Namika menatap dirinya di cermin. Tanda itu selalu menarik perhatian Namika dan ia sangat menyukainya. Hal itu membuat Namika merasa bahwa dia dan Aruna sudah terikat dengan satu sama lain. Matanya mengarah ke beberapa pengawal yang mengelilingi villanya. Sudah satu minggu sejak kejadian itu dan hingga saat ini Namika sama sekali belum pernah keluar dari villa itu. Tapi itu tidak apa karena Aruna selalu mengunjunginya setiap hari. Namika menggunakan skincarenya sambil menunggu Aruna untuk datang. Ia pun langsung tersenyum ketika mendengar suara pintu depan yang terbuka. Gadis itu segera turun ke bawah dan memeluk Aruna dengan erat. Laki-laki itu mencium dahinya dan menatap Namika dari atas hingga bawah untuk memastikam kondisinya. “Aku udah sehat kok. Kamu enggak perlu sampai segitunya,” ucap Namika sambil memalingkan wajahnya. “Kita enggak tahu kalau misalkan kondisimu drop lagi gara-gara kejadian itu kan? Oh iya, kapan kamu mau ke psikolog?” tanya Aruna. Namika menelan ludahny
Laki-laki itu langsung menggeleng. “Itu karena kau memiliki kemampuan untuk membuat mithril. Luke mendapatkan efek samping dari penggunaan sihir terlarang dan mithril akan membuatnya sembuh.” Aruna langsung bergidik ketika mendengar itu. “Tapi saat aku diculik dulu, bukannya dia pasti tahu kalau aku kabur ya? Tapi kenapa dia membiarkan aku begitu saja?” tanya Aruna. “Saat itu dia belum menjadi manusia. Lagi pula saat itu kau masih berusia tiga tahun kan? Sepertinya dia tahu kau masih belum bisa membuat mithril dengan baik.” Aruna terkekeh dan mengusap wajahnya. Mithril memang dapat menyembuhkan apapun dan itu membuat Aruna penasaran seberapa parah efek samping yang dialami Luke. Sebuah pemikiran kemudian terlintas di kepalanya. “Apakah Luke pernah memiliki hubungan yang dekat dengan Tante Mutia? Atau mereka bahkan pernah memiliki hubungan romantis sebelumnya? Lavena membulatkan matanya sejenak dan menatap ke langit-langit goa. “Kau benar, mereka pernah memiliki hubungan romantis.
Namika menatap layar ponselnya. Dia dan teman-temannya memutuskan untuk bertemu di kampung halaman Yumi. Gadis itu sudah memesan villa yang berada dekat dengan Pantai Lovina. “Yumi, aku boleh ngajak cowokku enggak? Soalnya Tante Mutia sekarang lagi overprotective banget sama aku sejak kejadian itu,” tanya Namika sambil memegang ponselnya. “Ajak aja deh cowokmu, cowokku juga katanya mau ikut. Katanya kapan lagi dia bisa nginap di villa tapi gak bayar,” dengkus Yumi. Namika langsung tertawa kencang ketika mendengar itu. Ia mematikan telepon dan menatap Aruna yang tertidur di sebelahnya. Menyadari bahwa hari sudah siang, Namika mencoba membangunkannya dengan mencium wajahnya. “Aruna, bangun dulu yuk?” ucapnya lembut. Laki-laki itu perlahan membuka matanya. Mata birunya langsung menatap Namika. Tangannya menarik tengkuk Namika dan bibir mereka bersentuhan. Namika langsung melepaskan itu dan memalingkan wajahnya yang memerah. “Kamu ini baru bangun udah nakal banget ya. Mending kamu ma
