Max berjalan tanpa tujuan. Tidak! Tujuannya tentu saja ke rumah. Ia harus menemui orang yang mungkin bisa menyelamatkannya dari dosa yang telah ia lakukan. Ia telah melenyapkan gadis itu. Ivory pasti sudah mati karena terjatuh ke laut yang dingin dan dalam. Ditambah, dengan ketinggian antara jembatan dan permukaan laut, tak mungkin jika tubuhnya tidak terempas.
Kalau pun gadis itu selamat, mungkin ia akan mengalami gegar otak lalu hilang ingatan. Namun, sepertinya itu lebih baik ketimbang kehilangan nyawa.Max masuk ke dalam rumah, bajunya compang-camping tak keruan karena perubahannya yang sembarangan dan mulai tidak terkontrol. Ia tak mengerti mengapa itu bisa terjadi, tetapi begitulah kenyataannya.Ia adalah seorang monster sekarang. Ditambah lagi dirinya sudah melenyapkan seorang gadis yang tak punya andil atas kondisinya.“Mirielle! Kau di mana, Elle!” panggil Max, tergesa dan tampak gurat cemas di wajahnya. Saudara kembarnya yang sejak tadi mengurung diri di kamar, terjingkat kala Max akhirnya merangsek masuk ke ruangan pribadinya.“Jeez, Max! Apa yang kau lakukan di kamarku?” sergah Mirielle yang merasa terganggu akan kehadiran Max. Nyaris saja ia menyiramkan cairan di tangannya ke arah kakaknya itu.“Whoah! Apa yang kau pegang itu? Apakah itu wolfsbane?” tanya Max yang tak habis pikir dengan hobi sang adik yang selalu membuat eksperimen ramuan aneh di dalam ruang pribadinya. “Kau harus meminta ayah dan ibu untuk menyediakan ruang laboratorium untukmu! Itu sangat berbahaya, Elle!”Mirielle tergelak melihat ekspresi Max yang ketakutan kala gelas kimia di tangan Mirielle kini berada tepat di depan wajahnya.Mirielle memberi isyarat agar Max menunggu, sementara dirinya perlahan menuangkan cairan itu ke dalam ampul yang berbeda, kemudian menyimpannya di dalam lemari pendingin yang juga berada di dalam kamarnya.Sungguh, kamar Mirielle lebih mirip laboratorium kimia ketimbang sebuah kamar.“Katakan itu pada ayah dan ibu, karena aku sudah meminta sampai puluhan kali. Dan hanya dijawab dengan lirikan,” ungkap Mirielle yang kemudian menyadari kalau saudara kembarnya baru saja mengalami masalah.Ia menoleh tiba-tiba dan menatap ke dalam iris hazel milik pria di hadapannya. Jika sudah begitu, tak mungkin Max bisa berbohong dari adiknya itu.“Apa yang terjadi, Max? Apakah kau telah melakukan kesalahan?”Max yang ditodong pertanyaan seperti itu, hanya mondar-mandir sembari meremas rambut ikalnya.Ia mengingat kembali bagaimana kejadian, asal mula pertemuannya dengan Ivory, lalu bagaimana dirinya berniat melenyapkan Ivory hingga terjatuh dari jembatan. Ingatan itu membuatnya memejamkan matanya dengan paksa. Andai bisa, ia ingin melupakan semua yang pernah ia lakukan bersama gadis itu. Namun, jelas ia tak akan mampu.Bahkan hingga saat ini, aroma tubuh Ivory masih terus berputar di rongga hidung Max yang mau tak mau membawa kenangan malam indah dengan gadis itu.“Elle, aku yakin kau pasti mengetahui sesuatu. Kau selalu menjadi yang paling tahu, kau bahkan bisa meramal apa pun.”“Apa maksudmu? Aku bukan cenayang, Max, aku tak bisa meramal!” elaknya. Padahal apa yang dikatakan Max mengenai dirinya hampir seratus persen benar.Max mengambil paksa apa yang ada di tangan Mirielle dan ia akan pastikan tidak akan mengembalikan sebelum Mirielle menjawab pertanyaan yang akan ia ajukan untuknya.“Max, hey! Itu berbahaya, Max, kembalikan padaku!” Mirielle mencoba mengambil kotak yang ada di tangan Max, tetapi pria itu bergerak lebih cepat dan berhasil menyembunyikan benda itu dari pandangan Mirielle. “Baiklah, katakan apa yang kau ingin aku lakukan. Katakan sekarang, sebelum aku berubah pikiran!”Sebuah kebetulan bagi Max untuk menanyakan banyak hal pada saudara kembarnya mengenai Ivory. Bisa saja Mirielle tahu, apakah gadis itu sudah mati atau masih hidup dan berada di suatu tempat.