Nick mengikuti Adriana masuk ke dalam apartemennya. Ia sedikit kikuk karena baru pertama kali datang ke apartemen seorang wanita hanya dalam waktu singkat setelah pertemuan mereka.
"Duduklah, buatlah dirimu nyaman." Adriana menuju dapur terbukanya dan meraih dua buah minuman dingin dari kulkas miliknya.
Apartemen Adriana yang bernuansa modern dan minimalis terkesan begitu bersih dan sangat rapi. Seperti pemiliknya yang tampak sempurna, tempat tinggalnya juga terlihat begitu nyaman.
Nick tampak sedikit gugup saat Adriana meletakkan kedua botol minuman dingin di atas meja di hadapannya. "Silakan," ucap Adriana padanya.
Nick kemudian meraih minuman tersebut. Dan karena kegugupannya yang memuncak, ia meneguknya sampai habis.
"Kau begitu haus?" tanya Adriana yang sedikit heran dengan tingkah Nick.
Setelah Nick menghabiskan minumannya, ia meletakkan botol kosong di atas meja dan mulai menatap Adriana dengan serius.
"Ada apa? Ada yang
Pagi itu, dengan tergesa-gesa Sherly bergegas menuju ruang perawatan intensif setelah ia menerima kabar bahwa Dean telah sadar. Ia begitu bahagia dan ingin segera menemui Dean. Sherly diikuti oleh Alfred yang berlari kecil dan menghambur masuk ke dalam kamar Dean begitu ia tiba di sana. Pemandangan Dean yang tengah bersandar pada ranjangnya membuat Sherly begitu terharu karena bahagia. "Ya, Tuhan. Kau telah sadar Dean," Sherly mendekati Dean dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa begitu lega melihat wajah Dean. "Bisakah kau jalan dengan perlahan saja, Sayang, jangan berlari," Dean menyambut Sherly dengan senyum yang masih terlihat lemah. Ia tadi telah melihat Sherly yang berlari dengan tergesa dari balik jendela kaca penguhung ruangannya. Sherly tersenyum penuh haru dengan isak kecil yang masih menyertainya. Ia mendekati Dean dan mencium keningnya. "Oh, ya Tuhan ... terima kasih, karena kau telah sadar." Tak kuasa menahan tangisnya, Sherly meraih jemari
Dean akhirnya kembali ke rumah beberapa hari kemudian setelah dirinya dinyatakan baik-baik saja. Pemeriksaan dan segala macam tes juga menunjukkan hasil yang bagus. "Jangan banyak bergerak, biar aku saja yang mengurusmu, Sayang," ucap Sherly. Ia menopang lengan Dean yang hendak duduk untuk bersandar pada kepala ranjang. "Panggil aku atau siapa pun jika kau ingin melakukan sesuatu, oke? Aku tak ingin lukamu yang belum membaik akan kembali terbuka." "Aku tak apa, aku hanya sedikit bosan berada di atas tempat tidur terus, Sayang," balasnya. "Walau aku berada di sampingmu sekali pun? Apa kau masih akan tetap bosan?" goda Sherly sambil tersenyum. "Well, itu hal lain lagi. Kau yang paling tahu, bukan? Betapa aku ingin cepat pulih agar dapat segera memelukmu dan memberimu kehangatan, Sayang?" Sherly tergelak dan berkata, "Oh, ya ampun. Kau tahu benar, kita harus sama-sama saling menahan diri untuk saat ini bukan? Kondisimu dan diriku yang men
Malam itu, di dalam kamar luas yang nyaman, Sherly dan Dean saling memagut dan berciuman dengan mesra di bawah lampu temaram yang menyinari kamar mereka. Dean duduk bersandar pada kepala ranjang dengan Sherly yang ada di sampingnya dan sedang mengenakan lingerie seksi miliknya. Ciuman mereka yang memanas semakin membangkitkan gairah Dean. Terlebih saat Sherly melekatkan tubuh berlekuknya dengan cara yang menggoda. "Oh, Sayang ... betapa aku sangat menginginkanmu," gumamnya. Dean meraih pinggang Sherly yang setengah berlutut di sampingnya dengan tangan kokohnya. Ia beralih pada leher Sherly setelah mengakhiri ciuman panas mereka. Selama hampir seminggu setelah kepulangannya dari rumah sakit, akhirnya malam ini ia baru bisa merasakan lagi kehangatan tubuh mungil milik istrinya itu. Walau gerakannya masih terbatas karena luka pasca operasinya belum sepenuhnya pulih, tapi Dean seolah tak mampu lagi membendung hasratnya pada Sherly. Dean menghirup
"Begitulah laporan terakhir yang aku terima dari informan kita, Chief." Max menyampaikan laporannya pada Adriana yang tampak sedang berpikir dengan wajah seriusnya. Pagi ini Adriana meeting bersama anggota timnya untuk memulai pekerjaan dengan pertemuan rutin harian seperti biasanya. Ia akan mengevaluasi setiap laporan penyelidikan yang dikerjakan anak buahnya pada misi yang mereka tangani sebelumnya. "Bagaimana, Chief?" Karena tak juga mendapat respon seperti yang diinginkan, Max kembali bertanya pada Adriana. Para anggota tim saling bertatapan saat memperhatikan Chief mereka tak kunjung merespon. Adriana bahkan terlihat begitu jelas sedang menatap sudut berkas-berkas laporan yang sedang dipegangnya dengan tatapan yang menerawang. "Chief ...!" panggilan Max yang sedikit keras akhirnya membuyarkan lamunannya juga. Adriana yang sedikit tersentak, kemudian menghembuskan napasnya perlahan. "Aku akan mengevaluasi laporan kalian. Cukup sekian perte
