Aldi, Alma, dan Baim berusaha untuk perlahan-lahan mundur dari sosok-sosok bayangan yang mencekam itu. Namun, mereka tetap merasa terjebak dalam situasi yang sangat menakutkan.Masih berjalan mundur dengan hati-hati, mereka berharap untuk menghindari konfrontasi apapun dengan sosok-sosok misterius ini. Ketegangan dalam ruangan semakin intens, dan keberanian mereka diuji dalam kegelapan yang mengancam."Al, sampai kapan kita harus berjalan mundur seperti ini?" bisik Baim, lututnya sudah gemetar karena ketakutan. "Sst! Mending kamu diam, Im. Aku juga tidak tahu sampai kapan kita harus begini. Tapi, kita juga tidak mungkin berjalan membelakangi mereka, sebab kita harus tetap waspada dengan para makhluk tak kasat mata itu. Kamu paham, 'kan, Im," jawab Alma yang juga ikut berbisik."Hh, ya, baiklah. Aku paham, Al," desah Baim sambil menghela napasnya dalam-dalam.Dalam kehati-hatian, mereka bertiga terus melangkah menjauhi para makhluk tak kasat mata yang masih terus bergerakSosok-sosok
"Ya, Tuhan, jika memang akan terjadi hal besar semoga saja itu adalah hal baik. Semoga kami bisa keluar dari sini secepatnya, Tuhan. Sungguh kami sudah lelah dengan semua peristiwa mengerikan ini. Ditambah lagi dengan jasad Santi dan Amar yang sudah pasti membusuk, semuanya terasa begitu buruk," batin Alma. Dalam diam, Alma tampak gelisah dan itu membuat posisinya terus bergerak tidak karuan sehingga membangunkan Baim. "Eh, Al, sudah lama bangun, Kamu?" sapa pemuda itu tatkala melihat Alma tengah membersihkan wajahnya dengan tisu basah yang diambilnya dari dalam tas ransel yang dipakainya sebagai bantal tidur. "Ya, lumayanlah. Kenapa memangnya, Im? Apa aku mengganggu tidurmu? Maaf, ya," ucap Alma"Ah, tidak mengapa. Memang sudah waktunya untuk bangun. Aldi belum bangun?" tanya Baim lagiAlma menggeleng, lalu berkata, "dia baru saja tertidur ketika aku bangun tadi. Kasihan, dia sepertinya begadang tadi malam.""Hmm, ya, begitulah. Sebenarnya aku dan Aldi memang membuat jadwal gilir
Pemuda itu lalu kembali mengeluarkan sebungkus roti dari dalam tasnya kemudian membagi untuk Aldi, Alma dan dirinya sendiri. Mereka bertiga kemudian memakan roti itu sedikit demi sedikit dan menyimpan sisanya untuk waktu berikutnya. "Bagaimana, kalian sudah siap untuk kembali menjelajahi rumah ini? Siap bertualang di kegelapan rumah yang semakin mencekam?" tanya Aldi. "Siap tidak siap, kami harus dan pasti siap, Al." Alma dan Baim menyahut secara bersamaan. Aldi mengangguk, kemudian mengajak Alma dan Baim kembali menjelajahi seisi rumah untuk mencari jalan keluar dari rumah yang semakin suram dan menakutkan itu. Aldi, Alma, dan Baim melewati ruang tamu, tempat dimana mereka meletakkan jasad Santi dan Amar secara berdampingan. Dengan penuh perasaan takut, ketiganya melalui ruang tamu. Namun, sesampainya di ruang tamu mereka menemui sebuah keanehan"Alma, Aldi, kok ruang tamu ini tidak berbau busuk, ya? Seharusnya, 'kan, dari sini tercium bau busuk dari jenazah Santi dan Amar yang b
Aldi menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk meredakan kepanikannya. "Kamu benar, Al. Kita harus tetap tenang dan mencari tahu apa yang terjadi."Alma mengangguk, lalu memalingkan wajah ke arah Baim yang masih terlihat pucat pasi karena ketakutan. "Kamu baik-baik saja, 'kan, Im?""Se-sebenarnya aku sendiri tidak yakin jika diriku saat ini sedang baik-baik saja. Semoga saja tidak ada lagi kejadian aneh di luar nalar seperti ini," ujar Baim. "Lalu bagaimana jalan keluar untuk masalah jenazah Santi dan Amar yang tiba-tiba menghilang ini, gaes? Apalagi kita tidak bisa menghubungi polisi atau siapa pun untuk meminta bantuan?"Aldi menatap Alma dan Baim dengan tatapan serius, "kita harus bergerak hati-hati dan tidak boleh gegabah, karena kita tahu di rumah ini ada sebuah kekuatan tak kasat mata yang kita tahu seberapa besar kemampuannya untuk menyerang dan menyebabkan kematian, hingga menghilangkan jasad kita."Alma dan Baim menghela napas mereka dalam-dalam. Di dalam hati mereka membenark
