Sayang, aku boleh pinjam handphone?” tanyaku. Adam dan Alea saling memandang, pandangan mereka sulit ku artikan.
Adam mendekatiku dan memegang pucuk kepalaku, sebentar saja ia lantas menciumnya dengan mesra. Aksi yang sangat palsu, apalagi bisa kulihat ada kilat kemarahan di mata baby sitter yang berdiri tak jauh dari posisi kami, ia pasti cemburu. Cemburu yang tak seharusnya. “Buat apa mau pakai handphone? Urusan obat, kesehatanmu semuanya sudah diselesaikan oleh Alea, kamu tahu sendiri Alea juga dulunya seorang perawat hingga dia tahu benar apa yang harus dilakukannya, lagipula jika hanya ingin menonton … kamu bisa melakukannya nanti denganku, tapi tentu saja kamu harus menghabiskan dulu makananmu setelah itu baru kita menonton bersama di ruang tengah, kamu mau menonton apa saja, pasti aku temani,” Pandai sekali Adam membujukku, sayang sekali aku sudah mulai paham dengan akal busuk suamiku yang tampan ini dengan baby sitter yang ia sebut dulunya seorang perawat ini. Justru ia perawatlah, maka seenaknya saja ia mencekoki aku dengan obat-obatan yang bukan menyembuhkan namun semakin membuat fisikku melemah. “Aku hanya ingin meminta Sandra datang ke mari untuk menemani aku mengobrol, aku sudah sangat suntuk hanya tidur-tiduran setiap waktu, rasanya belakang tubuhku terasa panas jika digunakan tidur-tiduran setiap waktu,” ucapku beralasan. Namun sepertinya Adam tak kehilangan akal. “Aku akan langsung menghubungi Sandra untuk menemanimu di sini, ya?” katanya dan gegas mengambil gawai tipis dari kantong celananya, lantas menghubungi Sandra. Beberapa kali ia terlihat mencoba menghubungi dan aku harus kecewa ketika suamiku menggelengkan kepalanya. “Nomornya tidak aktif, mungkin saja ia lagi sibuk dengan bisnisnya. Maklumlah dia pebisnis sukses jadi wajar ada waktunya ia tidak mengaktifkan nomornya dengan tujuan supaya tidak terganggu aktivitasnya, nanti saja akan ku telepon lagi ya, sayang?” Meski kecewa namun mau tak mau aku mengangguk pelan. “Kemana sebenarnya Sandra, rasanya sudah beberapa hari ia tak muncul padahal ia sendiri berjanji akan mengunjungiku sesering mungkin,” gumamku, entah terdengar atau tidaknya suaraku. “Sebaiknya kamu beristirahat, aku tak mau terjadi sesuatu padamu, ingat aku dan Rafiqa membutuhkanmu,” aku tersenyum menyeringai mendengar kata-kata sok perhatiannya itu. Kali ini sudah tak mempan lagi. Aku benar-benar sulit mempercayainya. *** “Aku sudah bilang padamu berulang kali ada yang aneh sama istrimu yang tua itu, Mas. Aku tahu dia sudah tak mau lagi menelan obat dan memakan makanan yang sudah ku bubuhi obat, ia kerapkali beralasan. Aku yakin ia sudah tahu kita bermain di belakangnya, hanya saja ia diam saja. Bisa saja ia mencari waktu yang tepat untuk membongkar perbuatan kita, dan bisa saja kita yang akan ditendangnya ke luar dari sini. Setidaknya kamu jangan santai, Mas. Makanya aku minta agar resep obatnya ditingkatkan dosisnya supaya semua rencana kita berjalan lancar.” Sebut Alea. Ya Tuhan. “Mau sampai kapan kita harus bersandiwara begini, Mas? Aku capek, capek harus berbuat baik terus padanya, ingin saja rasanya kucekik lehernya biar kita bisa tenang dengan harta yang dia tinggalkan, tapi heran sekali ia termasuk perempuan yang lama sekali matinya. Cepat kamu urus ya, Mas. Aku nggak mau tahu pokoknya kalau lama kamu mengurusnya, lebih baik kita putus saja.” Terdengar suara Alea mulai merajuk. Aku mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka, bisa kulihat mereka duduk begitu