“Gila. Ternyata mereka udah jauh banget dibanding kita. Kamu enggak mau kayak mereka? Kita pelukan aja jarang banget lho,” goda Arjuna sambil menyenggol bahu Yumi. Yumi memutar bola matanya. “Kita mah enggak cocok jadi pasangan yang lovey dovey kayak mereka. Mereka juga keadaannya beda sama kita. Bukannya kamu mau kita resepsi outdoor ya?” Arjuna membulatkan matanya ketika mendengar itu. “Astaga, aku kira kamu enggak inget lho omonganku yang itu. Tapi aku maunya yang suasananya hutan biar kayak tempat asalku, hehe.” Namika melepaskan ciuman mereka dan melihat saliva mereka yang tersambung. Matanya menatap ke arah Aruna dan ia menyadari bahwa wajah laki-laki itu mulai memerah karena bir yang dia minum. “Kamu jangan aneh-aneh deh. Masih ada Yumi sama Arjuna tahu. Atau kamu sebenarnya memang orang yang enggak tahu malu?” tanya Namika sambil meraba bekas lipstik yang menempel di bibir Aruna. “Emang enggak tahu malu kok, cuma baru keluar gara-gara minum alkohol. Aku memang masih sadar
Namika membuka matanya dan melihat Aruna yang memeluknya dengan erat. Tangan laki-laki itu melingkari perutnya dan Namika dapat merasakan napas Aruna yang berhembus di bahunya. Gadis itu biasanya tidak dapat tertidur tenang di tempat baru, tapi sepertinya Aruna mampu membuat Namika merasa nyaman. Ia pun membalik badannya dan memegang rahang Aruna. Namika kemudian menyadari bahwa dia bisa mencium bau rokok. Dia meringis dan mencubit Aruna pelan. Laki-laki itu sepertinya tidak merasakan cubitan Namika. Karena Aruna sepertinya tidak akan bangun dalam waktu yang cepat, Namika memutuskan untuk pergi ke bawah untuk melihat Alora dan Yumi. Saat tiba di bawah, Namika melihat Yumi yang sedang memasak. “Kamu bangunnya siang banget. Padahal waktu masih sekolah kayaknya kamu doang yang bangunnya paling pagi,” komentar Yumi. Alora yang sedang memakan camilan menganga ketika melihat Namika. “Yumi! Namika habis digigit sama dugong!” pekiknya kencang. “Hah? Mana ada aku digigit sama dugong? Kam
Namika melirik Aruna yang sedang berada di kolam renang. Sekarang sudah jam satu pagi namun Aruna yang sedang mabuk tampaknya tidak mempedulikan hal itu. Sesekali laki-laki itu mencoba untuk menarik Namika untuk ikut berenang bersamanya. Tentu saja Namika menolak. Dengan udara sedingin itu, dia tidak mau mengorbankan kesehatannya. Di sisi lain, Yumi tampak kelelahan karena berusaha menahan Arjuna yang sedang menjadi harimau. Berkali-kali dia menggunakan sapu untuk memukul Arjuna dengan kekuatannya karena Yumi terlalu lelah mengejarnya. Alora hanya melihat pemandangan itu sambil meminum jus alpukat yang ia buat. “Ini villa apa kebun binatang sih? Binatangnya beragam banget,” komentar Alora sambil duduk di kursi. Namika mendengkus. “Kalau si Archie ikut keadaannya pasti lebih chaos sih. Kamu bilang dia bisa punya sayap dan terbang semau dia kan? Mending kamu bantuin Yumi sana.” Gadis itu terkekeh ketika mendengar kata-kata Namika. Namika mengalihkan pandangannya dan menatap Aruna y
Namika yang menyadari jika suasana memanas segera menarik tangan Aruna untuk segera pergi dari sana. Mereka berdua kemudian berhenti di sebuah toko yang menjual minuman. Ia memutuskan untuk membeli sembarang minuman sambil berusaha menyembunyikan matanya yang memerah. Rasanya sangat memalukan jika Aruna melihatnya menangis. Mata biru itu hanya memperhatikan gadis di hadapannya. Dengan perlahan dia berjalan dan memeluk Namika dari belakang. Pertahanan Namika pun kembali runtuh karena Aruna melakukan hal itu. “Aku gak ngerti kenapa kamu masih pengen mempertahankan hubungan ini kalau kamu udah bener-bener pesimis sama kita. Kenapa aku enggak mengakhiri hubungan ini secepat mungkin sih?” tanya Namika kesal. “Kamu tahu alasannya,” balas Aruna pelan. Dia bisa melihat tatto laut mereka yang terus berpendar. Aruna tak mengerti kenapa itu terjadi, tapi sepertinya ada hubungannya dengan gejolak emosi yang mereka rasakan. Namika membalik badannya dan melihat mata biru Aruna yang sayu. Namik
