“Sorry?” Kaisar menaikkan sebelah alisnya karena agak terkejut dengan yang dikatakan Erika. “Hari ini aku ingin pergi sendiri, jadi kau boleh melakukan apa pun yang kau mau,” jawab Erika dengan santainya, sebelum melambai dan pergi begitu saja. Untuk kali ini, Kaisar benar-benar tercengang. Biasanya Erika tidak pernah membiarkan dirinya pergi sendiri, tapi hari ini berbeda. Entah perempuan itu sedang dalam suasana hati gembira atau apa. “Mungkin saja dia sedang ingin pergi kencan berdua dengan Angga,” gumam Kaisar seorang diri dan itu membuatnya sakit hati. “Sudahlah.” Lelaki itu kemudian menggeleng pelan. “Dari pada memikirkan itu, lebih baik aku pergi membantu mama.” Niatnya Kaisar sih begitu, tapi siapa sangka kalau hal itu tidak bisa dia lakukan. Sesampainya di rumah, dia hanya bisa bertemu dengan Bima yang baru saja mau pergi kerja. “Barusan mama sudah pergi diantar sama Queenie.” Itu yang dikatakan Bima. “Hah? Kok bisa Queenie?” Tentu saja Kaisar bingung. “Tadi dia data
“Erika. Queenie.” Retno memanggil nama dua orang perempuan yang berdiri di depannya itu. “Kalian nga ....” “Ya, ampun.” Belum selesai Retno berbicara, seseorang tiba-tiba saja menyela. “Bukankah kau Erika Wiratama?” Erika tidak langsung menjawab perempuan paruh baya yang kini sedang berdiri di sampingnya dan memuji tiada henti. Dia jelas adalah penggemar, tapi kali ini Erika memilih untuk tidak peduli. “Tante Retno.” Erika menoleh pada perempuan paruh baya yang sedang dibersihkan dari remahan makanan oleh sang kakak. “Kok ada di sini?” “Tante ... tadi datang diantar Queenie. Buat antar pesanan,” jawab Retno agak bingung juga dengan kedatangan dua perempuan muda itu. Retno bisa menebak kalau Queenie mungkin menungguinya, walau tadi sudah diminta pulang duluan. Tapi kalau Erika? Masa iya kalau kebetulan perempuan itu ada di kafe yang sama. “Ah, iya. Padahal kemarin Tante sudah bilang mau ke sini buat ngantar pesanan.” Erika pura-pura terkejut. “Ini yang pesan?” Yang bisa dilak
“Jadi? Kalian membantu Mama?” tanya Kaisar pada dua perempuan di depannya. “Tidak juga.” Tanpa diduga, Queenie dan Erika menjawab bersamaan. Sekarang,mereka sudah pindah kafe dan Kaisar memandangi dua orang perempuan yang sangat kompak itu. Bukan hanya kompak bicara dan menolong mamanya, tapi gaya berpakaian mereka juga serupa. Hari ini, dua perempuan itu menggunakan kemeja berwarna peach. Bedanya, Queenie masih menggunakan outer, sementara Erika tidak. “Wah, adikku tersayang.” Queenie berusaha untuk memeluk perempuan yang duduk di sebelahnya. “Kita ternyata memang satu hati ya.” “Satu hati apaan?” Erika jelas saja akan menghardik. “Menjauh dariku.” “Ah, jangan begitu sama kakak sendiri dong.” Queenie malah makin ingin mengerjai adik lain ibunya itu. “Eh, menjauh.” Erika segera berdiri dari tempat duduknya untuk menjauh. “Jahat.” Queenie mencebik seolah sedang marah, walau sebenarnya dia hanya bercanda saja. Jujur saja, kelakuan dua perempuan itu membuat Kaisar dan Re
“Dasar sinting.” Kaisar menggumamkan hal itu sambil melihat ponselnya. Sekarang, lelaki itu sudah keluar dari kafe. Rupanya, dia tidak perlu membayar apa pun karena Erika sempat menyelipkan uang pada pelayan saat keluar tadi. Lebih dari cukup untuk membayar semua pesanan mereka. Lalu sekarang, Kaisar duduk di atas mobil majikannya di tempat parkir basement. Dia sudah sampai di gedung tempat Erika tinggal, tapi masih belum ingin turun dari mobil karena sedang melihat apa yang dikirimkan Queenie padanya. [thequeen.queenie: Ngemil sambal goreng bareng adik tercintah @erika_wiratama, sekalian mau jualan nih. Yang minat, PM ya. Stok sangat terbatas.] Queenie mengirimkan Kaisar tautan berisi fotonya bersama dengan Erika. Mereka sedang memakan sambal goreng jualan sang mama yang tadi ditolak orang. Mana, Erika juga mengunggah hal yang sama. “Dia ini benar-benar ingin terlihat jahat ata
