Secara refleks mata ku tertuju pada akuarium yang ada di depan ku saat ini. Bagai gerakan spontan aku perlahan mendekat pada akuarium itu sembari menatap pantulan wajah ku di dalamnya.
mata biru dengan darah dari keluarga Ophelium.
Fakta yang tidak dapat kubantah sama sekali. Apa yang dimaksud dalam kutukan itu memang tubuh ini? Tapi seharusnya bukan aku yang dimaksudkan dalam kutukan itu. Aku bukan berasal dari dunia ini, kutukan itu juga tidak secara spesifik menyebutkan hal lain yang berkenaan. Jika kutukan itu ditafsirkan secara sempit maka nyawa ku berada dalam bahaya!
Tempat ini seperti peradaban jaman dulu, sehingga hal mistis pasti akan sangat dipercaya, terlebih yang membuat kutukan adalah seorang pendeta agung yang dilipur kesedihan mendalam setelah ditipu oleh raja terdahulu. Bahkan hingga saat terakhirnya ia masi diselimuti oleh kemarahan dan dendam.
Ak
Malam ku dipenuhi dengan berbagai tanda tanya dan kecemasan. Aku cemas dengan keamanan ku disini. Jika aku mati disini aku juga tidak tau selanjutnya aku akan kembali berenkarnasi atau malah hidup menjadi Kim Taevin lagi. Sepanjang malam aku terjaga karena sibuk dalam pikiran ku sendiri. Esoknya aku dijemput oleh kepala pelayan untuk makan bersama keluarga ku di rumah utama. Kepala pelayan juga berpesan mereka akan mulai memindahkan barang-barang ku ke kamar ku semula di rumah utama. Mau tidak mau aku menurut pada kepala pelayan, aku juga tidak mau berbicara lama dengannya karena kepala ku terasa sakit efek terjaga semalaman. Ketika sampai di ruang makan, seperti biasa aku akan disambut dengan sejuta pertanyaan dari ibu, terlebih mata ku yang terlihat bengkak ini pasti memberikannya celah untuk mengajukan banyak pertanyaan. Dulu aku merasa sedikit senang dengan sikap ibu yang terlihat mirip dengan tante Nam, yang selalu khawatir
Setelah Nyonya Serevia pergi dari kediaman Ophelium, ibu kembali mencoba mendekati ku. Dia bertanya apa Nyonya Serevia mengatakan sesuatu dan apakah Nyonya Serevia menyiksa ku seperti saat aku masi kecil. Aku lalu menjawab bahwa kami hanya belajar biasa saja. Aku juga balik bertanya apa Nyonya Serevia pernah menyiksa ku saat aku kecil pada ibu. Ibu lalu menundukkan kepalanya. Dia bercerita saat kecil aku sangat takut pada Nyonya Serevia yang selalu menyudutkan ku. Ibu juga bilang Nyonya Serevia sering mengejek mata biru ku. Ibu bercerita dengan muka yang sangat meyakinkan, tapi aku tidak bisa percaya padanya. Fakta bahwa aku bukan anaknya yang ditutupinya hingga saat ini membuat ku muak. Dia lalu bercerita ia sengaja meminta Nyonya Serevia untuk tidak mengajar ku lagi ketika aku berumur tujuh tahun karena memergoki ku tengah menangis akibat dimarahi oleh Nyonya Serevia. Aku menangis saya umur tujuh tahun?