Namika membuka matanya dan menyadari jika Aruna sedang memeluknya. Namika bukanlah tipe yang diam saja ketika tidur, jadi rasanya sangat langka ketika ia terbangun dalam pelukan Aruna. Dia tidak bisa berhenti mengagumi Aruna. Rasanya dia benar-benar sempurna dalam semua hal. Aruna tampan dan memiliki tubuh yang bagus. Dia juga memiliki sifat yang lembut kepada Namika. Gadis itu mengernyit ketika mendengar suara bel villanya. Siapa yang sudah menganggu ketenangannya sepagi ini? Apakah para pengawal itu tidak melakukan tugas mereka dengan baik? Namika mendengkus dan segera turun ke bawah. Ia membuka pintu dan melihat seorang perempuan yang tidak ia kenali. Perempuan itu memiliki rambut berwarna cokelat gelap dan mata berwarna cokelat terang. Tampaknya perempuan itu juga sedang menilai penampilan Namika. Namika baru tersadar jika ada beberapa bekas yang ditinggalkan Aruna di lehernya. Dengan perlahan dia mencoba untuk menutupi itu dengan kedua tangannya. “Katanya Aruna pindah ke sin
Namika melirik beberapa orang yang kini sedang berdiam di villa yang Alora sewa. Entah mengapa gadis itu tiba-tiba merencanakan sesuatu yang sangat mendadak seperti ini."Jadi.. Kita sekarang mau ngapain?" tanya Yumi bingung.Alora tertawa kecil. "Ngapain aja juga boleh. Kalau aku sih hari ini mau minum aja. Dapet wine yang manis banget nih."Namika melirik Archie yang sedang menghisap vapenya. Laki-laki itu sama sekali tidak merasa canggung walaupun mereka berempat menatap Archie dengan tatapan bingung."Ini kalian berdua udah baikan apa gimana?" tanya Namika.Archie terdiam sejenak dan menatap Namika. "Hmm, mungkin bisa dibilang gitu? Aku tahu kok kalau kamu sama Yumi masih ngerasa enggak nyaman sama aku.""Masalahnya kamu tuh brengsek banget, tahu. Untung aja waktu itu kamu sogok aku pakai uang. Kalau enggak, mungkin sampai sekarang kamu juga masih belum aku maafin," sahut Arjuna.Aruna mengangguk setuju. "Yaudahlah. Minta rokok dong, Juna. Masih pusing banget nih ngurusin anggota
Namika menatap kedua kakinya yang terbenam di kolam renang. Rasanya sangat aneh karena untuk pertama kalinya, hidupnya terasa tenang lagi. Kejadian kemarin terasa seperti mimpi buruk."Aku yakin kalau aku pasti udah mati kalau kekuatannya Tante Mutia enggak aktif," komentar Aruna. Paha laki-laki itu masih terlihat sangat menyeramkan karena luka yang disebabkan oleh Luke."Jujur aku kaget banget kemarin. Ternyata Tante Mutia masih bisa melampaui batasannya dia. Yah, walaupun lumayan terbatas karena untuk lawan yang kuat, kekuatannya enggak bisa jadi pasif."Laki-laki itu mengusap rambut Namika dengan lembut. "Aku bersyukur deh, kamu enggak ada luka sama sekali. Tante Mutia lumayan parah lukanya, mana psikisnya juga lumayan terluka gara-gara Luke."Namika memang sempat melihat kondisi Mutia sekilas. Namun, dia harus mendapatkan perawatan sehingga Namika meninggalkannya di kamar. Namika melirik paha Aruna."Kamu kenapa enggak minum mithril aja? Kan pasti langsung sembuh?" tanya Namika. D
