Share

part 6

Author: Rizuki
last update Last Updated: 2021-07-17 03:18:42

Seperti yang telah mereka setujui sebelumnya bahwa mereka akan menjalani hari yang normal sebagai sepasang tunangan. Farrin dan Vian terlihat seakan keduanya telah saling menerima keadaan. Tentu saja hal itu membuat ibu dari Vian merasa khawatir karena ia takut tidak berjalan seperti yang mereka rencanakan di awal.

Merasakan hal lain, Nazilla juga telah menghubungi putra sulungnya itu dan mengatakan tentang semua kekhawatirannya. Namun, jawaban putra sulungnya sama sekali tak bisa membuat hatinya menenang. Masih ada rasa yang mengganjal di hatinya akan kegagalan acara mereka nantinya. Akan tetapi, hal itu juga bukan poin utama. Poin utamanya adalah bagaimana jika Farrin menolak pernikahan mereka nanti? Atau Farrin menjadi histeris? Jujur saja, sbagai orang tua tunggal ia tak ingin pesta pernikahan putranya berakhir menggelikan.

“Ibu jangan khawatir, Farrin tidak akan melakukannya karena ia percaya padaku dan sangat mencintaiku.” Begitulah jawaban yang di lontarkan Avan saat ia menyatakan kekhawatirannya. Ia seorang ibu, dan firasatnya yang tajam itu mengatakan jika akan ada hal yang tak akan berjalan sebagaimana semestinya.

Begitu juga dengan Vian. Adiknya itu langsung mengirimkan foto surat dari Farrin yang dititipkan padanya tempo hari. Tentu saja reaksi serupa dan tak jauh berbeda didapat Vian.

Jika begini, Vian dan Nazilla hanya bisa berharap semua akan baik-baik saja. Vian tak ingin mengecewakan hati Farrin karena diam-diam, Vian menyatakan dirinya untuk menerima tawaran Farrin untuk menjadi seorang tunangan yang semestinya bukan karena permintaan wanita itu, melainkan untuk ia sendiri. Biarlah kali ini ia egois, karena ia ingin menikmati menjadi pasangan wanita yang ia cintai meski sebentar saja. Ia tak ingin berharap lebih dengan perpisahan kakaknya nanti. Di dalam hati, Vian hanya bisa mmemantapkan hati jika Farrin adalah calon kakak iparnya.

Vian memang munafik, menerima seolah terpaksa. Namun, di hatinya bersorak gembira karena mendapat kesempatan langka.

Lalu kini, lelaki munafik itu tengah menunggu kepulangan Farrin dari sekolah tempat ia mengajar dengan mobil sedan biasa yang ia beli dengan gaji yang telah dikumpulkannya. Memang, ibunya telah memberikan mobil yang lebih bagus dari yang miliki saat ini. Akan tetapi, ia bersikukuh tidak mau menerimanya karena ia ingin tetap mempertahankan harga dirinya dengan memiliki dan mempunyai barang yang ia beli dengan uang hasil kerja keras sendiri.

“Sudah lama menunggu?”

Sial, terlalu larut dalam lamunannya membuat Vian sama sekali tak menyadari kehadiran Farrin yang kini telah duduk di samping kursi kemudi yang ia tempati. Vian heran, mengapa Farrin tidak menegur terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam mobilnya? Padahal, jendela mobil ia buka lumayan lebar dan dimaksudkan agar nantinya Farrin bisa menyapa terlebih dahulu.

“Tidak.”

“Kau melamun? Sedari tadi ku lihat kau memandangi objek yang sama tanpa bergerak dan sangat terlihat jika tengah memikirkan beberapa hal. Keberatan untuk berbagi denganku?”

Telak, Vian sama sekali tak bisa mengelak akan ucapan Farrin. Ia hanya bisa menggeleng pelan dan segera mencari topic lain agar tidak keceplosan mengatakan jika ia tengah memikirkan masalah sang kakak kembar yang lahir hanya berbeda beberapa menit itu.