“Kurasa aku sedang jatuh cinta,” gumam Kaisar yang seluruh wajahnya, ditutupi oleh majalah. “Hah? Maksudnya apa?” Viktor yang paling pertama bertanya. “Mungkin dia sudah move on.” Kali ini Reino yang berbicara. Hari ini kaisar sedang cuti dan memutuskan menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Itu dia lakukan karena ingin mencoba untuk curhat atau mungkin meminta pendapat. Namun, sepertinya dia salah. Dua orang lelaki yang duduk di depannya ini jelas tidak bisa diandalkan dalam hal percintaan. Viktor memang bukan lelaki playboy, tapi dia juga sudah cukup sering berganti pasangan. Tidak sesering Reino, tapi tetap saja. “Rasanya percuma aku datang ke kantor sialan ini untuk bertemu kalian.” Kaisar melempar majalah yang menutupi wajahnya dengan kesal. “Hei, Bung. Kau itu pegawai di sini. Kami yang menggajimu, jadi sopanlah sedikit,” tegur Reino hanya untuk bercanda saja. “Aku tertarik dengan apa yang kau katakan tadi.” Berbeda dengan Reino, Viktor memilih untuk lebih serius. “Ka
“Eh? Usaha makanan?” tanya Retno agak kaget dengan ide putranya. “Ya.” Reino mengangguk yakin. “Kan Mama bisa masak, jadi kita buat saja usaha kecil-kecilan.” “Tapi bukannya kau ada pekerjaan?” Bima yang hari ini ikut berdiskusi bertanya. “Aku bekerja dengan Erika dan aku yakin dia tidak akan masalah kalau aku sedikit membantu Mama.” Bima hanya mengangguk saja ketika mendengar itu. Dia bahkan tidak mau repot-repot bertanya, ketika mendengar nama Erika disebut. Bukannya Bima tidak peduli, tapi urusan percintaan kakaknya dan perempuan itu tidak bisa dia campuri. Apalagi, dia sudah pernah ditolak Erika. “Kalau begitu, bertanyalah dulu pada Erika.” Retno pada akhirnya tidak langsung mengiyakan. “Setelah dia setuju, baru kita pikirkan lagi.” *** “Boleh. Lagian, kenapa harus tanya aku?” Itu yang dikatakan Erika saat Kaisar bertanya. “Karena kau sendiri yang bilang kalau aku harus denganmu dua puluh empat jam. Kalau ada keperluan, aku harus melapor dan hanya boleh meninggalka
“Maaf kalau aku mengganggu kencannya ya.” Queenie mengatakan hal itu dengan nada sangat riang. “Sa ... sama sekali tidak masalah.” Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Angga. Tadi perempuan yang berprofesi sebagai perawat itu memang mengunjungi adiknya. Queenie sama sekali memberi tahu Erika dan nyaris saja datang dengan tangan kosong. Sebenarnya, Queenie enggan mengganggu kencan orang. Tapi karena Kaisar juga ikut, alhasil dia juga ingin ikut. Dia ingin melihat lelaki yang jadi gebetan Erika. “Tapi aku baru tahu kalau Erika punya kakak. Bukannya waktu sekolah kau bilang anak tunggal?” tanya Angga dengan hati-hati. “Ya.” Erika mengangguk, sambil mengaduk saladnya. “Dulunya memang anak tunggal, tapi sekarang punya kakak lain ibu. Panjang kalau mau diceritakan.” “Sudahlah.” Queenie segera melambaikan tangannya pada lelaki yang duduk di depan adiknya itu. “Dari p
“Jadi bagaimana?” Erika yang memulai pembicaraan. “Kau sudah mencari tahu dan sudah ingin memberikan jawaban atau penawaran lain?” “Aku sudah mencari tahu.” Angga mengangguk pelan. “Sayangnya aku masih belum mengerti.” “Bagian mana yang belum kau mengerti?” Angga tentu saja mulai menjelaskan. Lelaki itu masih tidak tahu kenapa Erika harus mendekati Jayantaka, padahal perempuan itu membencinya. Dia tidak mengerti kenapa Erika masih mengejar Kaisar, padahal lelaki itu bisa dibilang musuhnya. “Maksudku, kau pernah membencinya dan kini mengejarnya?” tanya Angga dengan kening berkerut. “Bagiku itu aneh.” “Apa kau tidak dengar apa yang dikatakan Queenie tadi?” Alih-alih langsung menjawab, Erika ingin menjelaskan lebih dulu. “Soal selingkuhan?” tanya Angga hati-hati. Walau tadi sudah mendengar, tapi dia tentu tidak ingin salah bicara. “Ya. Aku