Ivory berkeliling masuk ke masing-masing ruangan yang terdapat pada bangunan yang ia tempati saat ini. Ia tak percaya kalau dirinya harus menjalani kesehatian seorang diri tan Max atau siapa pun yang menemaninya. Ia sesungguhnya tidak ingin seorang diri di mana pun. Keberadaan Max dan Mirielle selama beberapa waktu sejak dirinya terbebas dari Benjamin membuatnya berpikir bahwa masih ada manusia yang bersikap normal dan menjalani kehidupan dengan baik meski bukan benar-benar manusia. Dan mereka adalah keluarga Reynz dan Alsen dengan kawanannya. Ivory masih ingat bagaimana Benjamin memperlakukannya. Manis, bahkan terlalu manis untuk ia percayai sebagai sebuah kenyataan. Dan sisi lain yang tidak ia terima adalah kehidupan Benjamin yang bahkan tidak pernah menunjukkan bagaimana keluarganya, siapa dirinya di hadapan ayah maupun ibunya. Benjamin adalah seorang manusia, tetapi ia bahkan lebih aneh dibanding Max dan keluarganya. Benar begitu, bukan? Tidak, bukan seperti itu. Ivory hanya
“Elle, tak bisakah kau berhenti dan mengatakan apa yang terjadi pada Ivy?” desak Max, menghadang langkah Ivory dan Gabriella yang ia tak ketahui ke mana tujuan keduanya. Mereka tampak begitu cemas dan tergesa. Apa yang terjadi sebenarnya? Max bahkan tak mendapat jawaban atas pertanyaannya sejak tadi. “Max, biarkan Gabriella melakukan tigasnya dulu, oke? Sekarang kau tenanglah dan—hey, Max!” Max menerobos portal yang Mirielle buat dengan kekuatannya lantas mengikuti langkah Gabriella menuju ke suatu tempat. Tentu saja. Mereka kini tiba di markas bawah laut di mana Max meninggalkan Ivory. Apakah terjadi sesuatu pada Ivory? Pertanyaan itu yang terus saja bergema di kepala Max. Ia tak bisa menahan diri saat tiba di sana dan menemukan Ivory tengah tergeletak di lantai dalam keadaan meringkuk seperti menahan sakit yang luar biasa. Wajahnya begitu pucat dan kulitnya terasa sedingin es. “Ivy, apa yang terjadi padamu?” Gadis itu membuka mata perlahan, kemudian membelai rahang Max denga
Benjamin mengumpulkan beberapa pengawalnya, bahkan termasuk Black dan Blue serta puluhan lainnya. Mereka yang telah ia berangkatkan untuk mencari Ivory sebelumnya, telah ia minta untuk kembali demi bisa mengatur rencana lain. Kini sudah saatnya Benjamin merebut kembali apa yang seharusnya jadi miliknya. Ia tak akan biarkan Max dan kawanannya melenggang dengan nyaman dan menerima kemenangan akan kehadiran Ivory sebagai sebuah piala yang menurut mereka telah mereka menangkan. Benjamin sendiri yang menganggap dan mengibaratkan Ivory layaknya piala yang tak akan pernah rela ia serahkan pada siapa pun. Menang atau kalah, Ivory adalah miliknya dan itu tidak akan pernah berubah. “Apakah kau sudah mempersiapkan pasukan yang akan kita berangkatkan ke sana?” tanya Benjamin pada Blue, salah satu pengawal yang paling ia percaya. Blue mengangguk. “Sudah, Tuan. Aku membagi beberapa untuk mencari ke kediaman Jeremiah Alsen, beberapa lagi akan menelusuri kediaman Reynz. Meski sesungguhnya aku t