rapat dan Adam nampak membelai rambut perempuan imut itu. Benar dugaanku jika mereka sudah merencanakan semua ini, mereka benar-benar memanfaatkan kondisiku yang tengah mengalami stres tinggi, padahal kuhitung sudah hampir lima hari ini sudah tidak adalagi obat yang masuk ke kerongkonganku. Aku pun mulai pulih. “Bisakah kamu bersabar sedikit lagi, terus terang aku serba salah karena posisiku masih wakil direktur dan belum sepenuhnya memiliki perusahaan. Hanya dari tangan Viona, aku bisa menguasai semuanya. Kenapa kamu tidak bisa sabar sih, Sayang. Gimana supaya kamu hilang marahnya, kita main kuda-kudaan yuk, daripada pusing yang dibicarakan itu lagi, itu lagi,” sungut Adam. Ternyata hubungan mereka sudah sejauh itu, aku yang terlalu bodoh yang tak menyadarinya selama ini. Aku hampir saja berteriak mendengar pengakuan Adam, ternyata pernikahanku selama ini dengan sudah menghasilkan dua buah hati tak cukup membuatnya tulus mencintaiku, jadi ia hanya cinta pada harta orang tuaku saja? Harta yang mereka tinggalkan dua tahun yang lalu, mereka meninggal dalam kecelakaan pesawat saat akan bepergian bertemu klien di luar daerah. Tragis memang dan sebagai anak tunggal, aku menerima semua warisan dengan catatan Adam dan aku menjalani perusahaan milik papa. Saham di dalam perusahaan pengiriman barang ekspor impor tersebut juga tujuh puluh persen adalah milikku, sedangkan sisanya berada di tangan Adam. Meski Adam menjalankannya, namun setiap bulan ia wajib menyetorkan laporan keuangan dan yang menyangkut perusahaan padaku. Sejak aku mengalami gangguan pikiran dua bulan lalu, aku sudah tidak pernah lagi monitor perusahaan dan lebih dominan menyerahkan pada Adam. Jadi ini alasan ia pelan-pelan ingin meracuniku dan akan menikmati hartaku dengan perempuan lain. Hebat kamu, Adam. Aku pastikan setelah keadaanku membaik, aku akan membalikkan keadaan. Kupastikan itu. Tak menyangka Adam yang kukenal baik, penyayang bahkan sudah bisa memberiku dua anak, ternyata tidak benar-benar mencintaiku dan hanya suka pada hartaku. Terus apa artinya buah cinta dari pernikahan kami? Semuanya hanya sandiwara saja, memang keterlaluan kamu, Adam. Aku bergegas meninggalkan tempat yang hanya akan memperlihatkan kebusukan mereka, saat ini aku tak bisa lagi tetap berada di rumahku ini, lebih baik mencari bantuan secepatnya dan aku harus bisa mengecoh Adam supaya aku bisa mengambil alih kembali perusahaan. Siapa yang bisa kuandalkan selain Sandra? Sandra sudah tidak pernah muncul lagi, ia persis menghilang bak ditelan bumi. Aku menepuk jidat begitu teringat pada Bayu, anak angkat papa sekaligus sahabatku yang pasti bisa ku andalkan. Bayu seorang reporter, setidaknya aku punya back up yang bagus jika makhluk tengil itu membantuku. Tetapi, bagaimana caranya aku bisa ke luar dari rumah tanpa ketahuan dan bisa membawa Rafiqa dengan aman? Aku butuh rencana matang, sematang rencana busuk suamiku dengan baby sitter tersebut.Kamu yang sabar ya, sayang. Sandra katanya kecelakaan mobil dan itu sudah terjadi seminggu sebelumnya, diperkirakan mobilnya masuk sungai dan baru saja tadi pagi mobilnya diangkut naik, Sandra … maaf … ia tak selamat.” Adam lantas memeluk menenangkan ku.Aku tak lagi bisa mencerna apa yang dikatakan Adam, baru saja berharap selama seminggu ini mendapatkan bantuan dari sahabatku itu, tiba-tiba saja Adam menyampaikan bahwa Sandra justru meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Aku hanya bisa menangisi kepergian sahabatku itu. “Kamu tidak sedang bercanda ‘kan? Sandra tak mungkin mati, ia sehat dan baik-baik saja waktu ia ke mari, ia sudah berjanji akan menjengukku terus di sini setiap harinya, aku baru saja akan menagih janjinya tapi dia ….” Aku tak lagi bisa menyelesaikan kalimatku. Perih sekali rasa hatiku, perempuan yang sudah menjadi sahabatku sejak SMP ini akhirnya meninggalkanku tanpa pamitan. Tidak ada tanda-tanda khusus ia akan meninggalkanku. Rasanya begitu cepat terasa,
