Hari - 1 Ketegangan terjadi di antara Adrian dan Maria. Tidak ada satu orangpun yang mau menengahi mereka, kami hanya mengawasi perdebatan mereka dalam diam. Aku tidak bisa menyalahkan mereka, karena beberapa orang pasti sangat terkejut dengan perubahan sikap Maria saat ini. Mereka pasti tidak akan mengira orang yang mereka idolakan dari kemarin, ternyata bisa tersenyum menakutkan seperti itu. “Tentang masalah pemilihan si pengkhianat, sebenarnya Aku memikirkan sebuah solusi tentang hal tersebut.” “Solusi?” “Ya, solusi untuk meminimalisir resiko dari peraturan itu.” “Apa maksudmu?” Adrian terdiam sebentar sambil memperhatikan semua orang di sekelilingnya. Dia seperti sedang memastikan kalau kami semua memperhatikannya saat ini. Karena dia akan mengatakan sesuatu yang sangat penting, tentu saja perhatian semua orang akan mengarah padanya. “Aku berpikir untuk menyuruh tersangka dari pengkhianat untuk menulis namanya sendiri, lalu memasukkannya ke dalam kotak... dengan begitu oran
Hari - 1 Orang yang mengangkat tangannya adalah lelaki yang memiliki lingkaran hitam di mata yang kutemui dua kali di toilet secara kebetulan. “Apa yang ingin kau katakan?” Adrian bertanya sambil membenarkan letak kacamatanya sekali lagi. Brak! Lelaki itu menurunkan tangannya dengan sangat kencang dan menggebrak meja di depannya hingga membuat semua orang terkejut. “Omong kosong apa yang kau bicarakan!?” Dia berteriak ke Adrian dengan ekspresi yang sangat marah. “Kau mau membunuh orang lain tanpa berpikir dua kali! Memaksa mereka melakukan hal yang tidak mereka sukai! Berpikir bahwa kau berada di atas semua orang! Memangnya kau pikir kau itu siapa?!” Adrian tentu saja merasa kesal mendengar ucapannya tersebut. “Apa katamu!? Apa kau-” “Aku belum selesai!” Adrian yang ingin membalas ucapan lelaki itu tersentak kaget saat dia memotong ucapannya “Kau berpikir bahwa kau bisa mengendalikan semua orang di sini! Berpikir dengan sombongnya bahwa kau lebih baik dari pada siapapun di
Hari - 1 Apa yang harus kulakukan? Apakah Aku harus memberitahunya? Apakah Aku harus diam saja? Apa yang akan terjadi jika Aku memberitahunya? Apa yang sebaiknya kulakukan? Berbagai pertanyaan muncul di dalam kepalaku begitu Aku menyadari siapa yang kemungkinan menjadi korban selanjutnya. Meskipun Aku belum setarus persen yakin jika dia akan menjadi korban selanjutnya, tapi kemungkinanya tetap besar. Aku tidak yakin apakah Aku harus memberitahukannya atau tidak. Jika Aku memberitahukannya, dia tidak mungkin akan tinggal diam dan menerima nasibnya begitu saja, tapi jika Aku tidak melakukan sesuatu, dia akan meninggal begitu saja dan Aku akan merasa sangat bersalah. Meski pada akhirnya seseorang tetap akan meninggal, tapi Aku tetap ingin melakukan sesuatu untuknya. Bagaimana ini? Langkah apa yang sebaiknya kuambil? Apakah Aku akan berpura-pura tidak menyadarinya dan membiarkan waktu berlalu begitu saja. “Apa kau baik-baik saja? Aku tahu banyak hal yang terjadi dan keributan yang ter
Hari - 1 “Dia adalah.... James, kan!” Aku tak melihat ke arah Crona. Aku hanya terdiam membisu, meski begitu, nampaknya itu sudah cukup bagi Crona untuk memastikan bahwa dia benar. “Dari semua orang yang berbicara di ruangan itu, James adalah orang yang paling sering membicarakan hal yang seharusnya tidak dia ceritakan... bahkan Maria sebisa mungkin tidak mengungkapkan apa yang dia tahu, mungkin dia sudah menduga jika dia sampai membicarakan apa yang dia tahu kepada siapapun, dia mungkin yang akan ditargetkan sebagai korban selanjutnya.” “Jadi apa itu artinya James bukanlah si pengkhianat?” Bagas berhenti memeriksa pintu di depannya, lalu bertanya pada Crona sambil berbalik ke arahnya. “Soal itu, Aku tidak tahu... ini hanya spekulasi semata, tapi jika dia benar-benar meninggal keesokan harinya, maka dia sudah pasti bukanlah si pengkhianat.” “...” Bagas hanya diam tanpa mengatakan sesuatu. Dia terlihat seperti sedang melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat. Aku segera m
