Bommm!
Bommm!Bommm!Terdengar suara ledakan dari luar mansion Hamid Gul, ketika mereka saling berseteru dengan pendapat masing-masing."Saya akan mengeceknya," ujar Pak Aaron.Delice menghalangi Pak Aaron dengan melintangkan lengannya. Amarah Delice sudah sampai pada puncaknya."Ken, sepertinya itu mobil yang kita bawa," ujar Delice. "Aku tahu kalau kau ingin menemui seseorang. Pergilah," sambungnya."Bagaimana denganmu?" tanya Ken."Jangan khawatir. Aku punya rencana sendiri," gertak Delice.Ken keluar dari mansion. Benar saja tebakan Delice kalau ledakan itu dari mobil yang mereka pakai. Kobaran api tidak terlalu besar karena sudah melahap habis semua body mobil."Setelah sekian lama, akhirnya aku harus menghadapi orang dengan serius lagi."**Delice tidak bisa membiarkan Rael lemah dan pasrah dengan keadaannya sendiri. Rael harus memiliki semangat hidup supaya ia bertangguOrva membulatkan matanya. Oscar yang belum pulih dari cidera sebelumnya, tiba-tiba saja sudah bersiap dengan pakaian seadanya."Kak, apa yang kau lakukan?" pekik Orva.Orva sedikit mendorong Oscar supaya Oscar kembali istirahat di atas ranjang. Luka yang di alami oleh Oscar cukup fatal. Membuat Oscar harus memulihkan diri dalam jangka waktu lebih lama dari perkiraannya sendiri.Oscar mngusap ujung kepala Orva sembari tersenyum. "Bersiaplah. Nona membutuhkan kita," ujar Oscar."Kak, biar aku saja. Kau harus istirahat sampai benar-benar pulih," kata Orva. Ia sangat khawatir karena hanya Oscar keluarga satu-satunya yang ia miliki."Orva, kita memiliki tugas penting. Kepercayaan Nona, tidak boleh kita abaikan. Kau tahu, bukan? Sejak kita menerima pekerjaan sebagai pelindung Nona, kita harus melindunginya dengan mempertahankan nyawa kita. Apa kau sudah mengerti?"Dulu, Oscar bukankah orang yang sepeduli itu dengan orang lain. Ia tidak
'Berapa lama aku tidak sadar?' batinnya. Sekujur tubuhnya terasa nyeri. Untuk membuka mata saja rasanya sulit. Napasnya begitu berat. Kiana hanya bisa mengatur napasnya supaya tidak lekas habis karena oksigen yang ada di dalam ruangan tempat ia berada sangat minim. Kondisi Kiana sangat lemah dan juga memprihatinkan. Kiana seperti seorang tawanan yang beberapa saat lalu dijual dengan harga tinggi. Seorang Nona kaya dan memiliki kekuasaan telah membelinya. Ingatan Kiana terpecah belah. Tubuhnya semakin tidak bisa dikendalikan lagi. Kedua tangan Kiana di rantai. Sebelah kakinya juga dijerat oleh rantai yang cukup kuat. Kiana hanya bisa terdiam untuk menghemat tenaganya. Entah berapa lama ia sudah terjebak di dalam ruangan gelap dan juga pengap tersebut. Ruangan yang sama seperti tempat penyiksaan."Hah!" Kiana menghela napasnya. "Kalau setiap hari aku mendapatkan luka yang baru, aku bisa mati," gumam Kiana. Be
"Argh! Argh! Argh!" Suara teriakan itu semakin keras. Keringat dingin mulai bercucuran. Pergelangan tangan membiru, bahkan hampir seperti tercekik dan remuk."Sialan! Sialan kau, HG!" teriak Kiana. Efek obat itu sudah satu jam menguliti tubuh Kiana. Seperti ribuan semut menyengat tubuhnya tanpa henti dan secara bersamaan atau ribuan lebah yang bersuara nyaring di telinganya. Luka baru maupun luka lama Kiana mengeluarkan darah kembali karena Kiana mengejan menahan kesakitannya.Hah! Hah! Hah! Kiana terengah-engah. Ia tidak kuat lagi menahan rasa sakit yang terus menggeroti setiap aliran darahnya. Penglihatannya mulai kabur. Samar-samar, dalam kondisinya yang setengah sadar, ia melihat dua orang yang berjalan ke arahnya."Si--siapa? Aku ..." Kiana bergumam, tapi tidak sepenuhnya bisa mengucapkan apa yang ia rasakan. Kesadarannya hilang dalam kehancuran tubuhnya. Dua orang yang Kiana lihat sudah
Leon berada di tempat istirahat. Ia merindukan Zaila. Ia membayangkan kalau wanita yang ia cintai akan datang dan memeluknya. Sayangnya, semua khayalan itu hanya akan menjadi boomerang. Sepasang kaki melangkah masuk. Suaranya cukup pelan. Lalu, kemudian tangan kecil dan jari yang lentik memeluk dan sedikit meraba dada bidangnya. Leon sedang membuka dasi dan beberapa kancing kemejanya. Ketika telapak tangan Celine menyentuh kulit dadanya, terasa begitu hangat tapi tidak bisa membangunkan hasratnya."Apa aku membuatmu menunggu lama?" tanya Celine."Tidak, Nona." Leon tersenyum. "Nona harus cepat istirahat. Besok Nona akan lebih sibuk dari sekarang," sambungnya. Celine merasa tidak senang, tapi ia tidak ingin merusak pria yang saat ini ada di depan matanya. Pria yang membuatnya tertarik dan hampir gila. Celine tidak bisa menggunakan obat berlebihan seperti yang ia lakukan pada tubuh Kiana untuk merusak otak Leon."Apa