Ah, pantas saja Farrin tidak menyapanya terlebih dahulu. Rupanya wanita itu teramat menyadari jika dirinya tengah melamun. Sebenarnya, setiap yang melihatnya juga menyadari bahwa Vian tengah melamun.

“Aku hanya memikirkan beberapa hal tentang pekerjaanku. Ada beberapa hal yang tak sesuai dengan rencana yang telah disepakati.” Vian mengatakan itu dengan tujuan meminimalisir kebohongannya pada Farrin. Ia berharap, hal itu tak terendus oleh tunangan sementaranya itu.

Lalu Farrin, ia hanya bisa mengangguk kecil saja akan jawaban Vian. Jauh, di dalam lubuk hatinya, ia tahu ada beberapa hal yang tengah di sembunyikan darinya. Ia juga tak terlalu ingin tahu akan semuanya. Ia berharap, semuanya keluar begitu saja tanpa ia turun tangan untuk mencari tahunya sendiri. Ia khawatir jika ia tahu terlalu banyak, akan mempengaruhi hatinya.

Karena Farrin ingat jika ada sebuah perkataan yang mengatakan jika semakin sedikit kau mengetahui sesuatu, maka hatimu akan lebih terselamatkan.

“Ke mana kita hari ini? Apakah makan siang seperti biasa?” tanya Farrin.

“Yah, mungkin itu ide bagus. Aku masih memiliki waktu satu setengah jam untuk kembali lagi ke kantor,” jawab Vian.

“Tidak biasanya? Bukankah biasanya kau hanya mendapat waktu istirahat selama satu jam?”

“Hari ini ada rapat divisi yang akan dimulai dua jam lagi. Jadi aku punya waktu satu setengah jam untuk istirahat, dan setengah jam nanti untuk menyiapkan berkasnya.”

“Kalau begitu, biarkan aku yang memasak untuk makan siang kita kali ini,” putus Farrin.

Vian terhenti dari kegiatannya menyalakan mesin mobil dan malah menoleh ke arah Farrin dengan pandangan yang seolah berkata ‘kau bercanda?’.

“Aku sudah biasa memasak meski nyatanya hanya aku sendiri yang memakannya. Ah, beberapa kali juga aku membuatkan Avan. Tapi aku yakin jika masakanku layak untuk dimakan meski aku yakin rasanya tak akan seenak masakan koki handal,” ujar Farrin dengan tenang tanpa menyadari jika raut wajah Vian mulai terlihat mengeras karenanya.

Vian yakin jika ia cemburu. Namun, ia bisa apa? Kenyataan bahwa Avan pernah menjalin hubungan cukup lama dengan Farrin membuatnya menyadari jika pasti di antara mereka telah banyak hal yang dilewati.

“Tak apalah hanya meski hanya beberapa kali aku merasakan masakannya atau merasakan indahnya menjadi tunangannya meski sebentar,” batin Vian.

“Apa kau keberatan dengan hal itu?” tanya Farrin.

Vian menggeleng kecil. ”Kalau begitu akan mengajakmu ke apartmentku. Aku juga memiliki beberapa bahan masakan yang kubeli beberapa waktu yang lalu. Kuharap bahan masakannya tidak rusak karena terlalu lama,” ujarnya kemudian.

“Aku pernah mendengar dari Avan jika kau memiliki apartment sendiri. Tak ku sangka kau benar-benar memilikinya.”

Lagi-lagi selalu Avan yang Farrin sebut.

“Maaf,” cicitnya kemudian. Farrin menunduk dan menyadari jika ia telah banyak menyebut nama Avan di hadapan Vian. Padahal sejak jauh-jauh hari ia telah meyakinkan dirinya untuk tak banyak menyebut atau mengingat hal tentang Avan. Sudahlah, ia berharap Vian tak akan sakit hati karena perlakuannya ini. Bagaimanapun juga, Farrin kini telah menjadi tunangan Vian dan akan menikah dalam waktu dekat. Jadi, ia harus menahan diri untuk tidak menyakiti hati Vian lebih dalam lagi.