Keseharian ku disni mulai berubah sajak saat itu. Aku lebih berfokus untuk mencari tau kebenaran-kebenaran. Aku juga sering bermimpi tentang masa kecil ku disini, dari mimpi itu tidak banyak hal yang menarik perhatian ku. Salah satu hal menarik hanya ketika aku, ibu ku dan ayah ku beserta Nyonya Sereviera dan suaminya sedang meminum teh bersama dikediaman Frattan. Wajah kami terlihat sangat bahagia saat itu. Selain itu pendidikan untuk calon penerus yang seharusnya sudah lama aku terima namun ditangguhkan karena permintaan ibu akhirnya dipercepat atas keputusan tuan Duke. Diwaktu senggang aku akan pergi ke ruang baca untuk mencaritau sejarah keluarga ku dan juga kerajaan secara lebih mendetail. Tapi aku tidak menemukan banyak hal yang bisa menjawab kecurigaan ku. Aku mulai berfikir untuk mencari tau tentang kuil suci Charlemagnel serta kutukan dari pendeta Charlemagnel XI, ntah bagaimana aku merasa alasan ku ada ditempat ini ada hubungannya den
Perkataan tabib tadi jelas mengusik pikiran ku. Budak, budak katanya! di kerajaan ini ada budak dan sistem perbudakan? padahal aku jelas membaca peraturan kerajaan yang menentang perbudakan! kenapa Sammy dan Emily dikatakan anak budak? apa mereka berasal dari kerajaan lain sehingga dicap budak disini? aku tau orang yang hidup disini bersikap terlalu berlebihan dengan sistem kasta mereka, tapi aku heran kenapa kasta budak bisa ada? Sibuk bermonolog dalam pikiran ku, aku tidak sadar kalau kami sudah sampai di rumah mereka. Dari pada menyebutnya rumah, menurut ku tempat ini lebih terlihat seperti sepetak kamar! Aku syok melihat tempat yang mereka bilang rumah sekecil ini. Ukuran rumah mereka sepertinya seukuran dengan kamar pelayan dengan pangkat terendah. Tidak hanya itu, ventilasinya juga tidak ada. Satu-satunya tempat keluar masuk udara hanya pintu masuk dan sebuah jendela kecil. Sebelum kami masuk ke dalam rumah mereka, ada seora
Dalam perjalanan menuju kediaman Nyonya Serevia, aku terus merasa gugup dan tidak tenang. Apakah itu benar? apakah raja memnag tau kalau rakyatnya terancam dijual menjadi budak ke kerajaan lain tapi tidak melakukan apa pun? Di gerbang kediaman Nyonya Serevia kereta kuda ku ditahan karena kami datang tiba-tiba tanpa membuat janji. Bagaimana pun Nyonya Serevia adalah mantan seorang duchess, tentu saja penjagaan di kediamannya ketat, bagaimana aku bisa lupa? Aku lalu meminta penjaga tersebut untuk bertanya pada Nyonya Serevia apakah Huxley Ophelium dapat bertemu dengannya. Penjaga itu melotot mendengar nama ku. Ia lalu melihat ku dengan tatapan curiga. Seorang pemuda dengan pakaian rakyat biasa ditambah kereta kuda sederhana tanpa pengawal mengaku sebagai putra seorang duke, jelas saja pengawal itu sulit percaya. Aku lalu menunjukkan lambang keluarga Duke Ophelium yang sengaja ku bawa. Di tempat ini Lambang keluarga berfungsi layaknya tanda pengenal. Se
Malam itu aku merasa resah dan tidak bisa tidur. Kenapa tadi aku memprovokasi tuan duke seperti itu? Ah sial bagaimana kalau dia berencana membunuh ku? ayah dan ibu ku saja yang sangat berkuasa pada saat itu bisa berakhir di tangan nya! sedangkan aku hanya anak yang tidak punya apa pun tapi dengan berani menyulut api tepat di mukanya. Ah kepala ku benar-benar terasa akan meledak! Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar keluar sembari mencari udara segar. Walau aku berencana berjalan menuju taman, kaki ku tetap saja melangkah ke danau yang dulu hampir merenggut nyawa ku. Dari kejauhan aku dapat melihat seseorang yang tengah menatap pantulan bulan di danau itu. Itu adalah tuan duke! Saat ini aku tidak dalam keadaan baik untuk memulai pembicaraan dengannya. Aku harus lari dari tempat ini. Perlahan-lahan aku berjalan menjauh dari danau itu. Tapi sialnya kaki ku tidak sengaja menginjak ranting dan menghasilkan bunti kecil, tapi ti