Mutia menatap Luke yang sedang merangkulnya. Siapa pun yang melihat mereka sekarang pasti berpikir jika mereka berdua adalah kekasih. Yah, mereka tidak salah jika itu terjadi sepuluh tahun yang lalu.Perempuan itu tidak mengerti kenapa Luke sampai harus melakukan ini. Mutia sangat yakin jika Luke masih memiliki akal yang sehat walaupun dia memang posesif saat mereka berpacaran."Sebenarnya ilmu hitam apa yang kau gunakan sampai kau bisa bangkit dari kubur?" tanya Mutia dengan sedikit malas. Entah apa yang harus dia lakukan supaya Luke mau membiarkannya pergi."Yah, entahlah. Ilmu hitam ini berasal dari para roh yang sudah mati. Kau tahu jika pengguna ilmu hitam akan tetap berada di dunia ini jika mereka belum melepaskan ilmu hitamnya, bukan?"Mutia mengernyit. "Aku tahu. Tapi roh? Bukankah mereka tidak bisa mati selama mereka belum melepaskan ilmu hitam mereka itu? Lalu gimana bisa kamu mengambil itu dari mereka?"Luke menyentil dahi Mutia. "Bukannya aku sudah bilang jika aku adalah s
Mutia menatap air laut yang terus menerjang. Kini dia sudah menjadi orang dewasa, namun masa lalu tidak pernah berhenti mengejarnya. Rasanya sangat menyebalkan. Tentu saja Mutia tidak dapat melupakan titik-titik terendah dalam hidupnya. Dia masih mengingat bagaimana sakit yang ia rasakan saat dia sadar bahwa dia dan Galen tidak ditakdirkan untuk bersama selamanya. Saat itu Mutia yakin jika Galen hanya akan menjadi salah satu orang yang pernah hadir dalam hidupnya. Mutia sudah ikhlas dengan kenyataan itu dan menjalani hari-harinya seperti biasa. Kedatangan Angkasa membawa angin segar ke dalam kehidupan Mutia. Laki-laki yang pintar memasak itu selalu berhasil membuat Mutia tersenyum. Mutia bahkan mengira jika Angkasa akan menjadi pasangan hidupnya. Sayangnya khayalannya itu menghilang saat Angkasa meninggal karena tabung gas yang meledak. Saat itu Mutia merasakan sakit yang lebih daripada saat dia tahu bahwa dia dan Galen tidak bisa bersama. Ibu Namika adalah seseorang yang membuat
Namika membuka pintu gerbang villanya dan menatap Tante Mutia yang terlihat sangat lelah. Perempuan itu mengerutkan keningnya dan segera mempersilahkan tantenya itu untuk masuk. “Tante kenapa?” tanya Namika khawatir. Gadis itu tidak pernah melihat Mutia dengan kondisi yang sangat berantakan seperti itu. Mutia mengembuskan napasnya dan menatap langit-langit villa. Dia tidak tahu apakah dia bisa mengungkapkan hal itu kepada Namika. Tapi Mutia tahu jika Namika harus mengetahui hal itu. “Luke yang selama ini kalian bilang.. Aku kenal sama laki-laki itu,” ucap Mutia sambil memejamkan matanya. Tubuh Namika langsung menegang ketika Tante Mutia mengatakan itu. Dia dan Aruna memang sudah menduganya, tapi ia tidak menyangka jika Tante Mutia akan menceritakannya secepat ini. “Aku juga enggak tahu kenapa dia ganti nama jadi Luke. Waktu kita pacaran, namanya dia Galen,” lanjut Tante Mutia. Namika membulatkan matanya dan menahan napasnya sejenak. Namun, dia tetap duduk di samping tantenya dan
Mutia menggigit bibirnya ketika ia mendengar kabar dari Namika. Ia semakin yakin jika tujuan utama Luke adalah dirinya. Namun kenapa dia dulu sering menyerang Aruna? Tangannya memegang setir dan jantungnya tidak berhenti berdebar. Mutia sudah mengalami pahit dan manisnya hidup walaupun ia bahkan belum mencapai kepala tiga. Lagu yang mengalun di radio pun ia abaikan. Menjadi seseorang yang memiliki hadiah memang membuat hidupnya tidak pernah tenang. Kini Mutia menjadi takut jika Namika akan mengalami hal yang sama dengan apa yang dia rasakan. Pandangannya menatap matahari yang mulai tenggelam. Ah.. Sebuah kenangan tiba-tiba muncul di ingatannya. Sebuah ingatan yang ingin dia lupakan, karena hubungan mereka yang memburuk. Bukannya Mutia membenci hubungan Aruna dan Namika, hanya saja dia melihat mereka setiap dia melihat pasangan itu. Dia melihat mereka yang tidak bisa menyatu karena takdir. “Apa yang bakal terjadi kalau aku enggak pernah pergi ke sini ya?” gumam Mutia pelan. Itu su