Kabar yang Gabriella berikan pada Ivory dan Max memang merupakan kabar baik dan bahkan mengagumkan. Bayangkan saja dalam sekali melahirkan mereka akan memiliki tiga bayi. Hal yang jarang terjadi dan merupakan sesuatu yang luar biasa. Namun, tampaknya tidak seperti itu yang Max rasakan saat ini ia kini dirundung kecemasan yang cukup mendalam. Wajar saja jika itu terjadi karena ia khawatir akan kondisi Ivory. Pantas saja gadis itu begitu lemah dan tak berdaya. Karena ada tak hanya satu melainkan tiga bayi sekaligus yang akan ia bawa sepanjang kehamilannya. Bahkan mungkin sifat ketiga bayi itu pun akan jadi masalah nantinya. Apakah Ivory akan tetap seperti biasa ataukah akan terpengaruh akan karakter ketiga bayinya? “Apakah kau baik-baik saja?” tanya Max yang ia sadari itu merupakan pertanyaan konyol yang jawabannya pasti adalah pertanyaan yang sama dari Ivory. Tentu saja gadis itu juga bingung, tak tahu apakah ia baik-baik saja setelah mengetahui bahwa dirinya mengandung tiga bayi
“Lepaskan aku, bodoh!” Ivory berusaha meronta, melepaskan diri dari ikatan di kedua tangannya. Ivory telah berusaha melarikan diri dengan berubah menjadi duyung saat anak buah Benjamin tiba, entah dengan peralatan apa yang bisa membuat mereka berada di markas di mana Ivory berada. Dan kekuatan anak buah Benjamin memang tak bisa diragukan. “Jangan melawan, Nona Laverne. Ini demi keselamatanmu,” ucap Blue yang telah membaringkan Ivory di kursi belakang di mobil mereka. “Lepaskan aku, Blue. Aku tahu kau orang baik. Kau tidak harus menjadi seperti Ben!” serunya lagi, berusaha membebaskan diri. Namun, ia merasakan sedikit nyeri di perutnya yang sedikit menyembul. Tiga bayi serigala ada di dalam rahimnya yang membuat tenaga Ivory terkuras lebih banyak dan sekadar mengeluarkan suara saja ia sudah kelelahan. “Nona, Tuan Agony telah melakukan banyak kebaikan untukmu. Mengapa kau lebih memilih pria serigala itu?” tanya Blue, mendekat pada gadis itu agar bisa menatap bola mata birunya denga
Sudah jelas kalau memang ada kemarahan terpendam yang tak bisa ia kendalikan. “Semuanya. Bisakah kau memberiku obat agar aku bisa melupakan semua ini?” “Apakah ini bentuk patah hati?” tebak Seth. Max menggeleng. “Anggap saja aku sudah kalah bersaing dengan pria lain untuk mendapatkan hati dan tubuh seseorang.” Seth kemudian terdengar mendesah dan memberi isyarat agar mereka pindah ke sofa, agar pembicaraan lebih rileks. Max mengangguk kemudian bangkit dari kursinya dan mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Seth. “Katakanlah. Kita lihat, seberapa diperlukan obat ini nanti.” Max menceritakan sebagian kecil, tentu saja tidak dengan jati dirinya sebagai seorang manusia serigala yang pastinya tak boleh sembarangan ia buka di hadapan manusia biasa. Jadi, hanya seputar percintaannya dengan Ivory serta kehamilan gadis itu. Dan mendengar itu, dada Seth berubah memanas. Ia tak menyangka kalau hubungan Max dan Ivory sudah sejauh itu hingga Ivory mengandung bayi dari Max. Namun, seperti
Max tak bisa melupakan perkataan Linea mengenai tanda yang ada di lehernya. Apakah itu artinya Linea-lah yang saat itu merubah wujudnya menjadi Ivory dan merayu Max untuk bercinta di dasar danau? Dan Max telah salah memberikan tanda itu pada Linea. Bukan Linea yang seharusnya mendapatkan tanda sakral itu melainkan Ivory. Apakah itu sebabnya Max tak bisa melindungi dan mengklaim Ivory sebagai miliknya? “Apa yang terjadi, Max?” tanya Mirielle setelah ia puas menghabiskan waktu untuk menyendiri. Dan kini, melihat sang kakak tampak murung dengan alis bertaut, ia tahu kalau ada yang sedang dipikirkan oleh pria itu. “Jangan terlalu menyalahkan dirimu, Max. Satu, Ivory menghilang karena aku salah memperkirakan. Aku tidak menyangka anak buah Benjamin bisa dengan mudah menemukan Ivory. Kedua, kau tidak mengenali Linea setelah ia lama menghilang. Ia masihlah serigala penyihir yang berbahaya. Dan aku berasumsi, serigala liar yang telah melukai Ivory, bisa jadi adalah Linea.” Max menegakkan t