Selain itu, ia juga telah berencana membuka hatinya untuk Vian. Ia telah berniat dan memantapkan hatinya untuk menerima apa yang ada di hadapannya dan tak akan menoleh ke belakang lagi. Ia tahu jika hal ini akan sulit, tetapi ia juga tak ingin menyerah begitu saja. Karena baginya, cinta dan pernikahan itu suci. Ia tak mau mengotorinya dengan hal yang tidak penting seperti kenangan mantan dan ketidak harmonisan dalam berkeluarga.

“Tidak apa-apa.”

Vian tersenyum maklum. Bagaimanapun Vian tahu jika kenangan Avan begitu memenuhi pikiran Farrin dan gadis itu tak bisa begitu saja menghilangkan kenangan manis mereka. Bukan sebulan dua bulan lagi usia kebersamaan mereka. Vian faham akan hal itu.

“Aku mengerti kau tak akan melupakan kenangan tentang kakakku begitu saja. Tak perlu memaksakan diri untuk melupakannya atau menghilangkannya dari pembicaraan kita. Aku cukup mengerti, sungguh! Tak perlu terlalu keras pada dirimu sendiri, ya.”

Farrin merasa semakin menyesal telah menyisipkan Avan di antara percakapan mereka dan ia telah merasa jika dirinya menjadi seorang tunangan yang buruk. Meski nyatanya, Vian juga telah berkata jika ia tak mempermasalahkannya. Namun tetap saja, rasa bersalah itu masih menggenang di hatinya.

“Sudahlah, ayo hentikan wajah murammu itu. Aku memaafkanmu, Tunangan. Jadi ayo kita tidak membuang-buang waktu dengan pembahasan yang tak penting seperti ini.”

Farrin masih tetap terdiam di tempatnya. Ia merasa bersalah dan merutuki dirinya yang sama sekali tak bisa menahan diri itu. Di dalam penyesalannya, ia sedikit mensyukuri bahwa Vian tidak meledakkan emosi dan menghakimi begitu saja seperti yang dulu pernah Avan lakukan padanya. Ah, entahlah! Mengapa juga ia harus membandingkan Avan dan Vian di kondisi seperti ini? Tentu saja mereka berbeda, meski nyatanya mereka tumbuh di rahim dan waktu yang sama dan hanya berbeda umur yang beberapa menit itu tentunya membuat mereka tak akan sama di banyak hal.

Tak mendapat respon yang berlebihan, Vian menjalankan mobilnya menuju apartment yang letaknya tak terlalu jauh dari tempatnya sekarang ini. Jika di tarik dari sudut jarak, apartment Vian memiliki letak berada di tengah-tengah antara kantor tempatnya bekerja dan sekolah tempat Farrin berkerja. Terlihat seakan kebetulan. Namun, siapa yang tahu akan maksud dari semua itu, kan?

Related chapters

  • Mon Amour   part 7

    Sebenarnya, tak terlalu lama bagi mereka untuk menuju unit apartment yang Vian sewa. Hanya saja, selama di perjalanan mereka lebih banyak diam dan tak mengeluarkan kata apapun hingga membuat perjalanan mereka terasa lama. Bahkan hingga mereka sampai pun, Farrin masih tetap saja terdiam dalam lamunannya sendiri hingga Vian berinisiatif menggendong dan menuai pekikan tak terima oleh Farrin.“Turunkan aku!” pekik Farrin.Vian terkekeh, ia terlihat menikmati Farrin yang sedikit berontak dalam gedongannya. Ia merasa gemas melihat wanita itu terlalu larut dalam lamunan hingga sama sekali tak menyadari pergerakan Vian hingga pria itu memutuskan untuk menggendongnya.“Aku akan menurunkanmu ketika kita sudah sampai di dalam nanti. Aku lihat kau terlalu lelah, jadi biarkan tunanganmu ini melakukan tugasnya untuk sedikit membantumu, ya?” ujarnya. Wajah Farrin terasa menghangat saat ia mendapat perlakuan manis dari Vian. Sedangkan Vian, ia merasa jik