Aku bimbang apakah ibu memang bisa ku percayai saat ini atau tidak, tapi aku juga hanya akan menemui kebuntuuan jika mencari informasi hanya dari buku saja. Bisa saja isi buku ini sudah tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Aku lalu memersilahkan ibu masuk karena tak tega juga membayangkannya berdiri di depan pintu, bisa-bisa pelayan yang melihatnya akan mengatai ibu. Tampa hal seperti itu pun, aku kerap mendengar mereka mengejek ibu dari belakang. Ibu masuk ke kamar ku dan menuju ke kursi samping beranda kamar, tempat ku duduk sambil membaca sejak tadi. Ibu memperhatikan keadaan ku dengan muka yang sedikit gusar sambil membawa bubur. Ibu lalu meminta ku untuk segera memakan bubur buatannya itu, bubur paling enak dimakan saaat masi panas katanya. Aku hanya bisa menurut saja dan mulai memakan bubur itu, ibu bertanya pada ku apa ada hal yang mengganggu ku belakangan ini hingga aku terlihat seperti menghindarinya belakangan ini. Aku baru sadar belakanga
Setelah selesai sarapan dan ibu keluar dari kamar ku, aku segera menuju ruang kerja tuan duke. Walau heran dengan kedatangan mendadak ku, tuan duke segera mempersilahkan aku duduk dan meminta semua pelayannya untuk keluar. Tujuan ku menemuinya adalah untuk segera mengembalikan posisi seorang "duke" yang tengah di tempatinya itu kembali ke pemilik sebenarnya. Tapi jika diminta dengan baik aku ragu ia akan segera menyerahkan posisi itu, jadi aku berencana akan mengancamnya."tampaknya anda tidak memberitahukan tentang semua pekerjaan kotor anda pada istri anda tuan duke", kata ku membuka pembicaraan. Tuan duke memandang ku dengan tatapan tak suka."itu karena saya adalah seorang yang profesional yang bisa membedakan antara pekerjaan dan urusan pribadi", jawab tuan duke dengan suara yang tenang seolah tidak peduli dengan sindiran ku tadi."Lalu apa yang anda katakan pada istri dan anak anda ketika mereka bertanya bagaimana bisa anda yang dipilih oleh r
Sebulan telah berlalu sejak aku pertama kali bangun di sini, kami secara teratur melakukan kontak lewat surat dengan Alejandro. Yang mengganggu ku adalah fakta bahwa putra mahkota hingga saat ini belum naik tahta, ia membiarkan kursi raja kosong hingga hampir dua bulan. Menurut Alejandro para petinggi kerajaan yang cemas akan kekosongan itu terus menerus mendesak putra mahkota agar dengan segera ia memegang gelar raja. Putra mahkota menolak gagasan itu dengan alasan akan membiarkan kursi raja untuk kosong selama seratus hari sebagai bentuk berkabung untuk ayahnya. Walau pun ayahnya adalah "penghianat" tapi jasa nya selama ini tak bisa diabaikan. Alasan putra mahkota bagaikan obat penenang sementara. Sedangkan pihak ratu belakangan ini terlihat tak memiliki pergerakan. Saudara ratu, paman dari putra mahkota yang baru diangkat menjadi kepala pasukan keamanan istana yang baru mengeluarkan kebijakan untuk menambah senjata prajurit. Ta