Max tak bisa hanya diam dan membiarkan Ivory kembali pada Benjamin. Sejak semalam perasaannya tidak menentu. Ia mengajak beberapa pengawal untuk ikut bersamanya demi mencari keberadaan Ivory. Ia kini mendengarkan kata hatinya yang lain, bahwa Ivory bukan pergi meninggalkannya, melainkan memang benar diculik. Dan andai itu benar, dan terjadi sesuatu pada Ivory, maka Max tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. “Ke mana kita akan pergi, Alpha?” tanya Edward, pengawal yang saat ini fokus pada kemudian sekaligus pada pimpinannya yang tampak galau. Beberapa mobil mengiringi kendaraan yang ditumpangi oleh Max. Hanya sekadar berjaga-jaga, maka Max membawa orang-orang kepercayaannya untuk turut serta demi bisa membawa Ivory kembali. Max tahu, apa yang ia lakukan saat ini adalah keputusan sepihak yang bisa membahayakan nyawanya. Namun, ia tak punyai pilihan lain selain mengusahakan apa pun demi bisa membawa Ivory kembali dalam kondisi hidup, utuh dan lengkap. Mirielle pun tidak mengetahui
Beberapa tahun kemudian ... “Apakah kau percaya itu, Max? Kau lihatlah putra-putri kita. Mereka kini berusia delapan belas tahun dan—oh! Apakah kau dulu juga mengalami ini? Usia berapa kau berubah menjadi dewasa?” tanya Ivory saat sadar bahwa si kembar, Isaac dan Mackenzie telah berubah menjadi berusia delapan belas tahun di usia mereka yang kelima. Max tertawa mendengar komentar polos Ivory. Ia lantas meraih wanita itu dalam dekapannya dan mengecup bibirnya sekilas. “Di usia tiga tahun aku berubah menjadi delapan belas tahun dan menjalani pelatihan dari kakek Jeremiah untuk menerima jabatan darinya sebagai seorang alpha Alsenic pack. Apakah kau tidak mengalami itu?” “Apakah aku kelihatan seperti manusia ajaib seperti kalian?” tanya Ivory yang dijawab gelak tawa oleh Max. “Baiklah, artinya usia kita terpaut sangat jauh. Kau seharusnya lebih tua dibanding diriku. Benar begitu, kan?” Ivory mengangguk, kemudian menoleh lagi pada Isaac dan Mackenzie yang telah menghabiskan sarapan mere
Seth tersungkur tanpa daya di atas tanah, pandangan mata sayunya pandangi langit malam di mana bulan purnama tengah benderang menyinari dunia. Seth bisa mendengar lolongan serigala yang memuja Amethyst. Sebagai tanda syukur kemenangan mereka. Hawa panas menggelegak. Keheningan mencekam ini, Seth mati rasa, tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. ‘Dad. Katakan padaku. Kalau aku adalah seorang putra dan keturunanmu yang baik.’ Wajah sang ayah yang tersenyum manis berkelebatan di benak Seth saat mendiang menyerunya penuh kasih sayang. Seth masih ingat kenangan itu dengan jelas. Linea berlarian menerjang kubangan-kubangan api yang meratakan tanah, sembari menahan rasa sakit di perutnya yang terasa sangat mengejang, demi apa pun. Melihat Seth menghadapi kematian, membuatnya Linea terseok-seok. Dia menyambar tubuh Seth yang tidak berdaya; merenggang nyawa. “Seth, astaga. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Bagaimana dengan anak-anakku. Dia membutuhkanmu. Jangan pergi, Seth. Kau harus melihat