    Last Updated : 2021-07-18
  • Mon Amour   part 8

    Farrin tak mampu lagi membendung air matanya yang sedari tadi ia tahan. Ia yang kini berada di balkon kamarnya hanya bisa terisak sambil menekuk lututnya dan membenamkan kepalanya di antaranya. Ia tahu jika ia lemah. Terlalu lemah hingga ia bisa menangis meski hanya sekedar mengingat kekasihnya yang pergi.“Mengapa kau begitu tega? Tak cukupkah aku yang selalu mengalah jika kita bertengkar? Tak cukupkah aku yang selalu menahan cemburu saat kau menggoda wanita yang lain. Lalu, apakah arti pengorbananku selama ini jika pada akhirnya kau menyerahkanku pada adikmu?” bisiknya.Ia tahu.Jika pertanyaannya sama sekali tak akan ada yang menjawabnya.“Aku bahkan sudah membayangkan betapa bangganya kedua orang tuaku nanti saat kita bersanding di altar.”Lagi, ia tetap berkata pada kesunyian meski ia tahu tak akan ada jawaban untuk itu.“Nanti, aku harus mengubur hal itu dalam-dalam karena hanya adikmu yang akan menjadi pe

    Last Updated : 2021-07-23
  • Mon Amour   part 9

    [Maafkan aku. Mungkin aku tak akan bisa memasakkan makan siang seperti kemarin karena aku harus menjaga salah satu anak didikku.]Send“Setidaknya dengan begini aku tak harus menanggung rasa bersalah yang lebih besar,” ujar Farrin pada kesunyian.Yah! Kali ini makan siangnya tak bisa berjalan lancar seperti yang telah ia dan Vian sepakati bersama karena entah mengapa, hari ini salah satu anak didiknya mendadak rewel dan tak mau dijemput ayahnya seperti biasa. Di hari biasa, ia akan mendapat waktu istirahat dua jam saat siang hari karena ia harus berganti jaga dengan pengajar lainnya.Kelas umum memang berakhir di jam siang. Namun, untuk beberapa hal, sekolah memiliki jam bebas setelahnya hingga petang sampai jam pulang kantor karena beberapa wali murid mengajukan usul untuk menambah jam bebas. Tentu saja hal ini bertujuan agar mereka tidak perlu lagi menyewa babysitter atau pengasuh untuk mengawasi anak-anak mereka setelah jam sekolah

    Last Updated : 2021-07-23
  • Mon Amour   part 10

    Farrin memandang teduh wajah cantik nan gembul milik gadis kecil di tempat duduk seberang meja. Gadis itu, gadis yang sekilas terlihat bahagia. Namun, Farrin yakin jika wajah bahagia bukan cerminan hidupnya. Gadis kecil itu sudah banyak melalui hal yang tak dilalui gadis seusianya.Ayahnya hanya hidup berdua dengan seorang adik laki-laki yang masih duduk di bangku kuliah dan menjaganya secara bergantian. Mereka juga tak mempekerjakan seorang pengasuh bayi karena keterbatasan ekonomi. Saat ini, paman yang biasa menjaganya tengah sibuk mengerjakan tugas akhir untuk persiapan wisuda hingga tak ada waktu untuk menjaga. Beruntung, ayah gadis kecil itu mendapat informasi dari rekan kerja jika ada sekolah yang menerima penitipan juga. Gadis kecil itu juga telah cukup usia untuk masuk sekolah hingga mereka bisa menitipkan di sana hingga jam kerja ayahnya berakhir.Setelah sampai di café, Farrin bisa melihat betapa antusias gadis kecil itu saat Farrin menjelaskan satu pe