“Malam ini kasih jatah ya?” “Ih … apaan sih, Mas?” “Siapa suruh bikin aku ket4gihan,”Aku terbangun kaget, selalu saja mimpi buruk setiap malam, kali ini benar-benar tak mengenakkan sebab dalam mimpi nyata terlihat suamiku tengah bermesraan dengan baby sitterku. Apakah ini pertanda atau hanya bunga tidur semata?***Aku membuka mata dengan sangat malas, kantuk masih melanda. Sakit yang kuderita selama kurang lebih sebulan ini membuatku lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Sebenarnya sakit yang kurasakan sekarang ini adalah semua otot dan tubuhku terasa lemah, kata dokter aku mengalami stres tinggi hingga dianggap sering berhalusinasi.Dua bulan yang lalu, aku kehilangan Nayla, bayiku yang masih berusia tiga bulan. Semua terjadi karena kesalahanku. Aku yang tertidur saat menyusuinya, bayiku berhenti bernapas tanpa kuketahui. Rasa bersalah membuatku tak henti mengutuk diriku, bahkan aku punya hobi mengurung diri dalam kamar seharian tanpa makan dan minum. Setelah itu be
Dengan kepala masih terasa berat dan tubuh lemas, aku kembali ke tempat tidur. Tidak ada lagi seleraku untuk makan dan meminum obat, pikiranku ke mana-mana. Selama beberapa bulan ini aku tak lagi bisa mesra dengan suamiku, aku bahkan tak pernah lagi peduli dengannya selain bermain dengan pikiran masa laluku, mengutuk diri terus-menerus. Apa yang dilakukan Adam bisa saja karena pelampiasannya lantaran tak pernah mendapatkan kemesraan dariku. Herannya, aku tak merasakan perasaan sakit hati sama sekali. Untuk menghilangkan letih, aku mencoba duduk di ranjang, tak lama berselang terdengar suara kendaraan di depan. Seingatku Adam sudah pergi bersama Alea dan Rafiqa, aku diam saja menunggu dan beberapa menit kemudian suara langkah mendekat ke kamarku. “Hai, sudah bangun ya, Tuan puteri?” Sandra, sahabatku yang ceriwis muncul. Aku terpana.“Kaget ‘kan? Aku memang sengaja tak mengabari, pokoknya habis dari bandara tanpa ganti baju dulu langsung ke sini untuk menemui tuan puteri supaya di
Setelah memergoki suamiku bermesraan dengan baby sitter putriku, aku sudah tak mau lagi meminum obat-obatan yang diberikan oleh Alea, prasangka buruk terus bermain di otakku. Aku selalu berhayal jika suamiku juga perempuan imut itu sedang bekerjasama untuk menghilangkan nyawaku pelan-pelan lalu mereka akan puas berduaan dan perempuan itu akan mengganti posisiku sebagai Nyonya Adam Hermawan. “Minum obatnya ya, Bu? Setelah itu beristirahatlah,” sebutnya.Aku mulai memainkan sandiwaraku untuk berpura-pura menelan obat persis di hadapannya, sebab ia tak jua beranjak dari kamarku dengan memastikan aku meminum obat terlebih dahulu. Lalu aku pun berpura-pura berbaring seakan ngantuk melandaku. Begitu kudengar suara pintu tertutup, aku menoleh dengan pelan dan bisa bernapas lega begitu melihat tak ada siapapun dalam ruangan kamarku, aku mengambil obat yang kusembunyikan di bawah lidahku lalu menyimpannya di bawah ranjangku. Perlahan bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kama