“Elle, apakah kau mengetahui tentang gadis bernama Ivory?” tanya Max, agak takut jika Mirielle bisa membaca bahwa ia telah melakukan hal buruk terhadap gadis itu.Mirielle yang semula tak tertarik dengan apa yang menjadi pertanyaan Max, kini justru tampak berkonsentrasi dan mencoba untuk menemukan keberadaan gadis itu. Sekaligus mencari tahu segala hal tentang Ivory dan hubungannya dengan Max.Mirielle memusatkan perhatian dan konsentrasinya. Sepasang matanya berubah memutih seluruhnya, dan tak lama ia telah kembali menjadi dirinya yang sebenarnya. Namun, ia justru menggeleng.“Maafkan aku, Max, aku tidak bisa menemukan apa pun tentang gadis itu. Mungkin ia tak pernah ada di dunia ini. Apakah dia adalah tokoh anime favoritmu? Atau mungkin gadis yang hadir dalam mimpimu? Gadis khayalanmu? Yang mana tebakanku yang benar?” Desak Mirielle, masih berpura-pura tidak mengetahui apa-apa.“Aku serius, Elle! Apakah kau benar-benar tidak mengetahui apa pun tentangnya? Kau tidak melihat apa-apa dalam pandanganmu?”Mirielle menggeleng dan dengan sengaja menanti reaksi Max yang tampak tertunduk kecewa.“Baiklah kalau begitu. Aku akan ke kamarku. Thanks, Elle.”Mirielle hanya memandang punggung Max yang menjauh dan menghilang seiring dengan pintu kamarnya yang ditutup perlahan.***Di kedalaman lautan yang dalam, tak terkira berapa kedalamannya hingga membuat tubuh gadis itu nyaris tenggelam ke dasarnya. Ivory perlahan membuka mata. Ia merasa seperti tengah terikat tetapi kaki dan tangannya masih bisa bergerak.Sesak, itu yang ia rasakan saat ini, terlebih ketika matanya tak menemukan apa pun selain kegelapan dan dingin yang menusuk ke tulangnya.Di mana ia berada saat ini? Apakah ia tengah disekap oleh pria berbulu itu? Mengapa rasanya tubuhnya kesulitan untuk bergerak? Atau jangan-jangan ...Mata Ivory kini terbuka sempurna. Kedua bola matanya yang sewarna safir tampak berkilau dan sekitarnya yang semula gelap, mulai terlihat. Ia berusaha menggerakkan kedua kaki dan tangannya, agar bisa naik ke permukaan.Cahaya rembulan mulai terlihat olehnya, tanda bahwa sebentar lagi ia akan selamat.Ivory berenang menepi dan sekuat tenaga untuk naik ke pesisir. Ia merebahkan tubuh di atas pasir yang hangat. Napasnya terengah setelah berusaha berjuang untuk tetap hidup, dan kini ia patut bersyukur karena tak ada yang kurang dari dirinya.Tiba di tepian, angin berembus menerpa kulitnya yang telanjang, membuatnya bergidik sesaat karena dinginnya. Ia harus bersyukur karena masih bernyawa meski ia sadari pakaian yang semula ia kenakan telah terlepas dan menghilang entah di mana. Bisa jadi terbawa arus tanpa ia sadari.Ingatannya terpecah, berserakan seperti potongan puzzle yang belum sepenuhnya lengkap. Ia masih berusaha mengumpulkan semuanya.Mata Ivory terpejam, seolah berusaha mengingat kejadian yang menimpanya secara berurutan. Mengenai kesialannya karena telah dijual oleh sang ayah untuk membayar hutang-hutang yang dimiliki oleh pria itu, lalu bertemu seorang pria misterius dengan pesona luar biasa yang menyelamatkannya dari anak buah Benjamin Agony, kemudian ...Ah! Kepala Ivory terasa pening dan berdenyut. Perlahan ia berusaha bangkit, sembari mengumpulkan potongan kejadian yang cukup membuatnya frustasi karena begitu sulit untuk mengingatnya.Ketika ia berhasil mengingat satu kejadian, maka kejadian lainnya akan menghilang begitu saja. Satu hal yang tak mungkin ia lupakan adalah malam indahnya bersama Max yang membawa ingatan lain perlahan bermunculan ketika dirinya berusaha membawa memori itu kembali.Indah ... tetapi menyakitkan.