Buagh!Buagh!Buagh!"Beraninya kau menipuku!" teriak Celine. Leon tergeletak di atas lantai dengan bersimbah darah. Ia tidak bisa menahan gejolak dirinya. Meski ia adalah pria normal, tapi hatinya sudah dipenuhi oleh Zaila. Tidak ada celah bagi Celine untuk masuk. Leon berusaha membuang perasaannya. Namun, ia tidak bisa. Pada akhirnya, ia gagal menukar keselamatan Kiana menggunakan nyawanya."Kau yang menawarkan dirimu sendiri, tapi kau juga yang menariknya kembali!" Celine menjambak kasar rambut Leon. "Apa kau tahu kalau kau sudah mempermalukanku?" lanjutnya."Maaf, Nona. Mungkin saya membutuhkan sedikit waktu lagi," ucap Leon."Heuh!" Celine menyeringai kejam. "Aku tidak ingin membuatmu mati, jadi aku harus menggunakan adik tersayangmu itu untuk mengurangi rasa kesalku yang sudah kau pancing hingga memuncak," ucap Celine."Ja--jangan ..." Leon tidak bisa mengangkat kepalanya. Ia hanya bisa
Kiana mengedip-kedipkan matanya. Ia kembali sadar. Entah sudah berapa lama tubuhnya dipermainkan oleh rasa sakit yang bertubi-tubi meremukkan tulangnya. Siang berganti malam, malam berganti siang. Ruangan yang tertutup, membuat Kiana tidak bisa mengetahui sudah berapa lama waktu berjalan.Suntikan obat terakhir sangat menyiksanya. Namun, Kiana memiliki kekebalan tubuh yang sangat luar biasa hingga bisa bertahan hidup sampai detik ini.Jika rasa sakit itu datang lagi, Kiana akan menjerit, tubuhnya akan menegang kesakitan. Kiana berharap kesulitannya akan cepat berakhir. Tersiksa seperti itu akan mengikis kemampuan dirinya dalam mempertahankan nyawa.Tap ... Tap ... Tap ...Kiana sangat sulit menggerakkan kepalanya untuk mendongak dan melihat siapa yang datang. Ia hanya bisa melihat sepasang kaki yang cantik sudah tegak di hadapannya."Kau siapa?" tanya Kiana.Deg!Leon yang terluka menemani Celine mendatangi Kiana setelah
Arta membawa buket bunga mawar merah yang sangat besar dan juga cantik. Ia memakai pakaian formal dan menyisir rambutnya sangat rapi. Saat ini, Arta berada di depan sebuah rumah. Ia sangat gugup, padahal bukan pertama kalinya ia datang.Tangan Arta berkeringat dingin. Ia berkali-kali mengatur napasnya untuk menghilangkan kegugupan.Arta menekan bell rumah tersebut. Tidak selang lama, pintu terbuka. Wanita cantik langsung tersenyum manis menyambut kedatangan Arta."Masuklah. Ayah sudah menunggumu.""Berikan aku ciuman dulu," bisik Arta.Cup!Arta memegang pipinya. Ia langsung merona saat Agnes memberikan kecupan manis padanya. Berapa lama mereka berpisah? Sebuah permasalahan tidak henti-hentinya merusak suasana indah.Arta mengusap ujung kepala Agnes Gerakannya sangat lembut dan Arta ingin melahap Agnes karena kerinduan yang melonjak keluar dari dirinya."Sayang, maaf. Aku menitipkan mu untuk dijaga Ayah terlalu
Celine menyelipkan sebatang rokok di antara bibirnya. Ia menghisapnya beberapa kali dan membuang asapnya ke udara. Di dalam sebuah ruangan terbuka, ia berhadapan dengan seseorang.Celine adalah wanita pemberani. Ia tidak peduli siapa musuhnya, sekuat apa mereka, Celine tetap menanggapinya dengan santai. Baginya, hidup yang ia jalani harus sesuai dengan apa yang ia sukai."Katakan saja kenapa kau datang," ucap Celine."Aku tidak bisa menemani Anda bermain terlalu lama. Nona Celine, meski Anda mendapatkan dukungan dari Jordan, bukan berarti Anda bisa bersikap seenaknya seperti ini." Nick menghalangi ujung pisau yang Celine todongkan tepat ke arah matanya."Padahal aku tertarik sekali untuk mengambil darahmu sebagai penelitian," ujar Celine."Pekerjaan kita sudah selesai. Saya dan Anda tidak memiliki sangkut paut apapun," kata Nick. "Saya memiliki urusan lain dan Anda harus melakukan sisanya sendiri," sambungnya."Apa itu yang Jorda
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p