Surat-surat itu ternyata adalah korespondensi antara pemilik rumah ini dan seseorang yang terlihat sangat penting. Dalam surat-surat itu, mereka menemukan petunjuk mengenai rahasia besar yang terkait dengan sejarah rumah mewah ini.Dengan hati berdebar, mereka membaca setiap surat dan menyusun potongan-potongan informasi. Ternyata, rumah ini adalah tempat persembunyian bagi seorang tokoh penting pada masa Perang Dunia II. Rahasia ini telah dijaga dengan ketat selama puluhan tahun.Saat mereka mencari tahu lebih lanjut, mereka mendengar langkah kaki mendekat. Mereka segera menyembunyikan surat-surat tersebut dan bersembunyi di balik tumpukan harta karun. Suara langkah kaki semakin dekat, dan ketegangan mencapai puncaknya.Siapakah yang datang? Apakah mereka akan berhasil mengungkap rahasia ini atau terjebak dalam bahaya? Semua pertanyaan itu menghantui pikiran mereka saat mereka menunggu dengan napas tertahan.Langit-langit ruangan itu terasa semakin dekat, sementara ketegangan di udar
Akan tetapi, mereka juga menyadari bahwa ada yang tidak beres. Langkah-langkah mereka masih terdengar di koridor, dan mereka merasa seperti ada yang mengintai di balik bayang-bayang. Apakah ada yang lain yang ingin mengungkap rahasia ini atau justru ingin menjaga rahasia tersebut terkunci selamanya?Dalam kegelapan yang semakin mencekam, ketiga teman itu memutuskan untuk mengambil risiko dan mengikuti petunjuk dari peta kuno itu. Mereka mengerti bahwa mereka mungkin harus menghadapi bahaya yang lebih besar lagi untuk mengungkap kebenaran yang begitu lama tersembunyi. Dengan tekad yang kuat, mereka bersiap untuk melanjutkan petualangan mereka, tidak peduli apa yang mungkin menanti di ujung jalan.Alma, Aldi, dan Baim meninggalkan ruangan tersembunyi di bawah tangga itu, membawa peta kuno itu bersama mereka. Cahaya samar dari lilin-lilin di koridor masih menjadi satu-satunya panduan mereka saat mereka bergerak melalui rumah mewah ini, mengikuti jejak yang tertera di peta.Setiap tanda d
Sementara itu, di tempat lain, Andin dan Rusdi sedang menyusuri ruangan lain di rumah kosong yang sudah ditinggalkan selama berpuluh-puluh tahun silam.Andin dan Rusdi merasakan atmosfer mencekam begitu mereka melangkah lebih dalam ke dalam rumah kosong yang terabaikan. Cahaya redup masuk melalui jendela-jendela berdebu, mengungkapkan goresan-goresan waktu di dinding yang retak.Mereka merasa kebingungan di antara tumpukan barang yang terabaikan, seolah-olah waktu telah berhenti di sini. Tiba-tiba, mereka mendengar suara gemuruh dari lantai atas, seakan ada langkah-langkah yang melintasi lorong gelap.Andin berbisik pada Rusdi, "Kita tidak sendirian di sini, Rusdi. Apakah kamu mendengar itu?"Rusdi mengangguk, jantung mereka berdetak kencang. Mereka memutuskan untuk naik ke lantai atas, meskipun rasa takut yang mendalam menyelimuti mereka. Saat mereka mendekati tangga, lampu-lampu berubah menjadi cahaya merah samar, menciptakan bayangan yang menyeramkan di sekitar mereka.Saat mereka
Tiba-tiba, suasana berubah. Cahaya merah yang mengepung mereka memudar, dan bayangan itu lenyap. Mereka merasa beban mencekam hilang dari ruangan, dan mereka bisa keluar dengan aman. Namun, mereka tahu bahwa rumah itu menyimpan rahasia yang lebih dalam dan menakutkan dari yang mereka bayangkan.Andin dan Rusdi keluar dari kamar dengan perasaan lega, tetapi rasa ingin tahu mereka menggelitik. Mereka berdua duduk di ruang tengah yang kuno, ditemani oleh cahaya temaram dari lilin yang mereka nyalakan.Rusdi bertanya dengan hati-hati, "Andin, apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini? Mengapa kita merasa ada kekuatan gelap di sini?"Andin merenung sejenak sebelum menjawab, "Mungkin ini adalah rumah yang menyimpan kenangan yang tak pernah terselesaikan. Mungkin ada seseorang atau sesuatu yang masih terikat di sini."Mereka berdua merasa seperti ada yang memanggil mereka. Tiba-tiba, sebuah suara bisikan pelan terdengar di udara, "Kembalilah, kembalilah ke rumah ini..."Rusdi menelan ludah, "