“Shit! Dasar pria gila! Hampir saja aku kehilangan nyawa. Apa sebenarnya yang ada di pikirannya? Dia bilang aku pembawa sial? Kalau begitu, selamat menikmati kesialanmu mulai sekarang, serigala bodoh!” umpat Ivory yang masih menyeret tubuhnya untuk lebih ke tepian.Bagian tubuhnya terasa nyeri—dari pinggang ke bawah, terlebih pinggangnya yang tampaknya tergores karang tajam saat ia dengan nekat melompat dari jembatan, hingga kini ia lihat luka itu mengeluarkan cairan merah segar.“Ah! Apa yang terjadi padaku? Ini sungguh sakit!” Ivory menyentuh luka itu perlahan dan tatapannya terhenti pada bagian tubuhnya, dari pinggang ke bawah yang tak lagi berupa sepasang kaki, melainkan sebuah sirip yang sangat besar dan berkilauan.Berkilauan dan indah. Namun, membuat Ivory bergidik ngeri kala menyadari bahwa sesuatu yang tampak indah itu adalah bagian tubuhnya sendiri.“Tidak mungkin!”Ivory merasa jantungnya berdegup tak karuan, napasnya memburu—berusaha memusnahkan benda aneh yang seperti melekat pada bagian tubuhnya ini. Ia adalah seorang manusia, bukan ikan! Namun, mengapa kini dirinya tak jauh berbeda dengan apa yang barusan menyelinap di kepalanya?Benarkah apa yang dilihatnya saat ini bahwa ia adalah seekor makhluk air yang juga termasuk makhluk mitologi dan tak akan pernah dipercaya keberadaannya?Putri duyung hanyalah dongeng pengantar tidur. Sangat sulit baginya mempercayai kalau dirinya adalah bagian dari makhluk mitologi, sama seperti Max yang seorang manusia serigala!Ivory tak akan pernah percaya itu!Gadis itu bangkit, sudah bukan lagi waktunya untuk meratapi nasib, karena bisa saja seseorang menyadari keberadaannya di sana. Dan dengan penampilannya saat ini, bisa saja orang-orang akan beramai-ramai menjadikannya bahan tontonan atau bahkan membawanya untuk dikuliti dan dijadikan santapan makan malam.Ivory bergidik membayangkan hal-hal mengerikan itu
Max berusaha menelusuri keberadaan Ivory keesokan harinya. Tepat di bawah jembatan di mana ia nyaris menghabisi nyawa gadis itu. Dan memang, ia sudah melakukannya. Ivory kini tak lagi ada di dunia ini. Namun, setidaknya Max bisa menemukan jasad gadis itu.Bisa jadi ada di dalam lautan, atau di mana pun di sekitar tempatnya berdiri saat ini.Max bisa saja meminta bantuan Mirielle, adiknya, untuk memastikan di mana keberadaan Ivory dan apakah gadis itu masih hidup atau sudah mati. Namun, sejak semalam Mirielle enggan mengatakan apa pun mengenai Ivory meski Max telah mendesaknya.Mirielle tahu segalanya, tetapi ia selalu menyimpan untuk dirinya sendiri. Dan gadis itu tak suka kalau disebut sebagai cenayang.“Di mana kau, Ivory?” gumamnya sendiri. Ia tetap berjalan menelusuri pesisir pantai hingga melihat sesuatu yang membuatnya yakin bahwa Ivory memang pernah berada di sana.Pakaian yang dikenakan Ivory malam tadi, koyak tak berbentuk, tetapi Max ingat betul warnanya yang sangat serasi d