Hari - 1 Aku dan Bagas menatap tajam pada kedua pria yang sedang duduk di kamarku seperti kamar ini adalah milik mereka. “Jangan bersikap dingin seperti itu... Aku ke sini hanya ingin berbicara denganmu.” Kedua lelaki itu, Adrian dan Michael, sedang duduk bersila di tengah ruangan. Aku dan Bagas kemudian duduk di depan mereka berdua. “Kenapa kalian bisa tahu dimana kamar kami berada?” Bagas bertanya tak kalah dinginnya denganku. Aku dan Bagas tak pernah mengatakan pada siapapun dimana kamar kami berada. Sarah, Ria dan Crona mengetahui kamar kami berada, karena mereka melihat kami memasuki kamar ini. Jadi apakah mereka juga sama. “Aku sebetulnya hanya ingin berbicara dengan lelaki bernama Asraf ini, bukan denganmu, tapi sepertinya kalian adalah satu set, ya... sepertinya ini tak bisa dihindari.” Seperti biasa, dia selalu saja berbicara dengan egois. Bagas nampak marah dengan ucapannya, tapi dia tak terlihat ingin menyerangnya. “Bisa kau jawab pertanyaanku.” “Tak usah memasang
Hari - 1 Aku menunggu di dalam kamarku bersama dengan Bagas. Selama menunggu kami memeriksa kamar kami dan menemukan bahwa kami memiliki 4 kursi lantai dan meje kecil. Meskipun jumlah kursi ini kurang dari jumlah tamu yang akan datang, tapi kami memutuskan untuk tetap mengeluarkannya. Kami juga menemukan beberapa perlengkapan minum teh dan dapur kecil. Kami juga memiliki kamar mandi, jadi kami tak perlu keluar kamar kami jika kami ingin buang air kecil. Kurasa kami tak perlu khawatir saat kami tidak bisa keluar kamar pada malam hari. Orang yang pertama kali datang ke kamar ini adalah Crona, Sarah dan Ria. Meskipun Aku tak pernah memanggil Sarah dan Ria sebelumnya, tapi karena kami telah membentu aliansi, maka kurasa tak masalah jika mereka ikut dalam pembicaraan kami. Mereka berdua pasti diundang oleh Crona. Selama menunggu orang selanjutnya datang, Sarah menyeduhkan teh untuk kami menggunakan peralatan minum teh yang Aku dan Bagas temukan tadi. Untung saja kamarku bersebelahan den
Hari - 1 “Asraf, apakah kita bisa mulai pertemuan kita? Sarah bertanya padaku sebagai pemilik dari kamar ini. Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menjawabnya. “Aku telah mendengar sebagian besar apa yang telah kalian bicarakan sebelumnya dari Crona.” Saat Sarah membuka pertemuan kita, Fiona tiba-tiba saja mengangkat tangannya. “Aku tahu ini memalukan, tapi Aku tidak mengetahui apapun yang akan kita bicarakan, jadi bisakah kalian menjelaskannya dari awal!” “Kalau kau tidak mengetahui apapun, kenapa kau ingin ikut dalam pertemuan ini?” Bagas bertanya dengan nada tak suka. Fiona tak merubah ekspresi wajahnya, meskipun Bagas jelas-jelas menunjukkan permusuhan padanya. “Aku tahu ini adalah tindakan tak tahu malu, tapi saat Aku mendengar bahwa kalian ingin membicarakan sesuatu, apalagi secara rahasia, Aku jadi penasaran dengan apa yang ingin kalian bahas.” “Apakah Aku bisa memintamu keluar dari sini?” “Aku harap kau memperbolehkan Aku dan Arifa tetap berada di sini.” “Aku tak m
Hari - 1 “Nah, Asraf! Bisakah kau menjawab pertanyaanku!” Rina menekanku untuk menjawab pertanyaannya. Aku hanya menundukkan kepalaku tanpa mau membuka mulutku. Aku bisa merasakan tatapan semua orang mengarah padaku. Bukannya Aku tidak bisa menjawab pertanyaannya, tapi Aku tidak yakin apakah jawabanku nantinya akan terdengar seperti hanya sebatas alasan semata atau Aku memang berpikir seperti jawabanku. “Jadi apakah Aku benar?” Aku menggelengkan kepalaku. Aku tidak tahu kenapa, tapi Aku merasa bahwa Aku harus menggeleng untuk saat ini apapun yang terjadi. “Lalu kenapa kau berpikir untuk tak mengatakan apapun mengenai hal tersebut?” “Aku tidak tahu.... apa yang sebaiknya kulakukan....” Aku menjawabnya dengan pelan. Aku merasa bahwa jawaban ini bukanlah kebohongan. Aku memang masih bingung dengan apa yang harus kulakukan. Kalau boleh jujur, Aku memang sempat berpikir untuk membiarkan James terbunuh, karena bagaimanapun juga di dalam permainan ini seseorang akan tetap meninggal se
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k