Di meja makan, sudah berkumpul semua penghuni mansion tapi tidak ada Eren, Zavier dan Leon. Kiana terlihat lelah. Ia mengedipkan matanya, memberikan kode pada Renza.
“Kiana, apa semalam kau tidak tidur?” tanya Delice.
“Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Kiana tersedak mendengar pertanyaan Delice.
“Ini, minum dulu.” Ken memberikan segelas air putih.
“Terima kasih, Daddy!” ucap Kiana.
Naura melirik Delice. Aura wajahnya yang sedang cemburu pada Ken terlihat jelas. Kiana lebih dekat dengan Ken dibandingkan Ayahnya, Delice.
“Kiana, Ayahmu sedang bertanya padamu,” kata Naura.
“Ah, iya... Ayah, semalam aku belajar. Aku tertinggal pelajaran lumayan jauh,” ujar Kiana, berbohong.
“Cih! Membual!” gumam Renza.
Delice tidak menjawab ucapan Kiana. Kiana sudah mendelik, mengancam Renza. “Ayahmu marah,” bisik Ken.
“Iya, aku tahu!” jawab Kiana.
Kiana tidak menghabiskan makanan yang sudah ia ambil. Kiana memasukkan bekal ke dalam tas. Ia menenteng tasnya dan mengecup pipi Naura. “Ibu, aku berangkat dulu,” kata Kiana.
“Iya, sayang!”
Kiana menghampiri Delice yang tidak menghiraukannya. Kecupan lembut dipipi, Kiana berikan untuk meluluhkan Delice yang sedang merajuk.
“Ayah, aku mencintaimu!” bisik Kiana.
Delice tidak bisa mendengar kata-kata manis dari Kiana, putri satu-satunya yang mewarisi segalanya dari dirinya.
“Kiana!” panggil Delice.
“Iya, Ayah!” jawab Kiana sembari menghentikan langkahnya.
“Kau tidak membawa mobil?” tanya Delice.
“Aku lebih suka naik kendaraan umum,” jawab Kiana. “Daaa!”
Renza juga menyusul Kiana. “Aku juga berangkat,” kata Renza. “Jangan khawatir, Ayah. Aku naik motor,” imbuhnya.
“Apa aku bertanya? Aku bahkan tidak peduli,” kata Delice sembari mengangkat kedua bahunya.
“Ayah, awas saja kalau Ayah mau meminjam uangku karena Ibu tidak memberikanmu uang,” ancam Renza.
“Pft...” Ken dan Naura menahan tawanya.
“Apa menyenangkan menertawakanku?” tanya Delice.
“Ah, iya. Loid, Sam dan Grace menunggu kita di dalam ruang keluardga,” kata Ken.
“Pasti ada hal penting. Ayo kita ke sana.”
***
Pagi itu udara masih berembun. Eren, Leon dan Zavier berjalan kaki menikmati udara yang masih segar. Semua itu rencana Eren karena mereka harus mulai menjelajah dari tempat sekitar.
Pletak!
“Akh!” pekik Eren.
Sebuah batu dilempar mengenai kepala Eren. Orang yang paling khawatir dan juga marah karena Eren terluka adalah Zavier.
“Hai!”
Leon geram. Tindakan yang tiba-tiba seperti itu hanya dilakukan oleh seseorang yang pengecut. Bisa-bisanya setelah melukai orang yang tidak dikenal, orang asing itu tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya.
“Siapa kau?” tanya Leon.
“Apa itu penting?” balasnya.
Zavier mencegah Leon yang hampir saja terpancing olehnya. “Kita masih memakai seragam. Jangan menunjukkan kelebihan apapun,” kata Zavier.
“Hah!” Leon menghela nafasnya. “Aku ubah pertanyaanku. Apa yang kau inginkan?” tanya Leon.
“Tuan muda Leon!” Leon langsung mendelik.
“Jangan bertele-tele!” teriak Eren. Padahal kepalanya berdarah hingga mengotori rambut dan seragamnya.
“Kami dari dua Crew. Selagi kami bicara baik-baik, serahkan daerah barat pada kami!”
Orang yang ada di depan mereka tidak bicara. Lalu suara itu datang dari mana? Eren mendongak. Ada tiga orang yang duduk santai di atas pohon.
“Kenapa ada banyak monyet di sini?” celetuk Eren.
“Heuh!” Zavier tersenyum. “Bisakah kau jangan buat candaan dalam situasi seperti ini, Eren?” kata Zavier.
Leon maju. Ia membiarkan Eren dan Zavier berada dibelakangnya. Leon tidak suka banyak bicara, apalagi hal-hal serius yang digunakan sebagai candaan.
“Kalian menginginkan daerah kekuasaan?” tanya Leon.
“Benar. Bagaimana?”
“Mudah saja syaratnya. Kalian sebutkan, siapa diri kalian?”
“Dua Crew HG!”
“Baik. Ambillah!” kata Leon dengan mudahnya.
“Kak!” pekik Eren.
“Jangan khawatir,” pinta Leon.
“Semudah itu kau membiarkan daerah barat untuk kami?”
“Ambillah kalau kau mampu!”