“Benda ini akan kusimpan. Kau tak perlu lagi bertanya mengenai gadis itu, Max. Kau sudah menyusahkan banyak orang, kau tahu itu?!” omel Mirielle, saat tahu sang kakak kembali menemuinya demi memastikan beberapa kepingan menyerupai logam yang warnanya sedikit tak lazim.Mirielle bisa saja mencari tahu mengenai benda itu, atau pun mengenai Ivory. Namun, ia tak lakukan. Tidak semudah itu.Ia sudah tahu apa yang terjadi pada Max yang membuat dirinya terus mencari gadis itu. Dan Mirielle yakin, jika ia membantu Max, pada akhirnya pria itu akan membuat masalah lagi.“Mengapa kau begitu tega pada kakakmu, Elle?! Aku tahu kau pasti sudah tahu di mana keberadaan Ivory.”Mirielle memutar tubuh dan menancapkan tatapannya pada manik sewarna kiwi milik pria di hadapannya, kemudian terus memandanginya tanpa teralihkan. Memang begitu niat Mirielle, untuk mengintimidasi Max agar ia berterus terang atas apa yang telah ia lakukan terhadap gadis itu.“A-aku hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh nenek
Tak penting siapa pria bernama Benjamin yang kini tengah mengungkung Ivory menjadi tawanannya. Karena yang paling penting saat ini adalah pria itu memperlakukan Ivory dengan sangat baik.Bahkan terlalu baik jika dibandingkan dengan perlakuan Max terhadapnya.Terlebih setelah pria itu berhasil mengembalikan kaki Ivory, gadis itu merasa sangat berterima kasih.“Mengapa kau berbuat baik terhadapku? Apa yang kau inginkan?” tanya Ivory, masih dengan nada skeptis yang tak mungkin akan sirna meski dengan perlakuan baik dari Benjamin sekali pun.Ia tetap saja akan bertanya mengenai asal-usul pria dengan tampilan menawan itu.“Aku adalah mimpi indahmu, Ivy. Kau tak perlu cemas, karena aku tidak akan menyakitimu.”Ivory masih tak percaya. Ia menajamkan tatapan ke arah pria itu demi menemukan kebenaran di dalam bola matanya yang berkilau.“Kau pasti memiliki tujuan buruk. Katakan padaku!”Benjamin terkekeh.“Apa menurutmu seperti itu? Boleh saja jika kau berpikir begitu. Namun, kau bisa buktikan
Ivory duduk termangu memandang lurus ke depan dengan tatapan kosong. Wajahnya memberengut, teringat kejadian di kelab yang membuat perasaannya bercampur aduk. Ia kesal sekaligus malu. Benjamin harus tahu apa yang dilakukan anak buahnya itu yang membuat Ivory tidak bisa menikmati malam pestanya beberapa jam lalu. “Jadi Black menghajar pria itu?” tanya Benjamin sembari menyodorkan segelas minuman untuk Ivory. Ivory meraih gelasnya tetapi tidak memberi respon sama sekali. Ia masih marah, tentu saja. Meski ia tak tahu, apa alasan dirinya kesal pada sikap Black barusan. Pria itu dimandat oleh Benjamin untuk menjaganya, jadi wajar saja ia bertindak saat ada pria yang menyentuh Ivory. “Dan kau marah padaku padahal Black yang memukul pria itu. Memangnya siapa pria itu sampai kau begitu kesal, hm?” “Bukan siapa-siapa, Ben. Hanya tamu yang ingin melihat tarianku. Dan anak buahmu yang berlebihan itu justru membuatku malu!” Benjamin tergelak mendengar omelan Ivory yang justru terdengar beg
Ivory kembali melakukan apa yang ia suka. Mulanya ia tak berniat untuk keluar dari kamarnya—bagaimana pun, kelab ini bukan tempat yang sesuai untuknya. Namun, ia sering kali merasa bosan, dan saat pertama kali melangkahkan kaki memasuki kelab, ketertarikannya akan tiang dansa itu membuatnya ketagihan. Benjamin adalah seorang yang cemburuan. Ia memerintahkan Black dan Blue untuk menjaga selama Ivory berada di atas meja dansa. Dan kedua pengawal itu melakukannya dengan baik. “Black, kau dengar aku! Aku tidak mau kau mengulangi apa yang kau lakukan kemarin. Apa kau mengerti?” tegas Ivory saat mereka berada di ruang ganti khusus. Black berada di luar ,sementara Ivory di dalam dan menukar pakaiannya dengan kostum yang telah disediakan untuknya. Suara Ivory terdengar sampai ke tempat Black, tetapi pria itu dilanda kegalauan. Ia menerima perintah dari Benjamin agar tak ada seorang pun yang bisa menyentuh Ivory, sementara gadis pembangkang itu menginginkan kelonggaran. Namun, jika Black
