Jordan hanya berhadapan dengan seseorang yang seumuran dengannya. Namun, ia merasa terintimidasi dan juga tertekan.
Auranya begitu mencekik. Padahal, belum ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Darah Jordan terasa seperti mendidih. Bibirnya menyeringai persis seperti psychopath yang akan memulai aksinya.
"Apa yang sedang kau rencanakan?"
"Tuan, sebelum kita bicara, sepertinya saya harus memperjelas sesuatu terlebih dahulu. Saya bicara dengan Anda menggunakan identitas yang mana?" tanya Jordan.
"Terserah kau saja."
"Tuan Rael si pecundang atau Tuan muda yang tidak terkalahkan?" tanya Jordan. Ia menyisir rambutnya ke belakang. "Saya belum terbiasa dengan penampilan Anda sebagai Tuan Rael tapi nada bicara seperti Tuan muda," sambungnya.
"Hm... Tidak penting identitas yang mana. Pembahasan kita jauh lebih penting," jawab Rael.
Lima pemimpin anak per
Mereka memiliki jagoannya tersendiri untuk diubah menjadi raja iblis. Renza yang hampir mati karena pelatihan keras. Leon yang hampir berhasil melangkah sedikit demi sedikit. Sekarang, giliran Kiana yang mau tidak mau harus meladeni Tuan muda yang tidak lain adalah Rael dengan menggunakan penampilannya yang lain. Rael menunggu Kiana di tengah-tengah taman kota. Kiana menepati janjinya karena Rael juga membiarkan Orchia tetap hidup dan menyelamatkan Kumey meski hanya menggunakan satu panggilan darinya. Kiana datang menggunakan motor. Ia turun dari motor tanpa melepaskan helm yang terpasang di kepalanya."Kau terlambat lima menit. Apa kau tahu arti dari sebuah waktu?" ujar Rael."Berisik! Sudah syukur aku datang, sialan!" jawab Kiana. Kiana siap bertarung. Membuktikan dirinya tidak akan kalah oleh Tuan muda yang dianggap pecundang olehnya."
Delice dan Naura tidak bisa melakukan apa-apa. Sudah satu bulan berlalu sejak malam kekalahan, Kiana tidak berhenti untuk melatih diri. Ia begitu bernafsu untuk mengalahkan Rael. Mungkin karena untuk pertama kalinya ia merasakan kekalahan."Bisakah kau hentikan dia, Delice? Kiana bisa merusak dirinya sendiri," ucap Naura, cemas."Aku sudah mencobanya tapi kau tahu sendiri bagaimana keras kepalanya Kiana," jawab Delice. Membahas tentang keras kepala, siapa lagi yang memiliki keras kepala seperti itu kalau bukan Delice? Bahkan anak-anaknya mengikuti hampir seluruh karakter yang delice miliki."Biar aku saja yang mencoba. Oh iya, Delice. Di luar, ada yang mencarimu," kata Ken. Ia muncul entah dari mana, atau mungkin sejak awal dia juga sedang memperhatikan Kiana."Cobalah. Mungkin saja Kiana akan mendengarkanmu," kata Naura. "Delice, temui tamu yang sudah menunggumu. Aku
Rael mendatangi Kiana yang sedang berada di penjara bawah tanah seorang diri. Rael mendatanginya menggunakan identitasnya sebagai Tuan muda. Kiana membelakangi pintu. Rael berdiri tepat di belakang Kiana. Ia tidak menyadari kehadiran Rael sama sekali karena fokus melatih dirinya."Jangan berlatih terlalu keras. Kau bisa berlatih denganku mulai sekarang," kata Rael sembari memegang lengan Kiana. Hembusan napasnya, berseru menyapa leher Kiana. Kiana melirik kejam. Namun, sama sekali tidak ada kebencian di dalamnya. Kekalahan itu bukanlah kesalahan Rael, melainkan kesalahannya sendiri yang terlalu bangga menjadi garis keturunan seorang Delice Kaleid."Minggir atau aku akan membunuhmu di sini," ucap Kiana. Kiana langsung melontarkan ancaman tegas."Aku tidak hanya akan minggir, tapi aku akan pergi. Nanti malam, di tempat yang sama," bisik Rael. &nbs