“Apa maskudmu?” Tanya perwakilan dari dua Crew HG.
Leon merangkul Eren dan Zavier berjalan menjauh meninggalkan dua Crew HG. “Ah, iya!” Leon menoleh. “Sampai bertemu lagi di daerah barat,” imbuhnya.
“Kau mengundangku untuk bertamu?” tanya Renal.
“Hahahaha...” Leon tertawa. “Terlalu terhormat untuk membuatmu menjadi tamuku karena kau lebih pantas bekerja sebagai penjilat sepatuku!” pungkasnya.
“Sialan!”
“Aku bukan pengangguran seperti kalian, jadi aku harus pergi. Bye—“
Daerah barat merupakan daerah kekuasaan Leon. Daerah timur merupakan milik seseorang yang masih menyembunyikan dirinya. Sedangkan daerah utara dan selatan adalah tempat kekuasaan dari dua Crew dari HG yaitu Crew Doghmo dan Crew Cranch. Renal sudah dibuat geram oleh Leon dipertemuan pertama mereka.
Mereka tampak kesal diperlakukan seperti itu oleh Leon. Meski mereka sudah mengetahui identitas Leon, tapi mereka hanya mengetahui dasarnya. Mata mereka berempat hanya terpaku menatap Leon yang pergi tanpa menunjukkan ekspresi apapun.
“Victor, bagaimana dengan bisnismu?” tanya Renal. Renal ketua dari Crew Cranch dan Victor ketua dari Crew Doghmo. “Jangan gegabah dalam bertindak karena hari masih pagi,” imbuhnya.
“Sedikit sepi. Setoran untuk Tuan berkurang bulan ini. Kau sendiri bagaimana?” tanya Victor.
“Sepertimu. Aku akan mencari lagi para gadis yang kabur dari rumah,” kata Renal.
“Kita harus melebarkan sayap lebih luas lagi,” seru Azo yang merupakan rekan Renal.
“Lebih baik kita temui Tuan untuk membicarakan hal ini,” kata Sofia.
“Dibandingkan itu, aku ingin menghancurkan wajah Leon yang sombong itu!” kata Renal.
“Lebih baik kita membagi tugas,” kata Sofia.
“Aku akan menemui Tuan, Renal akan pergi ke barat dan kau, Sofia... Carilah lagi orang yang ingin bekerja,” jelas Victor.
“Cukup adil,” kata Sofia.
“Sampai bertemu setelah tugas selanjutnya!”
Kiana turun di halte terdekat. Ia melanjutkannya dengan jalan kaki. Berjalan sendirian, Kiana merasakan hatinya kosong. Ia merindukan seseorang yang tidak akan bisa lagi ia temui.Splash!“Akh!” pekik Kiana. Sebuah motor berhenti. Seseorang yang naik di atasnya, tertawa melihat Kiana yang terciprat oleh genangan air. Sudah bisa ditebak kalau perbuatannya disengaja. Kiana hanya membersihkan pakaiannya yang kotor menggunakan sapu tangan. Ia tidak menggubris tawa yang menggelegar meremehkannya.“Hidupmu tidak akan tenang setelah kau menginjakkan kakimu di SMA HG,” teriak pria yang masih menutupi wajahnya menggunakan helm. Kiana hanya menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak menghiraukan celoteh sampah yang melintas ditelinganya.“Karena kau sudah mempermalukan Kak Teo, hidupmu ti
Setelah memberikan blazer miliknya, Rael pergi begitu saja tanpa kata. Kiana yang terluka langsung menuju UKS untuk mendapatkan beberapa obat. Benar saja, luka Kiana berbekas karena diserang menggunakan mesin tato. Sepulang sekolah, anggota Naga Hitam langsung berkumpul di markas mereka yang terletak dibagian barat kota New York, sesuai informasi yang Kiana katakan. Markas milik Leon yang menjadi perkumpulan pertama mereka.“Kiana!”“Akh!” pekik Kiana. Sontak saja, Zeki yang memegang lengan Kiana tersentak mendengar pekikan dari mulut Kiana. Belum ada seorang pun yang datang kecuali mereka berdua.“Lenganmu terluka? Siapa yang melakukannya?” tanya Zeki.“Bukan apa-apa. Hanya terbentur saat aku mandi.”“Terpeleset?” tanya Zeki.“Sepertinya begitu.”&nb
Zeki sudah mencukur rambut halus yang tumbuh di area rahangnya. Ia harus menyamar sebagai anak SMA yang seumuran dengan Kiana. Malam ini, penampilan anak remaja ia singkirkan karena ia menjalani tugas yang sudah disusun dengan sangat sempurna. Kemeja berwarna merah, celana hitam, dasi merah bercorak, sangat cocok menempel ditubuh Zeki. Ia menenteng jas hitam dilengannya. Gayanya sudah seperti pengusaha muda yang membutukan sebuah hiburan.“Selamat datang, Tuan!” sapa tim keamanan yang menjaga tempat utama.“Hei, kau!” Tunjuk Zeki pada bodyguardnya. “Nyalakan apinya, cepat!” pintanya setelah sebatang rokok terselip diantara kedua bibirnya. Zeki hanya tersenyum. Seseorang dibelakang Zeki, dijadikan pesuruh olehnya supaya akting yang mereka mainkan terlihat sangat nyata. Zeki diantar ke dalam ruangan VVIP sesuai dana yang ia miliki.&ld