    Last Updated : 2021-07-24
  • Mon Amour   part 11

    Setelah makan siang yang cukup membuat hati seorang Vian menjadi jengkel, Vian memutuskan untuk tidak kembali ke kantornya. Ia telah melayangkan izin lewat pesan singkat pada sang atasan. Atasannya pun tak mempermasalahkan hal itu karena selama ini Vian belum pernah meminta izin sama sekali.Vian menggunakan waktu izinnya itu untuk menemani Farrin selama jam kerjanya. Dalam hatinya, sejujurnya ia tak ingin kecolongan untuk hal yang satu ini. Meski nyatanya wanita yang ada di dekatnya saat ini adalah tunangan kakaknya, ia tetap tak bisa membiarkan hal ini terjadi begitu saja. Mungkin bisa dikatakan jika dirinya posesif, tapi biarlah. Ia akan tetap melindungi wanita disisinya itu bagaimanapun kondisinya dari segala sesuatu yang berpotensi untuk direbut pria lain.Dengan dalih ingin menemani Farrin dan melihat kesibukannya bekerja sebagai pengasuh dan pengajar, Vian dapat dengan mudah menjadikan dirinya sosok yang kini menemani Farrin dalam mengurus beberapa anak. Tak dip

    Last Updated : 2021-07-24
  • Mon Amour   part 12

    Vian pernah membayangkan jika kelak ia kencan, ia akan berpenampilan menarik dan terlihat menawan di hadapan pasangan kencannya. Saat ini, di kencan pertamanya, ia justru terlihat buruk karena penampilan setelah berkerja tak ia benahi. Tak ada baju rapi dan badan segar, yang ada hanya wajah dan baju yang kusut disertai dengan badan kumal tanpa mandi.Menyedihkan, ya.Namun, yang sama sekali tak ia sesali adalah bagaimana cara Farrin menjalankan kencan pertama mereka yang melebihi ekspektasi yang Vian inginkan. Farrin masih terlihat begitu menawan meski ia sama sepertinya yang kusut karena seharian bekerja. Melalui temaram lampu cafetaria di pinggir pantai itu, diam-diam Vian mengagumi paras Farrin. Ah, tidak. Ia memang selalu mengagumi paras Farrin. Lalu untuk malam ini, ia lebih mengaguminya.Farrin menjadi sosok sempurna dalam bayangannya. Tak ada kesalahan dalam kencan mereka, dan Vian sama sekali tak menyesal karena telah mengikuti ajakan Farrin untuk kencan

    Last Updated : 2021-07-25
  • Mon Amour   part 13

    Sial!Vian telah kecolongan. Ia yakin jika ia tak akan bisa menepati janjinya beberapa waktu yang lalu tentang ia yang ingin membawa Farrin untuk berkunjung ke pantai setiap hari.Baiklah, ia akan meralat permintaannya yang itu. Setelah ini, mungkin ia akan berhati-hati dengan permintaannya.“Maafkan aku. Aku hanya ingin menikmati bagaimana angin pantai membelai rambut dan tubuhku. Bagaimana aku bisa mencium aroma laut dari jarak sedekat ini tidak seperti biasanya yang hanya bisa aku nikmati di balik kaca mobil. Aku tahu hal itu kekanakan. Tapi, sungguh! Aku hanya ingin menenangkan hatiku dengan memandang laut,” ujar Farrin.Vian memandang wajah Farrin. “Mengapa harus pantai?” tanyanya.Farrin menolehkan wajahnya dan memandang Vian dengan pandangan keheranan. “Maksudku ada pilihan lain untuk menenangkan diri selain pantai, ‘kan? Jika kau suka akan kesunyian dari hiruk pikuk manusia, bukankah ada gunung atau hutan

