Cerita masa lalu telah usai meski ada beberapa bagian yang masih menjadi misteri. Mungkin memang disimpan untuk tetap menjadi rahasia. Cukup melegakan bagi Renza mendengar titik awal hingga akhir dengan carita yang disingkat. Dari mana mereka saling berhubungan, dari mana awalnya Tuan muda menemui Delice, transaksi seperti apa yang terjadi, setidaknya terjawab meski tidak semuanya.
“Aku percayakan tugas ini padamu,” ujar Tuan Dogam.
Renza mengangguk. Ia akhirnya resmi menginjakkan kakinya di tanah HG Group yang tersembunyi. SMA yang seharusnya menjadi masa-masa terindah, tapi ternyata menjadi masa sangat mene
Brum … Brum … Brum … Suara motor begitu nyaring. Siapa yang menggunakannya? Yeah. Siapa lagi kalau bukan Kiana. Ia memakai helm tanpa pelindung lainnya. Bersiap untuk menaklukkan jalanan. Motor itu akhirnya melaju sangat kencang. Kiana bersama Orva sedang menikmati kebebasan."Ah, Nona. Mereka hampir berhasil mengejar kita," ucap Orva. Suaranya terdengar sedikit gugup."Percayakan saja padaku. Kau hanya perlu berpegangan dengan erat," kata Kiana. Jalanan cukup ramai karena sudah menjelang pagi. Ada beberapa motor dan mobil yang mengejar Kiana. Kiana tidak peduli berapa banyak yang mengejar. Bahkan, suara teriakan terus saja berdengung di telinga."Orva, kalau kau tidak lompat sekarang juga, kau bisa mati!" teriak Kiana. Kecepatan motor sangat tinggi. Kiana tidak bisa menggunakan
Bruagh! Renza terlempar setelah orang yang sengaja menjulurkan kakinya, menarik kerah kemeja dan mendorong Renza. Tidak hanya itu, Renza yang terjatuh di atas meja membuat murid lain terkejut. Akan tetapi, tidak ada satupun murid yang berniat memisahkan mereka berdua."Aku kira kau sedikit kuat. Ternyata kau selemah ini," ejeknya. Renza geram. Namun, ia teringat tentang janjinya. Seorang kaki-laki tidak akan mengingkari janji yang sudah terucap dari mulutnya. Renza hanya diam meski ia diperlakukan tidak adil. Ia menahan semua gejolak emosi yang terbangkit hanya karena ditatap menyedihkan oleh orang yang bahkan bisa ia bunuh dalam sekejap."Kau lemah seperti ini, tidak seru juga kalau beradu otot denganmu. Bagaimana kalau kau menjadi babuku?" ucapnya."Ma--maaf," kata Renza. Ia hanya menunduk untuk menghindari tatapan mat
“Ah! Sial! Otakku tidak bisa lagi berpikir,” teriak Eren. Ia menutup wajahnya menggunakan buku tebal yang baru saja selesai ia baca dan memahami isinya. Oscar tersenyum. Ia mendekat sembari membawa setumpuk buku lagi. Sedangkan di sana ada Eren dan Zavier yang sedang kelelahan setelah membaca dan belajar satu bulan penuh tanpa ada waktu untuk istirahat.“Nona, masih ada enam buku lagi yang haru Nona hafalkan sebelum jam makan siang selesai,” ucap Oscar.“Sayang!” Eren memeluk Zavier yang memiliki kondisi sama dengannya. Zavier bahkan seperti patung yang tidak memiliki kehidupan. “Ayo kita kabur kencan,” bisik Eren.“Aku rasa, sebentar lagi aku mati,” gumam Zavier. “Aku tidak sanggup bernapas
"Kak!" Zaila yang sedang menatap buku-buku di rak akhirnya menoleh. "Rai! Ada apa?" tanya Zaila."Apa kau baik-baik saja menunggunya selama ini?" tanya Rai. Saat ini, SMA HG yang dulu semakin tentram dan normal. Semakin normal, Rai semakin waspada. Apalagi, ia harus terus berada di SMA tersebut sampai mendapatkan perintah resmi dari keluarganya."Memangnya, kenapa aku harus tidak baik-baik saja?" tanya Zaila. Senyumnya menyimpan sejuta rindu yang tidak bisa ia ungkapkan hanya dengan ukiran kata. Zaila masih tetap pada posisinya sebagai penjaga perpustakaan. Selama ini, mereka berdua juga berlatih keras di malam hari dan pada siang hari, beraktifitas seperti biasa supaya pergerakannya tidak diketahui oleh orang lain. Kejahatan tentang pembunuhan Meysha, hanya setengah peristiwa yang terkuak. Sedangkan sel