Aku lalu melihat bagaimana cara putra mahkota dibesarkan, anak sekecil itu terlihat begitu tragis dengan tekanan dan beban yang harus dipikulnya. Setiap hari ia menghabiskan waktunya dengan belajar dan berlatih taktik perang. Ia jarang bertemu dengan orang lain selain pelatih dan gurunya. Ibunya, sang ratu sesekali menemuinya untuk melampiaskan amarahnya, setiap kali pangeran kedua mendapat pujian maka putra mahkota kecil akan mendapat tamparan dari ibunya. putra mahkota kecil juga dipaksa untuk berlatih pedang dengan pamannya, saudara laki-laki ibunya. Perbedaan usia dan pengalaman antara mereka tentunya jelas terasa dan disaat putra mahkota kecil terjatuh, pamannya lalu memukulnya habis-habisan. Tak sampai di situ, ratu datang untuk menamparnya karena menganggap dirinya tak berguna. Saat ulang tahun ke delapannya, raja menyelenggaran pesta ulang tahun putra mahkota. Bahkan di pesta ulang tahunnya sekali pun ,
"apa maksud anda, Alejandro berusaha agar saya tidak menjadi target putra mahkota?", tanya ku lagi pada Tuan Ignatius. Tuan Ignatius tak menjawa, tapi ia menganggukkan kepalanya. Alejandro, sejak awal aku merasa curiga tentang segala tindakannya dan ternyata kecurigaan ku benar. TApi ternyata ia memiliki rasa kemanusiaan tak seperti putra mahkota. Demi menyelamatkan ku, ia bahkan sampai membunuh ayah kandungnya sendiri. AKu jadi merasa sangat bersalah padanya, seharusnya dia memberitahu ku sebelumnya, kenapa ia harus menanggung semua beban ini sendirian?.."Tolong beritahu ibu dan Arrahad kalau besok saat festival dimulai, kita akan melarikan diri ke kerajaan Xavier", ujar ku."Kita tak boleh melakukan itu kak, putra mahkota tak akan tinggal diam", teriak Alejandro."Kita tak punya pilihan lain, bahkan raja rela mengorbankan dirinya sendiri", elak ku."Bagaimana kalau di perjalanan kita tak bisa selamat? a
Prak tring brakhiks sadarlahbuka mata mu! Suara barang-barang yang bergesekan yang bercampur dengan isak tangis itu mengusik ku, belum lahi rasa nyeri di lengan ku. Seperti seseorang tengah menyiram luka ku dengan sesuatu. Apa yang kau lakukan? jangan sentuh luka ku! kau membuat ku kesakitan! aku terus berteriak di dalam hati ku. Ntah apa yang salah dengan tenggorokan ku, aku tak bisa mengeluarkan suara.... Aku membuka ke dua mata ku di suatu tempat yang aneh, tempat itu memantulkan cahaya biru. Tempat ini terasa tidak asing, apakah aku telah bangun di tubuh orang lain lagi? aku harap kali ini pemilik tubuh ini tidak bernasib malamg seperti dua tubuh sebelumnya.Bukalah mata mu wahai anak ku Tiba-tiba aku mendengar suara, aku melihat ke sekeliling ku untuk mencari sumber suaranya. Namun aku tak bisa melihat siapa pun di temp
Keadaan paman dan tuan duke yang begitu mengenaskan itu membuat ku murka pada putra mahkota. Apa yang telah dilakukannya pada ayahnya sendiri? "Putra mahkota, bukan kah anda sebaiknya memperlakukan se0orang raja dari kerajaan ini lebih baik lagi?!", aku berteriak pada putra mahkota. "apa kakak tidak tau apa saja yang sudah dilakukan oleh pria tua ini?", putra mahkota bertanya balik pada ku. "Apa pun itu, tidak tidak sebanding dengan perbuatan mu sendiri", sindir ku. "Lepas kan penutup mata dan mulutnya", putra mahkota memerintahkan seorang anggota pasukan khususnya. Setelah penutup itu dilepas, aku dapat melihat sorot kecewa di mata paman, apa yang membuat mu begitu kecewa? apakah karena aku yang gagal melarikan diri atau karena putra mahkota melakukan ini semua tanpa keraguan sedikit pun? "paman maafkan aku", ujar ku spontan "kenapa kakak yang minta maaf? orang inilah yang seharusnya meminta maaf atas