    Last Updated : 2021-07-25
  • Mon Amour   part 14

    “Jadi, apakah lelaki itu yang membuatmu murung seperti ini? Apa perlu kita kembali dan membiarkanku memberikan beberapa pukulan di wajahnya karena membuat seorang wanita menjadi murung karena kedatangannya?” tanya Vian. Ia merasa amat tidak nyaman ketika mendapati Farrin tengah berwajah muram seperti ini. “Untuk apa? Tidak akan ada gunanya. Kau hanya akan melukai dirimu sendiri nantinya. Aku tak mau hal itu terjadi karena aku yakin semua hanya sia-sia semata,” jawab Farrin. Vian ingin sekali membalas ucapannya. Namun, seakan hal itu hanya bisa berhenti di mulut dan tak boleh mengeluarkan kata sama sekali. Menang benar, mungkin semua kaan menjadi sia-sia saja jika Vian kembali dan membalas perlakuan pria tadi karena secara tak langsung kedatangannya membuat wanita itu murung. Sedangkan Farrin, wanita itu merasa jika dirinya bersalah dalam hal ini. Vian, meski nyatanya mereka baru bersama dalam waktu dekat ini, ia bisa merasakan jika ada suatu perasaan yang men

    Last Updated : 2021-07-26

Latest chapter

  • Mon Amour   Part 127

    “Van?” bisik Farrin seakan tak mempercayai pandangannya. Matanya tak berkedip untuk beberapa saat, kala ia mengagumi sosok yang pernah ia tolak di altar. “Ini aku, Fa. Aku datang untuk menjemputmu,” ujar Avan. Pria serupa Vian itu tersenyum lembut dan berjalan pelan menuju tempat Farrin berdiri termagu. Ia ingin tertawa, menertawakan wanita yang telah menolaknya itu dan terlihat rapuh untuk saat ini. “Berkediplah! Aku bukan fatamorgana atau ilusi semata. Aku nyata dan bisa kau rengkuh dalam pelukanmu, Mon Amour.” Ah, panggilan yang Farrin rindukan. Hancur sudah pertahanan Farrin dan ketika ia berkedip, air matanya lolos begitu saja. Ia tak menyangka jika setlah semua ini, ia baru menyadari bahwa ia butuh Avan untuk bersandar, bukan Vian atau dirinya sendiri seperti yang pernah ia katakan. Hatinya terlalu pongah untuk mengakui jika ia masih membutuhkan bahu pria untuk bersandar. Ia pikir, mungkin akan lebih baik untuk berdiri sendiri seperti yang dulu

  • Mon Amour   Part 126

    Farrin menerima kenyataan jika Avan tak akan menerimanya karena ia sekarang sudah menjadi bekas sang adik. Dengan perlahan, ia kembali menatap kolam dan mengusap lembut perut datarnya. Tempat di mana nyawa lain kini tengah bersemayam dan menunggu untuk bertumbuh. “Avan dengan senang akan mengakui bahwa ia adalah ayah dari anak yang kau kandung,” ujar Rizuki. Ia memahami apa yang membuat Farrin murung. “Apakah bisa? Aku takut jika ....” “Jika dia akan lebih menyayangi anak kandungnya nanti jika kau memutuskan bersamanya?” Farrin mengangguk. Sudah Rizuki duga jika Farrin akan berpikir seperti itu. Sebelum ini, keduanya sudah membahas bahwa ia tak akan mempermasalahkan jika Farrin ingin kembali bersama Avan. Wanita berdarah Jepang itu juga mengatakan bahwa Avan sama sekali tak tahu menahu tentang apa yang sudah ia lakukan pada mantan kekasihnya itu. Avan murni pergi tanpa mengetahui apa pun tentang keberadaan Farrin. Awalnya, Farrin memutuskan un