“Bagaimana bisa ia melepaskan diri?” tanya Benjamin pada anak buahnya, geram. Matanya memerah, bukan lantaran karena amarah melainkan memang itulah wujud asli Benjamin dan semua tahu itu. Namun, tak berbeda dari Benjamin, mereka semua adalah berasal dari ras yang sama. Benjamin masih berusaha menahan amuknya. Ia tak percaya Ivory bisa kabur begitu saja karena ia masih dalam bentuk mermaid dan mustahil ia bisa keluar dari akuarium tanpa bantuan siapa pun. “Apakah ada dari kalian yang telah membantunya?” Lagi, pria itu mengintimidasi para pengawal yang ia tugaskan untuk berjaga. Dan salah satunya adalah Black yang secara khusus ia tunjuk untuk menjadi penjaga khusus untuk Ivory. Semua tertunduk mendengar pertanyaan Benjamin. Tak ada satu pun yang berani buka suara. Bahkan Black. “Kau ... apakah kau melakukan sesuatu terhadapnya?” serang Benjamin pada Black. Lelaki itu mengangkat wajah dan siap untuk menceritakan segala hal yang sesungguhnya tak bisa ia percayai. “Ia ... tiba-tiba
“Di mana Max?” tanya Mirielle pada ibu dan ayahnya saat tengah menikmati makan malam bersama. Keduanya saling berpandangan dengan alis yang tampak berkerut. “Apakah tidak ada di kamarnya? Bukankah kau bareu saja dari sana?” tanya Marion, yang berusaha menekan rasa cemasnya karena memang Max tidak kelihatan sejak siang tadi setelah mereka sedikit bersitegang. Namun, Mirielle menggeleng. “Aku memang dari sana dan ia tidak ada. Apa mungkin ja menemui Ivy di danau?” gumamnya bermonolog. Ia kemudian melanjutkan makan dan beranjak untuk mencari keberadaan Max. Namun, dengan cepat Marion menahan lengan putrinya dan membawanya ke sudut ruangan agar pembicaraan mereka tidak terdengar oleh William atau lainnya. “Siapa gadis itu, Elle? Apakah ia—“ “Kau tidak perlu cemas, Ma. Ia gadis biasa yang memang bukan manusia biasa. Tapi memangnya kenapa? Bukankah kita semua juga bukan manusia?” jawab Elle, terdengar santai. “Ya, aku tahu dan tidak mencemaskan kita. Max ... bisa saja ia memangsa gad
Beberapa tahun kemudian ... “Apakah kau percaya itu, Max? Kau lihatlah putra-putri kita. Mereka kini berusia delapan belas tahun dan—oh! Apakah kau dulu juga mengalami ini? Usia berapa kau berubah menjadi dewasa?” tanya Ivory saat sadar bahwa si kembar, Isaac dan Mackenzie telah berubah menjadi berusia delapan belas tahun di usia mereka yang kelima. Max tertawa mendengar komentar polos Ivory. Ia lantas meraih wanita itu dalam dekapannya dan mengecup bibirnya sekilas. “Di usia tiga tahun aku berubah menjadi delapan belas tahun dan menjalani pelatihan dari kakek Jeremiah untuk menerima jabatan darinya sebagai seorang alpha Alsenic pack. Apakah kau tidak mengalami itu?” “Apakah aku kelihatan seperti manusia ajaib seperti kalian?” tanya Ivory yang dijawab gelak tawa oleh Max. “Baiklah, artinya usia kita terpaut sangat jauh. Kau seharusnya lebih tua dibanding diriku. Benar begitu, kan?” Ivory mengangguk, kemudian menoleh lagi pada Isaac dan Mackenzie yang telah menghabiskan sarapan mere
Seth tersungkur tanpa daya di atas tanah, pandangan mata sayunya pandangi langit malam di mana bulan purnama tengah benderang menyinari dunia. Seth bisa mendengar lolongan serigala yang memuja Amethyst. Sebagai tanda syukur kemenangan mereka. Hawa panas menggelegak. Keheningan mencekam ini, Seth mati rasa, tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. ‘Dad. Katakan padaku. Kalau aku adalah seorang putra dan keturunanmu yang baik.’ Wajah sang ayah yang tersenyum manis berkelebatan di benak Seth saat mendiang menyerunya penuh kasih sayang. Seth masih ingat kenangan itu dengan jelas. Linea berlarian menerjang kubangan-kubangan api yang meratakan tanah, sembari menahan rasa sakit di perutnya yang terasa sangat mengejang, demi apa pun. Melihat Seth menghadapi kematian, membuatnya Linea terseok-seok. Dia menyambar tubuh Seth yang tidak berdaya; merenggang nyawa. “Seth, astaga. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Bagaimana dengan anak-anakku. Dia membutuhkanmu. Jangan pergi, Seth. Kau harus melihat