Namika menggigit bibirnya ketika rencananya untuk menculik anggota Rajani terus-terusan gagal. Matanya menatap Inola yang sedang bermain air di pantai. Gadis itu mungkin tidak terlihat bagi ancaman di mata orang lain. Tapi setelah Namika berurusan dengan Inola, dia tahu betul jika Inola sangat mudah dimanfaatkan jika berkaitan dengan Aruna. Namika mengembuskan napasnya dan melihat beberapa orang yang sedang berlalu lalang. Ia mengerutkan keningnya ketika menyadari bahwa anggota Rajani mencapai sepuluh orang. Aruna juga selalu dalam mode waspada sejak ia mengintrogasi anggota Rajani itu. Namika terkadang tidak percaya jika Aruna bisa memiliki karakter yang sangat berbeda dengan Baruna. Ia pun melangkahkan kakinya dan mulai berlari kecil. Tante Mutia tidak membiarkan Namika mengabaikan olahraganya. Dia selalu menghubungi Aruna untuk memaksa Namika berolahraga. Tangannya merogoh taser gun yang ia letakkan di kantong celananya. Jika rencananya kali ini gagal, Namika tahu bahwa dia ha
Namika terbangun ketika ia mendengar getaran dari ponselnya. Ia mengerutkan keningnya dan meraba ponselnya yang ada di atas meja. Namika segera membaca pesan yang dikirim itu dan terkekeh. Gadis itu segera turun ke bawah dan melihat Aruna yang sedang meminum jus jeruk. Ia segera memeluk laki-laki itu dan menunjukkan pesan yang dikirim oleh Inola. “Pagi-pagi aku udah digangguin sama fans kamu lho. Kayaknya dia masih enggak terima kalau aku berhasil bikin kamu suka sama aku,” kekeh Namika. Aruna mendesah kasar dan menatap beberapa pesan yang dikirim oleh Inola. “Apa aku bunuh aja dia ya? Lagi pula siren kayak kita enggak punya catatan sipil. Enggak bakal ada yang nyadar kalau dia hilang.” Namika terdiam dan memperhatikan Aruna sejenak. Tentu saja dia menyadari jika Aruna tak bisa disandingkan dengan manusia normal. Entah sudah berapa banyak orang yang Aruna bunuh sebelumnya. “Enggak perlu. Walaupun dia emang nyebelin, kayaknya agak keterlaluan kalau kamu sampai bunuh dia. Biarin aj
Aruna mengelus kepala Namika dengan lembut. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam namun Aruna sama sekali tidak mengantuk. Pikirannya masih tertuju pada anggota Rajani yang mengawasi mereka. Laki-laki itu pun bangkit dari ranjang dan mencium dahi Namika. Matanya mengarah pada senjata yang tersembunyi di tasnya. Dia tidak menyangka bahwa dia akan melakukan hal ini lagi. Namun dia juga tak dapat mengabaikan perintah Sirius. Selama ini Sirius sudah menjadi mesin pembunuh dan Aruna yang melanjutkan tugasnya itu. Ia pun mulai menyiapkan pakaiannya. Aruna melangkah keluar dan menatap keadaan sekitar. Tentu saja pantai itu sangat sepi. Tapi anggota Rajani akan selalu mengawasi mereka selama seharian penuh dan inilah kesempatan Aruna. Akhirnya setelah berjalan sebentar, dia menemukan markas mereka. Tempat itu memang terlihat seperti tempat pedagang dan orang lain tidak akan menyadarinya. Laki-laki itu menempelkan telinganya dan mencoba menebak ada berapa orang yang harus ia bunuh.