  • Mon Amour   Part 125

    “Dia tuanku.” Hanya jawaban itu yang bisa Farrin dengar dari bibir Natsu dan membuat wanita yang masih hamil muda itu mendengus kesal. Tentu saja, siapa pun di rumah ini pasti tahu kedudukan pria itu bagi Natsu. Namun, bukan jawaban itu yang Farrin butuhkan. Ia ingin jawaban yang lebih bagus dan spesifik dari hal itu. Alhasil, Farrin mendiamkan Natsu dan sama sekali tak menyentuh apa pun yang Natsu siapkan untuknya. Ia merasa jika selama ini idirinya menjadi boneka yang bisa dipermainkan oleh semua orang. Setelah permainan Avan dan Vian, disusul Rizuki, lalu kini Natsu. Jadi, ia memutuskan untuk menunggu istri dari pria misterius yang mendatanginya kemarin dan mencari jawaban darinya. Tanpa disadari, waktu sudah berjalan cepat dan hari telah berganti. Meninggalkan Farrin yang masih enggan memasukkan apa pun ke mulutnya karena rasa kesal. Alex bahkan Natsu menyerah untuk membujuknya, bahkan ketika Natsu membujuk dengan jiwa yang Farrin bawa bersamanya pun, Far

  • Mon Amour   Part 124

    “Kau, siapa?” tanya Farrin. Ekspektasinya akan Avan menghilang begitu saja kala ia mendapati sosok pria yang tak ia kenal sama sekali. Pria berbadan tegap, memiliki mata sipit khas Jepang, dan kulit kuning kecoklatan yang dibalut dengan tuxedo. Dari yang ia fahami, pria itu bukan orang sembarangan yang bisa ia singgung dengan mudah.“Konnichiwa (selamat siang),” ujar pria itu sambil memberi salam khas Jepang. “Boku no nawae wa Daisuke desu, yoroshiku. (Namaku Daisuke, salam kenal)”Farrin hanya bisa mematung dan menatapnya dengan raut wajah yang tak bisa dimengerti oleh Alex yang berdiri seolah tengah mengawal pria itu. Mungkin, Farrin sedikit syok atau tidak mengerti apa yang diucap oleh pria itu.“Ah, Rin-chan. Maksud Tuan, beliau sedang memperkenalkan diri.” Natsu tiba dan berusaha menjelaskan siapa pria yang sedang duduk itu. Natsu mengerti, Farrin pasti tidak paham dengan ucapan pria yang memperkenalkan diriny

  • Mon Amour   Part 123

    Setelah Farrin meminta sarapan di waktu dini hari dan Alex serta Natsu mencurigai sesuatu, keduanya sepakat untuk melakukan serangkaian tes dan pertanyaan hingga mereka mengambil kesimplan bahwa Farrin memang membawa nyawa lain di tubuhnya. Bahkan, untuk menegaskan kesimpulannya, Alex sengaja pergi mencari apotek saat matahari telah terbit dan membeli alat tes kehamilan instan. Alex maupun Natsu sudah menduga jika hasilnya akan berakhir positif, tetapi tidak dengan Farrin. Ia masih merasa tidak percaya. Kegagalannya beberapa waktu lalu untuk melihat dua tanda garis pada alat itu membuat ia berkecil hati dan enggan berharap lebih. Memang, apa yang bisa Farrin harapkan? Sedangkan meski ia positif pun, keputusan perceraiannya dengan Vian sudah mencapai tahap final. Jadi, ia merasa jika lebih baik untuk menyembunyikannya saja. Toh, meski Vian tahu pun, ia tak bisa memberi keluarga yang baik untuk calon anaknya kelak. Vian sudah memiliki Lena di sampingnya dan akan memili

  • Mon Amour   Part 122

    Begitu selesai, Alex segera menuju dapur dan mendapati Natsu serta Farrin yang terduduk dan seperti menunggu kedatangannya. Alex tak tahu jika kehadirannya begitu ditunggu dengan antusias seperti ini. Ah, ia jadi menyesal saat ia berniat untuk mengulur waktu di kamar mandi dan berharap dua wanita yang hidup dengannya itu tak betah menunggu dan pergi tidur. “Maaf, Nona. Aku harus menyelesaikan sesuatu tadi,” jelas Alex. Ia tak ingin Farrin menuduhnya yang tidak-tidak, sedangkan yang sebenarnya memang ia tidak ada kegiatan sama sekali. Farrin menggeleng kecil dan tersenyum, lalu berkata, “Iya, tidak apa-apa. Aku bisa memaklumi, ya. Jaa ... ayo masakkan aku ramennya. Dua, ya. Aku ingin makan dengan Natsu-chan juga. Ah, tiga kalau juga ingin, ya. Aku tak ingin kau hanya diam dan melihat kami makan.” Ah sial! Ingin rasanya Alex mengumpati Farrin. Natsu, kan, bisa membuatnya sendiri, mengapa ia yang harus disuruh untuk membuatkannya juga. Ia yakin, Natsu bisa membu