Dalam kebimbangan hati, Rael mencoba menenggak beberapa obat-obatan yang biasanya ia konsumsi di saat hatinya merasa tidak tenang atau di saat perasaannya yang mulai berlebihan hingga membuat indranya kacau.“Kak, lebih baik hentikan saja. Kau tidak akan bisa menahannya,” ucap Ravin. Ia terlihat khawatir dengan kondisi Rael yang tidak bisa mengendalikan kelebihannya.“Tidak bisa. Aku sudah berusaha sejauh ini, mana mungkin aku mundur, Ravin. Sakit seperti ini hanya sesaat,” tolak Rael.“Sesaat? Berapa lama indra Kakak kembali setelah kejadian terakhir kali? Bisakah serahkan padaku saja? Jangan terlalu memaksakan diri lagi,” ujar Ravin. Benar saja. Pertarungannya dengan Kiana, membuat Rael harus kehilangan indranya selama sepuluh hari. Saat-saat yang sangat menyiksa diri.“Ravin, kau memiliki luka yang cukup fat
(LIMA RATUS HARI KEMUDIAN)“Kau masih cocok mengenakan seragam SMA seperti ini.” Setelah satu tahun lebih berlalu, hari-hari yang seperti neraka akhirnya berakhir. Namun, ada neraka dengan tingkatan berbeda yang sedang menunggu.“Renza, kau harus mengikuti rencana yang sudah aku buat.” Siapa lagi yang sedari tadi bicara, kalau bukan Tuan Dogam. Ia tersenyum lebar penuh pujian. Renza sudah keluar dari kubangan darah yang menenggelamkannya dalam jangka waktu yang sangat lama. Tuan Dogam sendiri yang menjemputnya.“Setelah menjadi kuat seperti ini, Anda ingin saya berpura-pura menjadi anak lugu?” tanya Renza. Ia tidak habis pikir dengan apa yang Tuan Dogam rencanakan.“Ayo berangkat.
Cerita ini, dimulai sepuluh tahun yang lalu. Bagaimana seorang Rael bisa bertemu dengan Tuan Dogam. Cerita lama yang cukup panjang. Membuat sejarah berbeda dari kekuasaan menjadi keserakahan. Kala itu, Rael yang masih berusia sepuluh tahun, datang ke tengah-tengah kelompok generasi terdahulu. Kelompok yang sempat ricuh dan belum didisiplinkan dengan sempurna oleh Delice karena Delice mengundurkan diri dari penguasa New York. Rael datang dengan membawa tongkat yang menuntunnya ke arah pusat keributan. Tanpa basa basi, Rael membelah kelompok yang sedang beradu menjadi dua."Bertengkar seperti ini sangat-sangat tidak keren," ucap Rael. Semuanya mencaci dan memakinya. Tidak terima kalau kesenangannya diusik. Apalagi, posisi mereka sedang dalam emosi yang begitu tinggi."Kalian boleh bicara apapun kalau i
Rael akhirnya mengantongi nama-nama dari orang yang ia inginkan. Meski ia tahu kalau lima orang yang menjadi incarannya adalah orang yang cukup berbahaya jika melihat dari usianya. Anak-anak yang hidup keras di jalanan untuk menyambung hidup. Rael melewati lorong sebuah club. Ia menyelinap saat pergantian penjaga. Orang pertama yang ingin ia temui adalah orang yang sudah menguasai SMP dan SMA di New York. Bahkan menurut informasi yang beredar, dia sudah mendirikan Aliansi.Brak! Rael menendang pintu. Ia menunjukkan dirinya dengan cara kasar. Berbagai jenis alkohol tersaji di atas meja. Anak di bawah umur yang masih berusia tiga belas tahun menenggaknya tanpa ragu. Asap rokok menge
Hari, setelah Jordan bertemu dengan Rael membuatnya mengurung diri beberapa hari sembari menatap uang yang Rael tinggalkan. Jordan bahkan tidak berani menyentuh uang tersebut. Jordan membentuk Aliansi yang dibagi menjadi dua Crew. Kelompoknya melakukan beberapa kejahatan seperti merampas uang dari orang-orang kaya, memeras pejabat karena memegang data korupsi yang mereka lakukan, dan masih banyak tugas lainnya yang ia terima.Semua pekerjaan, dari yang termudah sampai yang tersulit sudah Jordan lakukan. Semua itu bukan demi kemewahan hidupnya, tapi demi kekuasaan yang ingin ia genggam. Usia tiga belas tahun tidak membuat Jordan jera, kesulitan dan yang lainnya karena ia brutal dalam segala aspek.“Mau bagaimana lagi? Aku harus bertemu bocah itu sekarang,” gumam Jordan.Jordan menempatkan dirinya pada posisi yang tidak terlalu menonjol. Ia bergegas cepat untuk mendatangi Rael setelah tujuh hari lamanya memikirkan jawaban apa yang akan ia ambil.
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p