TAANG!!! Anak panahnya meleset ke arah lain ketika Seth mematahkannya dengan sambaran petir. Terlepas dari tepat sasaran atau tidaknya, Ronan tak peduli. “Lihat aku di sini, Rogue tolol!” ejek Ronan tersenyum miring, dia sengaja benar memancing emosi Seth yang mudah sekali tersulut. “Dasar bodoh! Siapa pun tidak ada yang dapat mengalahkan aku!” amuk Seth terus luncurkan semua serangannya secara brutal. “Kau, Omega tidak berguna! Jangan halangi aku!” DUARR!!! Ronan berlari menghindar ketika serangkaian ledakan api meletus hebat di belakangnya. Melompat dengan langkah kaki panjang, bergerak gesit, cekatan serta lincah. Bermanuver—tak sulit menghindari serangan Seth yang lambat-laun mulai melambat. “Ada apa denganmu? Mengapa kau lamban sekali? Kau bahkan tidak bisa menggoresku sedikit saja!” Ronan terpingkal geli. Sekali lagi, dia melesatkan dua pasang anak panah. “DIAM KAU! Percuma! Serangan panahmu ini tidak akan bisa melumpuhkan aku!” DUARR!!! Ronan melompat tinggi di atas ud
Markus tanpa pikir panjang kembali, menyelamatkan karibnya. Dia menerobos semua ledakan-ledakan petir yang meletus di kanan-kirinya, berlari cepat demi menyelamatkan Alegria yang kepayahan akibat pendarahan. Markus bergegas menyambar Alegria yang terkapar, melompat cepat—menghindari sambaran petir lainnya yang tiada hentinya berdatangan.“Mengapa kau kembali? Bagaimana dengan pasukanmu?” tanya Alegria lemah dan merasa bersalah. Dia diserang oleh gelombang batuk darah.“Masih tanya juga! Tentu saja menyelamatkanmu! Mustahil, meninggalkanmu mati di sana! Pasukanku yang tersisa mereka berhasil ke tempat aman. Rogue itu memang keparat! Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sihir mengerikan seperti ini!?”Markus, Alegria, Marion, William dan semua pasukan yang tersisa berhasil mencapai zona perimeter aman yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka. Menjauhi medan pertempuran yang mustahil mereka hadapi. Mereka mengubah diri ke wujud manusia.
“Menyerahlah saja kau, Seth! Tidak ada jalan keluar atau lari! Sebelum kami semua benar-benar membunuhmu!” kecam Mirielle bersungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kau sudah terkepung! Kau harus membayar seluruh kejahatanmu di hadapan Dewi Amethyst!”BZZT!“Kau pikir siapa dirimu?! Karena kau Elder pilihan yang menjembatani Dewi Bulan, kau pikir bisa berbuat segalanya?”Mirielle mencibir setengah meradang. “Tidakkah kau pikirkan semua korban yang telah kau hancurkan hidupnya? Pack yang tidak bersalah atau berdosa! Tidakkah kau memikirkan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka? Aku tak paham mengapa kau memilih jalan beracun seperti ini?!”CLASSH!BLARR!“Tidak usah sok memahamiku, Mirielle! Aku tak peduli apa pun! Selama tujuanku tercapai, dendam kematian leluhurku terbalaskan, dan semua kelompok Pack yang kalian agung-agungkan itu hancur selamanya! Justru aku senang menghancurkan kalian semua hingga tidak ada yang ter
