingin membuatnya berteriak. Akan tetapi, sel yang terasa semakin sempit dan lubang di hatinya akibat perbuatannya sendiri menahan di
Ethan tersenyum masam melihatrona di wajah Yunri. Sesaat kemudian pemuda itu terkekeh.“Hahaha.”“Apaan sih!” Yunri malu-malu kesal.“Kamu suka sama aku, kan?” Mendadak Ethan jadi serius.“Dih, mana ada aku suka sama kamu!”“Terus tadi itu apa?” Desakkan Ethan membuat Yunri gelagapan. Gadis itu jadi salah tingkah. Tidak tahu bagaimana menyembunyikan getar di dadanya. Malu dan perbuatan yang nyaris saja membuatnya jatuh lebih dalam ke dalam perasaan lebih dalam.“Itu-”“Selamat malam!” Yunri terselamatkan oleh suara Tirta yang tiba-tiba masuk dengan sebuah parsel buah di tangannya. “Tirta!” sapa Yunri seraya berlari ke arah pemuda itu.“Ini.” Tirta menyodorkan benda di tangannya kepada Yunri. Dengan sigap, Yunri pun mengambil benda itu.“Kamu apa kabar?” tanya Tirta seraya mendekat ke brankar.“Apa kabar? Lihat, dadaku ini bolong, nyaris gak bisa menikmati burgermu lagi,” sahut Ethan seraya menunjuk dada kirinya yang terperban.“Jangan sensitif begitu dong, Tirta kan cuma nanya.”
Cahaya matahari masuk melalui ventilasi yang terbuat dari besi. Ruang besuk itu hanya berukuran dua kali tiga metar. Ukuran yang cukup bagi orang yang ingin membesuk para kriminal demi sekadar bertanya kabar. Seperti yang dilakukan Giesta hari ini, wanita itu duduk berseberangan dengan Mario. “Paman tidak akan mengirimkan pengacara untukmu di pengadilan nanti, itulah yang kudengar,” ucap Giesta. Mario tidak berkata apapun, yang dia lakukan hanya tertunduk. Entah pemuda itu sedang menyesali perbuatannya atau kecewa karena ayahnya tidak akan membantu mengirimkan pengacara saat sidang nanti. “Mario, aku akan membantumu!” tawar Giesta. “Hahaha, membantuku? Kamu saja menjadi Manajer di Nature Chemical karena bantuan ayahku. Sekarang malah mau membantu bagaikan seorang pahlawan kesiangan.” Mario tersenyum menyeringai. “Jangan meremehkanku, Mario. Aku membantumu sebagai seorang saudara. Jabatanku sekarang gak ada hubungannya dengan niatanku membantumu jadi, jangan dikaitkan, ya!” uca
Yunri sengaja memilih kedai kopi kecil yang nyaris tidak ada pembelinya. Gadis itu sengaja karena privasinya bisa terjaga saat wawancara dengan pengacara di depannya. Setelah memesan dua cup es coffe mocca, , mereka pun memilih tempat paling pojok. Pak Yana mengeluarkan tablet lengkap dengan pensil dan bersiap menulis setiap pengakuan Yunri. Sama seperti yang dilakukan saat mewawancari Ethan sebelumnya. “Nona Yunri, apa sudah benar-benar siap?” tanya Pak Yana. Yunri mengangguk pelan tanda dirinya sudah siap ditanyai apapun tentang masalah yang melibatkannya. “Saya disclaimer dulu sebelum kita mulai. Kalau ada pertanyaan yang membuat Nona Yunri tidak nyaman, Nona Yunri bisa bilang kalau itu tidak nyaman untuk Nona. Saya akan mengganti pertanyaannya. Nona juga tidak harus menjawab semua pertanyaan yang saya tanyakan karena itu hak Nona.” Pak Yana memperingatkan.“Iya.” Sebelum mereka memulainnya, pelayan pun datang menjeda seraya membawa pesanan mereka. Berlalu setelah mele
Sore hari, Pak Yana pun datang ke ruang rawat Ethan hanya untuk menanyai pemuda itu demi keperluan sidang tentunya setelah berkonstultasi terlebih dahulu dengan dokter yang menangani Ethan. Setelah mendapatkan persetujuan, barulah Sang Pengacara melakukan tugasnya. “Maaf mengganggu sore-sore begini, Mas Ethan.” Pak Yana memulai pembicaraan dengan basa-basi.“Apa Mas Ethan sudah siap dan yakin dengan wawancara ini?” tanya Pak Yana sebelum melangkah lebih jauh.“Pak Yana, saya hanya tertembak, bukan meninggal. Apa Pak Yana enggak lihat kalau saya sesehat ini?” Ethan menngangkat kedua lengannya, memperlihatkan otot bisep yang menonjol tapi, sesaat kemudian dia meringis. “Aduh!”“Gak usah sok kuat!” ketus Rosie.” Ethan lantas menurunkan kedua tangannya, mengela napas lantas berkata, “Kita mulai sekarang saja, Pak. Biar cepat.”“Baiklah. Pak Yana bersiap mengetik pada sebuah tablet di tangannya. “Bagaimana kejadian waktu Mas Ethan diculik?” Pak Yana mengawali wawancaranya dengan p