Tuan muda!Tuan muda sadarlah!Tuan saya mohon bukalah mata anda! Suara itu terus tergiang di kepala ku, suara siapa itu? tempat ini begitu gelap. Aku tidak bisa melihat apa pun, sejauh mata ku memandang aku hanya bisa melihat kegelapan yang tak berujung. Suara itu terasa semakin dekat."Hah", aku berteriak. Aku memperhatikan sekitar ku, tubuh ku dipenuhi dengan peluh keringat. Jantung ku berdebar tak karuan seperti habis berlari jauh, apa tadi itu hanya mimpi? Gilliard memandangi ku dengan tatapan aneh."Apa anda bermimpi buruk? dari tadi anda terus berteriak. Tapi tak peduli bagaimana saya memanggil anda, anda tak kunjung bangun", keluh Gilliard. Itu berarti aku benar-benar bermimpi, tapi kalau diingat-ingat sepertinya itu bukan lah mimpi biasa. Itu adalah ingatan seseorang, seperti ingatan ketika aku melihat ayah dan ibu ku dibunuh dulu. Tapi siapa pemilik ingatan
Esoknya, sesuai dengan rencana seluruh utusan dan tamu undangan beserta para peserta festival berburu berkumpul di halaman belakang istana. Di sana dilakukan semacam perpisahan untuk para peserta berburu yang akan bertolak ke hutan. Setiap peserta diijinkan membentuk sebuah tim yang berisikan satu orang peserta dan dua orang pengawal. Hal ini dilakukan untuk berjaga-jaga dari hal berbahaya mengingat kalau peserta berburu ini berasal dari kalangan bangsawan menengah dan atas. Kemanan mereka selama festival berlangsung harus dapat dipastikan. Ini pertama kalinya dalam sepuluh tahun paman ikut serta dalam festival berburu, paman dikawal oleh Tuan Duke Ophelium dan ketua pasukan kesatria kerajaan. Sedangkan aku di kawal oleh Gilliard dan Tuan Ignatius yang nantinya akan menunjukkan arah pelarian. Sebelum berangkat ke hutan, aku menemui ibu yang tengah berada di antara kerumunan nyonya bangsawan lainnya. AKu mencium
Esoknya, dengan di dampingi oleh ku dan tuan duke, paman selaku raja kerajaan ini menyambut para tamu kehormatan yang di utus dari negara tetangga. Aku mengenali beberapa wajah di antara mereka. Wajah orang-orang yang membantu putra mahkota untuk mengembangkan usahanya hingga kini. Kami menyambut mereka dengan hangat walau tau kalau mereka akan balik menyerang kami besok. Sesuai jadwal setelah semua utusan tiba di istana, kami akan melakukan acara minum teh bersama. Total orang yang hadir di acara itu adalah lima belas orang. Putra mahkota tak ikut di dalamnya, karena berdasarkan tradisi kerajaan, putra mahkota bertugas menemani para tamu yang tiba ke istana sehari sebelumnya. Walau pemimpin mereka tak ada di sini, tampaknya mereka dengan berani akan mencoba memojokkan paman."Yang mulia saya senang melihat anda sehat di usia anda sekarang. Saya harap anda akan berumur panjang", puji salah satu utusan yang merupakan penduku
Ada begitu banyak hal terjadi di luar ekspektasi ku, putra mahkota yang ternyata adalah sumbermasalah di tempat ini, paman yang memutuskan untuk berperang dengan anaknya sendiri hingga Arrahad, adik ku sendiri yang memutuskan untuk tak berkomunikasi dengan ku lagi. Semua bermula karena aku hendak memberikan "wasiat" padanya, tapi sepertinya adik ku itu belum siap untuk menerima semua kenyataan yang selama ini terpendam. Bagaimana pun aku berusaha untuk mendekatinya, ia terus menjauh. Waktu terus berjalan seakan tak peduli dengan kesiapan ku, hingga kini tinggal lima hari sebelum festival berburu diadakan dan tiga hari hingga pembukaan festival berlangsung. Aku tak bisa memastikan keselamatan ku di sana tapi Arrahad tetap menolak untuk berbicara dengan ku. Aku pun tak punya kekuatan untuk menghentikan paman atau pun putra mahkota. Tak ada yang bisa memprediksi apa yang akan dihasilkan dari festival itu, namun sa