Perlahan kudengar suara langkah menjauh, aku yakin jika Alea sudah pergi meninggalkan kamarku. Aku bergerak sedikit saja, khawatir ia masih mengawasi ku. Tak menyangka jika kondisiku dimanfaatkan, yang membuatku kecewa mengapa Adam justru turut mendukungnya, ternyata semua perhatian, romantismenya hanyalah palsu belaka. Mereka mungkin merencanakan akan menghabisi nyawaku dengan terus mencekokiku obat-obatan yang aku sendiri tidak tahu apa benar obat untuk penyakit stres dan sudah diresepkan dengan benar melalui dokter. Kebiasaan baru selama dua hari tak menenggak obat yang diberikan Alea, ternyata berpengaruh baik pada fisikku, aku sudah bisa menggerakkan lebih banyak kedua kaki dan tanganku, pusing yang kerap melanda, perlahan menghilang. Aku masih menunggu selama dua atau tiga jam saat Alea lengah, aku yakin ada saatnya ia begitu asik bermain dengan anakku, Rafiqa hingga melupakan aku. Meski kutahu setiap satu jam sekali, ia akan mendatangi kamar untuk mengecek kondisiku. Aku b
Kamu yang sabar ya, sayang. Sandra katanya kecelakaan mobil dan itu sudah terjadi seminggu sebelumnya, diperkirakan mobilnya masuk sungai dan baru saja tadi pagi mobilnya diangkut naik, Sandra … maaf … ia tak selamat.” Adam lantas memeluk menenangkan ku.Aku tak lagi bisa mencerna apa yang dikatakan Adam, baru saja berharap selama seminggu ini mendapatkan bantuan dari sahabatku itu, tiba-tiba saja Adam menyampaikan bahwa Sandra justru meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Aku hanya bisa menangisi kepergian sahabatku itu. “Kamu tidak sedang bercanda ‘kan? Sandra tak mungkin mati, ia sehat dan baik-baik saja waktu ia ke mari, ia sudah berjanji akan menjengukku terus di sini setiap harinya, aku baru saja akan menagih janjinya tapi dia ….” Aku tak lagi bisa menyelesaikan kalimatku. Perih sekali rasa hatiku, perempuan yang sudah menjadi sahabatku sejak SMP ini akhirnya meninggalkanku tanpa pamitan. Tidak ada tanda-tanda khusus ia akan meninggalkanku. Rasanya begitu cepat terasa,
Sayang, aku boleh pinjam handphone?” tanyaku. Adam dan Alea saling memandang, pandangan mereka sulit ku artikan.Adam mendekatiku dan memegang pucuk kepalaku, sebentar saja ia lantas menciumnya dengan mesra. Aksi yang sangat palsu, apalagi bisa kulihat ada kilat kemarahan di mata baby sitter yang berdiri tak jauh dari posisi kami, ia pasti cemburu. Cemburu yang tak seharusnya. “Buat apa mau pakai handphone? Urusan obat, kesehatanmu semuanya sudah diselesaikan oleh Alea, kamu tahu sendiri Alea juga dulunya seorang perawat hingga dia tahu benar apa yang harus dilakukannya, lagipula jika hanya ingin menonton … kamu bisa melakukannya nanti denganku, tapi tentu saja kamu harus menghabiskan dulu makananmu setelah itu baru kita menonton bersama di ruang tengah, kamu mau menonton apa saja, pasti aku temani,” Pandai sekali Adam membujukku, sayang sekali aku sudah mulai paham dengan akal busuk suamiku yang tampan ini dengan baby sitter yang ia sebut dulunya seorang perawat ini. Justru ia pe
Perlahan kudengar suara langkah menjauh, aku yakin jika Alea sudah pergi meninggalkan kamarku. Aku bergerak sedikit saja, khawatir ia masih mengawasi ku. Tak menyangka jika kondisiku dimanfaatkan, yang membuatku kecewa mengapa Adam justru turut mendukungnya, ternyata semua perhatian, romantismenya hanyalah palsu belaka. Mereka mungkin merencanakan akan menghabisi nyawaku dengan terus mencekokiku obat-obatan yang aku sendiri tidak tahu apa benar obat untuk penyakit stres dan sudah diresepkan dengan benar melalui dokter. Kebiasaan baru selama dua hari tak menenggak obat yang diberikan Alea, ternyata berpengaruh baik pada fisikku, aku sudah bisa menggerakkan lebih banyak kedua kaki dan tanganku, pusing yang kerap melanda, perlahan menghilang. Aku masih menunggu selama dua atau tiga jam saat Alea lengah, aku yakin ada saatnya ia begitu asik bermain dengan anakku, Rafiqa hingga melupakan aku. Meski kutahu setiap satu jam sekali, ia akan mendatangi kamar untuk mengecek kondisiku. Aku b