TAANG!!! Anak panahnya meleset ke arah lain ketika Seth mematahkannya dengan sambaran petir. Terlepas dari tepat sasaran atau tidaknya, Ronan tak peduli. “Lihat aku di sini, Rogue tolol!” ejek Ronan tersenyum miring, dia sengaja benar memancing emosi Seth yang mudah sekali tersulut. “Dasar bodoh! Siapa pun tidak ada yang dapat mengalahkan aku!” amuk Seth terus luncurkan semua serangannya secara brutal. “Kau, Omega tidak berguna! Jangan halangi aku!” DUARR!!! Ronan berlari menghindar ketika serangkaian ledakan api meletus hebat di belakangnya. Melompat dengan langkah kaki panjang, bergerak gesit, cekatan serta lincah. Bermanuver—tak sulit menghindari serangan Seth yang lambat-laun mulai melambat. “Ada apa denganmu? Mengapa kau lamban sekali? Kau bahkan tidak bisa menggoresku sedikit saja!” Ronan terpingkal geli. Sekali lagi, dia melesatkan dua pasang anak panah. “DIAM KAU! Percuma! Serangan panahmu ini tidak akan bisa melumpuhkan aku!” DUARR!!! Ronan melompat tinggi di atas ud
Markus tanpa pikir panjang kembali, menyelamatkan karibnya. Dia menerobos semua ledakan-ledakan petir yang meletus di kanan-kirinya, berlari cepat demi menyelamatkan Alegria yang kepayahan akibat pendarahan. Markus bergegas menyambar Alegria yang terkapar, melompat cepat—menghindari sambaran petir lainnya yang tiada hentinya berdatangan.“Mengapa kau kembali? Bagaimana dengan pasukanmu?” tanya Alegria lemah dan merasa bersalah. Dia diserang oleh gelombang batuk darah.“Masih tanya juga! Tentu saja menyelamatkanmu! Mustahil, meninggalkanmu mati di sana! Pasukanku yang tersisa mereka berhasil ke tempat aman. Rogue itu memang keparat! Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sihir mengerikan seperti ini!?”Markus, Alegria, Marion, William dan semua pasukan yang tersisa berhasil mencapai zona perimeter aman yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka. Menjauhi medan pertempuran yang mustahil mereka hadapi. Mereka mengubah diri ke wujud manusia.
“Menyerahlah saja kau, Seth! Tidak ada jalan keluar atau lari! Sebelum kami semua benar-benar membunuhmu!” kecam Mirielle bersungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kau sudah terkepung! Kau harus membayar seluruh kejahatanmu di hadapan Dewi Amethyst!”BZZT!“Kau pikir siapa dirimu?! Karena kau Elder pilihan yang menjembatani Dewi Bulan, kau pikir bisa berbuat segalanya?”Mirielle mencibir setengah meradang. “Tidakkah kau pikirkan semua korban yang telah kau hancurkan hidupnya? Pack yang tidak bersalah atau berdosa! Tidakkah kau memikirkan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka? Aku tak paham mengapa kau memilih jalan beracun seperti ini?!”CLASSH!BLARR!“Tidak usah sok memahamiku, Mirielle! Aku tak peduli apa pun! Selama tujuanku tercapai, dendam kematian leluhurku terbalaskan, dan semua kelompok Pack yang kalian agung-agungkan itu hancur selamanya! Justru aku senang menghancurkan kalian semua hingga tidak ada yang ter
Mirielle merintih putus asa. “Max! Jawab aku! Mom! Dad! Ronan, please! Anybody hear me?!”“Elle?! Kau di mana?! Kau baik-baik saja?! Bertahanlah, Elle! Aku bersama pasukan The Cardinal, anggota Pack dan keluarga! Sebentar lagi, sampai! Kau tidak terluka ‘kan? Kami semua cemas sebab tak mendengar kabar apa pun darimu.” Max menjawab dari mind-link. “Katakan kalau kau bersama Lyra sekarang?”Helaan napas lega terdengar dari hidung bangir Mirielle. “Aku tidak bersama Lyra, Max. Aku gagal mendapatkannya. Ini semua karena kekuatan sihirku yang belum pulih sepenuhnya! Seth dan Linea memiliki mantra dinding sihir kuat. Padahal, aku nyaris berhasil. Aku mengacau! Aku baik-baik saja! Max, ada situasi genting! Sebelum kau menyaksikannya secara langsung. Aku ingin kau dengarkan ucapanku dulu.”“Tunggu sebentar, Elle! Aku mengendus bau Ivy dekat sini?! Apa itu jeritan istriku?! SEDANG APA DIA? MENGAPA IVY BISA BERSAMA DENGAN SETH?!!”Sensasi berdenyut