Mirielle merintih putus asa. “Max! Jawab aku! Mom! Dad! Ronan, please! Anybody hear me?!”“Elle?! Kau di mana?! Kau baik-baik saja?! Bertahanlah, Elle! Aku bersama pasukan The Cardinal, anggota Pack dan keluarga! Sebentar lagi, sampai! Kau tidak terluka ‘kan? Kami semua cemas sebab tak mendengar kabar apa pun darimu.” Max menjawab dari mind-link. “Katakan kalau kau bersama Lyra sekarang?”Helaan napas lega terdengar dari hidung bangir Mirielle. “Aku tidak bersama Lyra, Max. Aku gagal mendapatkannya. Ini semua karena kekuatan sihirku yang belum pulih sepenuhnya! Seth dan Linea memiliki mantra dinding sihir kuat. Padahal, aku nyaris berhasil. Aku mengacau! Aku baik-baik saja! Max, ada situasi genting! Sebelum kau menyaksikannya secara langsung. Aku ingin kau dengarkan ucapanku dulu.”“Tunggu sebentar, Elle! Aku mengendus bau Ivy dekat sini?! Apa itu jeritan istriku?! SEDANG APA DIA? MENGAPA IVY BISA BERSAMA DENGAN SETH?!!”Sensasi berdenyut
“Sekarang apa maumu?” tanya Linea mengeraskan nada suaranya. Dia menjerit penuh amarah. “Aku telah mengikuti semua perintahmu! Kau bilang ingin dapatkan darah Ivy demi memperkuat kekuatan kita?! Mengapa sekarang kau malah menawannya?! Kau bilang membangun Mansion khusus untuk wanita ini?! Apa kau sudah gila?! Kau mengingkari janjimu, Seth!”Seth tertawa bengis. Tetap mencengkeram tubuh Ivory dalam belitan tangannya. Mereka perlahan-lahan berjalan mundur. “Kau kira siapa dirimu, Linea?! Mengatur atau mengendalikan diriku?! Sudah kubilang berkali-kali jangan konyol! Kita melakukan segalanya sesuai kesepakatan, ingat?! Inilah tujuanku! Mendapatkan Ivy kembali.”Ivory mendesis jijik ketika Seth menjilati ceruk lehernya. Rasanya dia ingin sekali menghajar Seth sekarang juga, tetapi apa dayanya. Kekuatan Seth terlalu kuat untuk dilawan. Semakin Ivory memberontak—semakin Seth mencekiknya. Linea menggeleng. Mulai banjir air mata, mengentakkan kaki menahan b
“Oh! Akhirnya, Benjamin mampu memenuhi kesepakatannya! Senang sekali, kau mengerti maksudku. Maaf, kuharap Watcher yang aku utus, tidak memperlakukanmu dengan buruk, ya? Mendengar kau datang bersama Ivory.” Suara Seth menggema di sela-sela tawa maniaknya. “Woah, ini pencapaian terbesarku, bukan? Aku meminta Benjamin menukar darah Ivory tapi dia malah membawanya kemari. Well done, Ben. Aku tahu kau memang tak akan mengecewakan aku.”Benjamin mendesis sinis. “Cukup basa-basinya, keparat! Aku telah memberikan apa yang kau mau. Lantas, di mana Lyra sekarang?! Berikan kepadaku sekarang juga!”Ivory meraung marah. “Lyra milikku! Seth, jangan berani kau melukai satu helai rambut pun putriku. Bila kau menyakitinya aku bersumpah akan membunuhmu!”Seth terbahak geli. Matanya meneliti Ivory penuh obsesi. “Oh, ayolah. Lyra aman di tangan kami. Jadi, jangan cemas. Selama kalian menuruti semua perintahku, nyawanya terjaga, sayang.”Ivory membuang pandangannya, tidak sudi mendengar kata-kata Seth se
“Ini kesempatanku,” ucap Ivory setengah berbisik. “Tidak ada waktu lagi. Aku harus menemui Benjamin segera.”Ivory menimang bayinya sampai mereka tertidur. Menggendong, membaringkan Mackenzie dan Isaac di dalam ranjang bayi mereka. Helaan napas Ivory terdengar penuh beban berat. Dia telah mempertimbangkannya, memikirkan ucapan Benjamin sebelumnya dengan keputusan panjang. Hingga membawa Ivory pada jalan akhir, menyetujui kesepakatannya bersama Benjamin. Ivory tahu keputusannya ini memang gila. Memicu kemarahan terbesar Max, namun apa dayanya. Ivory tidak punya pilihan lain demi menyelamatkan nyawa Lyra, keluarga kecilnya dan menyudahi peperangan melelahkan ini. “Maafkan aku, nak. Aku hanya lelah dengan semua pertumpahan darah, pertempuran, dan pertikaian tiada berujung ini. Mungkin melalui pengorbananku, perang ini bisa dihentikan. Yang Seth inginkan hanya aku, bukan Lyra. Jika menyerahkan diri bisa menyelamatkan semuanya. Maka keputusanku ini sepadan.” Gumam Ivory mengusap puncak k