  • Mon Amour   Part 121

    “Alex,” ujar Natsu. Ia menggoncang pelan tubuh Alex yang tengah terlelap di futon—kasur lantai khas Jepang, yang ada di kamarnya. Natsu mungkin merapal untuk meminta maaf untuk nanti, tetapi ia juga bersyukur karena Alex tidak mengunci pitu kamarnya.“Ada apa, Nats?” tanya Alex dengan pelan. Jika saja tuan yang memerintahkannya untuk menjaga Farrin ada di sini, sudah pasti ia akan mendapat hukuman karena menurunkan tingkat kewaspadaan. Karena bagaimanapun juga, Alex adalah seorang penjaga dan tugasnya adalah memiliki kewaspadaan yang tinggi. Dan membiarkan kamar tidak terkunci dan seseorang bisa masuk sembarangan adalah suatu kesalahan yang fatal.“Oh, tidak! Nats!” sergah Alex. Ia baru ingat jika tak mengunci kamar. Lalu, apakah ada suatu hal yang membuat wanita itu panik seperti ini?“Apa, lex?”“Aku lupa mengunci pintu dan menurunkan kewaspadaanku. Seharusnya aku tidak menuruti perkataan Farri

  • Mon Amour   Part 120

    “Vi, hentikan pencarianmu tentang Farrin.”Dengan satu kali tombol ditekan, pesan suara yang Nazilla kirimkan kini terkirim pada ponsel Vian. Ia sudah memutuskan untuk mengalah dan membiarkan Farrin lepas dari tanggung jawabnya. Setelah ini, ia hanya bisa berharap jika wanita itu bisa menemukan bahagianya sendiri, atau setidaknya menemukan orang yang mencintainya.Bukankah dicintai lebih baik ketimbang mencintai?Sebagai orang yang sudah melewati lima dasawarsa alam hidupnya, Nazilla mengerti betapa hidup terkadang tidak bisa kita kendalikan meski ada banyak uang di tangan kita. Padahal, tak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa jika kau memiliki uang, kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan.Mungkin mereka benar, tetapi bukan berarti harus dijadikan sebagai sebuah pembenaran.Nazilla sendiri yang mengalaminya tanpa ada bantuan cerita dari orang lain. Kini, meski uang dan kekuasaan bisa ia pegang, satu wanita untuk kebahagiaan pu

  • Mon Amour   Part 119

    “Ap-apa maksudmu, Ri?” Badan Nazilla mengalami tremor kecil saat Rizuki menyelesaikan ucapannya. Semakin lama, Wanita paruh baya itu semakin merasa terancam saat wanita yang enggan duduk itu mengatakan banyak hal. Bahaya! Ia bisa mencium ada tanda-tanda bahaya untuk nanti.“Mama sangat tahu apa yang kumaksud, tapi masih menanyakannya padaku? Biar kuberitahu satu hal, Ma. Biarkan Avan bersama dengan Farrin dan mereka menjemput bahagianya. Putra kesayanganmu sudah bertemu dengan wanita yang pas untuknya. Wanita yang mencintainya dan memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang bisnis. Sebagai orang yang kau anggap anak juga, aku mengatakan hal yang sebenarnya dan berharap Mama bisa mengerti.”Rizuki melirik Nazilla sekilas lalu melanjutkan, “Yang Mama tuduhkan, bahwa aku tidak adil pada kedua orang itu semata-mata juga karena Mama sendiri. Perlukah aku mengatakan semua hal yang membuat Mama bisa berpikir bahwa apa yang Mama lakukan adalah sebua

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status