Adriana keluar dari lift dan melenggang dengan percaya diri seperti biasanya. Tubuh ramping dan indahnya menarik banyak pasang mata pria yang lewat untuk sekadar memperhatikannya. Ia begitu bersinar dengan aura kuat seorang wanita dewasa. Walau ia mengenakan blazer dan setelan formal, semua tampak begitu mempesona di tubuhnya. Bahkan, setelan yang biasanya tampak membosankan itu, malah berefek sebaliknya. Ia tampak elegan dengan aura keseksiannya yang begitu memancar. Adriana melepas kacamata hitamnya saat ia sampai di ruangan kaca, persis di depan pintu masuk kantor Nick. Ia mengangkat sebelah alisnya saat menangkap sosok pria itu tengah mengobrol sembari tertawa ceria dikelilingi oleh beberapa pegawai wanita yang juga sedang tersenyum lebar padanya. "Ck, kau sedang bersenang-senang rupanya," gumamnya perlahan sambil melenggang masuk dengan santai. Kedatangan Adriana yang tampak mencolok itu tak ayal menarik perhatian Nick dan para pegawai wanitanya.
Adriana dan Nick sedang menunggu detik-detik pintu lift apartemen terbuka dengan tak sabar saat mereka hendak menuju ke kediaman Nick. Mereka berdiri berjajar di belakang beberapa orang yang akan menggunakan lift yang sama juga. Mereka berdua saling bergandengan tangan dengan erat. Diam-diam mereka saling bergiliran meremas dan menekan jari masing-masing yang saling bertaut dengan lembut. Seperti layaknya remaja yang sedang kasmaran, mereka saling melirik dan melempar senyum setelah mencuri-curi pandang di dalam lift yang hampir penuh. Sesampainya mereka ke dalam apartemen Nick, seperti yang memang mereka inginkan, mereka segera saling memagut dengan panas dan melampiaskan hasrat yang belum tersalurkan dengan tidak sabaran. "Apa ... hh ... kau sudah berubah pikiran?" Adriana bertanya dan mendesah di sela-sela cumbuan Nick. "Menurutmu, Sayang?" Kali ini Nick menjelajahi leher Adriana dengan liar. Ia membimbing Adriana untuk menuju ke dalam kama
"Syukurlah hasil pemeriksaanmu berangsur membaik, Dean," ucap Sherly sembari menuangkan teh hangat ke dalam cangkir teh miliknya. Dean dan Sherly saat ini sedang berada di halaman belakang dan sedang menikmati waktu luang sore hari mereka. Mereka duduk berjajar dalam satu kursi taman yang panjang di bawah pohon rindang sejuk dan pemandangan berbagai macam bunga, serta tanaman sebagai teman mereka. "Ya, Sayang, aku sudah semakin pulih," ucapnya bersemangat. Dean kemudian menatap Sherly sejenak dengan sedikit heran. "Bukankah, sepertinya hari ini kau sudah terlalu banyak memakan keju?" tanyanya. "Ya, kau benar," jawab Sherly sambil mengangguk mengiyakan. "Oh, ya ampun, Sayang." Dean sedikit tersenyum saat melihat Sherly menyantap lagi untuk kesekian kalinya biskuit asin kering dengan lembaran kecil keju di dalamnya. "Oh, ini sangat enak Dean, aku bahkan tidak bisa berhenti untuk terus mengunyahnya. Camilan ini juga dapat mengurangi rasa mualku."
Sudah dua minggu yang lalu sejak Adriana dan Nick mengundang Dean dan Sherly ke acara pernikahan mereka. Sekarang, di sinilah mereka berada. Di tempat resepsi pernikahan dua sejoli instant tersebut berlangsung. "Ck, tak kusangka mereka mendahului kita," Dean bergumam seolah kesal. Sherly bersandar pada bahu Dean dan mengusap-usapnya perlahan. "Sudahlah, akan tiba giliran untuk kita nanti. Bersabarlah setelah semua keadaan membaik." "Ya, Sayang. Sebenarnya, aku tidak benar-benar merasa iri, karena kita sudah memiliki sesuatu yang lebih berharga dan besar jika dibandingkan dengan sekadar resepsi pernikahan, bukan?" ucap Dean lagi. Dean mengelus-elus dengan mesra perut membuncit Sherly yang ada di sampingnya. Tatapan Dean meneduh dan senyumnya mengembang setiap kali ia mengusap perut istri yang dicintainya, yang sedang mengandung buah hati mereka itu. Setiap hari Dean merasa takjub dengan perubahan perut Sherly yang semakin membuncit seiring dengan pertu