“Sekarang apa maumu?” tanya Linea mengeraskan nada suaranya. Dia menjerit penuh amarah. “Aku telah mengikuti semua perintahmu! Kau bilang ingin dapatkan darah Ivy demi memperkuat kekuatan kita?! Mengapa sekarang kau malah menawannya?! Kau bilang membangun Mansion khusus untuk wanita ini?! Apa kau sudah gila?! Kau mengingkari janjimu, Seth!”Seth tertawa bengis. Tetap mencengkeram tubuh Ivory dalam belitan tangannya. Mereka perlahan-lahan berjalan mundur. “Kau kira siapa dirimu, Linea?! Mengatur atau mengendalikan diriku?! Sudah kubilang berkali-kali jangan konyol! Kita melakukan segalanya sesuai kesepakatan, ingat?! Inilah tujuanku! Mendapatkan Ivy kembali.”Ivory mendesis jijik ketika Seth menjilati ceruk lehernya. Rasanya dia ingin sekali menghajar Seth sekarang juga, tetapi apa dayanya. Kekuatan Seth terlalu kuat untuk dilawan. Semakin Ivory memberontak—semakin Seth mencekiknya. Linea menggeleng. Mulai banjir air mata, mengentakkan kaki menahan b
“Oh! Akhirnya, Benjamin mampu memenuhi kesepakatannya! Senang sekali, kau mengerti maksudku. Maaf, kuharap Watcher yang aku utus, tidak memperlakukanmu dengan buruk, ya? Mendengar kau datang bersama Ivory.” Suara Seth menggema di sela-sela tawa maniaknya. “Woah, ini pencapaian terbesarku, bukan? Aku meminta Benjamin menukar darah Ivory tapi dia malah membawanya kemari. Well done, Ben. Aku tahu kau memang tak akan mengecewakan aku.”Benjamin mendesis sinis. “Cukup basa-basinya, keparat! Aku telah memberikan apa yang kau mau. Lantas, di mana Lyra sekarang?! Berikan kepadaku sekarang juga!”Ivory meraung marah. “Lyra milikku! Seth, jangan berani kau melukai satu helai rambut pun putriku. Bila kau menyakitinya aku bersumpah akan membunuhmu!”Seth terbahak geli. Matanya meneliti Ivory penuh obsesi. “Oh, ayolah. Lyra aman di tangan kami. Jadi, jangan cemas. Selama kalian menuruti semua perintahku, nyawanya terjaga, sayang.”Ivory membuang pandangannya, tidak sudi mendengar kata-kata Seth se
“Ini kesempatanku,” ucap Ivory setengah berbisik. “Tidak ada waktu lagi. Aku harus menemui Benjamin segera.”Ivory menimang bayinya sampai mereka tertidur. Menggendong, membaringkan Mackenzie dan Isaac di dalam ranjang bayi mereka. Helaan napas Ivory terdengar penuh beban berat. Dia telah mempertimbangkannya, memikirkan ucapan Benjamin sebelumnya dengan keputusan panjang. Hingga membawa Ivory pada jalan akhir, menyetujui kesepakatannya bersama Benjamin. Ivory tahu keputusannya ini memang gila. Memicu kemarahan terbesar Max, namun apa dayanya. Ivory tidak punya pilihan lain demi menyelamatkan nyawa Lyra, keluarga kecilnya dan menyudahi peperangan melelahkan ini. “Maafkan aku, nak. Aku hanya lelah dengan semua pertumpahan darah, pertempuran, dan pertikaian tiada berujung ini. Mungkin melalui pengorbananku, perang ini bisa dihentikan. Yang Seth inginkan hanya aku, bukan Lyra. Jika menyerahkan diri bisa menyelamatkan semuanya. Maka keputusanku ini sepadan.” Gumam Ivory mengusap puncak k