Zaila menggunakan pakaian yang sedikit asing bagi Rai. Rai sendiri menggunakan pakaian serba hitam dari atas sampai bawah."Kak, baju apa yang kau pakai?" tanya Rai."Katanya, kau seetuju dengan apa yang akan aku putuskan? Aku sudah memilih untuk jalan yang akan aku ambil," jawab Zaila."Apa hubungannya dengan pakaian yang kau kenakan?" Rai mengerutkan keningnya."Kau akan tahu nanti." Rai sudah tahu jauh sebelum Zaila mencurigai Leon yang tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak. Namun, Jordan menemui Zaila berulang kali memberikan Zaila sebuah penawaran. Mungkin saja, kali ini Zaila menerima penawaran tersebut karena ia sudah mendapatkan perintah resmi untuk bergerak."Rai, kau datang sebagai tamu, sedangkan aku…""Tidak perlu kau jelaskan. Kak, aku memahami posisimu."** &nbs
Renza tidak lagi memikirkan siapa dealer tersebut. Ia cukup dengan sebuah sapaan yang menurutnya hanyalah lelucon. Renza terkekang saat ia harus berpura-pura, tapi ia bebas melakukan apa saja ketika di luar SMA HG. Perbandingan yang cukup memuaskan baginya."Hai, Nona!" sapa Renza. Ia masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya. Ekspresi Raina yang ketika itu sangat manis, kini berubah masam. Renza mengernyitkan keningnya. Apa ada yang terjadi dengan Raina saat ia sedang bicara dengan seorang dealer? Pikir Renza."Apa ada yang sedang Nona Raina pikirkan?" tanya Renza."Heuh!" Raine menyumbingkan bibirnya. "Aku pikir kau berbeda, tapi rupanya sama saja," ucap Raina."Hm? Apa maksud, Nona?" Renza menatap polos. Ia tidak bisa menebak apa yang sedang Raina pikirkan tentangnya."Berapa pria gila itu membayarmu?" tanya Raina. Ia yang acuh, kemudian menoleh. "Padahal aku tertarik padamu, tapi kau bekerja kotor dem
Renza tidak bisa mengatakan TIDAK. Tangan Renza meraih kepala Raina. Bibirnya menempel di atas bibir Raina. Saling berpagutan beberapa saat dengan sentuhan lembut yang enggan untuk dilepaskan. Mereka berdua mengikuti gairah yang menggebu. Tidak ada hubungan khusus, tidak ada perasaan yang mengikat. Tugas Renza berakhir pada ranjang yang sama, ranjang yang bergetar dan ranjang yang terasa sangat hangat. Raina juga tidak memiliki kuasa untuk menahan diri ketika Renza menarik nafsunya.“Ciumanmu cukup buruk,” ujar Raina. Wajah Renza memerah. Mau bagaimanapun, Renza tidak memiliki pengalaman apapun dengan seorang wanita. Ia hanya memikirkan bagaimana caranya melindungi kel
Renza melakukan apa saja yang Raina perintahkan. Menuruti semua yang Raina inginkan. Misi untung menarik Raina dari arena judi, berganti menjadi misi untuk memuaskan birahi. Mereka berdua memejamkan mata. Menikmati setiap sentuhan-sentuhan lembutnya. Bibir mereka saling berpadu. Memberikan cinta dan juga memperpanas suasana. Tenggorkan rasanya kering. Ciuman saja tidak cukup untuk melegakan dahaga. Raina melepaskan ikatan tangan Renza. Mereka berdua sangat intim tanpa mematikan lampu. Di bawah sinar rembulan, terang benerang, menampakkan tubuh yang menggelincang bebas. Raina merangkul Renza. Ia masih tetap pada posisinya, duduk di atas pangkuan Renza. Renza tidak melepaskan pagutan bibir
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p