Kiana ditempatkan di dalam kamar bersama dua orang wanita. Kiana belum mengetahui bahaya apa yang akan ia hadapi hanya saja, kejanggalan setiap ruangan sudah terekam jelas.“Kia, selamat menikmati pelatihan,” kata Sofia.“Pelatihan apa, Kak Sofia?”“Pekerjaan.”Brak! Pintu ditutup. Kiana menoleh dan tersenyum melihat dua wanita yang seumuran dengannya tengah ketakutan. Kiana mengernyitkan keningnya. Ia melempar tasnya di atas ranjang dan mendekati teman sekamarnya.“Eh? Wajahmu kenapa terluka?” tanya Kiana. Kiana sangat peka dengan apa yang ada di dalam kamar. Di bawah meja rias, ada dua preman bertubuh besar, bertato lebar dan membawa cambuk.“Eh, kenapa ada Kakak pria?” tanya Kiana.“Kami adalah pelatihmu,” jawabnya.‘Sial! Jadi seperti ini car
Dua pria paruh baya, hanya mengenakan kaos dan celana pendek supaya tidak menimbulkan perhatian, duduk di atas lantai disamping gedung yang penerus Naga Hitam datangi. Mereka berdua berpenampilan sangat sederhana.“Kenapa kau mengikutiku, sialan?” tanya Delice.“Anakku ada di dalam, bagaimana mungkin aku bisa diam?” balas Ken.“Leon?” tanya Delice.“Kiana! Kenapa kau membahas Leon?”“Kapan kau akan memberitahu Leon?”“Dalam kondisi seperti ini, bagaimana aku bisa memberitahunya?”“Setidaknya kau jangan menunda terlalu lama. Jarak antara kau dan Leon sudah seperti terpisah oleh dinding.”“Akan aku pikirkan.”“Dia itu putramu.”“Aku tahu. Berhentilah mengoceh!” ucap Ken. Kata seorang putra seperti mimpi baginya. Pada kenyataannya, hubungan Ken dan L
Flo memanggil penjaga yang berdiri di depan ruang VVIP. Flo kembali masuk bersama satu penjaga. Flo, Key dan Yana berdiri dibelakang Leon. Mereka mencari tempat perlindungan. Rasa penyesalan karena pergi dari rumah dan menghancurkan masa depannya sendiri.“Hanya kau saja?” tanya Leon. Mode brutal telah aktif dari sorot mata Leon yang sudah sangat tajam seperti pisau yang tidak berhenti di asah. Zeki melepaskan jas yang tidak ia suka. Ia melonggarkan dasi dan melipatkan lengan kemejanya. Zeki meminta Leon mundur karena jika hanya satu penjaga, tidak perlu membuat Leon turun tangan.“Kau tidak ingin memanggil bosmu?” tanya Zeki.“Hanya kalian, aku seorang diri juga mampu.”Buagh! Buagh! Buagh! Benar, bukan hal mudah melawan satu penjaga. Zeki menyilangkan kedua tangannya untuk melindungi tubuhnya dari pukulan maut yang penjaga layangkan.&n
“Cepat! Kalian harus memindahkan semuanya dengan kilat!” Perintah itu terus terlontar dari mulut Victor. Orang-orang sibuk hilir mudik ke sana sini membawa beberapa berkas yang dikeluarkan dari dalam brankas. Tinggal sedikit lagi, berkas itu dipindahkan ke tempat yang jauh lebih aman tapi sosok tengil muncul dan menghalangi pintu.“Wah! Sangat sibuk sekali ternyata. Bagaimana kalau aku membantu?” ujarnya. Suaranya nyaring, terdengar sampai ke seluruh telinga setiap orang yang masih terjebak dalam ruangan.“Kau datang sendirian?” tanya Victor.&
Zavier mengikuti para keamanan HG. Ia memperhatikan dengan sangat teliti, dimulai dari penjepit dasi yang mereka kenakan. Penjepit itu sama, yang membedakan hanya warna dan designnya. Sekilas, Zavier teringat sesuatu.‘Benar. Penjepitnya itu sama dengan yang Kak Kiana berikan padaku. Apa kegunaannya?’ batin Zavier. Zavier hanya melangkahkan kakinya sesuai insting yang ia yakini. Tidak ada para penjaga yang siaga. Jalanan terasa sepi. Mungkin saja para penjaga sudah dilumpuhkan oleh rekan-rekannya. Itu yang Zavier pikirkan.Tap... Tap... Tap... Zavier masuk ke dalam lift. Ia menggunakan penjepit dasinya untuk mengisi sensor. Kecerdasannya bisa menganalisa seluruh gedung itu. Fasilitas terendah hingga yang tertinggi.“Ah! Nomornya acak?” pekik Zavier. “Jadi seperti ini cara kerja mereka untuk menyembunyikan ruang rahasia?” gumamnya lagi.&nb