Setelah memergoki suamiku bermesraan dengan baby sitter putriku, aku sudah tak mau lagi meminum obat-obatan yang diberikan oleh Alea, prasangka buruk terus bermain di otakku. Aku selalu berhayal jika suamiku juga perempuan imut itu sedang bekerjasama untuk menghilangkan nyawaku pelan-pelan lalu mereka akan puas berduaan dan perempuan itu akan mengganti posisiku sebagai Nyonya Adam Hermawan. “Minum obatnya ya, Bu? Setelah itu beristirahatlah,” sebutnya.Aku mulai memainkan sandiwaraku untuk berpura-pura menelan obat persis di hadapannya, sebab ia tak jua beranjak dari kamarku dengan memastikan aku meminum obat terlebih dahulu. Lalu aku pun berpura-pura berbaring seakan ngantuk melandaku. Begitu kudengar suara pintu tertutup, aku menoleh dengan pelan dan bisa bernapas lega begitu melihat tak ada siapapun dalam ruangan kamarku, aku mengambil obat yang kusembunyikan di bawah lidahku lalu menyimpannya di bawah ranjangku. Perlahan bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kama
Dengan kepala masih terasa berat dan tubuh lemas, aku kembali ke tempat tidur. Tidak ada lagi seleraku untuk makan dan meminum obat, pikiranku ke mana-mana. Selama beberapa bulan ini aku tak lagi bisa mesra dengan suamiku, aku bahkan tak pernah lagi peduli dengannya selain bermain dengan pikiran masa laluku, mengutuk diri terus-menerus. Apa yang dilakukan Adam bisa saja karena pelampiasannya lantaran tak pernah mendapatkan kemesraan dariku. Herannya, aku tak merasakan perasaan sakit hati sama sekali. Untuk menghilangkan letih, aku mencoba duduk di ranjang, tak lama berselang terdengar suara kendaraan di depan. Seingatku Adam sudah pergi bersama Alea dan Rafiqa, aku diam saja menunggu dan beberapa menit kemudian suara langkah mendekat ke kamarku. “Hai, sudah bangun ya, Tuan puteri?” Sandra, sahabatku yang ceriwis muncul. Aku terpana.“Kaget ‘kan? Aku memang sengaja tak mengabari, pokoknya habis dari bandara tanpa ganti baju dulu langsung ke sini untuk menemui tuan puteri supaya di
“Malam ini kasih jatah ya?” “Ih … apaan sih, Mas?” “Siapa suruh bikin aku ket4gihan,”Aku terbangun kaget, selalu saja mimpi buruk setiap malam, kali ini benar-benar tak mengenakkan sebab dalam mimpi nyata terlihat suamiku tengah bermesraan dengan baby sitterku. Apakah ini pertanda atau hanya bunga tidur semata?***Aku membuka mata dengan sangat malas, kantuk masih melanda. Sakit yang kuderita selama kurang lebih sebulan ini membuatku lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Sebenarnya sakit yang kurasakan sekarang ini adalah semua otot dan tubuhku terasa lemah, kata dokter aku mengalami stres tinggi hingga dianggap sering berhalusinasi.Dua bulan yang lalu, aku kehilangan Nayla, bayiku yang masih berusia tiga bulan. Semua terjadi karena kesalahanku. Aku yang tertidur saat menyusuinya, bayiku berhenti bernapas tanpa kuketahui. Rasa bersalah membuatku tak henti mengutuk diriku, bahkan aku punya hobi mengurung diri dalam kamar seharian tanpa makan dan minum. Setelah itu be